DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
Estetika merupakan sebuah kata yang tidak mudah dijelaskan. Namun, estetika itu sendiri
kerap jadi alasan cara mengalami atau menghadapi sebuah karya seni. Indah, bagus, fantastis,
merupakan beberapa kata sebagai menjelaskan hadirnya dimensi estetika dalam mengalami
perjumpaan dengan suatu karya seni. Di lain pihak, indah, bagus, fantastis, atau estetis itu sendiri
tidak mudah dijelaskan. Dalam tulisan ini persoalan seperti tidak mudah dijelaskan
akan dihindari. Sehingga pada tulisan ini menjelaskan estetika, bukan apa, namun di mana
kedudukannya dalam sebuah karya desain komunikasi visual.
Tiap karya mengandung nilai estetika. Hal tersebut dilandasi pemikiran bahwa estetika tidak
sebatas yang tampak, namun juga yang tidak tampak (wacana). Maka itu, estetika sebaiknya
tidak sebatas dipahami sebagai bentuk-bentuk yang indah, harmoni, tertata, rapih. Estetika perlu
dicari yang berada di luar bentuk-bentuk tersebut. Namun demikian hadirnya pengelolaan
bentuk-bentuk tadi menjelaskan bahwa di sana telah hadir peran estetika yaitu pada soal
materialitas bentuk seperti unsur/elemen misalkan warna, tekstur, ukuran, bidang, dsb.
Metrialitas inilah yang perannya sama-sama sebagai perangkat (-perangkat) yang mencirikannya
sebagai karya visual.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Estetika
Kata estetika berasal dari bahasa Yunani aesthesis yang berarti perasaan, selera perasaan
atau taste. Dalam prosesnya Munro mengatakan bahwa estetika adalah cara merespon
terhadap stimuli, terutama lewat persepsi indera, tetapi juga dikaitkan dengan proses
kejiwaan, seperti asosiasi, pemahaman, imajinasi, dan emosi. Ilmu estetika adalah suatu
ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari
semua aspek dari apa yang kita sebut keindahan.
Teorikus Seni dan Desain dewasa ini cenderung untuk menggunakan istilah estetika
sebagai suatu kegiatan pengamatan yang tidak terpisah dari pengalaman Seni dan Desain.
Kemudian istilah estetika berkembang menjadi keindahan, yaitu usaha untuk
mendapatkan suatu pengertian yang umum tentang karya yang indah, penilaian kita
terhadapnya dan motif yang mendasari tindakan yang menciptakannya.
Estetika dalam kontek penciptaan menurut John Hosper merupakan bagian dari filsafat
yang berkaitan dengan proses penciptaan karya yang indah. Dari pengertian ini, bila
dipahami bahwa estetika adalah ilmu yang mempelajari kualitas estetik suatu benda atau
karya dan daya impuls serta pengalaman estetik pencipta maupun penghayat terhadap
benda atau karya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa estetika adalah hal-hal yang
mempelajari keindahan yang berasal dari obyek m aupun keindahan yang berasal
dari subyek (pengamatan / pencipta). Keindahan yang berasal dari subyek penciptanya
berkaitan dengan proses kreatif dan fisolofisnya.
3. Rasa takut
Rasa takut lebih efektif digunakan untuk memperbaiki motivasi. Ada dua hal
yang dituju: Pertama, mengindentifikasi konsekuensi negatif jika
menggunakan produk.
Kedua, mengidentifikasi konsekuensi negatif terhadap perilaku yang tidak
aman, misalnya minum-minuman keras, merokok, menilpon sambil nyetir
mobil, merusak lingkungan, dan sebagainya.
4. Patriotik
Tampilan visual patriotik (hero) kadang dihadirkan untuk menambah rasa
kepercayaan masyarakat terhadap berita yang diinformasikan / dikomunikasikan.
Pahlawan yang berotot besar yang secara sigap, cepat, tanpa pamrih dapat
memberantas keonaran, kejahatan, dan suka menolong sesama. Adegan ini dapat
membius kepercayaan masyarakat, sehingga mereka menerima terhadap segala
yang diinformasikan / dikomunikasikan pada media grafis.
5. Kesalahan
Seseorang suatu saat kadang melakukan kesalahan dalam hidupnya, seperti
menyimpang dari nilai aturan yang ada. Tujuan media yang bersifat kesalahan ini
agar audience (masyarakat) yang melihatnya/ membacanya bisa memperbaiki
adegan/ berita kesalahan yang diinformasikan/dikomunikasikan. Misalkan
seorang ibu me-nggoreng (menuangkan) krupuk sebelum minyak gorengnya
mendidih.
Hal ini tentu kesalahan besar yang mengakibatkan krupuk tidak bisa berkembang
dengan baik. Di sinilah peran audien (masyarakat) untuk memperbaikinya, yaitu
sebelum krupuk dimasukkan ke wajan harus menunggu mendidihnya minyak
goreng agar krupuk yang digoreng bisa mengembang dengan sempurna. Contoh
lain, orang salah kalau menggunakan battery ”B” karena mainannya tidak bisa
jalan, mengapa tidak pakai battery ”A”?.
6. Kaidah
Kaidah biasanya hubungannya dengan aturan-aturan yang tidak menyinggung
suku, adatistiadat, ras, dan agama (SARA). Unsur ini sangat riskhan dan harus
berhati-hati, agar media grafis yang diciptakannya tidak terjadi kesalah pahaman
di dalam masyarakat. Tampilnya figur anak-anak yang tidak sopan terhadap orang
tua atau melanggar asusila tentu akan menjadi gunjingan di masyarakat yang
mengakibatkan media grafis yang telah susah payah dibuatnya tidak boleh
beredar.
Seorang desainer grafis harus mengetahui aturan yang ada agar dalam pengerjaan
desain berjalan dengan lancar, seperti menampilkan unsur “halal” dalam produk
makanan/ minuman, atau sunkem anak kepada orang tua di hari Raya yang sudah
mendapat keepercayaan dan tradisi yang bagi kaum muslim secara luas.
7. Simbol
Simbol adalah tanda yang mempunyai hubungan dengan obyek yang mempunyai
peraturan yang sifatnya umum. Simbol merupakan jembatan menginterpetasikan
(mengartikan) suatu obyek kepada orang lain sesuai dengan pengalamannya.
8. Pengandaian
Pengandaian merupakan harapan atau angan-angan ke depan sebuah tujuan.
Pengandaian merupakan sebuah impian yang seakanakan menjadi kenyataan.
Tampilnya media informasi / komunikasi dengan tema “pengandaian” membidik
sebagian masyarakat yang mempunyai harapan besar setelah mengikuti dan
menanggapi terhadap pesan yang disampaikan. Sebagai contoh tampilnya gambar
anak dibawah lima tahun yang asyik mengoperasikan komputer atau
bertambahnya tinggi badan setelah minum salah satu produk vitamin tertentu.
9. Emosional
Emosional sangat berhubungan dengan faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi penghayat (masyarakat). Sebagian masyarakat tertarik pada berita
yang diinformasikan/dikomunikasikan melaui pendekatan emosional dengan
perasaan si penghayat yang mengesampingkan akribut dari lembaga yang
menginformasikan. Para desainer pesan percaya bahwa pengiriman pesan melalui
teknik emosional lebih mengena dan membuat penasaran, khususnya masyarakat
yang merasa lebih maju.
D. Penekanan Penguasaan dalam Grafis Komunikasi
1. Estetika Konsep
Estetika konsep adalah kualitas estetik yang lahir karena adanya penggabungan
antara berbagai batasan atau alternatif dan kriteria perencanaan. Estetika ini dapat
dicurahkan di atas kertas gambar, model, mockup , maket, prototype atau deskripsi
proyek desain
2. Estetika Pelaksanaan
Estetika Pelaksanaan adalah kualitas estetik yang berada pada pada pelaksanaan
estetika konsep. Dalam pelaksanaan belum tentu seratus persen sama dengan konsep
yang telah ditentukan, maka dalam hal ini perlu perubahan perubahan dengan
pertimbangan khusus yang tidak bisa terikat dalam konsep, seperti skala, cara
pelaksanaan, material, dan sebagainya.
3. Estetika Teknologi
Estetika Teknologi adalah kualitas estetik yang diciptakan melalui proses teknologi
yang menekankan pada pelaksanaan jalannya teknologi (mesin).Jadi merupakan
prosedur pelaksanaan desain dari konsep yang telah ada diproses melalui
mekanik/mesin. Disinilah peran teknologi dapat menentukan bisa atau tidaknya suatu
estetika konsep diproses. Maka dari itulah seorang desainer industri setidak-tidaknya
mengetahui dan memahami prosedur teknologi (mesin).
E. Sejarah Estetika Industri Desain Grafis
“ … So let us therefore create a new guild of craftsmen, free of the divisive class pretensions that
endeavoured to raise a prideful barrier between craftsmen and artists! Let us strive for, conceive
and create the new building of the future that will unite every discipline. …”
Sumbangsih pemikiran dan karya Bauhaus memang berkaitan dan dipicu oleh PD1. Frances
Ambler, penulis The Story of Bauhaus (2018) dalam wawancaranya dengan The Local,
menuturkan, “Dorongan untuk Bauhaus muncul dari kengerian Perang Dunia Pertama dan
keinginan untuk melakukan berbagai hal dengan cara yang berbeda. Mereka menggunakan seni
dan desain untuk mencoba dan menanggapi kebutuhan waktu mereka. Masyarakat selalu
menghadirkan kebutuhan baru, jadi dengan cara itu [Bauhaus] selalu relevan. ” Kemudian,
menurut John V. Maciuika di bukunya Before the Bauhaus: Architecture, Politics, and the
German State, 1890-1920 (2005), eksistensi Bauhaus, baik sebagai institusi dan akademisinya
juga mengambil peran pada pergerakan politik saat itu, terlebih saat era dimulainya Perang
Dunia 2 (PD2), ketika muncul sentimen mengenai perbedaan nilai artistik Bauhaus yang
bersitegang dengan pandangan artistik Nazi, yaitu Romantisme.
Setelah melewati tahun-tahun depresi, ekonomi dunia mulai naik ke masa kejayaanya.
Dekade 1950-an menjadi awal dari rekonstruksi ekonomi dunia baru yang dipimpin oleh
Amerika Serikat (AS). Perusahaan-perusahaan AS pun mengambil posisi terdepan dalam banyak
industri. Imbasnya terhadap sektor desain grafis adalah dimulainya era keemasan di bidang
industri periklanan. Dekade 1960-an adalah coming of age dunia periklanan, ditandai dengan
penyempurnaan format komunikasi pada konten televisi, penggunaan copywriting, dan
penyesuaian fotografi untuk meningkatkan daya jual produk dan menghasilkan karya dengan
tingkat kreativitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Era ini dipengaruhi oleh perubahan
gaya hidup, konsumerisme dan pandangan sosial politik, oleh sebab itu, kehadiran iklan
dianggap penting karena ia mencerminkan semangat inovasi, kecanggihan, dan tren.1
Industri periklanan tidak hanya menyokong kemakmuran suatu negara, tapi juga
mempunyai peran penting dalam keterlibatannya pada
peristiwa politik di era 1950-1970. Iklan dapat
membawa isu yang dianggap sensitif ke dalam ranah
budaya pop masyarakat. Contoh konkrit yang juga
menarik adalah kompetisi perjalanan ke luar angkasa
AS dan Uni Soviet. Dalam kasus ini, Uni Soviet
sebenarnya unggul dan serba pertama: manusia pertama
yang ke luar angkasa, satelit pertama serta stasiun luar
angkasa pertama. Namun hal ini tidak ada apa-apanya
ketika Neil Armstrong menginjakkan kaki ke bulan.
Hal ini berkat strategi pemasaran, public relations,
media placement dan periklanan yang baik. Pada Juli
1969, 94% televisi Amerika disetel ke pendaratan Apollo 1 di bulan. Misi ini diliput secara luas
oleh pers dengan lebih dari 53 juta penduduk Amerika Serikat menonton tayangan ini, serta total
650 juta pemirsa di seluruh dunia menyaksikannya. Peristiwa ini pun menjadi peristiwa budaya
pop di 1970-an.
Di 1970-an, kemajuan di bidang periklanan juga terjadi di Indonesia. Kala itu Orde Baru
baru saja ditegakkan, mengubah tatanan politik, serta membangkitkan sektor-sektor ekonomi
yang sempat terpuruk. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya gaya hidup masyarakat yang
porosnya bergerak mengikuti tren global. Kantor-kantor agensi periklanan di Indonesia mulai
dibuka seiring kebijakan baru di bidang Penanaman Modal Asing yang membawa masuk
perusahaan-perusahaan multinasional ke Indonesia sehingga daya saing produk dan kebutuhan
sehari-hari meningkat.
InterVista dan Matari menjadi agensi periklanan Indonesia yang juga menjadi penanda
pada zamannya. InterVista menjadi perusahaan periklanan pertama yang berafiliasi dengan
perusahaan periklanan asing yaitu Ogilvy, serta menjadi perintis masuknya iklan komersial di
TVRI. Penggagas InterVista, Wicaksono Nuradi, didapuk sebagai perintis periklanan modern
Indonesia. Sedangkan Matari menjadi agensi iklan pertama yang membawa Clio Award untuk
Indonesia lewat arahan tata artistik Cahyono Abdi. Matari juga kemudian yang mengonstruksi
pemisahan kinerja studio periklanan (wujud servis Above The Line) dan studio desain grafis
(wujud servis Below The Line). Kala itu juga muncul Studio Decenta di Bandung (1973) yang
berisikan seniman linta disiplin: A.D. Pirous (seni lukis), G. Sidharta (seni patung), Adrian Palar
(desain interior), Sunaryo (seni patung), T. Sutanto dan Priyanto Sunarto (seni grafis). Decenta
melahirkan portfolio beragam seperti menangani kebutuhan desain grafis untuk pameran di
Pekan Raya Jakarta, sampai ke desain produk yang menangani dekorasi arsitektur Convention
Hall.
Pada 1980-an, muncul revolusi digital yang ditandai oleh pergeseran teknologi mekanik-
analog ke teknologi digital. Era ini membawa orang-orang lebih dekat dengan teknologi sehari-
hari, serta budaya populer. Salah satunya adalah kehadiran MTV yang menjadi bentuk budaya
populer global. MTV tidak bisa lepas dengan visual yang disajikan, karena gayanya menyerupai
Pop Art dan lantas dekat dengan anak muda. MTV juga menjadi salah satu media yang meliput
jatuhnya Tembok Berlin (1989) yang merupakan simbol berakhirnya Perang Dingin.
Kehadirannya di salah satu peristiwa paling seminal dalam sejarah Eropa modern ini juga
menjadi dampak evolusi yang telah dialami media.
MTV yang diminati secara global juga menjembatani masyarakat dunia ke globalisasi di
1990-an. Globalisasi memungkinkan percepatan pemasaran secara mendunia karena didukung
oleh kehadiran internet. Lantas keterlibatan desain grafis sendiri dengan adanya internet secara
substansial adalah memudahkan kontak langsung dengan potensi klien lintas spasial. Hal ini
memunculkan tren visual yang juga global (walaupun sekaligus menyusutkan ragam visualnya)
serta meningkatkan intensitas komunikasi rakyat dunia.
Media di 1990-an juga meliput peristiwa dunia saat itu di mana konteks HAM, terorisme,
kebebasan dan teknologi menjadi narasi yang hebat dan banyak diperbincangkan di forum
berbasis World Wide Web. Maka dari itu dekade ini banyak sekali melahirkan pemikiran kritis
dalam menanggulangi atau merespons isu sosial. Maraknya pemakaian komputer grafis oleh
desainer juga mengembangkan ragam gaya visual yang muncul di media. Di Indonesia sendiri,
hal ini bisa ditemui dengan banyaknya praktik pada majalah, print ad, maupun buku desain (atau
buku yang secara serius dikerjakan oleh desainer) yang beredar di masyarakat, contohnya
perkembangan ragam visual dan pemakaian iklan cetak yang memenangkan penghargaan Citra
Pariwara pada rentang waktu 1988 – 1996.
Era internet melahirkan desainer dunia yang berpengaruh. Salah satunya Stefan
Sagmeister yang karya-karyanya di cap sebagai tidak ortodoks dan provokatif oleh American
Institute of Graphic Arts (AIGA). Siegmeister membuktikan bahwa kultur internet dapat
dimanifestasikan kembali oleh desainer dengan meleburkan nilai produksi dan aktivisme desain
ke dalam satu tuntutan.
Dekade 2010 yang masih kemarin sore adalah waktu pertama kita dapat meruang lintas
spasial. Kita juga menyimak hadirnya teknologi cerdas yang diakses penuh oleh publik,
meningkatnya pemahaman literasi visual digital, munculnya teknologi virtual, augmented reality
hingga media sosial. Desain grafis masuk ke dalam tatanan ini dengan mengonstruksi dan
menavigasi visualnya, dan oleh karenanya timbul gejala pergeseran norma dan juga aktivitas
keseharian manusia. Kita mulai bergeser dari tren yang sifatnya surface (produk) dan lebih
melekat kepada aktivisme yang banyak kita temukan di visual platform bernama Instagram.
KESIMPULAN
kKualitas estetik yang ditampilkan dalam industri desain grafis merupakan kerja sama
berbagai pihak untuk menentukan sesuatu yang dianggap sesuai, mengundang minat beli,
mengandung roh budaya serta dinamis menghadapi berbagai kondisi perkembangan lingukungan
Rekayasa estetik dalam grafis komunikasi adalah teknik pengungkapan estetika terapan
melalui proses belajar dan proses kreatif
Desainer merancang grafis komunikasi yang menjadi sebuah alat komunikasi yang
berguna dan tidak hanya menentukan penampilan saja. Kesan pertama adalah kepentingan yang
harus dipertimbangkan berbagai bidang sehingga menjadi lebih baik dan benar-benar berguna.
Sebelum berpikir masalah materi atau unsur desain, seorang desainer perlu menentukan tema
grafis komunikasi yang akan dikerjakan yang sesuai dengan maksud dan tujuan pada konsepnya
Ada beberapa tema yang disesuaikan dengan fungsi desain, antara lain rasional media ,
humor atau jenaka , rasa takut , patriotik, kesalahan , kaidah , simbol , pengandaian dan
emosional
Budaya di Indonesia sangat beragam sehingga desainer grafis dapat berkreasi dengan
banyak variasi bernafaskan budaya Indonesia. Dengan adanya keragaman budaya di Indonesia
diharapkan para desainer grafis mampu menjawab tantangan dan kebutuhan “dalam
peningkatan” sumber daya manusia di bidang Desain Grafis Komunikasi yang bermuatan Local-
Genius KeTimuran berkarakter budaya Indonesia.
Penguatan muatan lokal ini dimaksudkan agar sumber daya manusia yang dihasilkan
mempunyai “sense of belonging” dan menghargai budaya yang dimiliki sebagai dasar penciptaan
karya Desain Gafis Komunikasi yang mempunyai ciri khas Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Pujianto. 2008. Teknik Grafis Komunikasi Jilid 1. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.
https://dgi.or.id/read/perspective/kemungkinan-sejarah-baru-desain-grafis-di-normal-baru.html