Anda di halaman 1dari 34

Skenario 1

GANGGUAN BERKEMIH DI MALAM HARI

Kelompok A
Sonia Eka S 61120089
Ike Nurjanah 61120090
Siti Nurfitri A.B 61120091
Alda Gonti Werdana 61120092
Nabita Adelsa 61120093
Bagas Maulana 61120094
Mirda Tania 61120095
Muhammad Fikri H. 61120096
SKENARIO I
GANGGUAN BERKEMIH DI MALAM HARI
Sunar adalah seorang pekerja kantoran berusia 49 tahun, datang ke Dokter Praktek Mandiri, dengan keluhan sering kencing
yang dialami sejak 1 (satu ) bulan terakhir. Sunar sering terbangun 4-5 kali semalam untuk buang air kecil. Sunar juga
mengeluh selalu haus dan tenggorokan terasa kering dan sering lapar. Sunar juga mengeluhkan sejak 1 bulan terakhir sering
kesemutan pada tangan dan kakinya. Sunar juga mengalami luka di daerah Betis kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 1
bulan terakhir. Dari anamnesis didapatkan gejala poliuri, polidipsi dan polifagi, neuropati. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan ulkus pada betis kaki kanan. Dokter menganjurkan kepada Sunar untuk dilakukan pemeriksaan Gula darah. Hasil
pemeriksaan GDS didapatkan hasil 250 mg/dl. Dokter juga memeriksaan GDP, didapatkan hasilnya 210 mg/dl, dilanjutkan
dengan pemeriksaan GD 2 jam PP, didapatkan hasil 230 mg/dl. Berdasarkan hasil tersebut Dokter menganjurkan untuk
menjalani terapi diet dan olahraga dan juga pengobatan untuk menstabilkan kadar gula darahnya. Karena apabila kadar gula
darah tubuh meningkat terus dapat mengakibatkan berbagai komplikasi pada organ-organ tubuh.Dokter mengajurkan kepada
Sunar agar rutin menjalani pengobatan. Sunar sempat juga menanyakan kepada dokter apakah kondisi yang dialaminya
sekarang dapat menurun pada anaknya dan apakah dapat terjadi pada usia anak-anak.Dokter menjelaskan bahwa penyakit ini
memiliki resiko untuk diturunkan pada anaknya dan memang ada juga jenis penyakit ini menyerang pada usia anak-anak.
Bagaimana anda menjelaskan kondisi yang dialami oleh Sunar ?
 
SKEMA

Sunar (49 tahun)

j
ANAMNESIS 
  PEMERIKSAAN
Keluhan Utama
 Sering kencing yang dialami FISIK
Pemeriksaan Gula Darah
sejak 1 bulan terakhir
   GDS : 250 mg/dl
Keluhan Tambahan • (ulkus pada betis kanan    GDP : 210 mg/dl
 1 bulan terakhir sering
 GD 2 jam PP: 230 mg/dl
kesemutan pada tangan dan kaki  
 Mengalami luka di daerah betis
 
kanan yang tidak sembuh sejak  
1 bulan terakhir
   
 Sering bangun 4-5 kali
DIAGNOSIS
semalam untuk buang air   DIAGNOSIS  BANDING
kecil   Diabetes Mellitus
   
Diabetes Mellitus type II
 selalu haus dan tenggorokan
 
terasa kering dan sering lapar  
PENATALAKSANAAN
 
Riwayat Pasien    
Tidak ada keterangan •dokter menganjurkan kepada
  sunar untuk dilakukan pemeriksaan
Pekerjaan Pasien gula darah•dokter menganjurkan
  untuk menjalani terapi diet,  
Pekerja kantoran olahraga dan juga pengobatan
  untuk menstabilkan kadar gula darah
     
   
 
   
Learning Objective

LO 1 LO 2 LO 3 LO 4 LO 5

•Menjelaskan •Menjelaskan •Menjelaskan • Menjelaskan •Menjelaskan


Definisi dan jenis- epidemiologi DM etiologi dan faktor patofisiologi manifestasi klinis
jenis infeksi dan resiko DM DM
DM
peradangan DM
Learning Objective

LO 6 LO 7 LO 8 LO 9 LO 10

•Menjelaskan • Menjelaskan •Menjelaskan • Menjelaskan •Menjelaskan


pendekatan penatalaksanaan komplikasi DM Prognosis DM Kasus DM
diagnostik DM
DM
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi dan klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2015).

Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2008).

LO 2 LO 3 LO 4 LO 5
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi dan klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut (Tandra, 2018)

a. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 atau yang disebut Diabetes Insulin-Dependent merupakan penyakit autoimun yang
disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem imun atau kekebalan tubuh yang mengakibatkan rusaknya
pankreas. Kerusakan pada pankreas pada diabetes tipe I dapat disebabkan karena genetika (keturunan).

Pengidap Diabetes Mellitus tipe I tidak banyak namun, jumlahnya terus meningkat 3% setiap tahun.
Peningkatan tersebut terjadi pada anak yang berusia 0-14 tahun (data Diabetes Eropa). Tahun 2015 IDF mencatat
terdapat 542.000 kasus Diabetes Tipe I di seluruh dunia, dan akan bertambah 86.000 orang setiap tahunnya. Di
Indonesia, data statistik mengenai mengenai Diabetes tipe I belum ada, namun diperkirakan tidak mebih dari 2%.
Hal ini disebabkan oleh tidak diketahui atau tidak terdiagnosisnya penyakit pada kasus. Penyakit ini biasanya
muncul pada usia anak sampai remaja baik laki-laki maupun perempuan

LO 2 LO 3 LO 4 LO 5
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi dan klasifikasi Diabetes Melitus
B. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 atau yang sering disebut Diabetes Non Insulin-Dependent merupakan Diabetes yang resistensi
terhadap insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga
menyebabkan kadar glukosa darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada
kasus DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut. Pengidap Diabetes tipe 2 lebih
banyak dijumpai. Pengidap penyakit Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi bisa timbul
pada usia 20 tahun. Sekitar 90-95% kasus Diabetes Mellitus merupakan Diabetes Mellitus tipe 2.

C. Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes mellitus gestasional biasanya muncul pada saat kehamilan. Keadaan ini terjadi karena pembentukan
beberapa hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin. Ibu hamil yang mengalami Diabetes
Mellitus gestasional akan terdeteksi pada saat kehamilan berumur 4 bulan keatas, dan glukosa darah akan
kembali normal pada saat ibu telah melahirkan.

LO 2 LO 3 LO 4 LO 5
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi dan klasifikasi Diabetes Melitus
D. Diabetes melitus (DM) tipe lain
Diabetes melitus (DM) tipe lain Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat
disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan Diabetes Melitus.
 

Sumber: Prof Dr,dr. Siti Setiani, MEpid, Sp.PD,KGer.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI, Halaman
2317. Jakarta Pusat Indonesia, Interna Publishing.Davey, Patrick.2015.At a glance medicine. Jakarta:
ErlanggaBuku Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit/Sylvia Anderson Price, editor edisi bahasa
Indonesia, Huriawati Hartanto... Ed. 6-Jakarta: EGC, 2015

LO 2 LO 3 LO 4 LO 5
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Epidemologi DM
Berdasarkan penelitian epidemiologi, prevalensi DM terus bertambah secara global. Diperkirakan pada tahun
2000 sebanyak 150 juta orang terkena DM dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah
itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Laporan dari WHO mengenai studi populasi DM diberbagai
Negara, memberikan informasi bahwa jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang,
jumlah tersebut menempati urutan ke-4 setelah india (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7
juta). Diperkirakan prevalensi tersebut akan terus meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta),
Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).

LO 1 LO 3 LO 4 LO 5
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi dan faktor resiko DM
Etiologi dimulai ketika glukosa dari makanan tidak dimetabolisme dengan normal oleh tubuh menyebabkan
akumulasi glukosa meningkat dalam darah, disebut hiperglikemia. Akumulasi glukosa akhirnya diekskresikan
dalam urin, disebut glikosuria (air kencing mengandung gula). Kondisi glikosuria menyebabkan diuresis osmotik,
menyebabkan peningkatan produksi urin, disebut poliuria.

Etiologi DM tipe 1
Diabetes tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin) disebabkan kerusakan sel Beta pankreas. Penyebab
kerusakan sel B pada diabetes tipe I tidak diketahui. Beberapa kasus diabetes tipe 1 akibat infeksi virus. Virus
penyebab diabetes tipe 1 adalah virus coxsakie atau virus mumps. Autoimunitas diyakini sebagai mekanisme
utama yang terlibat. Autoantibodi sel islet hadir dalam serum 90% dari kasus DM tipe 1 didiagnosis awal.
Antibodi tersebut menyerang beberapa komponen sel, termasuk sitoplasma dan membran antigen atau
terhadap insulin itu sendiri (IgG dan IgE antibodi). Aktifitas Limfosit T juga menyerang sel Beta, ini telah
ditunjukkan pada beberapa pasien diabet tipe 1.

LO 1 LO 2 LO 4 LO 5
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi dan faktor resiko DM
Etiologi DM tipe 2

Insulin basal (insulin alami yang dikeluarkan pankreas) biasanya normal, tetapi pelepasan insulin secara cepat
dan jumlah banyak setelah makan menjadi pokok permasalahan karena menyebabkan kegagalan metabolisme
karbohidrat secara normal.
Beberapa data menunjukkan adanya pola cacat sekresi insulin diwariskan, kondisi ini bertanggung jawab untuk
kecenderungan keluarga Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) turun-temurun. Faktor genetik sangat kuat pada
Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2), dengan riwayat diabetes hadir di sekitar 50% dari keluarga tingkat pertama.
Suatu tindak defek pada respon jaringan terhadap insulin diyakini memainkan peran utama dalam etiologi
Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2). Fenomena ini disebut resistensi insulin dan disebabkan oleh reseptor insulin
yang rusak pada sel target. Resistensi insulin biasanya dihubungkan dengan obesitas dan kehamilan.
Pada individu normal yang mengalami obesitas atau hamil, sel Beta mensekresikan jumlah besar insulin untuk
mengkompensasi. Pasien yang memiliki kerentanan genetik atas diabetes, tubuh mereka tidak dapat
mengkompensasi karena cacat bawaan pankreas dalam sekresi insulin.

LO 1 LO 2 LO 4 LO 5
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi dan faktor resiko DM
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus (DM)

Menurut Kemenkes (2013), faktor risiko DM dibagi menjadi :

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi


a. Usia Di negara berkembang penderita diabetes mellitus berumur antara 45-64 tahun dimana usia tergolong
masih sangat produktif. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan (Soegondo,
2011). Notoatmodjo (2012) mengungkapkan pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin
matang dan dewasa. Menjelaskan bahwa makin tua umur seseorang maka proses perkembangannya mental
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat
seperti ketika berumur belasan tahun.

b. Riwayat keluarga dengan DM (anak penyandang DM) Menurut Hugeng dan Santos (2017), riwayat keluarga
atau faktor keturunan merupakan unit informasi pembawa sifat yang berada di dalam kromosom sehingga
mempengaruhi perilaku. Responden yang memiliki keluarga dengan DM harus waspada. Resiko menderita DM
bila salah satu orang tuanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang-tuanya memiliki DM adalah
75% (Diabetes UK, 2010).

LO 1 LO 2 LO 4 LO 5
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi dan faktor resiko DM
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus (DM)

Menurut Kemenkes (2013), faktor risiko DM dibagi menjadi :

c. Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi > 4000 gram atau pernah menderita DM saat hamil (DM
Gestasional) Pengaruh tidak langsung dimana pengaruh emosi dianggap penting karena dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan dan pengobatan. Aturan diit, pengobatan dan pemeriksaan sehingga sulit dalam mengontrol
kadarbula darahnya dapat memengaruhi emosi penderita

LO 1 LO 2 LO 4 LO 5
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi dan faktor resiko DM
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

a. Overweight/berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2 ) Salah satu cara untuk
mengetahui kriteria berat badan adalah dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT).
Berdasarkan dari BMI atau kita kenal dengan Body Mass Index diatas, maka jika berada diantara 25-
30, maka sudah kelebihan berat badan dan jika berada diatas 30 sudah termasuk obesitas.

b. Aktifitas fisik kurang Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur sangat bermanfaat bagi
setiap orang karena dapat meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan,
meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta memperlambat proses penuaan. Olahraga harus
dilakkan secara teratur. Macam dan takaran olahraga berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis
pekerjaan dan kondisi kesehatan

LO 1 LO 2 LO 4 LO 5
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi dan faktor resiko DM
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

c. Merokok Penyakit dan tingginya angka kematian (Hariadi S, 2008). Hasil uji statistik menunjukkan
ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe (p = 0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian
oleh Houston yang juga mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi terserang
DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak (Irawan, 2010). Dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia
berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan yang bersifat
karsinogenik.

d. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg) Jika tekanan darah tinggi, maka jantung akan bekerja lebih keras
dan resiko untuk penyakit jantung dan diabetes pun lebih tinggi. Seseorang dikatakan memiliki
tekanan darah tinggi apabila berada dalam kisaran > 140/90 mmHg

Sumber : repository jurnal FK unimus

LO 1 LO 2 LO 4 LO 5
4. Menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus
DM tipe 2 merupakan kondisi multifaktorial. Sebagian besar pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah pasien
obesitas atau dengan komponen lemak visceral yang menonjol. Keadaan ini berhubungan dengan resistensi
insulin. Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum kejadian diabetes mellitus tipe 2. Secara fisiologis,
tubuh dapat mengatasi resistensi insulin yang terjadi dengan meningkatkan jumlah sekresi insulin sehingga
hiperglikemia tidak terjadi. Resistensi insulin yang terjadi secara bertahap dan perlahan menyebabkan
hiperglikemia yang awalnya tidak menimbulkan gejala klasik diabetes.
Pada suatu saat, gabungan antara defek sekresi insulin dan resistensi insulin menyebabkan terjadinya
hiperglikemia. Periode dimana tubuh masih dapat mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal
( bukan Diabetes mellitus, tidak termasuk dalam kriteria diagnosis diabetes mellitus maupun prediabetes)
disebut stadium normoglycemia, sedangkan periode dimana telah terjadi peningkatan kadar glukosa darah
disebut stadium hiperglikemia. Stadium hiperglikemia dapat dibeda- bedakan menjadi prediabetes dan Diabetes
mellitus. Stadium prediabetes meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT), yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian diagnosis.
Saat DM terdiagnosis, diperkirakan pasien tersebut sudah mengalami kehilangan 50% massa sel beta pankreas,
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sekresi insulin dan resistensi insulin itu. DM, khususnya dalam hal ini
hiperglikemia, merupakan bagian sindrom metabolik/sindrom resistensi insulin. Sindrom metabolik merupakan
sekumpulan kelainan metabolik yang mengarah kepada risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.

LO 1 LO 2 LO 3 LO 5
4. Menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus
Secara klinis RI dikenal dengan ditemukannya beberapa parameter klinis yang dikenal dengan sindrom
metabolik. Adanya sindrom metabolik menunjukkan risiko DM dan penyakit kardiovaskular yang tinggi pada
individu tersebut.
 
Sindrom metabolik menurut National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III)
ditegakkan dengan adanya minimal tiga dari kriteria berikut:
 
• Lingkar pinggang ≥90 cm untuk laki-laki atau > 80 cm untuk perempuan (ras Asia selain Jepang) Trigliserida
plasma ≥150 mg/dL atau sedang mengkonsumsi obat penurun kolesterol (kriteria Asia Pasifik)
• HDL plasma <40 mg/dL pada laki-laki atau <50 mg/dL pada perempuan
• Tekanan darah 2130/85 mmHg atau sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi
• Glukosa darah puasa ≥100 mg/dL
 
American Heart Association (AHA) menambah an adanya pengobatan untuk hipertensi (walaupun tekanan darah
sudah terkontrol) atau pengobatan terhadap hiperglikemia (walaupun glukosa darah sudah terkontrol) ke dalam
kriteria untuk hipertensi dan hiperglikemia di atas.

Sumber :Buku Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit/Sylvia Anderson Price, editor edisi bahasa
Indonesia,
LO 1 Huriawati Hartanto...
LO 2 Ed. 6-Jakarta: EGC,
LO 32015 LO 5
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis diabetes mellitus dibagi menjadi 2 yaitu gejala awal dan gejala akhir. Gejala awal
DM ditandai dengan poliuri (banyak kencing), polydipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan),
penglihatan kabur, kelelahan dan berat badan menurun.
Sedangkan gejala akhir dari DM yaitu koma dan komplikasi kronis. Selain gejala tersebut DM juga
menyebabkan pusing, keringat dingin dan tidak bisa berkonsentrasi akibat dari menurunnya kadar
gula darah.
Pasien diabetes mellitus cenderung datang ke tenaga kesehatan setelah adanya keluhan pada beberapa
organ tubuh yaitu gangguan penglihatan (katarak), kelainan pada kulit, kesemutan, kelemahan tubuh,
luka yang tidak sembuh-sembuh dan infeksi saluran kemih

Sumber Hubungan Health Locus of Control


Dengan Kepatuhan Penatalaksanaan Diet DM Tipe 2 (halaman 25-47)

LO 1 LO 2 LO 3 LO 4
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pendekatan Diagnostik DM
DIAGNOSIS DIABETES MELITUS TIPE 1
Oleh :
Diagnosis diabetes mellitus tipe 1 perlu dicurigai pada pasien yang mengalami gejala hiperglikemia, seperti
polidipsia, poliuria, dan polifagia, disertai riwayat yang mengarah pada kemungkinan autoimunitas terhadap sel
beta pankreas. Pasien umumnya terdiagnosis saat anak atau remaja, namun juga bisa mengalami onset akut saat
dewasa. Pasien juga bisa datang dalam kondisi ketosis.
 
Anamnesis
Banyak pasien yang menderita diabetes mellitus tipe 1 tidak memiliki gejala awal sehingga deteksi dini dari
penyakit ini cukup sulit. Gejala klinis pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 umumnya berupa poliuria, polidipsia,
polifagia, dan menurunnya berat badan secara signifikan meskipun pasien makan dengan adekuat. Meski
demikian, pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 juga bisa terdiagnosis setelah berada dalam kondisi akut, yaitu 
ketoasidosis diabetik.
Kelelahan dan kelemahan dapat disebabkan oleh pengecilan otot akibat keadaan katabolik defisiensi insulin,
hipovolemia, dan hipokalemia. Kram otot dapat terjadi akibat gangguan elektrolit. Pasien juga bisa mengeluhkan
penglihatan kabur karena kondisi hiperosmolar pada lensa dan humor vitreus.
Keluhan lain yang sering dialami adalah gangguan gastrointestinal seperti mual, nyeri perut, dan perubahan pola
defekasi. Pasien juga bisa mengeluhkan nyeri kuadran kanan atas akibat adanya perlemakan hati akut.

LO 7 LO 8 LO 9 LO 10
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pendekatan Diagnostik DM
Pada kasus hiperglikemia yang berkepanjangan, pasien akan mengalami neuropati yang ditandai dengan mati rasa
dan kesemutan di kedua tangan dan kaki, dalam pola sarung tangan dan stoking. Keluhan umumnya bersifat
bilateral dan simetris.[
Membedakan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Tipe 2
Membedakan apakah orang dewasa dengan diabetes yang baru didiagnosis mengalami diabetes mellitus tipe 1
atau diabetes mellitus tipe 2 cukup sulit karena tidak ada fitur klinis yang spesifik. Kesalahan klasifikasi diabetes
pada orang dewasa sangat umum terjadi.
Secara garis besar, pasien dengan diabetes mellitus tipe 1  didiagnosis pada usia yang lebih muda (<35 tahun) dan
memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah (<25 kg/m2). Pasien diabetes mellitus tipe 1 juga lebih
rentan mengalami penurunan berat badan, ketoasidosis, dan kadar glukosa melebihi 20 mmol/L (>360 mg/dL).
Riwayat Pengobatan
Jika menangani pasien yang sudah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 1, dokter perlu menanyakan mengenai
regimen terapi yang digunakan. Tanyakan jenis insulin yang dipakai, berapa dosisnya, dan apakah ada terapi
tambahan lain selain insulin.
Gali juga mengenai seberapa baik kontrol glikemik pasien. Seberapa sering pasien melakukan pengecekan gula
darah mandiri, kontrol ke dokter, serta apakah pasien pernah dirawat inap akibat diabetes mellitus tipe 1 yang
dideritanya.

LO 7 LO 8 LO 9 LO 10
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pendekatan Diagnostik DM
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe 1 bisa normal. Jika pasien datang dalam keadaan
akut, yaitu ketoasidosis diabetik, bisa didapatkan respirasi Kussmaul, tanda-tanda dehidrasi, hipotensi, dan
perubahan status mental.
Pada pasien yang sudah terdiagnosis, hasil pemeriksaan fisik dapat menunjukkan tanda dari komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular. Pemantauan berkala setiap 3 bulan diperlukan. Pasien akan menjalani
pemeriksaan funduskopi untuk retinopati dan pengujian monofilamen untuk neuropati perifer.
Tanda Vital
Hipotensi ortostatik dapat ditemukan pada pasien yang mengalami komplikasi neuropati autonom. Selain itu, jika
pasien datang dengan tanda respirasi Kussmaul, maka ketoasidosis diabetik perlu dicurigai.
Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi dilakukan berkala pada pasien yang sudah terdiagnosis. Jika ditemukan adanya eksudat
pada retina ataupun kelainan lain yang mencurigakan, maka pasien harus dirujuk ke spesialis mata.
Pemeriksaan Kaki
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dapat mengalami komplikasi jangka panjang berupa penyakit arteri perifer
 ataupun neuropati. Kedua kondisi ini, pada ekstremitas bawah, memiliki kontribusi sangat besar terhadap
terjadinya ulkus kronis yang sering disebut diabetic foot. Lakukan pemeriksaan kaki pada setiap kunjungan dan
waspadai kemungkinan terjadinya ulkus diabetikum yang meningkatkan risiko amputasi

LO 7 LO 8 LO 9 LO 10
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pendekatan Diagnostik DM
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama dari diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes mellitus tipe 2. Diagnosis banding lain yang
perlu dipikirkan adalah tumor endokrin dan glukosuria renal.
Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada diabetes mellitus tipe 2 juga terjadi hiperglikemia dengan manifestasi klinis yang sulit dibedakan dari
diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi defisiensi insulin, sehingga pasien membutuhkan
insulin eksogen. Sementara itu, pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin dengan defisiensi insulin.
Pada pemeriksaan laboratorium, pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 tidak memiliki autoantibodi.
Tumor Endokrin
Tumor endokrin dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa sebagai akibat dari gangguan produksi hormon.
Pada kondisi ini tidak ditemukan autoantibodi terhadap sel beta pankreas. Pemeriksaan dengan CT scan atau MRI
dapat mengonfirmasi diagnosis.
Glukosuria Renal
Pada pasien dengan glukosuria renal, glukosa terdeteksi pada urine meskipun pasien memiliki kadar glukosa
darah yang normal. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan genetik autosomal atau disfungsi tubulus ginjal
proksimal. Proses fisiologis pada ibu hamil juga bisa menyebabkan glukosuria sebagai akibat adanya peningkatan
beban glukosa dan peningkatan laju filtrasi glukosa.

LO 7 LO 8 LO 9 LO 10
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pendekatan Diagnostik DM
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus tipe 1 diperlukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan gula
darah, hemoglobin A1C, dan pemeriksaan autoantibodi sel beta pankreas.
Pemeriksaan Gula Darah
Pasien diabetes mellitus tipe 1 memiliki kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa darah
sewaktu atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL.  Perlu dicatat bahwa pemeriksaan ini hanya
menunjukkan kondisi hiperglikemia, tetapi tidak bisa membedakan diabetes mellitus tipe 1 dari diagnosis banding
lainnya.
Pada pasien yang sudah terdiagnosis, pemeriksaan gula darah perlu dilakukan 3-4 kali dalam sehari bila pasien
memperoleh beberapa injeksi insulin dalam satu hari atau dalam terapi pompa insulin. Walaupun demikian,
pemeriksaan gula darah ini tidak selamanya akurat karena bergantung pada akurasi alat dan faktor sampel seperti
kadar hematokrit, oksigen darah, pH, dan adanya substansi lain yang mengganggu.
Hemoglobin A1C (HbA1C)
Pemeriksaan hemoglobin A1C (HbA1C) dapat digunakan untuk mendiagnosis diabetes dengan ambang batas ≥
6,5%. Pasien tidak perlu puasa saat akan melakukan tes HbA1C.
Pada pasien yang sudah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 1, kadar HbA1C diharapkan dapat dijaga kurang dari
7%. Pemeriksaan ini dilakukan paling tidak 2 kali dalam 1 tahun untuk mengevaluasi keberhasilan terapi. Bila
target tidak tercapai, maka diperlukan perubahan pada penatalaksanaan yang selama ini tengah dijalani.
LO 7 LO 8 LO 9 LO 10
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pendekatan Diagnostik DM
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus tipe 1 diperlukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan gula darah,
hemoglobin A1C, dan pemeriksaan autoantibodi sel beta pankreas.

Pemeriksaan Gula Darah

Pasien diabetes mellitus tipe 1 memiliki kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu atau Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL.  Perlu dicatat bahwa pemeriksaan ini hanya menunjukkan kondisi hiperglikemia,
tetapi tidak bisa membedakan diabetes mellitus tipe 1 dari diagnosis banding lainnya.

Pada pasien yang sudah terdiagnosis, pemeriksaan gula darah perlu dilakukan 3-4 kali dalam sehari bila pasien memperoleh
beberapa injeksi insulin dalam satu hari atau dalam terapi pompa insulin. Walaupun demikian, pemeriksaan gula darah ini tidak
selamanya akurat karena bergantung pada akurasi alat dan faktor sampel seperti kadar hematokrit, oksigen darah, pH, dan
adanya substansi lain yang mengganggu.

Hemoglobin A1C (HbA1C)

Pemeriksaan hemoglobin A1C (HbA1C) dapat digunakan untuk mendiagnosis diabetes dengan ambang batas ≥ 6,5%. Pasien
tidak perlu puasa saat akan melakukan tes HbA1C.

Pada pasien yang sudah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 1, kadar HbA1C diharapkan dapat dijaga kurang dari 7%.
Pemeriksaan ini dilakukan paling tidak 2 kali dalam 1 tahun untuk mengevaluasi keberhasilan terapi. Bila target tidak tercapai,
maka diperlukan perubahan pada penatalaksanaan yang selama ini tengah dijalani.

LO 7 LO 8 LO 9 LO 10
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pendekatan Diagnostik DM
Pemeriksaan Autoantibodi
Diabetes mellitus tipe 1 dapat diidentifikasi dengan penanda genetik dan kehadiran autoantibodi spesifik.
Penanda antibodi dari autoimun terhadap sel beta pankreas antara lain GAD (glutamic acid decarboxylase
antibody), IA-2 (islet antigen-2), IAA (insulin antibody), dan ICA (islet cell cytoplasmic antibody). Sebanyak 85-90%
pasien  yang memiliki autoantibodi ini pada akhirnya akan menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Pemeriksaan C-Peptida
C-peptida dapat diperiksa untuk membantu membedakan antara diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Pada
diabetes mellitus tipe 1, pankreas memproduksi sedikit atau tidak sama sekali insulin dan C-peptida. Sementara
itu, pada diabetes mellitus tipe 2, pankreas memproduksi insulin tetapi terjadi resistensi, sehingga kadar C-
peptida lebih tinggi.
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pengukuran keton urine dapat dilakukan untuk penapisan adanya ketonemia. Meski demikian, pemeriksaan ini
tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis atau memantau ketoasidosis diabetik. Sebagai gantinya, dapat
dilakukan pemeriksaan kadar aseton plasma, seperti kadar beta-hidroksibutirat, bersama dengan pengukuran
bikarbonat plasma atau pH arteri.
Sumber : Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran tahun 2017

LO 7 LO 8 LO 9 LO 10
7. Penatalaksanaan diabetes mellitus dibagi secara umum menjadi lima yaitu : (PERKENI, 2015)
 

Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.Untuk mencapai
Edukasi keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan
keterampilan dan motivasi.Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes.

membantu orang dengan diabetes memperbaiki kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk


Terapi Nutrisi Medis mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa darah
(Diet) mendekati normal, mencapai kadar serum lipid yang optimal, memberikan energi yang cukup
untuk mencapai atau mempertahankan berat badan

Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,
Latihan Jasmani sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan,
bersepeda santai, jogging, berenang.
Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah secara
Obat Hipoglikemik adekuat darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
Oral (OHO) pankreas dan meningkatkan efektivitasnya pada penderita
diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe-1.

Terapi farmakologis

Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat


hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada
Injeksi Insulin pasien diabetes.Pada pasien dengan diabetes tipe-1, pankreas
tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin
pengganti

Pengukuran kadarglukosa darah beberapa kali per hari harus dilakukan untuk
Pemantauan Kadar
menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta untuk penyesuaian
Glukosa
dosis insulin.

PERKENI, (2015). Konsesus dan Pencegahan Diabetes


Mellitus Di Indonesia.Jakarta 7(7), pp. 86-97.
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Komplikasi DM
Komplikasi adalah keadaan di mana seseorang menderita penyakit/kondisi lain yang diakibatkan oleh penyakit
yang sedang dideritanya.

Komplikasi akut
Komplikasi yang muncul dalam waktu cepat dan bahkan bisa menyebabkan kematian disebut sebagai komplikasi
akut. Diabetes punya dua komplikasi akut, yakni hipoglikemia dan ketoasidosis.

Hipoglikemia adalah kondisi di mana kadar gula darah penderita terlalu rendah. Kondisi ini bisa terjadi apabila
penderita melakukan aktivitas fisik (olahraga) yang berat namun makanan yang dikonsumsi terlalu sedikit.
Biasanya badan akan terasa lemas, pusing, gemetar, berkeringat dan detak jantung menjadi lebih cepat. Bahkan
pada kondisi tertentu dapat menyebabkan si penderita pingsan.
Sedangkan Ketoasidosis merupakan kondisi di mana kadar gula darah penderita justru terlalu tinggi tetapi
hormon insulin di dalam tubuh tidak cukup. Jadi tubuh  terpaksa menggunakan lemak sebagai sumber
pembentukkan energi. Hasil proses tersebut menghasilkan zat yang bernama keton. Dalam jumlah cukup banyak
Keton akan berbahaya bagi tubuh, bisa membuat pingsan bahkan bisa berujung kepada kematian.

LO 6 LO 7 LO 9 LO 10
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Komplikasi DM
Komplikasi kronis
Selain komplikasi akut ada komplikasi kronis yang mengintai para penderita diabetes jika tidak ditangani dengan
benar. Memang, tidak seperti komplikasi akut komplikasi kronis bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga
tahunan untuk terlihat efeknya. Tetapi komplikasi kronis ini justru bisa fatal akibatnya, karena bisa
mengakibatkan disabilitas kepada si penderita.

Serangan Stroke, penyakit jantung, amputasi pada anggota tubuh adalah penyakit yang timbul akibat komplikasi
kronis. Belum lagi potensi impotensi pada pria, lalu kerusakan ginjal hingga ancaman kebutaan akibat glaukoma
bisa terjadi pada penderita Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2).

Sumber : https://www.gendhismanis.id/komplikasi.html

LO 6 LO 7 LO 9 LO 10
9. Menjelaskan Prognosis diabetes mellitus
Prognosis diabetes mellitus bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam mengontrol kadar
gulanya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c < 7%),tanpa riwayat gangguan mikrovaskuler akan
mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah
menderita diabetes lama akan mempunyai lebih dari 15 tahun akan mempunyai harapan hidup lebih singkat,
walaupun telah melakukan kontrol glikemik sekalipun. Diabetes mellitus dapat menyebabkan mortalitas dan
morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah
perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk
pencegahan DM.

LO 6 LO 7 LO 8 LO 10
10. MAHASISWA MAMPU MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KASUS DM YANG MEMERLUKAN RUJUKAN
KRITERIA DIAGNOSA :
• Ditemukan gejala klasik DM (peliuria, polydipsia, polifagia, maupun penurunan berat badan) dan kadar glukosa darah sewaktu
>200 mg/dL (11,1 mmol/L);
• Pada pasien asimtomatis, ditemukan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau kadar glukosa puasa lebih
tinggi dari normal (> 126 mg/dL atau 7 mmol/L). Dengan hasil tes toleransi glukosa (TTG) terganggu pada lebih dari satu kali
pemeriksaan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
• Deteksi autoantibodi pada serum;
 Islet cell autoantibodies (ICAs)
 Glutamic acid decarboxylase (GAD65A)
 Insulin autoantibodies (IAA)
 Transmembrane tyrosine phosphatese (ICA512A)
 Zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8A)
• Keton darah;
• Urinalisis (reduksi, keton, protein);
• C-peptide (<0,85 ng/mL), menggambarkan kadar insulin secara tidak langsung;
• HbA1c, sebagai parameter control metabolik

LO 1 LO 2 LO 3 LO 4
Daftar Pustaka

Buku Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit/Sylvia Anderson Price, editor edisi bahasa Indonesia,
Huriawati Hartanto... Ed. 6-Jakarta: EGC, 2015
Prof Dr,dr. Siti Setiani, MEpid, Sp.PD,KGer.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI, Halaman 2317.
Jakarta Pusat Indonesia, Interna Publishing.Davey, Patrick.2015.At a glance medicine. Jakarta: ErlanggaBuku
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit/Sylvia Anderson Price, editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati
Hartanto... Ed. 6-Jakarta: EGC, 2015
http://repository.unimus.ac.id/1804/2/9.%20Bab%20II.pdf
Sumber Kapita selekta kedokteran / editor, Chris Tanto ... [et al], -Ed.4. -Jakarta : Media Aesculapius, 2014
(halaman 29)

LO 1 LO 2 LO 3 LO 4
TERIMA KASIH

BAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4

Anda mungkin juga menyukai