Anda di halaman 1dari 31

SISTEM KONSTITUSI

Subtitle
ISTILAH KONSTITUSI
Konstitusi Contitutio = Jus atau Ius berarti Hukum atau Prinsip
 Politiea dan Nomoi (Yunani Purba)
 Constitution (Inggris)
 Constitutie dan Grondwet = Staatsregeling (Belanda)
 Verfassung dan gerundgesetz (Jerman)
 Droit Constitutionnel dan Loi Constitutionnel (Perancis)
ISTILAH KONSTITUSI

 Latin/Italia digunakan istilah constitutio,


 Inggris digunakan istilah constitution,
 Belanda digunakan istilah constitutie,
 Jerman dikenal dengan istilah verfassung,
 Arab digunakan istilah masyrutiyah (Riyanto, 2009).
 Constituer (bahasa Prancis) berarti membentuk, pembentukan.

Yang dimaksud dengan membentuk di sini adalah membentuk suatu negara.


Kontitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara atau
dengan kata lain bahwa konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan
mengenai negara (Prodjodikoro, 1970), pembentukan suatu negara atau menyusun
dan menyatakan suatu negara (Lubis, 1976),
Pengetian

1. Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas


pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut
(E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970)
2. Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan
pemerintahan, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara
pemerintah dengan yang diperintah (C.F. Strong, 1960).
3. Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu
negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan
mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara
(K.C.Wheare, 1975)
Pengertian
 Konstitusi sama pengertiannya dengan hukum dasar, bisa tertulis bisa
tidak tertulis
 Undang-undang dasar adalah hukum dasar yang tertulis
 Hukum dasar yang tidak tertulis disebut konvensi atau kebiasaan
ketatanegaraan.
 Undang-undang dasar merupakan bagian dari konstitusi
Contoh konvensi :
1. Praktik di lembaga negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Di mana mengenai pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Padahal dalam Pasal 2 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, "segala putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) ditetapkan dengan suara terbanyak".
Pasal tersebut tidak menyebutkan bentuk pelaksanaan untuk mendapatkan suara
terbanyak tersebut, melalui musyawarah atau voting.

2. Presiden dan wakil presiden dipilih lewat Pemilihan Umum (Pemilu) dan memilih para
menteri untuk membantu tugas-tugasnya selama menjabat.
Dalam Undang-Undang tidak aturan tertulis mengenai tata cara pemilihan calon menteri.
Presiden memiliki hak untuk memilih para menteri. Maka ini termasuk dalam salah satu
konvensi. 
 Konstitusi adalah seperangkat aturan atau hukum yang berisi ketentuan tentang
bagaimana pemerintah diatur dan dijalankan. Oleh karena aturan atau hukum yang
terdapat dalam konstitusi itu mengatur hal-hal yang amat mendasar dari suatu
negara, maka konstitusi dikatakan pula sebagai hukum dasar yang dijadikan
pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
KLASIFIKASI KONSTITUSI

1. Konstitusi dalam arti luas yaitu konstitusi tertulis dan tidak tertulis

2. Konstitusi dalam arti sempit yaitu konstitusi tertulis atau Udang-


Undang Dasar (UUD)
Pembagian Konstitusi(Hukum Dasar)
 Hukum Dasar dibedakan:
Hukum Dasar Tertulis
 Biasanya disebut UUD (Undang-Undang dasar)
 Pada umumnya lebih kuat/mengikat daripada Hukum Dasar tidak
tertulis.
 Merupakan bagian dari konstitusi
 Merupakan sumber dan dasar bagi norma hukum di bawahnya
Hukum Dasar Tidak Tertulis
 Disebut konvensi ketatanegaraan
 Sifat Konvensi:
a. Kebiasaan yg berulangkali dalam praktek penyelenggaraan negara
b. Tidak bertentangan dengan UUD
c. Diterima oleh seluruh rakyat
d. Sebagai pelengkap UUD untuk mengisi kekosongan hukum
Hukum Dasar Tertulis
 Biasanya disebut UUD
 Pada umumnya lebih kuat/mengikat daripada HD tidak tertulis.
 Merupakan bagian dari konstitusi
 Merupakan sumber dan dasar bagi norma hukum di bawahnya
Hukum Dasar Tidak Tertulis
 Disebut konvensi ketatanegaraan
 Sifat Konvensi:
a. Kebiasaan yg berulangkali dlm praktek penyelenggaraan negara
b. Tidak bertentangan dg UUD
c. Diterima oleh seluruh rakyat
d. Sebagai pelengkap UUD untuk mengisi kekosongan hukum
TUJUAN KONSTITUSI
Konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam negara,
maka tujuan tertinggi itu adalah:
a. Keadilan
b. Ketertiban
c. Perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan
atau kebebasan dan kesejahteraan atau
kemakmuran bersama
(Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie)
Urgensi konstitusi dalam kehidupan berbangsa-negara

 Agar dapat membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa negara agar tidak
memerintah dengan sewenang-wenang..
 Konstitusi negara di satu sisi dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan
penyelenggaran negara dan di sisi lain untuk menjamin hak-hak dasar warga
negara

“Power tends to corrupt, and


absolute power corrupts absolutely”.
TUJUAN KONSTITUSI
Tujuan Konstitusi:
1. Kekuasaan
2. Perdamaian, Keamanan, dan Ketertiban
3. Kemerdekaan
4. Keadilan
5. Kesejahteraan dan Kebahagiaan
(G.S. Diponolo)
Fungsi Konstitusi

1. Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan konstitusionalisme adalah


landasan berdasarkan konstitusi, baik konstitusi dalam arti luas maupun konstitusi dalam arti
sempit. Konstitusi dalam arti luas meliputi undang-undang dasar, undang-undang organik, peraturan
perundang-undangan lain, dan konvensi. Konstitusi dalam arti sempit berupa Undang-Undang Dasar
(Astim Riyanto, 2009).

2. Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa, sehingga


penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak
warganegara akan lebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme, yang oleh Carl
Joachim Friedrich dijelaskan sebagai gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan
kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa
pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan
itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah (Thaib dan Hamidi,
1999).
3. Konstitusi berfungsi:
a. membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar
dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang
terhadap rakyatnya;
b. memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat
yang dicitacitakan tahap berikutnya;
c. dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu
sistem ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh
semua warga negaranya;
d. menjamin hak-hak asasi warga negara.
Contoh dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara
memuat aturan-aturan dasar sebagai berikut:
1. Pedoman bagi Presiden dalam memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4, Ayat 1).
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon Presiden dan calon Wakil Presiden (Pasal 6 Ayat
1).
3. Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 7).
4. Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya (Pasal 7A dan 7B).
5. Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR (Pasal 7C).
6. Pernyataan perang, membuat pedamaian, dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11 Ayat 1,
Ayat 2, dan Ayat 3).
7. Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12)
8. Mengangkat dan menerima duta negara lain (Pasal 13 Ayat 1, Ayat 2, dan Ayat3).
9. Pemberian grasi dan rehabilitasi (Pasal 14 Ayat 1).
10. Pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14 Ayat 2). 11. Pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lan
tanda kehormatan (Pasal 15). 12. Pembentukan dewan pertimbangan (Pasal 16).
Materi Muatan Konstitusi
J. G. Steenbeek mengemukakan bahwa sebuah konstitusi sekurang-kurangnya
bermuatan hal-hal sebagai berikut (Soemantri, 1987):
a.Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara;
b.Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yg bersifat fundamental; dan
c.Adanya pembagian dan pembatasan tugas kenegaraan yg juga bersifat fundamental.

K.C. Wheare menegaskan bahwa dalam sebuah negara kesatuan yang perlu diatur
dalam konstitusi pada asasnya hanya tiga masalah pokok berikut (Soemantri, 1987):
1)Struktur umum negara, seperti pengaturan kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif,
dan kekuasaan yudisial.
2)Hubungan – dalam garis besar – antara kekuasaan-kekuasaan tersebut satu sama
lain.
3)Hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut dengan rakyat atau warga Negara.
A.A.H. Struycken menyatakan bahwa konstitusi dalam sebuah dokumen formal berisikan hal-ahal
sebagai berikut (Soemantri, 1987):

1)Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yg lampau

2)Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa

3)Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu sekarang maupun
untuk masa yang akan datang

4)Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Phillips Hood & Jackson menegaskan bahwa materi muatan konstitusi adalah sebagai berikut
(Asshiddiqie, 2002): “Suatu bentuk aturan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang menentukan
susunan dan kekuasaan organ-organ negara yg mengatur hubungan-hubungan di antara berbagai
organ negara itu satu sama lain, serta hubungan organ-organ negara itu dengan warga negara.”
Miriam Budiardjo (2003) mengemukakan bahwa setiap UUD memuat ketentuan-
ketentuan mengenai:
1.Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif
dan yudikatif. (b) Hak-hak asasi manusia.
2.Prosedur mengubah UUD.
3.Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
DINAMIKA KONSTITUSI INDONESIA
Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan reformasi di
masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama
oleh mahasiswa dan pemuda.
Beberapa tuntutan reformasi itu adalah:
1.mengamandemen UUD NKRI 1945,
2.menghapuskan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
(Dwifungsi adalah gagasan yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru yang
menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan
ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara)
3.menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
4.melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah,
5.mewujudkan kebebasan pers,
6.mewujudkan kehidupan demokrasi.
Berdasarkan hal itu MPR hasil Pemilu 1999, sesuai dengan
kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 melakukan
perubahan secara bertahap dan sistematis dalam empat kali
perubahan, yakni:
1. Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999.
2. Perubahan Kedua, pada Sidang Tahunan MPR 2000.
3. Perubahan Ketiga, pada Sidang Tahunan MPR 2001.
4. Perubahan Keempat, pada Sidang Tahunan MPR 2002.
1. Bentuklah kelompok terdiri dari 10 orang. Siapkan naskah UUD NRI 1945,
kemukakan masing-masing satu contoh masalah atau tantangan kehidupan
bernegara saat ini, yang menurut Anda perlu diantisipasi. Apakah pasal-pasal
dalam UUD NKRI 1945 sekarang sudah mampu menjadi pedoman untuk
menyelesaikan tantangan tersebut? Jika belum, apakah aturan tersebut perlu
dilakukan perubahan? Mengapa demikian?

2. Anda telah mempelajari konstitusi dan UUD NKRI 1945 sebagai konstitusi
negara Indonesia. Kemukakan kembali dengan kalimat Anda sendiri, apa
sebenarnya hakikat dari konstitusi itu? Apa pentingnya konstitusi bagi suatu
negara, seperti halnya Indonesia dengan adanya UUD NKRI 1945? Hasil kajian

Anda tulis secara singkat, dan presentasikan di kelas.


 Jenjang norma hukum di Indonesia terwujud dalam tata urutan peraturan
perundangundangan. Tata urutan ini menggambarkan hierarki perundangan mulai
dari jenjang yang paling tinggi sampai yang rendah.
 Sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi negara, maka peraturan perundangan di
bawah UUD NRI 1945, isinya bersumber dan tidak boleh bertentangan dengannya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 7 :

1. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2. Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan
hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

29
UUD NRI 1945 menempati urutan tertinggi dalam jenjang norma hukum

di Indonesia. Berdasar ketentuan ini, secara normatif, undang-undang

isinya tidak boleh bertentangan dengan UUD. Jika suatu undangundang

isinya dianggap bertentangan dengan UUD maka dapat melahirkan

masalah konstitusionalitas undang-undang tersebut. Warga negara dapat

mengajukan pengujian konstitusionalitas suatu undangundang kepada

Mahkamah Konstitusi
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai