Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI BERUSIA 9 TAHUN DENGAN


EPILEPSI
Pembimbing : dr. Zuriah Hidajati, Sp.A, M.Si.Med
Disusun oleh :
Ananda Josua Triagus Pahala Butar Butar
406202121

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 15 AGUSTUS 2022 – 09 OKTOBER 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSD K.R.M.T. WONGSONEGORO SEMARANG 2022
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. MN
Usia : 9 tahun
Tanggal lahir : 26 Juli 2013
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Bulu Sari, Semarang
No. CM : 575***
ANAMNESIS

06 September 2022 Jam : 15.00 WIB

secara Alloanamnesis dengan ibu


pasien di Ruang Yudistira RSD K.R.M.T. Wongsonegoro

Keluhan Utama :
Kejang sejak 3 jam SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
SMRS

• Kejang 3 jam SMRS sebanyak 2x (18.30 & 19.30)


• Kejang satu sisi tubuh sebelah kanan atau parsial, • 22.30 IGD RSWN
<5 menit, sadar dan tidak ingat kejadian kejang.
• Pusing dan muntah 3x. Isi air darah (-)
• Pusing, lemas dan muntah 1 x tiap jedah antar
• Kejang (-), demam (-), batuk (-), pilek
kejang
(-), sesak napas (-), alergi obat &
• Muntah isi makanan, darah (-) makanan (-)
• Muncul jika kelelahan dan telat makan, membak
jika istirahat
• Riw Trauma kepala (+), Demam (-), batuk(-), pilek
(-)

RS
RIWAYAT PENYAKIT
• Riwayat
DAHULUTrauma kepala akibat kecelakaan  Desembar
2021  kepala tidak berdarah  ranap di RS
• Pasien telah didiagnosa menderita epilepsi
• Riwayat Ranap keluhan serupa 3x (2x PKU 1x RSWN)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

• Keluarga pasien tidak ada yang mengalami


keluhan serupa.
RIWAYAT PERINATAL
• Lahir Pervaginam di Bidan
• Aterm 38 minggu, BBL 4000 gr PBL 50cm
• Saat lahir langsung menangis dan rutin
pemeriksaan ANC

RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi dasar di Puskesmas Lengkap
sampai usia 20 bulan
RIWAYAT
•PENGOBATAN
Pasien mengkonsumsi asam valproat 2x1 namun tidak rutin 
epilepsi tidak terkontrol

RIWAYAT ASUPAN NUTRISI


• ASI eksklusif 6 bulan --> MPASI bubur bayi sampai
15 bulan  menu keluarga
• Pasien makan 2-3 kali sehari dengan menu
keluarha dan minum cukup susu formula
• Anak susah makan sekitar <10 sendok tiap
makan dan tidak penah habis.
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
• Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


• Tinggal dirumah bersama Ayah Ibu dan Saudara
• Ayah seorang karyawan swasta, Ibu seorang IRT
• Pasien aktif dalam bersosialisasi di lingkungan
tempat tinggal.
STATUS GENERALIS
Tanggal 06 September2022 Jam 15.10 WIB

KEADAAN UMUM
Tampak sakit ringan, compos mentis, GCS 15

TANDA-TANDA VITAL
 Tekanan darah : -
 Nadi : 112 x/menit, reguler, isi cukup
 Suhu tubuh : 36,5oC
 Laju nafas : 20 x/menit, reguler

ANTROPOMETRI
 BB : 23 kg
 TB : 130 cm
 IMT : 13,6 kg/m2  Gizi Kurang (<P5 Kurva
CDC)
 Status gizi kurang dengan perawakan normal
STATUS LOKALIS
KEPALA LEHER
Normocephali, tidak teraba massa, rambut Trakea di tengah, pembesaran tiroid (-),
berwarna hitam, rambut terdistribusi pembesaran KGB (-)
merata, dan rambut tidak mudah dicabut

MULUT
MATA Gusi berdarah (-), karies (-), lidah kotor (-),
Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), tonsil T1-T1, hiperemis (-/-), detritus (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, diameter mukosa faring sulit dievaluasi, mukosa mulut
3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, sianosis perioral (-)

TELINGA
Liang telinga lapang, membran timpani intak, JANTUNG
• Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
serumen (-/-), sekret (-/-)
• Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di
ICS V midclavicula line sinistra teraba 2 cm
• Perkusi : Batas jantung dalam
HIDUNG batas normal
Epistaksis (-/-), sekret (-/-), nafas cuping hidung • Auskultasi : Bunyi jantung S1-S2
(-/-) tunggal,
murmur (-), gallop (-), regular
PAR
• Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris pada posisi statis
U
dan dinamis, retraksi interkostal (-) STATUS LOKALIS
• Palpasi : Nyeri tekan (-), stem fremitus normal, sama kuat
dengan kiri
• Perkusi : Sonor di semua lapang paru
• Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing
(-/-)

ABDOMEN
• Inspeksi : bentuk abdomen datar
• Auskultasi : bisung usus (+) normal
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
• Perkusi : timpani di ke 4 kuadran abdomen
STATUS LOKALIS
EKSTREMITAS
Akral hangat, sianosis (-/-), CRT < 2 detik, turgor kulit baik, edema tungkai
(-/-), deformitas (-)
Status Neurologis
Refleks cahaya (+/+), kekuatan superior et inferior 5555/5555, refleks
fisiologis (+), refleks patologis (-), Meningeal sign: kaku kuduk (-),
Brudzinsky I (-), Brudzinsky II (-), Kernig (-), Laseque (-)
KULIT
Turgor kulit baik, sianosis (-), ikterus (-)
ANUS DAN GENITALIA
Bentuk normal, tidak tampak kelainan dari luar, ekskoriasi (-), edema (-),
eksudat (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (02/09/2022)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Hemoglobin 11.1 11 – 15 g/dL


Hematokrit 35.1 35 – 47 %
Jumlah Leukosit 10.6 3.6 – 11.0 /µL
Jumlah Trombosit 433 150 – 400 /µL
Natrium 132.0 135.0 – 147.0 mmol/L
Kalium 5.10 3.50 – 5.0 mmol/L
Calsium 1.39 1.00 – 1.15 mmol/L
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi - X Foto Thorax AP (03/09/2022)

Kesan:
Cor bentuk dan letak normal.
Gambaran bronchopneumonia
DD: TB Paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektroensefalografi (03/09/2022)

Kesan:

Pada pemeriksaan EEG saat


ini didapatkan gelombang
epileptogenik di fronto
temporal dextra et sinistra
Dari anamnesa didapatkan:

• Kejang sejak 3 jam SMRS sebanyak 2x (18.30 & 19.30)

• Kejang satu sisi tubuh sebelah kanan. Durasi <5menit. Anak sadar dan tidak ingat
kejadian kejang sebelumnya.

• Saat kejang  kedua tangan pasien lurus dan lebih kaku, mulut pasien tampak
seperti mengigit sesuatu  kejang tidak dikuti kelojotan seluruh badan
kurang
RESUME
• pasien pusing dan lemas, muntah 1x tiap setelah kejang

• Dibawa ke IGD RSWN kejang (-), muntah 3x. Muntah isi air makanan darah (-). Keluhan
demam, batuk, pilek, sesak nafas, alergi obat dan makanan disangkal.

• Post KLL trauma kepala bulan desember 2021  tidak pernah ct scan kepala

• Riwayat minum As. Valproat tidak rutin

• Anak tampak sakit ringan dengan status gizi kurang dengan perawakan normal

• Laboratorium dbn, Ro tx BRPN susp TB paru, EEG kesan didapatkan gelombang


epileptogenik di fronto temporal dextra et sinistra.
Diagnosis Kerja
DIAGNOSIS Diagnosis utama : Epilepsi
Diagnosis tambahan : Bronkopneumonia susp. TB paru
Diagnosis gizi : Gizi kurang
Diagnosis imunisasi : Imunasasi lengkap
Diagnosis pertumbuhan : Perawakan normal
Diagnosis perkembangan : Sesuai usia
Diagnosis sosial ekonomi : Status ekonomi cukup

Diagnosis Banding
Kejang Demam Kompleks
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
• Infus RL 5cc/kgBB dalam 2 jam lanjut 3cc/kgBB
• Inj Ondansetron 2x ½ amp
• Inj Ranitidine 2x ½ amp
• Asam valproat 2 x 1 ½ cth
TATALAKSANA NON-MEDIKAMENTOSA
• Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
• Rencana program tes mantoux
EDUKASI
• Edukasi keluarga pasien tentang keadaan penyakit
pasien dan prognosis epilepsi.
• Edukasi keluarga tentang kekambuhan penyakit yang
sama di masa depan.
• Edukasi keluarga mengenai penanganan awal bila
terjadi kejang

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam: dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN
PUSTAKA
“EPILEPSI”
Definisi Kejang
Manifestasi klinis intermiten yang
khas : Lepasnya muatan listrik
berlebihan di otak karena kel.
• Gangguan kesadaran
Anatomi, fisiologi, biokimia atau
• Perubahan perilaku, emosi gabungannya.
• Gangguan fungsi motorik-
sensorik-otonom

Kejang fokal atau umum dan


konvulsif atau non-konvulsif

Atlas of epilepsy 1998


Definisi Epilepsi
manifestasi gangguan fungsi otak dari berbagai etiologi,
dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara
berlebihan dan paroksimal.

• Kejang tanpa provokasi (demam), terjadi 2 kali atau


lebih, interval lebih dari 24 jam, dibawah 4 bulan.
• Diluar serangan anak kembali normal.
Epidemiologi
Dunia
Indonesia
Insiden Epilepsi 4-6 per 1000 anak
WHO Kasus epilepsi :
Kejang merpakan kelainan neurologi 700 ribu sampai 1.4 juta kasus.
tersering pada anak 4-10% anak setidaknya
1 x kejang pada 16 tahun pertama Pertambahan kasus tiap tahun
kehidupan.
sebesar 70 ribu dan 40%-50%
150.000 kasus kejang anak per tahun 
30.000 berkembang menjadi epilepsi. terjadi pada anak anak.
60 % kasus epilepsi tidak dapat ditemukan
penyebab yang pasti / idiopatik.
Etiologi
Kejang Fokal
a. Trauma kepala
b. Stroke
c. Infeksi
d. Malformasi vaskuler
e. Tumor neoplasma
f. Displasia
Kejang Umum
a. Penyakit metabolik
b. Reaksi obat
c. Idiopatik
d. Faktor genetik
e. Kejang fotosensitif
Faktor resiko
1. Prenatal
a) Umur ibu saat hamil terlalu muda (<20 tahun) atau terlalu tua (>35 tahun)
b) Kehamilan dengan eklampsi dan hipertensi
c) Kehamilan primipara atau multipara
d) pemakaian bahan toksik
2. Natal
a) Asfiksia
b) Bayi dengan berat badan lahir rendah (<2500 gram)
c) Kelahiran prematur dan postmatur
d) Partus lama
e) Persalinan dengan alat
3. Postnatal
a) Kejang demam
b) Trauma kepala
c) Infeksi SSP
d) Gangguan metabolik
Klasifikasi ILAE 2017
Gejala dan tanda
Kejang Parsial
sebagian kecil otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau
satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik

Kejang Parsial Sederhana Kejang Parsial Kompleks


Gejala yang timbul berupa kejang Hampir sama dengan kejang
motorik fokal, femnomena parsial sederhana. Gejala khas
halusinatorik, psikoilusi, atau terjadi penurunan kesadaran dan
emosional kompleks. Pada kejang otomatisme.
parsial sederhana, kesadaran
penderita masih baik.
Gejala dan tanda
Kejang Umum
dari sebagian besar dari otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada
seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun

• Kejang Absans
• Kejang Atonik
• Kejang Mioklonik
• Kejang Tonik-Klonik
• Kejang Klonik
• Kejang Tonik
Patofisiologi

• Kejang terjadi akibat depolarisasi (penurunan muatan


negatif dari potensial intirahat)
• Penyebab depolarisasi :
• Jumlah neurotransmitter eksitatoti (as. Glutamat) berlebih
• Berkurangnya neurotransmitter inhibisi (GABA)
• Gangguan pompa Na K ATP Ase
• Gangguan membran sel neuron
Anamnesis
A. Gejala dan tanda sebelum, selama dan pasca bangkitan
B. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol.
C. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar bangkitan, kesadran
antar bangkitan
D. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
E. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
F. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
G. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang deman
H. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum:
• Trauma kepala, Pemeriksaan neurologis :

• Tanda-tanda infeksi, Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah

• Kelainan kongenital, bangkitan maka akan tampak tanda pasca bangkitan

• Kecanduan alkohol atau napza, terutama tanda fokal yang

• Kelainan pada kulit (neurofakomatosis) tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:

• Tanda-tanda keganasan. • Paresis Todd


• Gangguan kesadaran pascaiktal
• Afasia pascaiktal
Pemeriksaan penunjang

Elektroensefalografi (EEG)
Neuroimaging : CT Scan , MRI

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan EEG dan dipatkan hasil epileptogenik di
fronto temporal dextra et sinistra, pemeriksaan penunjang radiologi tidak
dilakukan.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :


Penatalaksanaan fase akut atau saat kejang
Pengobatan epilepsi
Tatalaksana fase akut (saat kejang)
Tujuan : mempertahankan oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin,
mencegah kejang berulang, dan mencari faktor penyebab.
Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan berhenti sendiri.
Diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat
badan anak > 10 kg.
Jika kejang belum berhenti, diulang setelah selang waktu 5 menit.
Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita
dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
Pengobatan epilepsi
Tujuan : membuat penderita epilepsi terbebas dari serangan epilepsinya.
Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai kematian sejumlah
sel-sel otak  menurunnya kemampuan intelegensi penderita.
Upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan seagresif mungkin.
Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila serangan
epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obat-obatan sampai pasien tersebut 2 tahun
bebas kejang.
Terapi medikamentosa

Obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di Indonesia adalah
obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproat.
Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur walau serangan sudah
teratasi dan diteruskan kecuali muncul efek samping maupun keracunan
obat
Prinsip pemberian  mulai dengan obat tunggal dan dosis terendah yang
dapat mengatasi kejang.
Epilepsi yang resistan terhadap obat  meningkatnya tingkat kecacatan,
morbiditas dan mortalitas.
Terapi medikamentosa
Epilepsi onset baru, terutama. Beberapa obat epilepsi pada anak termasuk :
1. Generasi pertama
Carbamazepin (CBZ), Clonazepam (CZP), Ethosuximide (ETS),
Phenobarbital (PB), phenytoin (PHT), sulthiame (STM), valproic acid (VPA)
2. Generasi kedua
felbamate (FBM), gabapentin (GPT), lamotrigine (LTG), levetiracetam (LEV),
oxcarbazepine (OXC), pregabalin (PGB), tiagabine (TGB), topiramate (TPM),
vigabatrin (GVG), zonisamide (ZNS)
3. Generasi ketiga
eslicarbazepine acetate (ESL), lacosamide (LCS), perampanel (PER),
retigabine (RTG), rufinamide (RUF), stiripentol (STP)
Terapi Pembedahan
Terapi reseksi atau pembedahan ini lebih jarang, atau merupakan terapi efektif untuk pasien
tertentu dengan resistan terhadap obat epilepsy.
Kelayakan untuk operasi : pemantauan video-EEG, MRI struktural, fluorodeoxyglucose
positron emission tomography, emisi foton tunggal ictal dan interiktal computed
tomography, MRI fumgsional, dan pengujian neuropsikologis.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menggambarkan "zona epileptogenik" (yaitu,jumlah
minimum korteks yang jika direseksi, terputus atau rusak akan menyebabkan bebas kejang )
dan mendefinisikan morbiditas risiko pasca-operasi.
Terapi nutrisi

Diberikan untuk anak dengan kejang berat yang kurang dapat dikendalikan
dengan obat antikonvulsan dan dinilai dapat mengurangi toksisitas dari obat.
Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dianjurkan pada anak penderita epilepsi.
Walaupun mekanisme kerja diet ketogenik dalam menghambat kejang masih
belum diketahui secara pasti, tetapi ketosis yang stabil dan menetap dapat
mengendalikan dan mengontrol terjadinya kejang.
Kebutuhan makanan yang diberikan adalah makanan tinggi lemak.
Komplikasi

Bila serangan epilepsy sering terjadi dan berlangsung lama, maka akan terjadi
kerusakan pada organ otak, dimana tingkat kerusakan biasanya bersifat irreversible
dan jika sering terjadi dengan jangka waktuyang lama sering sekali membuat pasien
menjadi cacat.
Pada pasien ini belum terjadi komplikasi karena pasien langsung dibawa berobat ke
rumah sakit.
Prognosis

Tergantung terhadap intesitas terjadinya serangan dimana intesitas


serangan ini dapat dikurangi dengan cara menghindari faktor pencetus
ataupun pengendalian aktifitas sehari – hari.
Kejang yang tidak ditangani dapat menimbulkan bahaya seperti jatuh,
fraktur, cedera kepala, sudden death, dan status epileptikus.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai