Anda di halaman 1dari 33

Penggunaan Obat Anestetik

Lokal pada Anestesi Spinal

Pembimbing : dr. Joko Waluyo, Sp.An

Gina Adriana
PENDAHULUAN
Blok regional vs anestesi umum
 kondisi operatif optimal untuk analgesia pada operasi
lama

Pertimbangan :
- Resiko
- Keuntungan
- Pilihan tehnik
- Efek samping

Anestesia spinal  memasukkan obat anestetik lokal ke


dalam cairan serebrospinal (CSF), yang berada di dalam
ruang subarahnoid
PENDAHULUAN

Spinal vs Epidural
 waktu pemasangan lebih sedikit
 lebih nyaman
 membutuhkan lebih sedikit obat anestetik
lokal
 menghasilkan blok motorik dan sensorik
yang lebih baik
Anatomi Saraf
Sistem saraf perifer  serat aferen dan
eferen  terikat dalam satu atau lebih
fasikel  dikelilingi endoneurium 
perineurium  epineurium

Fungsi :
 menjaga serabut saraf
 bertindak sebagai barrier terhadap difusi
pasif dari anestetik lokal.
Gambar Struktur Saraf

Sumber:
ttp://www.web-books.com/eLibrary/Medicine/Physiology/Nervous/Nervous.htm
Anatomi Saraf

Saraf-saraf pada sistem saraf pusat dan


perifer dibedakan dengan ada atau
tidaknya kantung mielin

Serabut saraf bermielin dikelilingi oleh sel


Schwann pada sistem saraf perifer dan
oleh oligodendrosit pada sistem saraf
pusat
Saraf bermielin dan tidak bermielin
Anatomi Saraf
 Sel tersebut membentuk lipid bilayer
secara konsentris. Sarung myelin
terputus-putus dengan interval yang
teratur oleh daerah yang disebut nodus
Ranvier. Nodus ini mengandung elemen
protein yang penting untuk transmisi
sinyal. Impuls saraf bergerak pada serat
yang bermielin dengan konduksi lompat
(salvatory conduction)
Diagram Nodus Ranvier
Mekanisme Molekular Anestetik Lokal

 terikat pada kanal natrium di intraseluler


sel secara reversibel  penurunan
lonjakan natrium yang berbanding lurus
dengan konsentrasi  disebut blokade
tonik (tonic blockade)
 stimulasi berulang  blokade kanal yang
lebih besar pada konsentrasi obat yang
sama.
Mekanisme Blokade Saraf
memblok saraf perifer dengan cara memutuskan
transmisi dari aksi potensial pada serabut saraf,
mencapai membran saraf target melalui difusi
obat melalui jaringan dan pencapaian gradien
konsentrasi

tergantung pada
 konsentrasi
 volume obat
Blokade impuls
 Obat anestetik lokal terdeposit di dekat saraf 
molekul obat masuk ke dalam kantong saraf
 Molekul masuk ke membran akson saraf dan
diam di dalam aksoplasma
 Pengikatan obat anestetik lokal ke kanal natrium
mencegah pembukaan kanal dengan
menghambat perubahan konformasi yang
mengikuti aktivasi kanal. Obat anestetik lokal
berikatan di celah kanal dan juga menyumbat
jalan dari ion natrium.
Blokade impuls
 blok serabut saraf : stimulasi berulang
yang dihasilkan oleh pengikatan dengan
kanal natrium.
 Satu pengikatan anestetik lokal pada
kanal natrium cukup untuk drug’s resting
dan use-dependent (phasic) action
Blokade impuls
 Onset dan recovery dari blok diperintah
oleh difusi yang relatif lambat dari
anestetik lokal ke dalam dan ke luar saraf,
tidak oleh kecepatan pengikatannya dan
disosiasi dari kanal ion
 Anestetik lokal  penurunan sensorik dan
motorik yang progresif, dimulai dengan
hilangnya sensasi terhadap suhu dan
defisit motorik, diikuti dengan menurunnya
propioseptif, fungsi motorik, nyeri tajam,
dan sentuhan ringan.
Classification of Peripheral Nerves According to Anatomy,

Physiology, and Function

Conduc
Susceptibility
Diam tion
Fiber to Local
Subclass Myelin eter Velocit Location Function
Class Anesthetic
(µm) y
Block
(msec)

α + 6-22 30-120 Efferent to muscles Motor ++

Afferent from skin and Tactile,


β + 6-22 30-120 ++
zA joints proprioception

Efferent to muscle
γ + 3-6 15-35 Muscle tone ++++
spindles

Afferent sensory Pain, cold


δ + 1-4 5-25 +++
nerves temperature, touch

Preganglionic Various autonomic


B   + <3 3-15 ++
sympathetic functions

0.3- Postganglionic Various autonomic


C sC - 0.7-1.3 ++
1.3 sympathetic functions

Various autonomic
0.4- Afferent sensory functions
  dC - 0.1-2.0 +
1.2 nerves Pain, warm
temperature, touch
FARMAKOLOGI

Golongan AMINO-ESTER
PROCAINE
 pertama digunakan secara injeksi,
procaine
 tidak stabil dan potensial terhadap reaksi
hipersensitifitas
 Lidocaine --> TNS  kembali ke procaine
 nausea
FARMAKOLOGI

TETRACAINE
 berdurasi kerja panjang, esp dengan
vasokonstriktor  resiko TNS meningkat
 onsetnya lambat dan potensial toksik pada
dosis tinggi  jarang pada epidural dan
blok perifer
FARMAKOLOGI

CHLOROPROCAINE
 hidrolisis cepat sehingga eliminasi cepat
 toksisitas sistemik dan paparan fetus
berkurang  popular dalam anestesi
epidural, khususnya obstetrik
Golongan AMINO-AMIDE

Lidocaine
 Potensial neurotoksisitas (misalnya cauda
equine syndrome)
 TNS : nyeri dan/atau disestesia pada
dosis standard (tetapi hampir insidens nol
untuk bupivacaine).
Mepivacaine
 mirip dengan lidocaine
 vasodilatasi yang lebih sedikit
 durasi kerja yang lebih panjang
 insidens TNS yang lebih rendah
Prilocaine
 metabolisme cepat
 toksisitas akut yang rendah (lebih rendah
kurang lebih 40% dibanding lidocaine).
Bupivacaine

 efek kardiotoksik  interaksi dengan


kanal ion natrium di jantung  gangguan
konduksi nodus atrioventrikular, depresi
kontraktilitas miokardium
Ropivacaine
• vasokonstriksisehingga menurunkan kardiotoksisitas.
• blok motoriknya kurang

Levobupivacaine
• efek kardiotoksiknya berkurang
Spinal Anesthesia
Glucose
Usual Usual Volume Total Dose Usual Duration
Drug Baricity Concentrati
Concentration (%) (mL) (mg) (min)
on (%)

Procaine 10.0 1-2 100-200 Hyperbaric 5.0 30-60


Lidocaine 1.5, 5.0 1-2 30-100 Hyperbaric 7.5 30-90
Mepivacaine 4 1-2 40-80 Hyperbaric 9.0 30-90
0.25-1.0 1-4 5-20 Hyperbaric 5.0 90-200
Tetracaine 0.25 2-6 5-20 Hypobaric   90-200
1.0 1-2 5-20 Isobaric   90-200
0.25 1-2 2.5-5.0 Hyperbaric 5.0 90-200
Dibucaine 0.5 1-2 5-10 Isobaric   90-200
0.06 5-20 3-12 Hypobaric   90-200
0.5 3-4 15-20 Isobaric   90-200
Bupivacaine
0.75 2-3 15-20 Hyperbaric 8.25 90-200

Levobupivac 0.5 3-4 15-20 Isobaric   90-200


aine 0.75 2-3 15-20 Hyperbaric   90-200
0.5 3-4 15-20 Isobaric   90-200
Ropivacaine
0.75 2-3 15-20 Hyperbaric   90-200
Penggunaan Adjuvan pada Spinal
Epinefrin
 Penambahan vasokonstriktor dapat
memperpanjang durasi anestesia spinal, mis
penambahan 0,2 sampai 0,3 mg epinefrin dalam
lidocaine, tetracaine, atau bupivacaine akan
memperpanjang durasi sekitar 50% atau lebih.
Durasi anestesia spinal dengan tetracaine dapat
meningkat setara dengan penambahan 1 – 5 mg
fenilefrin
Opioid
 mekanisme analgesik sentral neuraksial
dan perifer. Pemberian opiod melalui
spinal menghasilkan efek analgesia primer
melalui perangsangan nosiseptif serabut C
dan mekanisme supraspinal independen
 untuk memperpanjang dan mendalamkan
analgesia dan anestesia.
α2 agonis adrenergik
 clonidine, menghasilkan analgesia via
reseptor adrenergic suprasinal dan spinal
 efek inhibisi langsung pada konduksi saraf
perifer (serabut saraf A dan C)
 efek analgesia sinergis, di mana efek
sistemiknya (supraspinal) bersifat aditif
EFEK SAMPING DAN TOKSISITAS

 Reaksi Alergi
tipe ester : reaksi alergi pada pasien-pasien yang
alergi terhadap obat golongan sulfa (mis
sulfonamide atau thiazide/diuretik)
tipe amide : eritema, urtikaria, edema atau
dermatitis.

Reaksi hipersensitif sistemik : jarang, eritema,


urtikaria, dan edema umum serta dapat terjadi
bronkokonstriksi, hipotensi dan kolaps
kardiovaskular.

Terapi suportif
 Toksisitas Lokal
 Transient radicular irritation (TRI) atau transient
neurologic symptoms (TNS)
 nyeri atau disestesia pada bokong atau kaki

 Lidocaine >>

 Bupivacaine <<

 Th/ OAINS, opioid


 Toksisitas Sistemik
 Toksisitas sistem saraf pusat (SSP) : metallic taste,
nyeri kepala ringan, tinitus, gangguan visual, dan baal
pada lidah dah bibir, yang dapat berkembang menjadi
kejang, gangguan kesadaran, dan koma. STOP
tindakan, oksigen
 Toksisitas kardiovaskular : menurunnya kontraktilitas
ventrikel, aritmia, dan hilangnya tonus vasomotor
perifer, yang dapat menyebabkan kolaps
kardiovaskular. Oksigen, dan perbaiki sirkulasi dengan
pengisian volume dan vasopresor termasuk inotropik
KESIMPULAN
Penggunaan yang optimal obat anestetik lokal ini
meliputi pemahaman terhadap
(1) situasi klinis pasien
(2) lokasi, intensitas dan durasi regional anestesia
dan analgesia yang dibutuhkan,
(3) faktor anatomis yang mempengaruhi deposisi
dari obat di dekat saraf,
(4) pemilihan obat dan dosis yang tepat
(5) penilaian
 TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai