Anda di halaman 1dari 26

ESTETIKA DALAM INDUSTRI KOMUNIKASI

GRAFIS

DOSEN PENGAMPU : NOFRIZALDI , M.SN


M ATA K U L I A H : ESTETIKA

INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM


P U RW O K E RTO
2020 / 2021
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4

• Fatih Fakhrusy Hashfi 19105096


• Ahmad Rais 19105131
• David Satria Pamungkas R 19105107
• Gilar Nursha Farizky 19105033
• Muhamad Saiful Ashar 19105078
• Naufal Ammar 19105019
• Naura Nazivah 19105144
• Raihan Muhammad Syafiq 19105117
• Rizal Ramadhan 19105091
A. Sejarah Estetika Industri Desain Grafis
• Sejak Revolusi Industri di Inggris menjelang akhir abad ke-18. Salah satu pemicu revolusi ini adalah
penyempurnaan mesin uap James Watt di tahun 1769 yang digunakan untuk mempercepat produksi barang,
yang kemudian menggenjot industrialisasi secara masif di berbagai sektor industry. Hal ini juga mendorong
dimulainya era komunikasi massa dan penyempurnaan industri periklanan sejak ditemukannya mesin cetak
Gutenberg pada tahun 1450. Mesin typesetting linotype pun lahir untuk menangani tuntutan dalam
memproduksi buku dan media massa dengan kuantitas tinggi. Pada era ini pun tercipta font Didot dan Bodoni
yang sangat khas media massa dan dapat kita telusuri pengaruhnya hingga kini.
• Peristiwa penting selanjutnya adalah kemunculan akademi desain Bauhaus di Weimar, Jerman, pada 1919
setelah usainya Perang Dunia 1 (PD1). Visi dan praktik artistik Bauhaus adalah menggabungkan estetika dan
fungsi pragmatis sebuah produk desain untuk meningkatkan nilai artistik tanpa mengorbankan fungsi.
Pendirinya, arsitek Walter Gropius, mengedepankan perpaduan fine arts dengan kriya tanpa memberi sekat,
sebagaimana yang dimantapkan dalam Manifesto Bauhaus yang ditulis di tahun yang sama:

“ … So let us therefore create a new guild of craftsmen, free of the divisive class pretensions that endeavoured to
raise a prideful barrier between craftsmen and artists! Let us strive for, conceive and create the new building of
the future that will unite every discipline. …”
• Sumbangsih pemikiran dan karya Bauhaus memang berkaitan dan dipicu oleh PD1. Frances Ambler, penulis
The Story of Bauhaus (2018) dalam wawancaranya dengan The Local, menuturkan, “Dorongan untuk
Bauhaus muncul dari kengerian Perang Dunia Pertama dan keinginan untuk melakukan berbagai hal dengan
cara yang berbeda. Mereka menggunakan seni dan desain untuk mencoba dan menanggapi kebutuhan waktu
mereka. Masyarakat selalu menghadirkan kebutuhan baru, jadi dengan cara itu [Bauhaus] selalu relevan. ”
Kemudian, menurut John V. Maciuika di bukunya Before the Bauhaus: Architecture, Politics, and the German
State, 1890-1920 (2005), eksistensi Bauhaus, baik sebagai institusi dan akademisinya juga mengambil peran
pada pergerakan politik saat itu, terlebih saat era dimulainya Perang Dunia 2 (PD2), ketika muncul sentimen
mengenai perbedaan nilai artistik Bauhaus yang bersitegang dengan pandangan artistik Nazi, yaitu
Romantisme.
Setelah melewati tahun-tahun depresi, ekonomi dunia mulai naik ke masa kejayaanya. Dekade 1950-an menjadi
awal dari rekonstruksi ekonomi dunia baru yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS). Perusahaan-perusahaan
AS pun mengambil posisi terdepan dalam banyak industri. Imbasnya terhadap sektor desain grafis adalah
dimulainya era keemasan di bidang industri periklanan. Dekade 1960-an adalah coming of age dunia periklanan,
ditandai dengan penyempurnaan format komunikasi pada konten televisi, penggunaan copywriting, dan
penyesuaian fotografi untuk meningkatkan daya jual produk dan menghasilkan karya dengan tingkat kreativitas
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Era ini dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup, konsumerisme dan
pandangan sosial politik, oleh sebab itu, kehadiran iklan dianggap penting karena ia mencerminkan semangat
inovasi, kecanggihan, dan tren.
• Industri periklanan tidak hanya menyokong kemakmuran suatu negara, tapi juga mempunyai peran penting
dalam keterlibatannya pada peristiwa politik di era 1950-1970. Iklan dapat membawa isu yang dianggap
sensitif ke dalam ranah budaya pop masyarakat. Contoh konkrit yang juga menarik adalah kompetisi
perjalanan ke luar angkasa AS dan Uni Soviet. Dalam kasus ini, Uni Soviet sebenarnya unggul dan serba
pertama: manusia pertama yang ke luar angkasa, satelit pertama serta stasiun luar angkasa pertama. Namun
hal ini tidak ada apa-apanya ketika Neil Armstrong menginjakkan kaki ke bulan. Hal ini berkat strategi
pemasaran, public relations, media placement dan periklanan yang baik. Pada Juli 1969, 94% televise
Amerika disetel ke pendaratan Apollo 1 di bulan. Misi ini diliput secara luas oleh pers dengan lebih dari 53
juta penduduk Amerika Serikat menonton tayangan ini, serta total 650 juta pemirsa di seluruh dunia
menyaksikannya. Peristiwa ini pun menjadi peristiwa budaya pop di 1970-an.
• Di 1970-an, kemajuan di bidang periklanan juga terjadi di Indonesia. Kala itu Orde Baru baru saja ditegakkan, mengubah
tatanan politik, serta membangkitkan sektor-sektor ekonomi yang sempat terpuruk. Salah satu dampaknya adalah
meningkatnya gaya hidup masyarakat yang porosnya bergerak mengikuti tren global. Kantor-kantor agensi periklanan di
Indonesia mulai dibuka seiring kebijakan baru di bidang Penanaman Modal Asing yang membawa masuk perusahaan-
perusahaan multinasional ke Indonesia sehingga daya saing produk dan kebutuhan sehari-hari meningkat.
• InterVista dan Matari menjadi agensi periklanan Indonesia yang juga menjadi penanda pada zamannya. InterVista menjadi
perusahaan periklanan pertama yang berafiliasi dengan perusahaan periklanan asing yaitu Ogilvy, serta menjadi perintis
masuknya iklan komersial di TVRI. Penggagas InterVista, Wicaksono Nuradi, didapuk sebagai perintis periklanan modern
Indonesia. Sedangkan Matari menjadi agensi iklan pertama yang membawa Clio Award untuk Indonesia lewat arahan tata
artistik Cahyono Abdi. Matari juga kemudian yang mengonstruksi pemisahan kinerja studio periklanan (wujud servis Above
The Line) dan studio desain grafis (wujud servis Below The Line). Kala itu juga muncul Studio Decenta di Bandung (1973)
yang berisikan seniman linta disiplin: A.D. Pirous (seni lukis), G. Sidharta (seni patung), Adrian Palar (desain interior),
Sunaryo (seni patung), T. Sutanto dan Priyanto Sunarto (seni grafis). Decenta melahirkan portfolio beragam seperti
menangani kebutuhan desain grafis untuk pameran di Pekan Raya Jakarta, sampai ke desain produk yang menangani
dekorasi arsitektur Convention Hall.
• Pada 1980-an, muncul revolusi digital yang ditandai oleh pergeseran teknologi mekanik-analog ke teknologi digital. Era ini
membawa orang-orang lebih dekat dengan teknologi sehari-hari, serta budaya populer. Salah satunya adalah kehadiran
MTV yang menjadi bentuk budaya populer global. MTV tidak bisa lepas dengan visual yang disajikan, karena gayanya
menyerupai Pop Art dan lantas dekat dengan anak muda. MTV juga menjadi salah satu media yang meliput jatuhnya
Tembok Berlin (1989) yang merupakan simbol berakhirnya Perang Dingin. Kehadirannya di salah satu peristiwa paling
seminal dalam sejarah Eropa modern ini juga menjadi dampak evolusi yang telah dialami media.
• MTV yang diminati secara global juga menjembatani masyarakat dunia ke globalisasi di 1990-an. Globalisasi
memungkinkan percepatan pemasaran secara mendunia karena didukung oleh kehadiran internet. Lantas
keterlibatan desain grafis sendiri dengan adanya internet secara substansial adalah memudahkan kontak
langsung dengan potensi klien lintas spasial. Hal ini memunculkan tren visual yang juga global (walaupun
sekaligus menyusutkan ragam visualnya) serta meningkatkan intensitas komunikasi rakyat dunia.
• Media di 1990-an juga meliput peristiwa dunia saat itu di mana konteks HAM, terorisme, kebebasan dan
teknologi menjadi narasi yang hebat dan banyak diperbincangkan di forum berbasis World Wide Web. Maka
dari itu dekade ini banyak sekali melahirkan pemikiran kritis dalam menanggulangi atau merespons isu
sosial. Maraknya pemakaian komputer grafis oleh desainer juga mengembangkan ragam gaya visual yang
muncul di media. Di Indonesia sendiri, hal ini bisa ditemui dengan banyaknya praktik pada majalah, print ad,
maupun buku desain (atau buku yang secara serius dikerjakan oleh desainer) yang beredar di masyarakat,
contohnya perkembangan ragam visual dan pemakaian iklan cetak yang memenangkan penghargaan Citra
Pariwara pada rentang waktu 1988 – 1996.
• Kulit Muka Gelandangan di Kampung Sendiri oleh Emha Ainun Najib (Pustaka Pelajar:1995)

• Perkembangan gaya visual pada kulit muka penerbit alternatif Yogyakarta menjadi beragam. Seperti kulit muka buku
Gelandangan di Kampung Sendiri (1995) oleh penulis Cak Nun yang bekerjasama dengan pelukis Dede Eri Supria
dalam desain tata letak kulit mukanya.
• Bersamaaan dengan ini, percetakan juga mengalami perkembangan yang ditandai lewat maraknya cetak buku berwarna-
penuh oleh penerbit seperti Gramedia dan Elex Media Komputindo. Terbitnya majalah dengan tajuk lingkungan hidup
dengan landasan desain grafis pada tahun 1994 yang oleh desainer Enrico Halim menjadi salah satu tanda
perkembangan dan penggenapan praktik keilmuan dan profesi desainer. Hal ini juga ditandai dengan evolusi perangkat
desain yaitu Adobe Photoshop 1.0 yang dirilis pada 1990.
• Era internet melahirkan desainer dunia yang berpengaruh. Salah satunya Stefan Sagmeister yang karya-
karyanya di cap sebagai tidak ortodoks dan provokatif oleh American Institute of Graphic Arts (AIGA).
Siegmeister membuktikan bahwa kultur internet dapat dimanifestasikan kembali oleh desainer dengan
meleburkan nilai produksi dan aktivisme desain ke dalam satu tuntutan.
• Dekade 2010 yang masih kemarin sore adalah waktu pertama kita dapat meruang lintas spasial. Kita juga
menyimak hadirnya teknologi cerdas yang diakses penuh oleh publik, meningkatnya pemahaman literasi
visual digital, munculnya teknologi virtual, augmented reality hingga media sosial. Desain grafis masuk
ke dalam tatanan ini dengan mengonstruksi dan menavigasi visualnya, dan oleh karenanya timbul gejala
pergeseran norma dan juga aktivitas keseharian manusia. Kita mulai bergeser dari tren yang sifatnya
surface (produk) dan lebih melekat kepada aktivisme yang banyak kita temukan di visual platform
bernama Instagram.
• Instagram terus mengekspansi fitur-fiturnya sejak pemakaiannya yang kian marak. Desain grafis
bergerak seiring dengan keunikan media sosial yang menguntungkan, tapi juga di satu sisi
membabakbelurkan, ruang fisik industri ritel. Era ini juga menggenjotkan industri kreatif dan desainer
grafis merupakan profesi yang bekerja dalam konstruksi ini. Saya pikir, sumbangan desain grafis di era
ini bukan lagi produk, atau gerakan, atau sosok desainer tertentu, tapi lebih menyelesaikan pertanyaan-
pertanyaan esensial terhadap kehidupan seiring teknologi menggeser nilai-nilai norma masyarakat.
B. Estetika dalam Industri Desain Grafis
• Penggabungan estetika dengan teknologi dalam industri grafis komunikasi merupakan suatu yang kompleks dan
mengarah pada perkembangan penggayaan tertentu berdasarkan kebutuhan praktis. Maka dari itu kualitas estetik
yang ditampilkan merupakan kerja sama berbagai pihak untuk menentukan sesuatu yang dianggap sesuai,
mengundang minat beli, mengandung roh budaya serta dinamis menghadapi berbagai kondisi perkembangan
lingukungan. Bagi seorang desainer grafis bekerja di industri merupakan organisasi yang komplek, yaitu satu unit
dengan unit yang lainnya saling mengisi dan saling berperan, untuk ikut campur menentukan estetik desain. Seorang
desainer grafis harus bekerja sama dengan bagian pemasaran, keuangan, produksi, teknisi, dan bagian lain.
• Tugas masing-masing bagian tersebut menurut Kotler adalah sebagai berikut:
1. Bagian pemasaran bertugas merencanakan dan memasarkan produk-produk yang akan dipasarkan, karena bagian
pemasaran merupakan unit kerja industri yang paling banyak tahu tentang desain yang diminati konsumen.
Karena itulah bagian pemasaran adalah mengumpulkan data tentang selera pasar yang layak jual.
2. Bagian keuangan bertugas menentukan anggaran produksi, yang fleksibel sesuai kebutuhan dan penetapan harga
produk desain berdasarkan pasar yang dibantu dengan bagian pemasaran.
3. Bagian produksi bertugas merencanakan efektifitas dan efisiensi produk.
4. Bagian teknisi bertugas memacu produksi dan merekayasa teknologi agar dapat memproduksi lebih cepat dengan
biaya lebih ringan.
C. Gagasan dalam Rekayasa Estetik Grafis Komunikasi
• Rekayasa estetik dalam grafis komunikasi adalah teknik pengungkapan estetika terapan melalui
proses belajar dan proses kreatif. Dalam pelaksanaannya rekayasa estetik melalui proses panjang
mulai dari tahap desain pada proses pengerjaannya sampai produk jadi. Komunikasi yang
didekatkan pada segi rasional John Wistrand berpendapat bahwa keseluruhan desain harus melihat
pada proyek atau produk dan mencoba menganalisanya sepenuhnya. Desainer merancang grafis
komunikasi yang menjadi sebuah alat komunikasi yang berguna dan tidak hanya menentukan
penampilan saja. Kesan pertama adalah kepentingan yang harus dipertimbangkan berbagai bidang
sehingga menjadi lebih baik dan benar-benar berguna. Sebelum berpikir masalah materi atau unsur
desain, seorang desainer perlu menentukan tema grafis komunikasi yang akan dikerjakan yang
sesuai dengan maksud dan tujuan pada konsepnya.
• Ada beberapa tema yang disesuaikan dengan fungsi desain, antara lain:
1. Rasional Media
• Mengarah ke tindakan rasional yang berfokus pada praktek, fungsi, atau kebutuhan masyarakat, akan
memberikan tekanan atau manfaat baginya untuk menerima berita yang diinformasikan / dikomunikasikan.
Pendekatan rasional sangat efektif bagi masyarakat yang membutuhkan penjelasan tentang produk/jasa yang
dibutuhkan. Tanggapan positif terhadap informasi/komunikasi yang disampaikan bisa menyakinkan dan
memuaskan masyarakat sebagai sasaran.
2. Humor atau Jenaka
• Penampilan humor atau jenaka merupakan strategi mencapai sasaran komunikasi grafis komunikasi untuk
memicu perhatian terhadap yang dikomunikasikan. Dari survei yang dilakukan oleh eksekutif iklan
menunjukkan bahwa penggunaan humor akan efektif untuk menarik perhatian dan menciptakan kesadaran
orang yang melihatnya. Dalam visualisasinya tidak harus seorang pelawak sebagai bintang yang diekspus,
namun bagaimana mengemas media informasi/ komunikasi yang bersifat humor .
3. Rasa takut
• Rasa takut lebih efektif digunakan untuk memperbaiki motivasi. Ada dua hal yang dituju: Pertama,
mengindentifikasi konsekuensi negatif jika menggunakan produk.
• Kedua, mengidentifikasi konsekuensi negatif terhadap perilaku yang tidak aman, misalnya minum-minuman
keras, merokok, menilpon sambil nyetir mobil, merusak lingkungan, dan sebagainya.
4. Patriotik
• Tampilan visual patriotik (hero) kadang dihadirkan untuk menambah rasa kepercayaan masyarakat terhadap
berita yang diinformasikan / dikomunikasikan. Pahlawan yang berotot besar yang secara sigap, cepat, tanpa
pamrih dapat memberantas keonaran, kejahatan, dan suka menolong sesama. Adegan ini dapat membius
kepercayaan masyarakat, sehingga mereka menerima terhadap segala yang diinformasikan / dikomunikasikan
pada media grafis
5. Kesalahan
• Seseorang suatu saat kadang melakukan kesalahan dalam hidupnya, seperti menyimpang dari nilai aturan
yang ada. Tujuan media yang bersifat kesalahan ini agar audience (masyarakat) yang melihatnya/
membacanya bisa memperbaiki adegan/ berita kesalahan yang diinformasikan/dikomunikasikan. Misalkan
seorang ibu me-nggoreng (menuangkan) krupuk sebelum minyak gorengnya mendidih.
• Hal ini tentu kesalahan besar yang mengakibatkan krupuk tidak bisa berkembang dengan baik. Di sinilah
peran audien (masyarakat) untuk memperbaikinya, yaitu sebelum krupuk dimasukkan ke wajan harus
menunggu mendidihnya minyak goreng agar krupuk yang digoreng bisa mengembang dengan sempurna.
Contoh lain, orang salah kalau menggunakan battery ”B” karena mainannya tidak bisa jalan, mengapa tidak
pakai battery ”A”?.
6. Kaidah
• Kaidah biasanya hubungannya dengan aturan-aturan yang tidak menyinggung suku, adatistiadat, ras, dan
agama (SARA). Unsur ini sangat riskhan dan harus berhati-hati, agar media grafis yang diciptakannya tidak
terjadi kesalah pahaman di dalam masyarakat. Tampilnya figur anak-anak yang tidak sopan terhadap orang
tua atau melanggar asusila tentu akan menjadi gunjingan di masyarakat yang mengakibatkan media grafis
yang telah susah payah dibuatnya tidak boleh beredar.
• Seorang desainer grafis harus mengetahui aturan yang ada agar dalam pengerjaan desain berjalan dengan
lancar, seperti menampilkan unsur “halal” dalam produk makanan/ minuman, atau sunkem anak kepada orang
tua di hari Raya yang sudah mendapat keepercayaan dan tradisi yang bagi kaum muslim secara luas.
7. Simbol
• Simbol adalah tanda yang mempunyai hubungan dengan obyek yang mempunyai peraturan yang sifatnya
umum. Simbol merupakan jembatan menginterpetasikan (mengartikan) suatu obyek kepada orang lain sesuai
dengan pengalamannya.
• Informasi yang disampaikan sumber menggunakan simbol kadangkala tidak sampai atau salah persepsi
terhadap yang menerimanya, seperti lambaian tangan bisa menyimbulkan (mengisyaratkan) selamat datang,
selamat berpisah, selamat tinggal, tidak mau, atau tidak setuju.
• Tampilnya burung merpati terbang dan grafis komunikasi menyimbulkan adanya kebebasan hidup, begitu
sebaliknya gambar merpati yang terkurung dalam sangkar menyimbulkan hidup terkekang.
8. Pengandaian
• Pengandaian merupakan harapan atau angan-angan ke depan sebuah tujuan. Pengandaian merupakan sebuah
impian yang seakanakan menjadi kenyataan. Tampilnya media informasi / komunikasi dengan tema
“pengandaian” membidik sebagian masyarakat yang mempunyai harapan besar setelah mengikuti dan
menanggapi terhadap pesan yang disampaikan. Sebagai contoh tampilnya gambar anak dibawah lima tahun
yang asyik mengoperasikan komputer atau bertambahnya tinggi badan setelah minum salah satu produk
vitamin tertentu.
9. Emosional
• Emosional sangat berhubungan dengan faktor psikologis yang dapat mempengaruhi penghayat (masyarakat).
Sebagian masyarakat tertarik pada berita yang diinformasikan/dikomunikasikan melaui pendekatan
emosional dengan perasaan si penghayat yang mengesampingkan akribut dari lembaga yang
menginformasikan. Para desainer pesan percaya bahwa pengiriman pesan melalui teknik emosional lebih
mengena dan membuat penasaran, khususnya masyarakat yang merasa lebih maju.
D. Penekanan Penguasaan dalam Grafis Komunikasi
• Dalam proses grafis komunikasi lebih menekankan penguasaan pengetahuan khusus, seperti estetika konsep,estetika
pelaksanaan, dan estetika teknologi, yang kesemuanya merupakan proses berlanjut dari awal hingga terciptanya produk
desain.
1. Estetika Konsep
• Estetika konsep adalah kualitas estetik yang lahir karena adanya penggabungan antara berbagai batasan atau alternatif dan
kriteria perencanaan. Estetika ini dapat dicurahkan di atas kertas gambar, model, mockup , maket, prototype atau deskripsi
proyek desain
2. Estetika Pelaksanaan
• Estetika Pelaksanaan adalah kualitas estetik yang berada pada pada pelaksanaan estetika konsep. Dalam pelaksanaan
belum tentu seratus persen sama dengan konsep yang telah ditentukan, maka dalam hal ini perlu perubahan perubahan
dengan pertimbangan khusus yang tidak bisa terikat dalam konsep, seperti skala, cara pelaksanaan, material, dan
sebagainya.
3. Estetika Teknologi
• Estetika Teknologi adalah kualitas estetik yang diciptakan melalui proses teknologi yang menekankan pada pelaksanaan
jalannya teknologi (mesin).Jadi merupakan prosedur pelaksanaan desain dari konsep yang telah ada diproses melalui
mekanik/mesin. Disinilah peran teknologi dapat menentukan bisa atau tidaknya suatu estetika konsep diproses. Maka dari
itulah seorang desainer industri setidak-tidaknya mengetahui dan memahami prosedur teknologi (mesin).
E. Muatan Lokal pada Industri Deasain Grafis Komunikasi
• Ide kadang munculnya dari pengalaman atau kejadian kehidupan sehari-hari. Dari permasalahan itulah, desainer mencoba
mengangkat dan mengerjakan semaksimal mungkin menjadi karya besar yang menarik. Sebaik apapun karya grafis komunikasi bila
tidak bisa dipahami atau tidak sampai ke sasaran, maka media tersebut dikatakan tidak berhasil. Maka media grafis komunikasi
tujuan utama adalah mengkomunikasikan informasi ke pada masyarakat (audien) dengan cara pendekatan visualisasi budaya.
• Budaya di Indonesia sangat beragam sehingga desainer grafis dapat berkreasi dengan banyak variasi bernafaskan budaya Indonesia.
Dengan adanya keragaman budaya di Indonesia diharapkan para desainer grafis mampu menjawab tantangan dan kebutuhan “dalam
peningkatan” sumber daya manusia di bidang Desain Grafis Komunikasi yang bermuatan Local-Genius KeTimuran berkarakter
budaya Indonesia.
• Penguatan muatan lokal ini dimaksudkan agar sumber daya manusia yang dihasilkan mempunyai “sense of belonging” dan
menghargai budaya yang dimiliki sebagai dasar penciptaan karya Desain Gafis Komunikasi yang mempunyai ciri khas Indonesia.
• Salah satu contohnya Wayang Purwa, sebut saja tokoh Punakawan ( Semar, Gareng, Petruk, Bagong).Tampilan Punakawan tersebut
pada karya grafis dikemas menjadi mainan anak-anak. Sehingga terlihat kesan kesederhanaan dengan fungsi yang beda maka
terlihat berbeda.
ADA YANG DITANYAKAN ?
KESIMPULAN
Kualitas estetik yang ditampilkan dalam industri desain grafis merupakan kerja sama berbagai pihak untuk menentukan sesuatu yang
dianggap sesuai, mengundang minat beli, mengandung roh budaya serta dinamis menghadapi berbagai kondisi perkembangan lingukungan
Rekayasa estetik dalam grafis komunikasi adalah teknik pengungkapan estetika terapan melalui proses belajar dan proses kreatif
Desainer merancang grafis komunikasi yang menjadi sebuah alat komunikasi yang berguna dan tidak hanya menentukan penampilan saja.
Kesan pertama adalah kepentingan yang harus dipertimbangkan berbagai bidang sehingga menjadi lebih baik dan benar-benar berguna. Sebelum
berpikir masalah materi atau unsur desain, seorang desainer perlu menentukan tema grafis komunikasi yang akan dikerjakan yang sesuai dengan
maksud dan tujuan pada konsepnya
Ada beberapa tema yang disesuaikan dengan fungsi desain, antara lain rasional media , humor atau jenaka , rasa takut , patriotik, kesalahan ,
kaidah , simbol , pengandaian dan emosional
Dalam proses grafis komunikasi lebih menekankan penguasaan pengetahuan khusus, seperti estetika konsep, estetika pelaksanaan, dan
estetika teknologi, yang kesemuanya merupakan proses berlanjut dari awal hingga terciptanya produk desain.
Budaya di Indonesia sangat beragam sehingga desainer grafis dapat berkreasi dengan banyak variasi bernafaskan budaya Indonesia. Dengan
adanya keragaman budaya di Indonesia diharapkan para desainer grafis mampu menjawab tantangan dan kebutuhan “dalam peningkatan” sumber
daya manusia di bidang Desain Grafis Komunikasi yang bermuatan Local-Genius KeTimuran berkarakter budaya Indonesia.
Penguatan muatan lokal ini dimaksudkan agar sumber daya manusia yang dihasilkan mempunyai “sense of belonging” dan menghargai
budaya yang dimiliki sebagai dasar penciptaan karya Desain Gafis Komunikasi yang mempunyai ciri khas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai