Anda di halaman 1dari 32

Referat

Posterior Vitreous Detachment


Oleh:
Here is where your presentation begins
Luthfi Asyifa Harsa, S.Ked
K1B1 20 075
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022
Pendahuluan
Pendahuluan
Vitreus merupakan struktur berbentuk seperti gel yang memiliki volume 4 ml dan
mengisi rongga posterior mata. Struktur vitreus membentuk sekitar 80% dari volume
mata dan merupakan struktur tunggal terbesar mata.1 Vitreus mengalami perubahan
seiring bertambahnya usia, peristiwa yang terkait dengan penuaan vitreus dengan
bertambahnya usia adalah posterior vitreous detachment. Hal tersebut adalah hasil akhir
dari serangkaian perubahan vitreus yang terjadi sepanjang hidup di gel korpus vitreus
dan perubahan pada struktur vitreus.1
Pendahuluan
Posterior Vitreous Detachment (PVD) merupakan kondisi dimana terpisahnya vitreous
cortex dengan internal limiting membrane karena adanya proses likuifaksi (pengenceran)
pada vitreus itu sendiri. Walaupun secara umum PVD tersebut tidak berbahaya, tetapi
dapat menjadi kondisi yang serius pada tractional retinal tears dan retinal detachment. 2
Pasien dengan PVD memiliki gejala yang bervariasi dan lebih dari 20% pasien bahkan
tanpa gejala.3 Gejala yang paling umum terjadi pada PVD simtomatik adalah floaters,
yang disebabkan karena agregasi serat kolagen dengan vitreous casting shadow yang
mengerut pada retina.
Anatomi dan
Fisiologi
Anatomi
Vitreus adalah gel transparan yang menempati rongga vitreus. Vitreus memiliki bentuk hampir sferis,
kecuali pada bagian anterior yang memiliki bentuk cekung karena keberadaan lensa. Struktur vitreus
terdiri dari korpus vitreus, korteks vitreus, vitreous base, dan vitreoretinal interface.1
Fisiologi
Badan vitreous memberikan kekuatan fisik dalam menopang retina di samping koroid, memberikan
suplai darah untuk bagian luar retina (neural retina dan koroid berhubungan satu dengan lainnya
pada disk dan ora serrata). Vitreous merupakan daerah tempat penyimpanan metabolit dari retina dan
lensa dan memberikan tempat untuk pergerakan dari substansi di dalam mata. Vitreous karena sifat
viskoelast dalam mata. Vitreous karena sifat viskoelastiknya berperan sebagai an sebagai  shock
absorber  absorber   yaitu menjaga jaringan retina yang rapuh selama pergerakan mata yang cepat
dan aktivitas fisik  yang berat. Vitreous mentransmisikan dan merefraksikan cahaya, membantu
untuk  memfokuskan sinar pada retina. Vitreous juga meminimalkan hamburan cahaya karena
kosentrasinya yang sangat rendah dari partikel dan daerah interfibrilar oleh komplek kolagen HA. 5
Posterior Vitreous
Detachment
Definisi
Posterior vitreous detachment adalah pemisahan lengkap vitreus dari retina di semua area posterior
dari vitreous base. Posterior vitreous detachment (PVD) merupakan sebuah kondisi age-related yang
terjadi pada suatu waktu dalam hidup seseorang. 2
Epidemiologi
Studi otopsi menunjukkan pada dekade ketujuh kehidupan, PVD muncul di 51% dari semua mata
dan pada dekade kedelapan prevalensinya meningkat menjadi 63%. Studi klinis menunjukkan
prevalensi pasien PVD sebanyak 65% terjadi setelah usia 65 tahun. Usia rata-rata saat terjadinya
PVD adalah sekitar 61 tahun. Perbandingan antara prevalensi dan tingkat likuefaksi menunjukkan
peningkatan PVD yang signifikan ketika lebih dari 60% gel vitreus telah mencair dibandingkan
dengan hanya 50% likuefaksi.9
Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat memengaruhi timbulnya PVD adalah jenis kelamin perempuan. Rata-rata
usia wanita lebih awal daripada pria untuk timbulnya PVD. Mekanisme untuk perbedaan usia telah
dikaitkan dengan hilangnya estrogen paska menopause. Penurunan estrogen dapat menyebabkan
penurunan sintesis asam hialuronat yang mengarah ke peningkatan proses likuefaksi dari vitreus.
Faktor risiko lain untuk PVD adalah miopia. Penyebab miopia mempengaruhi PVD terkait dengan
penurunan konsentrasi kolagen dan asam hialuronat. 7
Patomekanisme
●Vitreous gel melekat paling kuat di vitreous base, sebuah zona yang
mengellilingi ora serrata yang memanjang sekitar 2 mm anterior dan 4 mm
posterior ora. Serat kolagen vitreous di lokasi ini sangat melekat erat pada
retina dan epitel pars plana sehingga vitreous tidak dapat dipisahkan tanpa
terjadi robekan pada jaringan tersebut. Vitreous juga melekat erat pada
margin dari optik disk, di makula, bersama pembuluh utama dan pada
margin degenerasi lattice.10

●Saat lahir, vitreous gel mengisi bagian belakang mata dan biasanya
memiliki konsistensi seperti gel. Semakin meningkat usia, vitreous
mengalami sineresis di mana ia menjadi lebih cair atau seperti cairan.
Kantong cairan dalam rongga vitreous memberikan  pasin sensasi floaters
atau cobwebs. Ketika terjadi kolap dari kantong cairan, perlahan vitreous gel
retina memberikan pasien sensasi kilatan cahaya atau fotopsias. Akhirnya
vitreous terpisah dari neurosensorik retina yang disebut Posterior Vitreous
Detachment  (PVD).
Patomekanisme
●Cairan vitreous masuk melalui cortical tear dan memisahkan korteks
vitreous dengan  Internal Limitting Membrane sehingga menyebabkan
parsial vitreous detachment. Stadium awal biasanya asimptomatik.
Pada sebagian besar kasus mata yang mengalami PVD tidak
memperlihatkan gejala klinis sampai beberapa tahun hingga terjadi
pemisahan dari margin glial disc (area Martegiani). Pemisahan dari
disc ini biasanya diikuti dengan gejala yang  berhubungan dengan
klinis Weiss  Ring. Vitreous gel yang tertinggal melekat pada vitreous
base dan menghasilkan tarikan vitreous yang biasanya berlokasi di
posterior margin dari vitreous base atau titik lain yang kuat dapat
mengakibatkan lepasnya retina.10
Patomekanisme
●Proses pemisahan vitreus dari retina dijelaskan sebagai proses 5
tahap. Tahap 0 adalah perlekatan lengkap vitreus di seluruh
fundus. Tahap 1 melibatkan pelepasan korteks vitreus posterior
perifoveal, karena ini merupakan area di mana gel yang dicairkan
pertama kali mendapatkan akses ke ruang retrokortikal/ preretinal.
Zona foveolar yang sangat melekat tidak terlepas sampai tahap 2,
di mana ada pemisahan makula lengkap. Tahap 3 ditandai dengan
adanya PVD total yang melibatkan seluruh retina kecuali untuk
zona vitreopapiler. Zona peripapilar adalah area adhesi
vitreoretinal terkuat dan dengan demikian merupakan tempat
terakhir pemisahan vitreoretinal di fundus posterior. Pelepasan
adhesi vitreopapiler dan total PVD terjadi pada tahap 4. Tahap
terakhir inilah yang paling sering menimbulkan gejala secara
klinis.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PVD bergantung pada proses PVD dan tempat PVD terjadi. Komplikasi pada
tahap awal jarang terjadi dan PVD biasanya bersifat asimtomatik sampai tahap akhir, namun gejala
paling umum yang dihasilkan dari PVD adalah floaters. Floaters dapat dihasilkan dari bayangan
yang ditimbulkan oleh cincin Weiss, darah intravitreal, atau serat vitreus yang terkondensasi. Gejala
klinis umum lainnya dalam PVD adalah fotopsia atau Moore’s light flashes yang muncul antara
27%-42% kasus PVD. Fotopsia disebabkan oleh traksi yang diberikan oleh vitreus ke retina dan
menandakan risiko yang lebih tinggi dari robekan retina. Traksi serupa pada pembuluh darah diskus
retina atau optik dapat menyebabkan perdarahan yang tercatat pada 21% mata dengan PVD
simtomatik.11
Pemeriksaan
1. Slit-lamp Biomicroscopy
2. B-Scan Ultrasonography
3. Optical Coherence Tomography (OCT)
Slit-lamp Biomicroscopy
● Apabila pada pemeriksaan oftalmoskop ditemukan Weiss Ring dapat dipastikan bahwa telah
terjadi Posterior Detachment komplit

Weiss Ring.
• Sedangkan untuk menegakkan diagnosa PVD
inkomplit lebih sulit karena harus dilihat kembali
apakah masih ada sisa perlekatan vitreous yang
biasanya pada optik disk, membran epiretinal pada
makula dan jaringan neovaskular. 12
• Pada sebagian besar pasien PVD ditemukan sel
pigmen epithelial retina yang dapat dilihat pada
anterior vitreous yang disebut Shafer’s Sign.
• Dengan menemukan satu sel granula dapat Granula berpigmen pada vitreous merupakan indikato
yang baik dari gambaran retinal tear dari PVD.12
menegakkan diagnosis dari Shafer’s sign dan
mengindentifikasi risiko terjadinya retinal tear.
B-Scan Ultrasonography
● Pada pemeriksaan ultrasonografi banyak area kecil dari kondesasi vitreous yang  berlokasi pada
posterior korteks. Kondensasi vitreous tersebut dapat ditemukan segera setelah PVD terjadi.
Floaters pada korteks posterior berukuran kecil dan transparan.
B-scan dari PVD menunju dari PVD menunjukkan
B-scan ultrasonogram dari PVD. Area kondesasi dari
korteks posterior vitreous dekat ke permukaan retina
vitreus (floaters).13
(tanda panah).13
Optical Coherence Tomography (OCT)
●Optical Coherence Tomography (OCT) adalah alat pencitraan okular non-invasif, OCT beroperasi
dengan menghasilkan gambar warna palsu dari struktur jaringan, berdasarkan intensitas cahaya yang
dipantulkan. OCT memberikan analisis morfologi dan ketebalan jaringan yang diperiksa. Dalam
kasus PVD, OCT menunjukkan pemisahan vitreous posterior dan retina. OCT memiliki pengaruh
lebih dari slit-lamp biomicroscopy, dan B scan USG karena dapat mengidentifikasi PVD yang
dangkal. Sedangkan slit-lamp biomicroscopy dan B scan USG gagal mengidentifikasi PVD dangkal.
OCT telah menunjukkan bahwa PVD biasanya dimulai sebagai pelepasan retina vitreus di sekitar
fovea.14
Optical Coherence Tomography (OCT)
OCT mengkategorikan PVD menjadi lima tahap:
●Tahap 0: ditandai dengan tidak adanya PVD.
●Tahap 1: ditandai dengan PVD perifoveal fokal di tiga atau kurang dari tiga kuadran. Pada tahap
ini, terdapat perlekatan persisten korteks vitreus pada fovea, kepala saraf optik, dan retina perifer
tengah.
●Tahap 2: sama dengan tahap 1 tetapi dengan PVD perifoveal di keempat kuadran retina.
●Tahap 3: pada tahap ini, korteks vitreous tidak melekat pada tingkat fovea. Namun, perlekatan pada
kepala nervus optikus dan retina bagian tengah perifer tetap ada.
●Tahap 4: ditandai dengan PVD lengkap bersama dengan cincin Weiss yang menonjol pada
biomikroskopi slit-lamp.
Tatalaksana
● Posterior Vitreous Detachment simptomatik akut tanpa perdarahan vitreus dan kerusakan retina
perifer harus ditindaklanjuti pada 2-4 minggu untuk pemeriksaan retina perifer yang tepat dengan
lekukan sklera. Seorang pasien yang mengeluh floaters dikelola secara konservatif. Pasien
diyakinkan bahwa adaptasi akan berkembang terhadap gejala visual dari waktu ke waktu, atau
floaters dapat hilang.
● Dalam kasus dengan floaters yang sangat bergejala yang signifikan secara klinis dan persisten
serta berdampak pada kualitas hidup, pilihan intervensi adalah sebagai berikut:
● Vitrectomy
Pars plana vitrectomy adalah modalitas pengobatan yang sukses untuk pengelolaan floaters vitreous
yang terkait dengan PVD. Pars plana vitrectomy meringankan gejala floaters untuk sebagian besar
menghasilkan bidang visual yang jelas. Namun, hal ini terkait dengan banyak komplikasi.
Komplikasi utama termasuk pembentukan katarak, ablasi retina pasca operasi, dan edema makula
cystoid, yang mungkin mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen. Jadi, prognosis visual
pascaoperasi perlu dipertimbangkan dengan gejala floaters praoperasi sebelum memilih vitrektomi. 16
● Nd YAG Laser Vitreolysis
Nd YAG Laser Vitreolysis menembakkan tekanan pendek dan kuat dan membangun energi untuk
menguapkan opasitas vitreous menjadi plasma. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu
regional di atas 1000  Kelvin (726,85 °C) di tempat terbatas. Dengan cara ini, floaters besar dipecah
menjadi yang lebih kecil dan kurang terlihat. 16
●Vitreolisis oleh Obat-obatan
Agen vitreolitik diklasifikasikan sebagai agen enzimatik atau non-enzimatik. Sebagian besar agen
enzimatik digunakan. Mereka termasuk aktivator plasminogen jaringan (tPA), plasmin,
mikroplasmin, nattokinase, kondroitinase, dan hyaluronidase. Agen non-enzimatik melibatkan
penggunaan urea dan peptida arginin-glisin-aspartat. Ocriplasmin telah menunjukkan tingkat
keberhasilan 78% dalam praktik klinis. Ocriplasmin memiliki aktivitas proteolitik, dengan
melarutkan komponen protein (kolagen, laminin, fibronektin) dari vitreous yang bertanggung jawab
untuk adhesi vitreomacular. Dosis efektif ocriplasmin adalah injeksi intravitreal 125 mcg. Tujuan
penggunaan agen ini adalah untuk menginduksi likeufaksi gel vitreous dan menyebabkan dehiscence
lengkap vitreous dari retina.17
Daftar Pustaka
1. Sebag J. Vitreous in Health and Disease. 2014. Springer. p.132-48

2. Ashan, H. 2019. Karakteristik Laser Retinopexy pada Pasiendengan Tear Retina di Divisi
Vitreoretina RS Cipto Mangunkusomo Periode Januari – Desember 2018. Heme 1(2): 28-33.

3. Brown GC, Brown MM, Fischer DH. 2015. Photopsias: A Key To Diagnosis. Ophthalmology.
122(10):2084-94.

4. Sharma P, Sridhar J, Mehta S. 2015. Flashes and floaters. Prim Care. 42(3):425-35

5. Spaide RF. 2014. Visualization Of The Posterior Vitreous With Dynamic Focusing And
Windowed Averaging Swept Source Optical Coherence Tomography. American Journal Of
Ophthalmology. 158(6): 1267-74. 

6. Schachat AP, Wilkinson CP, Hinton DR, Wiedemann P, Freund KB, Sarraf D, et al. 2017.
Ryan's Retina. Elsevier Health Sciences. p.544-76

7. Fincham GS, James S, Spickett C, Hollingshead M, Thrasivoulou C, Poulson AV, et al. 2018.
Posterior Vitreous Detachment And The Posterior Hyaloid Membrane. Ophthalmology.
125(2):227-36.
8.Ophthalmology AAO. 2017 Basic and Clinical Science Course (BCSC): American Academy of
Ophthalmolog. p.249-55

9.Bond-Taylor M, Jakobsson G, Zetterberg M. 2017. Posterior Vitreous Detachment– Prevalence


Of And Risk Factors For Retinal Tears. Clinical Ophthalmology. p.1689-95.

10.Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: New Age International
Limited Publishers. p.3-12

11.Lumi X, Hawlina M, Glavač D, Facskó A, Moe MC, Kaarniranta K, et al. 2015. Ageing of the
vitreous: from acute onset floaters and flashes to retinal detachment. Ageing research
reviews.21(1):71-7.

12.Krieglstein GK,Weinreb RN. Macula Holes. 2007. Essential in Ophtalmology Series Editors.
Springer.p.22-35.

13.Williamson TH. Son TH. 2008. Posterior Vitreous Detachment. Vitreoretinal Surger. Springer.
p.41-46.

14.Johnson MW. 2005. Perifoveal Vitreous Detachment And Its Macular Complications. Trans Am
Ophthalmol Soc. p.537-567.
15. Van Etten PG, van Overdam KA, Reyniers R, Veckeneer M, Faridpooya K, Wubbels RJ,
Manning S, La Heij EC, van Meurs JC. 2020. Strict Posturing With Or Without Bilateral
Patching For Posterior Vitreous Detachment-Related Vitreous Hemorrhage. Retina.
40(6):1169-1175.

16. Kim YK, Moon SY, Yim KM, Seong SJ, Hwang JY, Park SP. 2017. Psychological Distress
in Patients with Symptomatic Vitreous Floaters. J Ophthalmol. p.1-9.

17. Khoshnevis M, Sebag J. 2015. Pharmacologic Vitreolysis With Ocriplasmin: Rationale For
Use And Therapeutic Potential in Vitreo-Retinal Disorders. BioDrugs. 29(2):103-12.

Anda mungkin juga menyukai