Anda di halaman 1dari 28

REHABILITASI MEDIK

PADA SPINAL CORD


INJURY (SCI)
SANYUKI KHOIRUNNISA
22004101025
Dosen Pembimbing :
dr. Inggrid Melia Kartika, Sp. KFR
DEFINISI
• Spinal Cord Injury  Cedera pada tulang belakang baik
secara langsung maupun tidak langsung yang
menyebabkan lesi atau kerusakan di medulla spinalis
sehingga menimbulkan gangguan neurologis (fungsi
motorik, sensorik, dan otonomik), gangguan yang
diakibatkannya dapat menyebabkan kecacatan menetap
atau kematian.
ANATOMI
1. Kolumna Vertebralis

Terdiri dari :
- 7 tulang cervical
- 12 tulang thoracal
- 5 tulang lumbal
- Sacrum
- Cocygeus.
ANATOMI
2. Medulla Spinalis
- Medula spinalis berada didalam tulang belakang dan
memiliki struktur serta jaringan kompleks yang berfungsi
untuk menyalurkan informasi dan instruksi dari otak ke
berbagai bagian tubuh dan sebaliknya.
- Medulla spinalis berawal dari ujung bawah medulla
oblongata di foramen magnum.
- Pada dewasa, biasanya berakhir di sekitar tulang L1 berakhir
menjadi conus medularis.
- Selanjutnya akan berlanjut menjadi cauda equina yang lebih
tahan terhadap cedera.
ANATOMI
- Dari berbagai traktus di medulla spinalis, ada tiga traktus yang
telah dipelajari secara klinis:
1. Traktus corticospinalis
2. Traktus spinothalamicus
3. Columna posterior
Medulla Spinalis
1. Traktus corticospinalis
- Terletak di bag. Posterolateral medulla spinalis
- Mengatur kekuatan motorik tubuh ipsilateral dan diperiksa dengan
melihat kontraksi otot voluntair atau melihat respon involuntair
dengan rangsang nyeri.
Medulla Spinalis
2. Traktus Spinothalamicus
- Terletak di anterolateral medulla spinalis
- Membawa sensasi nyeri dan suhu dari sisi kontralateral tubuh.
- Secara umum diperiksa dengan tusukan/sentuhan ringan.
Medulla Spinalis
3. Columna Posterior
• Membawa sensasi posisi (proprioseptif), getar, dan sentuh pada
bagian tubuh ipsilateral.
• Columna posterior ini diperiksa dengan sensasi posisi dari ibu jari
dan jari-jari atau getar dengan garputala.
PROSES TERJADINYA CEDERA
Cedera yang terjadi ketika benturan fisik
eksternal seperti yang diakibatkan oleh
Spinal cord Injury kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau
traumatik kekerasan dapat merusak medulla spinalis.
(mencakup fraktur, dislokasi, kontusio di
Proses
column vertebra)
terjadinya
cedera Terjadi ketika kondisi kesehatan seperti
penyakit, infeksi, dan tumor mengakibatkan
Spinal cord Injury kerusakan pada medulla spinalis atau
non-traumatik kerusakan yang terjadi pada medulla
spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya
fisik eksternal.
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK
• Dermatomes adalah daerah kulit yang dipersarafi oleh axon
sensoris radiks saraf segmen tertentu.
• Mengetahui tentang level dermatomes berguna dalam
menentukan level trauma dan menilai adanya perbaikan atau
perburukan.
DERMATOM
Pemeriksaan Myotomes
• Setiap radiks saraf
mempersarafi lebih dari satu
otot, dan kebanyakan otot
dipersarafi lebih dari satu
radiks (biasanya dua).
• Walaupun begitu, dapat
diidentifikasikan kelompok
otot otot sebagai perwakilan
dari segmen saraf spinal
tertentu.
BERDASARKAN TINGKAT KEPARAHAN
Cedera dengan keadaan gangguan
kegagalan fungsi neurologis secara
Cedera Komplit absolut dimana pasien tidak dapat
merasakan sensasi dan maupun
Berdasarkan menggerakan fungsi motorik dibawah
tingkat tingkat cedera pada tulang belakang
keparahannya
Cedera dengan penurunan fungsi neurologis
baik sensorik dan motorik dibawah bagian
Cedera dari cedera tulang belakang sehingga tidak
Inkomplit dapat melakukan fungsi maksimal, biasanya
masih dapat berfungsi utuh hingga sedikit
namun tidak sampai gagal fungsi
SINDROMA MEDULLA SPINALIS
1. Central Cord Syndrome / Sindroma korda sentralis
• Ditandai dengan hilangnya kekuatan motorik lebih
banyak pada extremitas atas dibandingkan dengan
extremitas bawah, dengan kehilangan sensoris yang
bervariasi.
• Biasanya syndrome ini terjadi setelah adanya trauma
hiperekstensi pada pasien yang telah mengalami
canalis stenosis cervical sebelumnya (seringkali
disebabkan proses osteoarthritis degeneratif).
SINDROMA MEDULLA SPINALIS
2. Anterior Cord Syndrome / Sindroma
korda Anterior
• Ditandai dengan paraplegi dan
kehilangan sensorik disosiasi dengan
hilangnya sensasi nyeri dan suhu. Fungsi
columna posterior (posisi, vibrasi, dan
tekanan dalam) tetap bertahan.
SINDROMA MEDULLA SPINALIS
3. Syndrome Brown Sequard / Sindroma
brown-sequard
• terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis,
biasanya akibat trauma tembus, hal ini jarang
terjadi.
• Dalam kasus yang murni, syndrome ini
terdiri dari kehilangan motorik ipsilateral
(traktus corticospinalis) dan hilangnya
sensasi posisi (columna posterior), disertai
dengan hilangnya sensasi suhu serta nyeri
kontralateral mulai satu atau dua level di
bawah level trauma (traktus
spinothalamicus).
SINDROMA MEDULLA SPINALIS
4. Posterior Cord Syndrome
• Kolumna posterior membawa
sensasi getar dan propriosepsi.
• Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi
kehilangan sensasi getar dan posisi
tubuh. spinothalamicus).
BERDASARKAN LETAK CEDERA
DERAJAT KEPARAHAN
The American Spinal cord injury
Association (ASIA) Scoring saat
ini menjadi sebuah aspek
skoring yang sering digunakan
dan merupakan standar
internasional dalam melakukan
pengkajian terhadap tingkat
keparahan dan klasifikasi SCI.
DERAJAT KEPARAHAN
Untuk penilaian derajat kerusakan neurologis SCI, umumnya dipakai Klasifikasi
Frankel, yaitu :
Frankel A Komplit. Tidak ada fungsi motorik maupun sensorik dibawah level lesi.
Terjadi kelumpuhan total.
Frankel B Hanya ada sedikit fungsi sensorik. Fungsi motorik paralisis total dibawah
lesi.
Frankel C Fungsi motorik masih ada dibawah lesi, tetapi tidak berfungsi (motor
useless), fungsi sensoris ada.
Frankel D Fungsi motorik masih ada dibawah lesi, dan berfungsi, tetapi tidak normal
(motor usefull), fungsi sensorik ada.
Frankel E Pulih total. Tidak ada kelemahan otot atau gangguan sensorik. BAB dan BAK
normal (Pulih total).
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

Tahap Pre-Stabilisasi (0-12 minggu)

Penatalaksanaan
Fisioterapi

Tahap Pasca-Stabilisasi (setelah 12 minggu)


1. Tahap Pre-Stabilisasi (0-12 minggu)
• Fase ini biasa disebut sebagai fase akut (sampai 6 minggu setelah kejadian)
dan/ fase sub-akut (6 – 12 minggu setelah kejadian).
• Fase akut, ada yang menyebut-nya sebagai tahap survival, merupakan fase
paling kritis bagi penderita.
• Sasaran manajemen selama fase ini, adalah :
- Proteksi sumsum tulang belakang yang terkena akibat trauma.
- Mobilisasi dini, sesegera mungkin diberikan pada penderita.
1. Tahap Pre-Stabilisasi (0-12 minggu)
• Penderita selain mendapatkan program terapi emergensi dan imobilisasi, juga
sudah disiapkan program rehabilitasi mediknya.
• Penderita ditempatkan pada bed khusus seperti Stryker frame, atau Circoelectric
bed, atau yang sejenisnya, dengan tujuan memudahkan merubah posisi
tubuhnya tanpa perlu diangkat.
1. Tahap Pre-Stabilisasi (0-12 minggu)
• Program rehabilitasi medik pada tahap ini, adalah :
1. Latihan luas gerak sendi (Range of Motion/ROM Exercise) untuk
ekstremitas bawah. Perlu foot board pada pergelangan kaki dan
hindari adanya bantal dibawah lutut
2. Mempertahankan, kalau perlu meningkatkan kekuatan ekstremitas
atas, dengan latihan penguatan (strengthening exercise). Lakukan
latihan nafas yang dalam dengan pernafasan diafragma.
3. Dimulai program rehabilitasi kandung kencing (bladder training).
Jika tidak ada kontraindikasi, dipilih metode kateterisasi berkala. Dan
juga dilakukan bowel training.
2. Tahap Pasca-Stabilisasi (setelah 12 minggu)
Tahap pasca-stabilisasi dimulai pada waktu
penderita sudah mulai masuk program duduk.

Program Rehabilitasi Medik :


a) Jika ada, dilakukan latihan dengan tilt table
atau standing frame untuk adaptasi ke posisi
tegak, Kalau tidak ada tilt table atau standing
frame, program diatur dengan meninggikan
bagian kepala tempat tidur secara gradual
(bertahap) setiap hari, sampai penderita
dapat duduk tanpa keluhan.
b) Latihan ROM Exercise pada ekstremitas atas
dan bawah.
2. Tahap Pasca-Stabilisasi (setelah 12 minggu)
c) Untuk membantu penderita dapat berlatih
sendiri serta untuk merubah posisinya
ditempat tidur, dapat diberikan overhead
trapeze bar
d) Latihan pindah (transfer training) Dimulai
dengan latihan pindah dari tempat tidur ke
kursi roda, dan sebaliknya.
e) Pada umumnya perlu dibuatkan brace atau
splint, kecuali jika penderita tidak ada
kemauan untuk berdiri dan ambulasi
dengan alat tersebut.
f) Latihan berdiri dengan memakai brace.
2. Tahap Pasca-Stabilisasi (setelah 12 minggu)

g) Bila penderita mampu, maka


dapat dilakukan latihan jalan,
mula-mula dengan parallel bar,
kemudian dengan walker, lalu
axillary crutches. Bila penderita
tidak mampu, maka bisa
menggunakan kursi roda.
h) Latihan perawatan diri sendiri.
TUJUAN TERAPI
1. Mencegah komplikasi yang mungkin terjadi, seperti; infeksi saluran
kencing, kontraktur, atrofi otot, nyeri, osteoporosis, gangguan
fisiologis pernafasan, hipertensi, diabetes, dan sebagainya.
2. Meningkatkan kekuatan otot untuk melakukan aktivitas fungsional
sehari-hari.
3. Memberikan manfaat psikis agar lebih bisa meningkatkan gairah
hidup.
4. Meningkatkan aliran darah ke anggota gerak bawah.
5. Mencegah penurunan kapasitas fisik.
6. Membantu mencegah bengkak.

Anda mungkin juga menyukai