Anda di halaman 1dari 36

Jurnal Reading

A Clinical Study Of
Generalised Peritonitis And Its
Management In A Rural Setup
Oleh :
Avicenna Shafhan A. 22004101024
ST. Khalidiyah 22004101026

Pembimbing :
dr. Arif Dharmawan, Sp.B
Introduction
Peritonitis adalah peradangan pada membran serosa yang melapisi rongga perut
dan organ visceral yang ada di dalamnya.

Peritonitis spontan primer jarang terjadi dan bersifat


monomikrobial (inokulasi langsung) oleh bakteri
Primer pneumococci atau haemophilus.

Peritonitis sekunder disebabkan oleh penyebaran infeksi dari


Peritonitis Sekunder organ intraabdomen atau akibat dari tumpahan saluran
pencernaan atau genitourinary. Penyebab lain yang termasuk
yaitu kontaminasi eksogen.

Tersier
Peritonitis tersier diakibatkan karena kekambuhan atau
reaktivasi peritonitis setelah pengobatan yang
memadai dari peritonitis sekunder.
Pathophysiology of peritonitis
Peradangan pada peritoneum parietal yang kaya akan suplai saraf somatik
menyebabkan nyeri yang hebat dan terlokalisir. Peritoneum visceral disuplai oleh
saraf otonom, peradangan pada daerah ini menyebabkan nyeri difus.

Setelah kontaminasi bakteri peristiwa yang terjadi meliputi :

Pembuangan bakteri dari Sel mast merilis histamin dan


Mediator pro-inflamasi oleh
rongga peritonium melalui produk vasoaktif lainnya,
makrofag peritonium
stomata diafragma dan menyebabkan vasodilatasi
mendorong migrasi leukosit.
limfatik. dan esktravasasi lokal.

Sekuestrasi bakteri
Opsonisasi bakteri dan
membatasi penyebaran
terjadi fagositosis.
infeksi.
Review of literature

Peritonitis pertama kali


dikenal sebagai entitas Vellion dan Zuber
penyakit oleh spesialis menunjukkan infeksi
bedah Perancis, Bichat multimikroba pada
dan Laennec peritonitis.

1802 1881 1893 1907

Spesialis bedah Ukraina,


Jan Mikulicz Pawlowsky menjelaskan
menganjurkan translokasi bakteri dari
dilaksanakannya usus.
laparotomi dini.
Review of literature

Kirschner merangkum prinsip


Weinberg melaporkan terapi peritonitis, sehingga
bakteriologi peritonitis menurunkan angka kematian
pertama. peritonitis sekunder

1922 1922 1926

Murphy JB menganjurkan
dilakukan operasi dini, tanpa
irigasi, penutupan dengan
drainase dan infus rektal
(Murphy Drip)
METHODS
Penelitian secara klinis pada generialized peritonitis
dilakukan di Departemen Bedah di RS Adichunchanagiri
dan Pusat Penelitian, BG Nagara, Kartanaka.

Setelah mendapat izin komite etik RS, 50 kasus


peritonitis dipelajari dari Juli 2015 hingga November
2016 dengan periode follow-up dari 12-24 bulan tiap 3
bulan sekali.
METHODS
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

● Semua kasus ● Usia dibawah 10 tahun


Peritonitis / perforasi ● Memiliki penyakit
organ berongga imunodefisiensi
● Pasien berusia diatas ● Peritonitis
10 tahun ditatalaksana secara
● Baik pria maupun konservatif
wanita
METHODS

Darah
HB, profil koagulasi, gol. Darah dan rhesus, total dan
diferensial leukosit, LED, HIV/HBsAg, urea darah,
kreatinin serum, dan serum elektrolit

- Foto X-Ray erect abdomen untuk menilai gas bebas dibawah


diafragma.
- USG abdomen dan pelvis untuk mendeteksi cairan bebas dan
patologi terkait lainnya

Radiologi
METHODS
Setelah dilakukan resusitasi dan diberikan antibiotik IV,
operasi dilakukan.

Cairan peritonium dikirm untuk dilakukan kultur dan


sensitivitas antibiotik. Setelah mengatasi penyakit
utama, dilakukan lavage peritoneal yang memadai
menggunakan cairan NS hangat dan pasang drainase
intra-abdominal, dan abdomen ditutup dalam satu
lapisan.
RESULT
• Prevalensi usia dan jenis kelamin dapat dilihat di Tabel 1 dan 2
• Dari 50 pasien, 38 pasien adalah laki-laki dan 12 pasien adalah perempuan (2,84:1)
• Usia rata-rata peresentasi perforasi adalah antara 41-50 tahun
Etiologi
Etiologi

Hubungan antara waktu dengan timbulnya


presentasi klinis dan komplikasi pada pasien.

Keadaan penyakit komorbid yaitu diabetes


mellitus (24%), hipertensi (12%), dan
COPD (8%).
Gejala Klinis

Foto X-Ray abdomen erect


menunjukkan pneumoperitoneum pada
28 pasien.
Kadar CRP
• Kadar CRP dilakukan pada
sebelum operasi, hari ke-3, hari ke-
5, dan hari ke-8 pasca operasi.
• Tingkat serum CRP secara
signifikan meningkat pada semua
pasien saat masuk.
• Pada pasien yang mengalami
pemulihan pasca operasi tanpa
komplikasi, kadar serum CRP
secara bertahap menurun selama
periode waktu tertentu.
• Pasien dengan komplikasi pasca
operasi memiliki kadar CRP serum
yang lebih tinggi sebelum operasi
yang bertahan pada periode pasca
operasi
Komplikasi post-operative

• Rata-rata rawat inap di rumah sakit


untuk pasien yang mengalami
komplikasi adalah 15,3 hari.
• Usia >50 tahun, waktu presentasi
>24 jam, adanya syok dan penyakit
penyerta merupakan faktor
signifikan yang berhubungan
dengan morbiditas pascaoperasi.
DISCUSSION
Operasi Emergensi Bedah Umum

26%
operasi peritonitis sekunder
akibat perforasi

= 25%
incidence rate peritonitis sekunder akibat
perforasi berdasarkan penelitian Arveen dkk,
2006-2008 di JIPMER
FAKTOR ETIOLOGI Penyebab tertinggi dari peritonitis
disebabkan oleh perforasi apendicular
Noon dkk.  21%
Akcay dkk.  18%

APPENDICULAR
(44%) Penyebab tertinggi peritonitis
disebabkan oleh perforasi
gastroduodenal proksimal
Jhobta dkk.  57,4%
Chakma dkk.  54,29%
Afridi dkk.  45%
Yadav dkk.  29%
FAKTOR ETIOLOGI TUKAK DUODENUM (28%)
TUKAK GASTER (8%)

Rasio 4,5:1

TUKAK PEPTIK
(36%)

Rasio tukak duodenum : tukak


gaster
Jhobta dkk.  7:1
FAKTOR ETIOLOGI

Peritonitis diakibatkan ole


MALIGNANT malignant perforation
Yadav dkk.  2,6% dengan
PERFORATION
peritonitis perforasi akibat
(10%) karsinoma gaster (6%), kanker
kolon (4%).
FAKTOR ETIOLOGI

Meliputi :
PENYEBAB LAIN perforasi ileum (4%)
(10%) divertikula jejunum (2%),
volvulus sigmoid (4%)
FAKTOR ETIOLOGI 8 dari 18
Akibat penyalahgunaan NSAID

TUKAK PEPTIK
(36%)

Bali dkk. (15%) dari kasus


merupakan pasien dengan
penyalahgunaan NSAID selama
lebih dari 6 bulan.
FAKTOR ETIOLOGI 3 dari 18
memiliki riwayat ulkus
peptikum kronis sebelumya

TUKAK PEPTIK
(36%)

Ugochukwu, A dkk.  31,6%


memiliki riwayat ulkus peptikum
kronis
AGE INCIDENCE

Insiden maksimum perforasi Arveen dkk.  43,4 tahun.


Jhobta dkk.  36,8 tahun
pada usia antara 41-50 tahun Ugochukwu dkk.  39,5 tahun
terhitung 22% dari total kasus Chakma dkk.  48,28 tahun

Perforasi ulkus peptikum  paling umum


Sesuai dengan penelitian lain yaitu :
Kocer B dkk  43,41 ± 18,66 tahun.
Tas dkk.  51,7 ± 20 tahun.
SEX INCIDENCE

laki-laki : perempuan Yadav dkk.  4,9:1.


2,84:1 Penelitian lain di Pakistan  2,1:1
PRESENTASI KLINIS

100% 55% 52%


Nyeri Perut Muntah Demam
Ugochukwu dkk.  90,8% Jhobta dkk.  59% Jhobta dkk.  25%
Sivaram dkk.  100% Sivaram dkk.  48,5% Sivaram dkk.  33,7%

48%
Distensi Abdomen
Jhobta dkk.  44%
Yadav dkk.  3,9%
Time of Presentation
antara 24-36 jam
komplikasi pasca
operasi yang
signifikan
21%

kurang dari 24 26% 52% antara 36-48 jam

Pemulihan lancar
10%
komplikasi pasca
operasi yang
signifikan
antara 48-72 jam
Time of Presentation
Dalam penelitian ini jeda
waktu rata-rata antara Tingkat
timbulnya gejala dan morbiditas
pengobatan definitif  56%.
42,72 jam

Tingkat Morbiditas
Jhobta dkk.  49,8%
Chakma dkk.  52,24%.
Chakma dkk. melaporkan durasi rata-rata presentasi 57,4 jam
Time of Presentation
Time of Presentation
Time of Presentation

• Jumlah CRP serum  meningkat pada pasien saat pertama masuk (Gambar 5).
• Pada pasien pasca operasi tanpa komplikasi  kadar CRP serum secara bertahap menurun
• Pada pasien dengan komplikasi  kadar CRP serum tetap tinggi
• Kadar penanda inflamasi pasca operasi yang tinggi berhubungan dengan tingkat pra operasi yang
tinggi
TREATMENT
• Apendisitis perforasi  appendicectomy dan peritoneal toilet (44%).
• Perforasi ulkus duodenum  omentopexy (28%)
• Perforasi ulkus gaster  biopsi pada lokasi ulkus dan omentopexy (8%)
• malignant perforation  reseksi terbatas atau definitif
• Semua pasien dalam penelitian ini memiliki peritoneum yang adekuat atau memadai kemudian
dilakukan pemasangan drainase

Eksudat seropurulen <48 jam perforasi 45 pasien (90%)

Pus dengan perlengketan fibrin >48 jam perforasi 5 pasien (10%) Morbiditas (100%)
SPEKTRUM ORGANISME
Kultur peritoneum adalah
• Escherichia coli  37 pasien
• Klebsiella sp  29 pasien
• Proteus sp  9 pasien
• Enterooccus  8 pasien
• Enterobacter sp  5 pasien
MORBIDITAS PASKA OPERASI
Tingkat komplikasi
keseluruhan pada pasien
dalam penelitian adalah
56%

• Infeksi luka (paling umum)  43% (Chaiya dkk.  48%)


• Infeksi pernapasan  24% (Jhobta dkk  28%)
• Abses intra-abdominal  4%
• Hernia insisional  4%
• Ileus paralitik  4%
• Krisis hipertensi  2%

• Penatalaksanaan pasien yang terlambat (>24 jam)


• Usia lebih dari 50 tahun
• Penyakit penyerta
CONCLUSIONS
• Spektrum peritonitis sekunder akibat perforasi sangat
bervariasi
• Traktus gastrointestinal proksimal merupakan tempat
perforasi yang paling umum
• Apendisitis menjadi peyebab peritonitis paling umum
dibandingkan dengan perforasi ulkus dan karena
keterlambatan dalam presentasi mengakibatkan peritonitis
perforasi
• CRP berperan untuk menilai prognosis pasien
• Kebutuhan akan pengenalan dini dan intervensi bedah yang
cepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
THANKS!
Do you have questions?

CREDITS: This presentation template was created


by Slidesgo, including icons from Flaticon, and
infographics & images by Freepik.

Anda mungkin juga menyukai