Anda di halaman 1dari 410

KARDIO

Wanita 55 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kiri


menjalar hingga lengan kiri sejak 2 jam yang lalu. Nyeri seperti
tertekan. Pada pemeriksaan didapatkan TD 140/90 mmHg,
HR 94x/menit, RR 18x/menit, suhu afebris, SpO2 96%.
Tatalaksana simtomatik yang harus diberikan adalah...
A. Morfin IV
B. Nitrogliserin sublingual
C. Asetilsalisilat PO
D. Ketorolac IV
E. O2 4 lpm via nasal canule
• Wanita, 55 tahun
• Nyeri dada kiri menjalar ke lengan sejak 2
jam, nyeri seperti ditekan
• TD 140/90mmHg, HR 94x/mnt, RR 18x/mnt,
afebris, SpO2 96%

DIAGNOSIS >> ACS

B. Nitrogliserin sublingual
CAMP:
Acute Coronary
Syndrome Disebabkan karena menurunnya
perfusi darah ke jantung
secara mendadak  iskemik
miokard  infark miokard

Kriteria diagnostik (2/3)


– Gejala iskemik  nyeri khas
angina, durasi >1 jam
– Perubahan EKG
– Kenaikan enzim jantung
(troponin, CKMB)

TATALAKSANA AWAL  MONACO


(Morfin – Oksigen – Nitrat – Aspirin – Clopidogrel)
Timing perubahan
kadar enzim
jantung
ISDN  agen vasodilator
Efek samping
• Rebound hypertension
• Sinkop
• Hipotensi
• Palpitasi

Kontraindikasi ISDN
• Hipotensi (SBP <90)
• Bradi/Takikardi
• Infark ventrikel kanan
• Penggunaan 5-PDI
(sildenafil, avanfil)
A. Morfin IV  setelah ISDN masih terasa
nyeri
C.Asetilsalisilat PO  bukan tatalaksana
simptomatis
D. Ketorolac IV  bukan DOC
E. O2 4 lpm via nasal canule  bila
saturasi
<90%
Pria 70 tahun, kontrol ke dokter untuk pengobatan hipertensi
sejak 5 tahun lalu. Pasien saat ini tidak ada keluhan. Pada
pemeriksaan didapatkan TD 160/100 mmHg, HR 90x/menit, RR
20x/menit, suhu afebris. Target tekanan darah pasien di atas
menurut JNC VIII adalah...
A. Sistol < 140 mmHg atau diastol < 90 mmHg
B. Sistol < 130 mmHg atau diastol < 90 mmHg
C. Sistol < 150 mmHg atau diastol < 90 mmHg
D. Sistol < 160 mmHg atau diastol < 100 mmHg
E. Sistol < 160 mmHg atau diastol < 90 mmHg
• Pria, 70 tahun
• Kontrol hipertensi sudah 5 tahun
• TD 160/100 mmHg, HR 90x/mnt, RR
20x/mnt, suhu afebris

DIAGNOSIS >> HIPERTENSI

C. Sistol <150 mmHg atau diastol <90


mmHg
Hipertensi
Penegakan diagnosis dilakukan dengan 2 kali pengukuran
tekanan darah pada 2 kunjungan yang berbeda
JNC VIII
Perbedaan JNC VII dan VIII terletak di target terapi tekanan
darah dan DOC awal
• JNC VII  DOC awal thiazide (non-black, no comorbids)
• JNC VIII  DOC awal thiazide/ACEI/ARB/CCB (non-black, no
comorbids)
A. Sistol < 140 mmHg atau diastol < 90 mmHg
B. Sistol < 130 mmHg atau diastol < 90 mmHg
D. Sistol < 160 mmHg atau diastol < 100 mmHg
E. Sistol < 160 mmHg atau diastol < 90 mmHg

Pilihan jawaban lain lihat di slide penjelasan


Pria 35 tahun, mengeluhkan nyeri dan bengkak pada tungkai
kanan. Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari yang lalu.
Pasien dalam masa perawatan di RS. Pada pemeriksaan
didapatkan edema tungkai kanan, dilatasi vena teraba hangat,
Homan sign (-). Kemungkinan diagnosis pasien adalah...
A. Insufisiensi vena kronik
B. Trombosis vena dalam
C. Trombosis vena superfisial
D. Erisipelas
E. Selulitis
• Pria, 35 tahun
• Nyeri dan bengkak tungkai kanan
• Demam sejak 1 hari lalu, sedang dirawat
di RS
• PF: edema tungkai kanan, dilatasi vena
teraba hangat, homan sign (-)

DIAGNOSIS??

C. Trombosis vena superfisial


Superficial Vein Thrombosis/
Thrombophlebitis
• Trombosis pada vena superfisial
• Sering pada tindakan medis, misal pemasangan infus
• FR lain : imobilisasi (post partum, bed rest)
• Gejala : bengkak, merah, nyeri, dilatasi vena superfisial 
singkirkan DVT dulu!

Pada DVT tidak terlalu tampak dilatasi vena karena patologi terjadi pada
vena dalam.
Homan signs pada DVT (+), sedangkan pada SVT (-)

CAMP:
Deep Vein Thrombosis (DVT)
• Adanya trombus pada vena dalam yang menghalangi
aliran darah ke jantung
• Jika tidak ditangani, dapat terjadi emboli paru
• Gejala: nyeri, swelling, kemerahan, hangat,
dan pembesaran vena superfisial, unilateral
• Pencegahan : Heparin
Deep Vein Thrombosis (DVT)

Homan’s sign
Nyeri yang timbul saat
dorsofleksi pasif dari kaki
• Antikoagulan  hanya diberikan apabila muncul
tanda DVT, atau terjadi inflamasi yang
persisten
• Antibiotik  hanya diberikan apabila terjadi
proses infeksi/supuratif
• Analgesik  mis : NSAIDs
• Elevasi tungkai untuk membantu aliran balik
vena
• Stocking kompresi
Sumber : Medscape
A. Insufisiensi vena kronik  varises,
edema tungkai
B.Trombosis vena dalam  homan sign
(+)
D. Erisipelas  nyeri, eritema batas
tegas
E. Selulitis  nyeri, eritema batas tidak
tegas
Wanita 65 tahun, dibawa keluarganya ke Puskesmas kelurahan dengan
keluhan nyeri hebat pada dada kiri dan menjalar ke lengan kiri sejak 1 jam
lalu. Pasien tampak berkeringat dan mengeluhkan mual. Pasien memiliki
riwayat hiperkolesterolemia. Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran
LBBB dan memenuhi kriteria Sgarbossa. Pernyataan yang tepat terkait
kondisi pasien adalah...
A. Nyeri dada pada pasien ini merupakan nyeri dada non-kardiak
B. Pasien cukup ditangani di level Puskesmas dengan pemberian nitrat
dan antiplatelet
C. Pemeriksaan enzim jantung belum diperlukan karena tidak ada tanda
infark miokard
D. Pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi untuk terapi
reperfusi
E. Nyeri dada diakibatkan vasospasme pembuluh darah koroner
• Wanita, 65 tahun
• Nyeri dada kiri menjalar ke lengan sejak 1
jam
• Berkeringat, mual (+), riw.
Hiperkolesterolemia
• EKG: gambaran LBBB dan kriteria
Sgarbossa (+)

DIAGNOSIS >> ACS

D. Pasien harus dirujuk ke fasilitas


kesehatan yang lebih tinggi untuk
terapi reperfusi
Acute Coronary
Syndrome Disebabkan karena menurunnya
perfusi darah ke jantung
secara mendadak  iskemik
miokard  infark miokard

Kriteria diagnostik (2/3)


– Gejala iskemik  nyeri khas
angina, durasi >1 jam
– Perubahan EKG
– Kenaikan enzim jantung
(troponin, CKMB)

TATALAKSANA AWAL  MONACO


(Morfin – Oksigen – Nitrat – Aspirin – Clopidogrel)

CAMP:
Timing perubahan
kadar enzim
jantung
Algoritma ACS terbaru (2015) terdapat
perbedaan pada target SpO2, yaitu 94%  90%
A.Nyeri dada pada pasien ini merupakan nyeri dada
non-kardiak  tidak tepat
B.Pasien cukup ditangani di level Puskesmas dengan
pemberian nitrat dan antiplatelet  tidak tepat, pasien
dalam kondisi STEMI
C.Pemeriksaan enzim jantung belum diperlukan karena
tidak ada tanda infark miokard  tidak tepat, sudah ada
new onset LBBB
E. Nyeri dada diakibatkan vasospasme pembuluh darah
coroner  angina Prinzmetal
Pria 60 tahun, datang ke IGD RS Neverlord dengan keluhan nyeri dada kiri
yang menjalar hingga ke pundak dan rahang kiri sejak 1 jam yang lalu.
Nyeri tidak menghilang ketika beristirahat, disertai mual dan keringat
dingin. Riwayat dislipidemia tidak terkontrol. Pada pemeriksaan awal
didapatkan TD 130/90 mmHg, HR 94x/menit, RR 28x/menit, suhu afebris,
SpO2 92%. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya inversi T pada
lead V1-V4. Saat ini stok Asetilsalisilat di RS Neverlord sedang kosong.
Tatalaksana awal yang diberikan pada pasien setibanya di IGD adalah...
A. Aspirin 1x320 mg PO
B. Morfin IV
C. Clopidogrel 1x300 mg PO
D. ISDN 5 mg sublingual
E. O2 4 lpm via nasal canule
• Pria, 60 tahun
• Nyeri dada kiri menjalar ke pundak dan rahang 1 jam lalu
• Tidak menghilang ketika istirahat, mual (+), keringat
dingin (+), riw. Dislipidemia tidak terkontrol
• TD 130/90 mmHg, HR 94x/mnt, RR 28x/mnt, afebris, SpO2
92%
• EKG: inversi T pada V1-V4

DIAGNOSIS >> ACS

D. ISDN 5 mg sublingual
Acute Coronary
Syndrome Disebabkan karena menurunnya
perfusi darah ke jantung
secara mendadak  iskemik
miokard  infark miokard

Kriteria diagnostik (2/3)


– Gejala iskemik  nyeri khas
angina, durasi >1 jam
– Perubahan EKG
– Kenaikan enzim jantung
(troponin, CKMB)

TATALAKSANA AWAL  MONACO


(Morfin – Oksigen – Nitrat – Aspirin – Clopidogrel)

CAMP:
Timing perubahan
kadar enzim
jantung
A.Aspirin 1x320 mg PO  bukan terapi
simtomatik melainkan definitif
B.Morfin IV  apabila nyeri dada menetap
setelah pemberian ISDN
C.Clopidogrel 1x300 mg PO  alternative
aspirin 1x320 mg PO atau dapat diberikan
bersamaan (dual antiplatelet therapy)
E. O2 4 lpm via nasal canule  bila SpO2
<90%
Pria 28 tahun, dibawa ke IGD RS Nippon karena penurunan kesadaran.
Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan dan terbentur pada area
punggung. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran somnolen, TD
80/palpasi, HR 50x/menit, RR 22x/menit, suhu afebris, akral hangat. Tidak
didapatkan kelemahan anggota gerak dan gangguan sensibilitas.
Diagnosis pasien ini adalah...
A. Syok hipovolemik
B. Syok sepsis
C. Syok spinal
D. Syok neurogenik
E. Syok kardiogenik
• Pria, 28 tahun
• Penurunan kesadaran setelah kecelakaan dan
terbentur di punggung
• Kesadaran somnolen, TD 80/palpasi, HR 50x/mnt,
RR 22x/mnt, suhu afebris, akral hangat
• Tidak ditemukan kelemahan anggota gerak dan
gangguan sensibilitas

DIAGNOSIS??

D. Syok Neurogenik
Syok Spinal vs Syok Neurogenik
Syok neurogenik  hilangnya tonus simpatik sehingga
terjadi vasodilatasi sistemik  hipotensi +
bradikardi LIFE-THREATENING!!!

• Kedua istilah ini dianggap sama, karena


sering
keduanya sering muncul
bersamaan/overlapping, pada
padahal mekanismenya saat
berbeda
• Cedera pada level di atas dapat
spinal T6 syok neurogenik
menyebabkan
pengaturan simpatis
karena
berada pada area torakolumbal
pusat

CAMP:
Syok Spinal
• Istilah syok  kurang tepat, karena sebetulnya pada
kondisi syok spinal tidak disebabkan gangguan
sistem kardiovaskular

• Terjadi sesaat setelah adanya trauma pada medula


spinalis, biasanya menyebabkan complete spinal
trasection, sehingga menimbulkan gejala pada area di
bawah level trauma :
– Refleks menurun
– Paralisis flacid
– Sensibilitas menurun
Syok Spinal vs
Syok Neurogenik
• Tatalaksana utama adalah pemberian
vasokonstriktor  dopamine
• Pada pasien post trauma/KLL tetapi
dipertimbangkan pemberian cairan karena ada
kemungkinan overlapping dengan
hipovolemik/hemoragik sampai terbukti bukan syok
A.Syok hipovolemik  fluid challenge (+),
HR meningkat (mekanisme kompensasi)
B.Syok sepsis  fluid challenge (-),
terdapat focus infeksi, butuh vasopressor
untuk mempertahankan MAP>65
C.Syok spinal  ada penurunan fungsi
motorik dan sensibilitas
E. Syok kardiogenik  fluid challenge
(-),
ada riwayat penyakit jantung
Pria 43 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada ketiak kanan sejak 3 hari
yang lalu. Sebelumnya pasien tergores duri tanaman pada area lengan
bawah, dan tidak diobati. Pasien memiliki riwayat DM. Pada PF didapatkan
gambaran berikut.
Diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah…
A. Limfoma Hodgkin
B. Limfangitis
C. Limfadenitis
D. Limfadenopati
E. Selulitis
• Pria, 43 tahun
• Nyeri ketiak kanan 3 hari lalu
• Tergores duri tanaman di lengan bawah,
tidak diobati, riw. DM (+)

DIAGNOSIS??

B. Limfangitis
Limfangitis
Infeksi pembuluh limfe yang mengaliri suatu
lokus inflamasi
• Organisme patogen memasuki limfatik
saluran
langsung melalui abrasi atau luka atau
sebagai
komplikasi infeksi
• Biasanya didahului trauma

CAMP:
Limfangitis
• Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara
asimetrik, saling berhubungan, serta kulit di atasnya
tampak eritematosa
• Goresan merah dari daerah terinfeksi ke ketiak
atau pangkal paha
• Demam, nyeri
• Sakit kepala
• Penurunan nafsu makan
• Pada anak < 3 tahun atau orang
dewasa yang mengalami demam tinggi
dan tampak toksik, diperlukan rawat
inap dan antibiotik IV (Ceftriakson,
Cefazolin, Klindamisin)
• Analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi
• Insisi drainase bila timbul abses
• Kompres hangat dan elevasi
lengan/tungkai yang terkena

Sumber: Medscape
A. Limfoma Hodgkin  tumor kelenjar
limfe, sel Reed Sternberg (+)
C. Limfadenitis  inflamasi kelenjar
limfe
D.Limfadenopati  istilah payung untuk
kelainan/gangguan pada kelenjar limfe
(sering disamakan dengan limfadenitis)
E.Selulitis  patch eritema batas tidak
tegas, hiperemis, nyeri, predileksi tungkai
bawah
Pria 50 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kiri menjalar ke lengan
kiri dan punggung sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dada disertai mual, muntah,
dan keringat dingin. Pada pemeriksaan didapatkan TD 140/80 mmHg, HR
88x/menit, RR 20x/menit, suhu afebris. Pada pemeriksaan EKG
didapatkan gambaran ST elevasi di lead I, aVL, V5, V6. RS tersebut tidak
ada cathlab. Terapi reperfusi yang tepat untuk diberikan pada pasien
adalah...
A. Streptokinase 1,5 juta IU
B. Fondaparinux 2,5 mg SC
C. Heparin 5.000 U IV
D. Ticagrelor 180 mg PO
E. Asetilsalisilat 320 mg PO
• Pria, 50 tahun
• Nyeri dada menjalar ke lengan kiri dan
punggung
sejak 3 jam lalu
• Mual, muntah, keringat dingin (+)
• PF: TD 140/80 mmHg, HR 88x/min, RR
20x/min, afebris
• EKG  ST elevasi di lead I, aVL, V5, V6
• RS tidak terdapat Cathlab

DIAGNOSIS >> STEMI

A. Streptokinase 1,5 juta IU


Acute Coronary
Syndrome Disebabkan karena menurunnya
perfusi darah ke jantung
secara mendadak  iskemik
miokard  infark miokard

Kriteria diagnostik (2/3)


– Gejala iskemik  nyeri khas
angina, durasi >1 jam
– Perubahan EKG
– Kenaikan enzim jantung
(troponin, CKMB)

TATALAKSANA AWAL  MONACO


(Morfin – Oksigen – Nitrat – Aspirin – Clopidogrel)

CAMP:
Timing perubahan
kadar enzim
jantung
Algoritma ACS terbaru terdapat perbedaan
pada target SpO2, yaitu 94%  90%
Terapi Reperfusi
1. Reperfusi farmakologis
– Terapi fibrinolitik
• Streptokinase 1.5 juta unit dalam 60 menit
(harus diikuti dengan Aspirin 325 mg/hari)
• Alteplase (tPA) 15 mg IV bolus, 0.75 mg/kg dalam
30 menit, kemudian 0.5mg/kg dalam 60 menit
• Reteplase (rPA) 2 x 10 unit IV bolus diberikan
dengan selang waktu 30 menit antar dosis
• Tenecteplase (TNK-tPA) IV bolus dosis tunggal
(dosis sesuai berat badan)
2. Reperfusi mekanikal
– Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI)

European Society of Cardiology


Terapi Reperfusi
B.Fondaparinux 2,5 mg SC  tidak
direkomendasikan
C.Heparin 5.000 U IV  diberikan setelah
terapi reperfusi
D.Ticagrelor 180 mg PO  bukan terapi
reperfusi (antiplatelet loading dose)
E.Asetilsalisilat 320 mg PO  bukan
terapi reperfusi (antiplatelet loading dose)
Pria 44 tahun, datang dengan keluhan jari-jari tangan terasa nyeri sejak 2
minggu terakhir. Nyeri dirasakan ketika beraktivitas maupun beristirahat.
Pasien merupakan seorang perokok berat dan sudah merokok sejak usia
28 tahun. Riwayat hipertensi dan DM disangkal pasien. Pada PF
didapatkan TD 130/90 mmHg, HR 82x/menit, RR 18x/menit, suhu afebris.
Pada pemeriksaan lokal didapatkan ujung jari-jari tangan tampak
kehitaman. Diagnosis yang paling mungkin pada pasien...
A. Raynaud disease
B. Buerger disease
C. Tromboflebitis
D. Peripheral arterial disease
E. Berger disease
• Pria, 44 tahun
• Jari tangan terasa nyeri 2 minggu  saat beraktivitas
maupun istirahat
• Perokok berat, hipertensi (-), DM (-)
• TTV: TD 130/90 mmHg, HR 82x/min, RR 18x/min,
suhu
afebris.
• PF: ujung-ujung jari-jari tangan tampak kehitaman

DIAGNOSIS ??

B. Buerger Disease
Thromboangiitis Obliterans
(Buerger Disease)
• Inflamasi pembuluh
darah perifer terkait
kebiasaan merokok
• Pada pemeriksaan
ujung-ujung jari tampak
iskemik (kehitaman),
ada klaudikasio (nyeri
saat aktivitas akibat
demand O2 meningkat)
• Komplikasi jangka
panjang  gangren

CAMP:
Tatalaksana
• Berhenti merokok
• Debridement
Raynaud Disease
Vasospasme pembuluh darah perifer karena paparan suhu
dingin  ujung jari membiru dan nyeri

Tatalaksana
- Hindari faktor resiko
- Menggunakan
sarung tangan
- Hindari
merokok
- Menghangatk
an
tubuh
A. Raynaud disease  FR : paparan suhu
dingin
C.Tromboflebitis  edema, hiperemis,
hangat, homan sign (-)
D.Peripheral arterial disease  riwayat
DM, dislipidemia, gejala klaudikasio
intermiten
E.Berger disease  nama lain nefropati
IgA
Pria 40 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah sejak 2 bulan terakhir.
Pada pemeriksaan didapatkan TD 100/60 mmHg, HR 90x/menit, RR
18x/menit, suhu afebris. Pada PF ternyata didapatkan murmur sistolik pada
sebelah kiri tepatnya area apeks jantung. Kelainan katup apakah yang
terdapat pada pasien?
A. Regurgitasi mitral
B. Stenosis aorta
C. Regurgitasi trikuspid
D. Stenosis trikuspid
E. Stenosis mitral
• Pria, 40 tahun
• Mudah lelah sejak 2 bulan
• TTV: TD 100/60 mmHg, HR 90x/menit, RR
18x/menit, suhu afebris
• PF: murmur diastolik pada area apeks
jantung

DIAGNOSIS >> DISFUNGSI KATUP

E. Stenosis mitral
Pendekatan diagnosis kelainan katup
jantung
1. Lihat lokasinya
2. Tentukan katup apa yang bermasalah
3. Tentukan apa fase murmurnya?
(sistolik/diastolik/continuous)
4. Ingat :
– Pada sistolik  aorta dan pulmonal membuka, mitral
dan trikuspid menutup
– Diastolik : saat menutup aorta dan pulmonal
menutup, mitral dan trikuspid membuka
5. Ingat:
– Gangguan saat katup harusnya membuka 
stenosis
– Gangguan saat katup harusnya menutup 
regurgitasi
CAMP:
Analisa kasus
1. Lihat lokasinya  apeks jantung
2. Tentukan katup apa yang bermasalah  katup
mitral
3. Tentukan apa fase murmurnya?
(sistolik/diastolik/continuous)
4. Ingat :
– Pada sistolik  aorta dan
pulmonal membuka, mitral
dan trikuspid menutup
– Diastolik : saat menutup aorta
dan pulmonal
menutup, mitral dan trikuspid
membuka
5. Ingat:
– Gangguan saat katup harusnya
membuka  stenosis
– Gangguan saat katup harusnya
Murmur Murmur
Katup
Sistolik diastolik
Mitral dan
Regurgitasi Stenosis
Trikuspid
Aorta dan
Stenosis Regurgitasi
Pulmonal
A. Regurgitasi mitral
B. Stenosis aorta
C. Regurgitasi trikuspid
D. Stenosis trikuspid

Pilihan jawaban lain lihat slide penjelasan


sebelumnya
Wanita 55 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada ujung-ujung jari
tangan sejak 1 minggu lalu. Kondisi ini dirasakan terutama saat sedang
stress dan di ruangan yang ber AC. Bahkan pada kondisi tertentu jari
pasien dapat berubah warna menjadi lebih putih dibandingkan bagian
tubuh yang lain. Pasien menyangkal riwayat merokok, penyakit hipertensi,
dan DM. Faktor risiko utama dari kondisi pasien adalah...
A. Jenis kelamin wanita
B. usia tua
C. Paparan suhu dingin
D. Faktor genetik
E. idiopatik
• Wanita, 28 tahun
• Nyeri pada ujung jari sejak 1 minggu,
terutama saat stress dan di ruangan dingin
• Riwayat merokok, HT, DM disangkal

DIAGNOSIS >>> RAYNAUD DISEASE

C. Paparan suhu dingin


Raynaud Disease
Vasospasme pembuluh darah perifer karena paparan suhu
dingin  ujung jari membiru dan nyeri

Tatalaksana
- Hindari faktor resiko
- Menggunakan
sarung tangan
- Hindari
merokok
- Menghangatk
an
tubuh

CAMP:
3 fase klinis pada Raynaud Disease

Fase awal : Hipoksia : Reperfusi :


pucat akibat kebiruan akibat eritema akibat
vasokonstriksi sianosis reperfusi
BEDAKAN DENGAN
THROMBOANGIITIS OBLITERANS
(BUERGER’S DISEASE)

Buerger’s disease :
• Inflamasi pembuluh darah
perifer terkait kebiasaan
merokok
• Pada pemeriksaan ujung-
ujung jari tampak iskemik
(kehitaman), ada
klaudikasio (nyeri saat
aktivitas akibat demand O2
meningkat)
• Komplikasi jangka panjang
 gangren
A.Jenis kelamin wanita  bukan faktor
risiko
B. Usia < 30 tahun  bukan faktor
risiko
D. Faktor genetik  bukan faktor risiko
E. Sindrom metabolik  faktor risiko
PAD
Pria 35 tahun, dibawa ke IGD dengan keluhan berdebar-debar yang
disertai dengan muntah. Pada pemeriksaan didapatkan TD 100/60 mmHg,
HR 110x/menit, RR 22x/menit, suhu afebris. Pada pemeriksaan elektrolit
didapatkan kadar Na 141 mmol/L (135-145), K 6,8 mmol/L (3,5-5,3), Ca 4,3
mmol/L (4-5), dan Cl 100 mmol/L (100-106). Pada pemeriksaan EKG
gambaran yang mungkin didapatkan adalah...
A. Pemendekan interval QT
B. Pemanjangan interval QT
C. Gelombang T tinggi
D. Gelombang T melandai disertai gelombang U
E. Deviasi aksis ke kanan
• Pria, 35 tahun
• Datang ke IGD dengan keluhan palpitasi, mual
dan muntah sejak 2 jam
• TD 100/60 mmHg, HR 110x/min, RR
22x/min, suhu afebris.
• Lab: Na 141 mmol/L, K 6,2 mmol/L, Ca 2,2
mmol/L, dan Cl 100 mmol/L.

DIAGNOSIS >> HIPERKALEMIA

C. Gelombang T tinggi
Hiperkalemia

CAMP:
Gambaran
EKG
T depression and flattening of the T wave
Negative T waves
A U-wave may be visible

P-waves are widened and of low amplitude


due to slowing of conduction
QRS complex: QRS widening, fusion of
QRS-T, loss of the ST segment
Tall tented T waves
K > 7.5  dapat terjadi VF
Narrowing of the QRS complex Extremely wide QRS
Reduced PR interval low R wave
T wave flattening and inversion disappearance of p
Prolongation of the QT-interval waves
(salah satu yang paling tall peaking T of
shortening waves
the
dominan) Prominent U-wave QT- interval
Prolonged ST and ST-depression Osborn waves (J wave)
A. Pemendekan interval QT
 hiperkalsemia
B. Pemanjangan interval QT
 hipokalsemia
D. Gelombang T melandai
disertai gelombang U 
hipokalemia
E. Deviasi aksis ke kanan

RVH
Pria 35 tahun, dibawa ke IGD dengan sesak napas sejak 30 menit yang
lalu. Pasien baru saja mengalami KLL. Pada pemeriksaan didapatkan TD
70/palpasi, HR 120x/menit, RR 28x/menit, suhu afebris, JVP 5+4 cmH2O,
auskultasi terdengar “muffled heart sound”, tampak jejas di dada kiri
pasien. Tindakan awal yang harus dilakukan pada pasien adalah...
A. Pemasangan WSD
B. Loading IV kristaloid 20 cc/kgBB
C. Perikardiosentesis
D. Perikardiotomi
E. Needle chest decompression
• Pria, 35 tahun
• Sesak sejak 30 menit, baru dikeroyok orang
• TTV: TD 70/palpasi, HR 120x/menit, RR 28x/menit, suhu
afebris
• PF: JVP 5+4cmH2O, auskultasi bunyi jantung
menjauh

DIAGNOSIS >> TAMPONADE JANTUNG

C. Perikardiosentesis
Tamponade Jantung
Akumulasi cairan dalam ruang pericardium 
kompresi jantung  gangguan pengisian
diastolik  penurunan cardiac output
• Etiologi
• Trauma penetrasi
• Ruptur aorta
• Pericarditis

CAMP:
Tamponade Jantung
A.Pemasangan WSD  tatalaksana
definitive pneumothorax
B.Loading IV kristaloid 20 cc/kgbb  syok
hipovolemik
D. Perikardiotomy  tatalaksana definitif
E. Needle chest decompression 
tatalaksana awal pneumothorax
Anak 6 tahun, dibawa orang tuanya dengan keluhan badan kebiruan.
Keluhan ini tidak selalu muncul. Ketika biru, pasien suka berjongkok.
Dokter kemudian mendiagnosis pasien dengan diagnosis penyakit jantung
bawaan (PJB). Pernyataan yang kurang tepat mengenai kondisi pasien
adalah...
A. Bila dilakukan foto thorax didapatkan gambaran boot shaped heart
B. Berjongkok adalah mekanisme kompensasi tet spell
C. Merupakan jenis PJB asianotik
D. Pada auskultasi dapat terdengar single S2
E. Dapat ditemukan stenosis pulmonal
• Anak, 6 tahun
• Badan kebiruan, tetapi tidak selalu
muncul  cyanotic spell
• Suka jongkok bila biru
• Di diagnosis dengan PJB

DIAGNOSIS >> TOF

C. Merupakan jenis
PJB asianotik
Klasifikasi PJB
Penyakit Jantung
Bawaan (PJB)

Asianotik Sianotik

Left to Right Shunt Right to Left Shunt

PDA
Tetralogy of Fallot (TOF)
Transposition of Great Arteries
ASD
(TGA)
VSD
Koarktasio
Aorta
CAMP:
Tetralogy of Fallot
Akibat stenosis
pulmonal :
• Single S2
• Murmur ejeksi
sistolik 3/6
pada ICS 2
kiri

Tetralogy of Fallot : Foto toraks : Boot-


VSD, pulmonary stenosis, overriding aorta, RVH shape heart

Cyanotic spell : biru  resistensi perifer menurun (nangis). Dapat


diperbaiki dengan berjongkok/squat sehingga resistensi perifer meningkat
Transposition of Great Arteries
TGA :
• Kesalahan posisi
• Aorta keluar dari ventrikel
kanan
• A. Pulmonalis keluar dari
ventrikel kiri
• Sianosis sejak lahir, karena
:
• Darah kotor dari sistemik
melewati RV dan kembali ke
sistemik
• Darah bersih dari vena
pulmonalis melewati LV dan
kembali ke paru melalui a.
Pulmonalis tanpa melalui
sistemik
Signs
• S2 tunggal dan keras  katup aorta di depan katup pulmonal
• Murmur (-)  tidak ada perbedaan tekanan bermakna di dalam jantung
• Rontgen : Egg Shaped Heart
Pada TGA terjadi pelebaran/dilatasi dari atrium kanan dan atrium kiri,
sehingga pada gambaran X-ray tampak sebagai bayangan konveks yang
abnormal, membentuk gambaran telur

Radiopaedia
Atrial Septal Defect
• Left to Right shunt
• RA, RV, dan PA enlargement
 pulmonary vascular
obstructive disease 
hipertensi pulmonal 
EISENMENGER SYNDROME
• Asimtomatik s.d. usia 20-30
tahun

• PF :
Fixed Split S2, sistolik
ejection murmur (relative
pulmonary stenosis [PS]),
mid diastolik murmur
(relative tricuspid stenosis
[TS])
Ventricular Septal Defect
• Left to Right shunt
• LA, LV, dan PA enlargement
 pulmonary vascular
obstructive disease
 hipertensi pulmonal
 EISENMENGER
SYNDROME

• PF :
Murmur pansistolik di
sela iga ke-3 dan 4 tepi
kiri sternum, menjalar ke
sepanjang tepi kiri
sternum
Patent Ductus Arteriosus

• Left to Right shunt


• Ductus arteriosus yang
menghubungkan aorta dan
arteri pulmonal tidak
menutup saat lahir

• PF : Continuous murmur
Koarktasio Aorta
• Penyempitan aorta
seringkali pada area distal
percabangan a.
Subclavia sinsitra
• Sign & symptoms : cepat
lelah, nyeri dada,
perbedaan TD ekstremitas
atas dan bawah

• Foto thoraks :
• rib notching 
pelebaran arteri
interkostal
• Figure of three
(3)
A B

A : Koarktasio aorta.
Gambaran figure of three
B : Tetralogy of Fallot.
Gambaran boot shaped heart
C : Transposition of Great
Arteries. Gambaran egg
shaped heart / egg on a
C string
A.Bila dilakukan foto toraks didapatkan
gambaran boot shaped heart  tepat
B.Berjongkok adalah mekanisme
kompensasi tet spell  tepat
D. Pada auskultasi dapat terdengar single
S2  tepat
E. Dapat ditemukan overriding aorta 
tepat
Pria 20 tahun, pergi ke poli RS karena sesak yang memberat sejak 5 bulan
terakhir. Sesak dirasakan bila melakukan aktivitas berat seperti angkat
beban dan treadmill, bahkan terkadang wajah pasien tampak kebiruan.
Pasien juga menjadi lebih mudah lelah. Pasien mengaku dahulu sempat
didiagnosis terdapat kebocoran pada jantungnya ketika masih kecil namun
tidak dilakukan penanganan karena orang tua pasien tidak mempunyai
biaya. Selama ini pasien hidup dan bekerja seperti orang normal. Apa
kondisi yang dialami oleh pasien saat ini...?
A. L to R shunt
B. Hipertensi pulmoner
C. Kelemahan otot jantung
D. Infeksi dinding jantung
E. Gangguan perfusi arteri coroner
• Pria, 20 tahun
• Sesak memberat 5 bulan terakhir, bila aktivitas berat 
angkat beban, treadmill; lebih mudah lelah
• Riwayat : kebocoran pada jantung  tidak mendapat
penanganan

DIAGNOSIS >> EISENMENGER SYNDROME

B. Hipertensi
pulmoner
Eisenmenger Syndrome
Komplikasi dari PJB asianotik (LR) yang tidak
tertangani yang menyebabkan terjadinya hipertensi
pulmonal, perubahan aliran darah dan sianosis

PJB asianotik LR


• Ventricular Septal Defect
• Atrial Septal Defect
• Patent Ductus Arteriosus

CAMP:
Eisenmenger Syndrome
A. L to R shunt  patofisiologi awal PJB
asianotik, saat ini keluhan disebabkan
karena R to L shunt
C. Kelemahan otot jantung 
kardiomiopati
D. Infeksi dinding jantung  perikarditis
E. Gangguan perfusi arteri coroner 
stable angina dd/ ACS
METABOLIK ENDOKRIN
Camp: Gizi buruk
Anak laki-laki, 3 tahun, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dengan keluhan
sulit untuk dibangunkan. Ibu pasien mengatakan muka dan kedua kaki
anak sejak 2 bulan ini nampak bengkak. Nafsu makan menurun. Sehari-
hari makan dua kali dengan menu nasi dan sayur seadanya, tanpa daging
atau ikan. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, rambut
kemerahan, tumbuh jarang, mudah dicabut, dan tidak terasa sakit.
Abdomen membuncit dan ada kelainan kulit di ekstremitas inferior. Dai
pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 40mg/dL. Apa tatalaksana awal
untuk kondisi pasien?
A. Bolus dextrose 40% 25mL + infus D5%
B. Bolus dextrose 20% 25 mL + infus D5%
C. Larutan gula 10% 50 mL
D. Bolus D10% 5mL/kg
E. Larutan dextrose 20% 50mL
• Anak laki-laki, 3 tahun
• Badan lemah, tidak mau beraktivitas
• Muka dan kedua kaki bengkak (+)
• PF : konjunctiva pucat, rambut kemerahan,
tumbuh jarang, mudah dicabut, dan tidak terasa
sakit. Abdomen membuncit dan ada kelainan
kulit di ekstremitas inferior
• Lab : GDS 50mg/dL
• Tanda gizi buruk marasmus / kwashiorkor
• GDS <54  Hipoglikemi

C. Larutan gula 10% 50mL


GIZI BURUK
• Diagnosis dengan klinis dan/atau
antropometris

• Terlihat sangat kurus dan/atau


edema; dan/atau

• BB/TB atau BB/PB <-3 SD

• Terdapat 3 klasifikasi anak gizi buruk


• Kwashiorkor
• Marasmus
• Marasmik-Kwashiorkor

CAMP:
Kwashiorkor
 Perubahan status mental: EDEMA:
apatis & rewel • Minimal pada kedua punggung
 Rambut tipis, kemerahan kaki, bersifat pitting edema
• Derajat edema:
spt warna rambut jagung,
+  Kedua punggung kaki
mudah dicabut tanpa sakit, ++  Tungkai & lengan bawah
rontok +++  Seluruh tubuh (wajah &
 Wajah membulat dan perut)
sembab
 Pandangan mata sayu • Derajat edema untuk
menentukan jumlah cairan yang
 Pembesaran hati
diberikan
 Otot mengecil (hipotrofi)
Sumber : Petunjuk teknis tatalaksana anak gizbur Kemenkes 2011
 Crazy Pavement dermatosis
MARASMU
S
 Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang
terbungkus kulit
 Wajah seperti orang tua
 Cengeng, rewel
 Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit
sampai tidak ada (~pakai celana longgar- baggy
pants)
 Perut umumnya cekung
 Tulang rusuk menonjol (Iga gambang, “piano
sign”)
 Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis
berulang)  diare persisten
141
3. MARASMIK - KWASHIORKOR

Gambaran klinik merupakan campuran dari


beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan
Marasmus dengan BB/TB-PB <-3 SD
disertai edema yang tidak mencolok

142
• TATALAKSANA

143
Tatalaksana hipoglikemia (GDS <54 mg/dL)

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.


WHO. 2009
A. Bolus dextrose 40% 25mL + infus D5% 
tidak tepat, D10% 5cc/kgBB (pasien tidak sadar)
B. Bolus dextrose 20% 25 mL + infus D5% 
tidak tepat, D10% 5cc/kgBB (pasien tidak sadar)
D. Bolus D10% 10cc/kg + larutan gula10%
50cc tidak tepat, D10% 5cc/kgBB (pasien
tidak sadar)
E. Larutan dextrose 20% 50cc  tidak tepat,
D10% 5cc/kgBB (pasien tidak sadar)
Camp: Diabetes mellitus tipe 2
Wanita 54 tahun, datang ke poliklinik untuk kontrol. Pasien memiliki
riwayatDM sejak 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan darah didapatkan
kadar LDL 250mg/dL dan trigliserida 300 mg/dL. Terapi DM yang
bermanfaat bagi kondisi pasien dengan gangguan kolesterol adalah…
A. Metformin
B. Glibenklamid
C. DPP IV inhibitor
D. Pioglitazon
E. Acarbose
• Perempuan, 54 tahun
• Riw. DM sejak 5 tahun yll
• Hasil lab: LDL 250 mg/dl dan trigliserida 300
mg/dl
• DM + hiperkolesterol TZD / glitazone

D. Pioglitazon
Sumber : KONSENSUS DM PERKENI 2015
CAMP:
Obat Kontraindikasi Keuntungan/Kerugian
Metformin • Renal insufficiency • Tidak menyebabkan
• Liver failure hipoglikemia jika monoterapi
• Heart failure • Tidak menyebabkan BB naik
• Severe GI disease

Thiazolidinediones/gl • Liver failure • Menurunkan LDL dan


itazone • Heart failure meningkatkan HDL
• Pregnancy and breast feeding
Sulfonilurea • Hepar-renal insufficiency • Menyebabkan hipoglikemi dan
• Heart failute BB naik
Acarbose • Renal failure • Tidak menyebabkan
• Severe GI disease hipoglikemia jika monoterapi
• Pregnancy • Tidak menyebabkan BB naik
DPP-4 Inhibitor • Hypersensitivity • Tidak menyebabkan
hipoglikemia jika monoterapi
• Tidak menyebabkan BB naik
A.Metformin  tidak menyebabkan BB naik,
tidak hipoglikemi jika monoterapi
B. Glibenklamid  hipoglikemi, BB naik
C.DPP IV inhibitor tidak menyebabkan BB
naik, tidak hipoglikemi jika monoterapi
E. Acarbose  tidak menyebabkan BB naik,
tidak hipoglikemi jika monoterapi
Camp: Defisiensi vitamin D
Anak 2 tahun, dibawa oleh ibunya dengan keluhan belum bisa berjalan
dengan lancar, lebih sering duduk, dan kedua kaki melengkung seperti
huruf O. Riwayat keluhan serupa di keluarga disangkal. Riwayat anak lahir
cukup bulan. ASI eksklusif (+), sekarang masih minum ASI tanpa susu
formula. Apakah kemungkinan penyebab keluhan pasien?
A. Berat badan lahir kurang
B. Defisiensi vitamin D
C. Defisiensi growth hormone
D. Idiopatik
E. Genetik
• Anak laki-laki, 2 tahun
• Belum bisa berjalan
• Kedua kaki
bentuk huruf O
• ASI tanpa susu
formula

• Penyebab kaki
bentuk O?
VITAMIN D
• Vitamin D adalah vitamin larut lemak yg berfungsi:
– Absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.
– Supresi pelepasan hormon paratiroid, hormon yang berfungsi
untuk resorpsi tulang.
• Defisiensi vitamin D pada anak  rickets; pada dewasa 
osteomalasia.
• Penyebab:
– Intake kurang, paparan sinar matahari inadekuat
– Malabsorpsi vitamin D dari usus
– Gangguan metabolisme vitamin D pada penyakit hati atau
ginjal

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/924002-clinical#showall, NELSON PEDIATRIC

CAMP:
VITAMIN D

• Manifestasi:
– Anak : terlambat tumbuh kembang
– Dewasa : nyeri/ ngilu pada badan
– PF:
– Anak : tungkai bawah melengkung
– Dewasa : nyeri tulang periosteal, nyeri tekan sternum/ tibia
• Diagnosis:
– Pengukuran kadar 25-hydroxyvitamin D (25[OH]D) serum.
– 21-29 ng/mL (52.5-72.5 nmol/L): Vitamin D insufficiency
– < 20 ng/mL (< 50 nmol/L): Vitamin D deficiency

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/924002-clinical#showall, NELSON PEDIATRIC


Harrison’s groove
REKOMENDASI PEMBERIAN SUPLEMEN VITAMIN D:
Anak 0–1 tahun: 400 IU/hari.
Anak >= 1 tahun: 600 IU/hari.
Dewasa 19–50 tahun: 600 IU/hari.
Dewasa 50–70 tahun: 600 IU/hari.
Dewasa >=70 tahun: 800 IU/hari.
Wanita hamil dan menyusui: 600 IU/hari.
Supplementation of 400 IU per day is recommended for:

All breastfed infants unless they are weaned to a minimum of 1 L per day (33.8 fl oz) of vitamin D–
fortified formula or milk

All infants who are not breastfed and who are ingesting less than 1 L per day of vitamin D–fortified
formula or milk

All children and adolescents who do not get regular sunlight exposure; who do not ingest a
minimum of 1 L per day of vitamin D–fortified formula or milk; or who do not take a daily
multivitamin supplement containing at least 400 IU of vitamin D
DEFISIENSI GROWTH HORMON :
• Onset : childhood
• Biasanya muncul sebelum usia 3 tahun atau saat
pubertas karena tidak adanya growth spurt
• Penyebab : genetik, congenital, acquired
• Gejala klinis :

• Tx : somatotropin subkutan setiap malam


A. Berat badan lahir kurang  tidak ada data
di soal
C.Defisiensi growth hormon  tidak terjadi
growth spurt, riwayat keluarga, tanda-tanda
klinis di soal (-)
D. Idiopatik
E. Genetik  riwayat keluarga (+)
Camp: Diabetes mellitus tipe 2
Wanita 43 tahun, datang ke IGD diantar oleh keluarga nya dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak 1 jam yang lalu. Pasien punya riwayat
diabetes melitus tapi tidak rajin kontrol. Setiap hari pasien meminum 1
macam obat diabetes melitus sebanyak 3 kali sehari. Tanda-tanda vital TD
100/70 mmHg, RR 24x/menit, HR 90x/menit,suhu 36,7oC, GDS 30 mg/dL.
Bagaimana cara kerja obat yang mungkin menyebabkan keadaan pasien
sekarang?
A. Menghambat sekresi glukagon
B. Menurunkan produksi glukosa hepar
C. Meningkatkan sensitivitas insulin
D. Meningkatkan sekresi insulin
E. Menghambat absorbsi glukosa di saluran pencernaan
• Perempuan, 43 tahun
• Penurunan kesadaran
• Riw. DM, obat 1 macam 3x/hari
• Lab : GDS 30

• Penurunan Kesadaran+GDS <70mg/dL


 Hipoglikemi

D. Meningkatkan sekresi
insulin Sumber : PPM IDAI Jilid II
KOMPLIKASI AKUT DM
Hipoglikemia
• Kadar glukosa darah < 70 mg/dl.
• Penurunan konsentrasi glukosa serum dengan
atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom,
(whipple’s triad):
Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang rendah
Gejala berkurang dengan pengobatan.

Sumber : KONSENSUS DM PERKENI 2015


CAMP:
Efek Samping Obat

• Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan Sulfonilurea atau


Insulin. Bila terjadi akibat Sulfonilurea, hipoglikemia dapat berlangsung lama,
sampai ekskresi dan waktu kerja obat habis.
• Observasi pasien hipoglikemia dilakukan selama 24 - 72 jam.
Obat Kontraindikasi Keuntungan/Kerugian
Metformin • Renal insufficiency • Tidak menyebabkan
• Liver failure hipoglikemia jika monoterapi
• Heart failure • Tidak menyebabkan BB naik
• Severe GI disease

Thiazolidinediones • Liver failure • Menurunkan LDL dan


• Heart failure meningkatkan HDL
• Pregnancy and breast feeding
Sulfonilurea • Hepar-renal insufficiency • Menyebabkan hipoglikemi dan
• Heart failute BB naik
Acarbose • Renal failure • Tidak menyebabkan
• Severe GI disease hipoglikemia jika monoterapi
• Pregnancy • Tidak menyebabkan BB naik
DPP-4 Inhibitor • Hypersensitivity • Tidak menyebabkan
hipoglikemia jika monoterapi
• Tidak menyebabkan BB naik

Krentz AJ, Bailey CJ. Drugs 2005;65:385–411. Drug Class Review: Thiazolidinediones. Available at:
http://pharmacy.oregonstate.edu/drug_policy/pages/dur_board/reviews/articles/TZD_ClassReview.pdf . Rizzo M, et al. Expert Opin
Pharmacother. 2008;9:2295–303.
Tatalaksan
• Hipoglikemia Ringan: a
– Berikan karbohidrat sederhana/ makanan tinggi
glukosa.
– Makanan berlemak dapat memperlambat respon
kenaikan glukosa darah.
– Glukosa 15-20 gram (2-3 sendok makan) larutkan dalam
air  cek glukosa darah 15 menit setelah terapi 
hipoglikemia  ulangi terapi.
• Hipoglikemia Berat:
– Bolus dektrose 20% sebanyak 50 cc atau dekstrose 40%
sebanyak 25 cc  lanjut infus D10% (6 jam per kolf)
atau D5%.
– Setelah bolus dekstrose  cek glukosa darah 15 menit
kemudian  hipoglikemia  ulangi D20% tersebut.
– Monitor glukosa darah tiap 1-2 jam.Sumber : EIMED PAPDI, KONSENSUS DM 2015
A.Menghambat sekresi glukagon  DPP IV
inhibitor
B. Menurunkan produksi glukosa hepar 
metformin
C. Meningkatkan sensitivitas insulin 
metformin, TZD
E. Menghambat absorbsi glukosa di saluran
pencernaan  penghambat alfa
glucosidase/acarbose
Camp: Dislipidemia
Wanita 50 tahun, datang ke dokter untuk memeriksakan diri. Pasien
memiliki riwayat diabetes mellitus dan penyakit jantung koroner sejak 2
tahun yang lalu. Pasien mengaku jarang kontrol dan minum obat. Ibu
pasien punya DM dan Hipertensi. Ayah pasien meninggal di usia 40 tahun
karena riwayat jantung Pemeriksaan laboratorium LDL 165 mg/dL, TG 120
mg/dL, total kolesterol 250mg/dL, GDS 110mg/dL. Berapakah target LDL
yang diharapkan untuk pasien ini?
A. <70 mg/dL
B. <100 mg/dL
C. <120 mg/dL
D. <150 mg/dL
E. <200 mg/dL
• Perempuan 50 tahun.
• Riw. DM dan PJK sejak 2 tahun yll
• Ibu DM dan Hipertensi
• Ayah meninggal karena riw. Jantung
• Lab: GDS 110 mg/dl; LDL 165 TG 120mg/dl.

Target LDL?

A. <70mg/dL
Sasaran Pengendalian DM

CAMP:
Diabetes Melitus dengan Dislipidemia
Pemeriksaan profil lipid setidaknya dilakukan setahun sekali  bila
hasil baik, dapat dilakukan follow up dua tahun sekali. (rekomendasi B)

PERKENI DM dan Pengelolaan Dislipidemia 2015


• Pilihan statin : statin dosis tinggi, apabila tidak mencapai target terapi
maka penurunan kolesterol 30-40% dari kadar awal merupakan
alternative lainnya
PERKENI DM dan Pengelolaan Dislipidemia
2015
• Pilihan statin : statin dosis tinggi, apabila tidak mencapai target terapi
maka penurunan kolesterol 30-40% dari kadar awal merupakan
alternative lainnya
PERKENI DM dan Pengelolaan Dislipidemia
2015
STATIN

Sumber : Pengelolaan Dislipidemia PERKENI 2015


B. <100 mg/dL  tanpa penyakit jantung
C. <120 mg/dL
D. <150 mg/dL
E. <200 mg/Dl
Camp: Gout
Pria 52 tahun, datang dengan keluhan jempol kaki kiri bengkak sejak 3 hari
yang lalu. Ini merupakan keluhan yang kedua kalinya. Pasien mengaku
sering makan jeroan dan 2 bulan lalu pernah diberikan obat allopurinol
saat periksa ke Puskesmas, tetapi tidak kontrol karena keluhan dirasakan
sudah membaik. Riwayat trauma, hipertensi, dan DM disangkal. Dari
pemeriksaan fisik BB 75 kg, TB 160 cm. Status lokalis digiti 1 pedis sinistra
tampak edema dan eritem, NT (+), ROM terbatas. Hasil pemeriksaan
penunjang yang mendukung diagnosis pasien adalah...
A. Ditemukan penyempitan celah-celah sendi
B. Tampak adanya erosi pada persendian
C. Kristal bentuk jarum dengan birefringent positif
D. Kristal persegi dengan birefringent positif
E. Kristal bentuk jarum dengan birefringent negatif
• Laki-laki, 52 tahun
• Jempol kiri bengkak sejak 3 hari yll
• Sering makan jerohan
• Riw. Allopurinol (+)
• RTrauma (-), HT (-), DM (-).
• PF : digiti 1 pedis sinistra tampak edem dan
eritem, NT (+), ROM terbatas

E. Kristal bentuk jarum dengan


birefringent negatif

Sumber : PAPDI VI
Hiperurisemia
• Etiologi: Serangan akut gout
ketidakseimbangan • Akibat fluktuasi kadar
antara metabolisme purin asam urat
dan ekskresi asam urat • Terapi utama adalah
• Asimptomatik menekan nyeri & radang
• Bila pasien diketahui
Hiperurisemia riwayat allopurinol
• Simptomatik konsumsi rutin  jangan
Hiperurisemia distop pada saat
1. Gout arthritis serangan!
2. Nefrolitiasis • Beri kolkisin atau NSAID,
atau kortikosteroid

CAMP:
Tatalaksana
• Farmakologi:
1. Xanthine Oxidase Inhibitor
allopurinol
2. Uricosuric agent probenecid
3. Antigout agent kolkisin (acute
gout)
• Non-farmakologi:
Diet rendah purin gula, tepung,
telur, keju
Hindari daging, ikan, makanan
laut, jeroan, alkohol, kacang-
kacangan
CHRONIC GOUT

Sumber : http://annals.org/aim/fullarticle/2578528/management-acute-recurrent-gout-clinical-practice guideline-from-american-college


OA RA Gout
Awitan Perlahan Perlahan Akut
Peradangan - + +
Patologi Degenerasi Pannus Tofus
Jumlah sendi Poli Poli Mono, kdg2 poli
Tipe sendi Kecil atau besar Kecil Kecil atau besar
Lokasi Pinggang, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, pergelangan
vertebra, CMC 1, DIP, pergelangan tangan, kaki, lutut
PIP kaki, pergelangan
kaki
Temuan sendi khusus Nodus Bouchard, Deviasi ulnar, swan Kristal urat
nodus neck, boutonniere
Heberden
Perubahan tulang Osteofit Osteopenia, erosi Erosi
Fitur ekstra-artikular Nodul subkutan, Tofus, bursitis
pulmonal, kardiak, olecranon, batu ginjal
splenomegali
Pemeriksaan Foto polos RF (+), anti CCP (+), Asam urat ↑
penunjang Foto polos Gold standar : kristal
urat pada aspirasi
cairan sendi
A. Ditemukan penyempitan celah-celah sendi
 OA
B. Tampak adanya erosi pada persendian  RA
C.Kristal bentuk jarum dengan birefringent
positif  salah, birefringent negatif
D. Kristal persegi dengan birefringent
positif 
pseudogout, kristal CPPD
Camp: Obesitas
Wanita 20 tahun, datang ke dokter mengeluhkan badannya yang gemuk
dan hendak berkonsultasi tentang dietnya. Pasien bekerja sebagai kasir di
sebuah toko di mall. Pasien biasanya sarapan nasi uduk dengan gorengan
sebelum berangkat bekerja, siang makan nasi sayur dan lauk yang
digoreng, dan malam jarang makan nasi tetapi hanya makan bakso atau
pempek. Berat badan pasien 60 kg TB 160cm. Bagaimanakah status gizi
pasien?
A. Gizi kurang
B. Normal
C. Overweight
D. Obesitas derajat 1
E. Obesitas derajat 2
• Perempuan, 20 tahun
• Badan gemuk dan ingin konsultasi
• Sarapan nasi uduk dengan gorengan, siang
nasi sayur dan lauk digoreng, malang jarang
makan nasi hanya makan bakso atau
pempek
• PF fisik BB 60 kg, TB 160 cm
• Status gizi  IMT : BB/TB2

C. Overweight
Sumber : PPK 2014
OBESITA
•S Pemeriksaan fisik : Indeks Massa Tubuh  IMT : BB/TB2 (kg/m2 )

WHO General
WHO Asia-Pasifik
Dari SOAL : 60 kg / 1,6 m x 1,6 m  23,44
TIPS!! : Mohon tetap melihat reference yang disediakan saat ujian agar tidak
terjebak untuk memakai yang Asia Pasifik atau yang general. Pernah referensi
yang digunakan adalah yang General, bukan Asia Pasifik.

Sumber : PPK 2014, PAPDI VI

CAMP:
A. Gizi kurang  IMT < 18,5
B.Normal  IMT 18,5-22,9 (Asia Pasifik) atau
IMT 18,5,-24,9
D. Obesitas derajat 1  IMT 25,0-29,9 (Asia
Pasifik) atau IMT 30,0 -34,9
E. Obesitas derajat 2  IMT >30 (Asia Pasifik)
atau IMT 35,0-39,9
Camp: Hipoglikemia pada anak
Anak laki-laki, 10 tahun, dibawa oleh ibunya ke IGD dengan keluhan tidak
sadarkan diri sejak setengah jam yang lalu. Awalnya anak mengeluh
pusing dan tidak nafsu makan. Riwayat DM Tipe 1. Dari pemeriksaan
didapatkan GDS 40 mg/dL. Tatalaksana yang tepat untuk pasien adalah...
A. Bolus dextrose 40% 2cc/kgBB
B. Bolus dextrose 10% 2cc/kgBB
C. Bolus dextrose 20% 2cc/kgBB
D. Bolus dextrose 25% 2cc/kgBB
E. Bolus dextrose 50% 2cc/kgBB
• Anak laki-laki, 10 tahun
• Dibawa ke IGD tidak sadarkan diri
• Riw. DM tipe 1
• Lab : GDS 40mg/dL

• Tatalaksana yang tepat?

B. Bolus Dextrose 10%


2cc/kgBB
DIABETES MELITUS TIPE 1
• Kerusakan sel ß pankreas oleh autoimun atau
idiopatik (defisiensi insulin absolut)
• Puncak insidens pada anak usia 5-6 tahun dan 11
tahun
• Keyword DM tipe 1: anak dengan enuresis
nocturnal atau anak dengan dehidrasi sedang-
berat tetapi masih ditemukan diuresis
(poliuria), nafas Kussmaul, bau keton (+) /
fruity odor  tanda KAD!!

Sumber : KONSENSUS DM TIPE 1 IDAI 2015

CAMP:
DIABETES MELITUS TIPE 1
• Pemeriksaan penunjang
• GDS > 200 mg/dl, GDP > 126 mg/dl, G2PP >
200 mg/dl
• C-peptida untuk melihat fungsi sel beta residu
• HbA1c
• Glukosuria (tidak spesifik)
• Penanda autoantibodi (ICA, IAA)
• Tatalaksana (seumur hidup) : pemberian insulin
(dosis anak : 0.7-1 U/kg/hari), pengaturan makan,
olahraga, edukasi, home monitoring
(pemantauan mandiri)
Sumber : KONSENSUS DM TIPE 1 IDAI 2015
HIPOGLIKEMI

• Faktor risiko:
• Olahraga intensitas sedang-berat
• Berpuasa
• Dosisi insulin lebih tinggi
• Tindakan operatif  meningkatkan kebutuhan
glukosa
• Honeymoon period : kondisi saat pancreas yang
masih mampu memproduksi insulin dalam jumlah
yang cukup untuk mengontrol gula darah, biasanya
beberapa saat setelah terdiagnosis
HIPOGLIKEMI

• Kadar glukosa darah < 40 mg/dl.


• Manifestasi klinis pada bayi
• Gelisah/rewel, sianosis, apnu, distress respirasi,
kejang, jitteriness, somnolen/letargi/apatis,
• Manifestasi klinis pada anak
• Simpatomimetik : pucat, keringat dingin,
kehilangan nafsu makan
• Neuroglikopenik : disorientasi, perubahan
perilaku, nyeri kepala, letargi/somnolen, kejang,
koma
Tatalaksana
Pemberian glukosa:
• Per oral : pasien sadar, dapat minum dan
menelan dengan baik. Segera diberikan
karbohidrat yang cepat diserap dengan baik
(glukosa tablet, jelly glukosa, larutan gula,
perasan buah-buahan, atau madu.
(BB 30 kg: 9 gram glukosa , 50kg: 15gram)
• IV : pasien tidak sadar atau tidak dapat
menelan dan minum
bolus glukosa 10% : 1-2 mL/kgBB (dekstrose
0,25-0,5 mg/kgBB), diikuti dengan glukosa 10%
3-5 ml/kgBB/jam (6-8 mg/kgBB/menit).
Sumber : Konsensus Nasional DM Tipe 1 , PPM
IDAI Jilid II
A. Bolus dextrose 40% 2cc/kgBB
C. Bolus dextrose 20%
2cc/kgBB
D. Bolus dextrose 25%
2cc/kgBB
E. Bolus dextrose 50%
2cc/kgBB
Camp: Akromegali
Pria 24 tahun, datang ke praktik dokter umum dengan keluhan bentuk
wajah berubah. Kaki dirasakan membesar, sudah tidak ada sepatu dan
sandal yang muat untuk dipakai. Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah
lonjong dengan dagu memanjang. Apa kemungkinan penyebab kelainan
pada anak tersebut?
A. Kelebihan growth hormone sesudah lempeng epifisis menutup
B. Kelebihan growth hormone sesudah lempeng epifisis terbuka
C. Kelebihan growth hormone pada usia tumbuh
D. Kekurangan growth hormone akibat kekurangan hormon tiroid
E. Kekurangan growth hormone akibat tumor pada lempeng epifisis
• Laki-laki, 24 tahun
• Bentuk wajah berubah, kaki membesar
• PF : wajah lonjong, dagu memanjang

Diagnosis  Akromegali
Penyebab kelainan?

A. Kelebihan growth hormone


sesudah lempeng efisis menutup
AKROMEGAL
• Perlahan dan progresif I
• Etiologi:
– 95% kasus: adenoma pituitari
– 5%: tumor pankreas, paru, yang menghasilkan GH secara
independen
• Jika disebabkan adenoma pituitari pasien datang
biasanya karena efek kompresi tumor pada jaringan lokal:
– Bitemporal hemianopia akibat kompresi optik kiasma
• Kelainan endokrin lain yang menyertai akromegali akibat
adenoma pituitari:
– Prolaktinoma
– Cushing disease
– Hipopituitarisme  jika akut/mendadak = pituitary aploplexy 
mortalitas tinggi

http://emedicine.medscape.com/article/1157189-clinical#showall

CAMP: www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/endocrine/acromegaly/Pages/fact-sheet.aspx
Acromegal
Manifestasi
• Kelopak mata bengkak, ibibir
bawah dan hidung membengkak,
pori-pori kulit melebar
• Kulit terasa tebal, terutama
wajah
dan ekstremitas
• Gigi jarang dan prognatisme
• Hipertrikosis
• Hiperpigmentasi kulit; kulit
berminyak akibat ↑ produksi
kelenjar ekrin dan apokrin
• Skin tags
• Hipertensi
http://emedicine.medscape.com/article/1157189-clinical#showall
www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/endocrine/acromegaly/Pages/fact-sheet.aspx
GIGANTISME
• Sering disebabkan adenoma pituitari, genetik.
• Bisa berkaitan dengan sindrom lain, seperti McCune Albright
Syndrome, neurofibromatosis, dll.
• Manifestasi:
– Pertumbuhan lebih dari normal/ sebaya.
– Delay puberty.
– Serupa dengan akromegali namun terjadi pada anak atau remaja dan
pertumbuhan cenderung simetris/ proporsional dibanding
akromegali.

http://emedicine.medscape.com/article/1157189-clinical#showall
www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/endocrine/acromegaly/Pages/fact-sheet.aspx
GIGANTISME VS AKROMEGALI
GIGANTISME AKROMEGALI
Overproduksi GH Saat lempeng Epifisis Saat epifisis
masih terbuka sudah tertutup
Waktu Pada anak/remaja Pada dewasa
Pertumbuhan Simetris Tidak simetris
(tangan-kaki lebih
besar, makroglosia,
makrognatia/ rahang
dan gusi lebih
besar)
GIGANTISME & AKROMEGALI
• A. Kelebihan growth hormone sesudah
lempeng epifisis menutup
• B. Kelebihan growth hormone sesudah
lempeng epifisis terbuka
• C. Kelebihan growth hormone pada usia
tumbuh
• D. Kekurangan growth hormone akibat
kekurangan hormon tiroid
• E. Kekurangan growth hormone akibat
tumor pada lempeng epifisis
Anak perempuan, 8 tahun, dibawa ibunya ke Puskemas dengan keluhan
kedua payudara dirasakan membesar sudah sejak setengah tahun yang
lalu. Kira-kira sejak 1 bulan yang lalu mulai muncul rambut pubis dan akhir-
akhir ini anak kadang mengalami flek-flek. Dari pemeriksaan fisik tanda
vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang tidak didapatkan
kelainan di organ reproduksi dan kelenjar adrenal. Apa diagnosis yang
tepat pada pasien tersebut?
A. Pubertas prekoks karena peningkatan gonadotropin releasing hormone
B. Pubertas prekoks tanpa peningkatan LH maupun FSH
C. delayed puberty
D. Pubertas prekoks parsial
E. hipogonadotropin hipergonadisme
DELAYED PUBERTY
• Belum mengalami pubertas sampai dengan usia 14 tahun pada
anak laki-laki dan usia 13 tahun pada anak perempuan

• Pubertas prekoks : munculnya tanda seks sekunder <9 tahun


pada anak laki-laki dan <8 tahun pada anak perempuan

CAMP:
Primer
(hipogonadisme
hipergonadotropin
Hipogonadisme )
Delayed puberty
Gangguan
Hormon Sekunder Kongenital
Seksual (hipogonadisme
hipogonadotropin
) Didapat
Hipergonadisme -
Pubertas
prekoks
rth) Payudara sama sekali belum terbentuk (M1)

Klasifikasi Tanne
Rambut pubis tidak ada (P1)

Stage II Terbentuk breast bud, areolar melebar (M2)


(10-11.5 th) Sedikit rambut halus di labia mayora (P2)

Stage III Pembesaran payudara dan areola dalam


(11.5-13 th) bentuk single mound (areola masih rata
dengan jaringan payudara di sekitarnya) (M3)
Rambut pubis lebih keriting, mulai tumbuh ke
arah lateral (P3)

Stage IV Pertambahan ukuran dan terangkatnya


(13-15 th) payudara, areola tumbuh menonjol
membentuk double mounds (M4)
Mirip rambut pubis orang dewasa,
tumbuh di
seluruh permukaan pubis kecuali bagian
medial paha (P4)
Stage V Payudara mencapai ukuran dewasa, areola
(>15) kembali rata dengan jaringan payudara
sekitarnya membentuk single contour (M5)
Rambut pubis tumbuh sampai bagian medial
paha (P5)
r Stage I (<9
Klasifikasi Tanne th,prapuberta tidak ada (P1)
Panjang testis <2.5 cm (G1) Rambut pubis

s)
Stage II (9- Diameter terpanjang testis 2.5 cm, skrotum
11 th) menipis dan memerah (G2)
Sedikit rambut halus terutama di pangkal
penis (P2)
Stage III Pertambahan panjang dan lebar penis,
(11- pertumbuhan testis lebih lanjut (G3)
12.5 th) Rambut pubis lebih keriting, mulai tumbuh
ke arah mons pubis (P3)

Stage IV Penis dan testis membesar, warna skrotum


(12.5- menggelap (G4)
14 th) Mirip rambut pubis orang dewasa, tumbuh
di seluruh permukaan pubis kecuali bagian
medial paha (P4)

Stage V Genitalia mencapai ukuran dewasa (G5)


(>14) Rambut pubis tumbuh sampai bagian
medial paha (P5)
• Pemeriksaan kadar follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH). Pemeriksaan laboratorium awal
adalah menentukan status hormon gonadotropin. Pemeriksaan
FSH, LH dan steroid seks merupakan pemeriksaan minimal
yang harus dilakukan. Kadar FSH dan LH berbeda pada usia,
seks, dan tingkat perkembangan

Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 176 - 179


Camp: Kretinisme
Anak 3 tahun, dibawa ibunya ke Puskesmas dengan keluhan keadaan
badan kurus, lemas dan sering tidur, nafsu makan berkurang, dan BAB tiap
3 hari sekali. Dari anamnesis didapatkan saat hamil, ibu sering merasa
berdebar-debar, tangan gemetaran, tidak tahan panas, sehingga diberi
obat pengatur hormon. Pemeriksaan fisik BB 4 kg (BBL 3 kg), tanda vital
dalam batas normal, kesan mongoloid face, lidah tampak besar, akral
dingin. Ibu pasien memiliki riwayat hipertiroid dan sudah mendapatkan
terapi dari dokter. Diagnosis yang paling tepat untuk pasien adalah...
A. Kretinisime e.c kekurangan hormon tiroid
B. grave’s disease e.c Hipertiroid kongenital
C. Dwarfisme e.c hipotiroid kongenital
D. Dwarfism e.c kekurangan growth hormone
E. Kretinisime e.c kekurangan growth hormone
• Perempuan, 3 bulan
• Badan kurus, lemas, sering tidur, nafsu makan
berkurang, BAB tiap 3 hari sekali
• Saat hamil ibu sering berdebar-debar, tangan
gemetaran, tidak tahan panas  diberi obat pengatur
hormon
• PF BB 4kg (BBL 3 kg), tanda vital dbn, kesan
mongoloid face, makroglossia, akral dingin
• Mongoloid face, makroglossia hipotiroid
kongenital

A.Kretinisime e.c kekurangan


hormon tiroid
Sumber : Nelson pediatric
Kretinisme
• Merupakan bentuk berat dari defisiensi iodin/ hipotiroidisme kongenital berat
• Biasanya terjadi secara endemis 
kasus goiter endemic dan defisiensi iodin berat
• Terdapat 2 jenis kretinisme:
• Kretinisme neurologis
• Retardasi An infant with cretinism. Note

• Gangguan
mental. neurologis lain: bisu-tuli; gangguan gerakan
hypotonic posture, coarse
the
features,
facial
and umbilical
hernia.

volunter
motorik berupa diplegia spastis; abnormal gait.
• Tanpa goiter maupun klinis hipotiroid pada anak.
• Kretinisme hipotiroid/ myxedematous type
• Tanda hipotiroidisme menonjol: goiter, short stature/ kerdil/ dwarfisme,
retardasi mental, miksedema, kulit tebal dan kering, suara kasar, gangguan
pertumbuhan tulang, organ reproduksi, rambut, kulit; refleks tendon
dalam
<<.
CAMP:
Penggunaan obat antitiroid (PTU) selama kehamilan pada ibu dengan hipertiroidisme
 ↓ serum maternal FT4 dan obat menembus plasenta  fetal hipotirodisme
Achondroplasia
Dwarfism vs Cretinism

Dwarfism Cretinism
Hipopituitarism Hipotiroidism
↓↓ GH ↓↓ T4, T3
Short stature, smart look Short stature, ugly look
Proportionate body parts Disproportionately small body
parts
Mentally normal (IQ normal) Mentally retarded (low IQ)
Sexua infantilism Sexual infantilism, small gonads
A. Kretinisime e.c kekurangan hormon tiroid
B. grave’s disease e.c Hipertiroid kongenital
C. Dwarfisme e.c hipotiroid kongenital
D. Dwarfism e.c kekurangan growth hormone
E. Kretinisime e.c kekurangan growth hormone
Camp: Diabetes insipidus
Pria 35 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan sering ingin ke kamar
mandi, dalam sehari dapat 25-30 kali. Pasien juga mengeluh sering
kehausan. Keluhan cepat lapar disangkal. Riwayat DM disangkal. Dari
pemeriksaan didapatkan IMT dan tanda vital normal. Hasil tes GDP
90mg/dL, GDS 155mg/dL. Saat diilakukan water deprivation test,
osmolaritas urin meningkat dari 200 mosm/ kg ke 210 mosm/kg. Pasien
respons dengan pemberian vasopresin. Apakah diagnosis yang tepat
pada pasien ini?
A. polidipsia psikogenik
B. Diabetes insipidus nefrogenik
C. Diabetes insipidus tipe sentral
D. Diabetes insipidus e.c kelebihan hormon vasopresin
E. Diabetes melitus tipe II e.c defisiensi hormon insulin
• Laki-laki, 35 tahun
• sering ingin ke kamar mandi, sehari bisa 25-30x
• sering kehausan.
• Cepat lapar (-) , riw. DM (-)
• PF : IMT dan TTV normal
• Lab : GDP 90, GDS 155. Dilakukan waater deprivation test
: osmolalitas urin 200 400
• Tes supresi air / water deprivation test / tes
desmopresin  DD/ dengan Diabetes Insipidus

C. Diabetes insipidus tipe


sentral
Sumber : PAPDI ed VI
POLIURI
• Poliuri : volume air kemih > 3 liter dalam 24 jam
• Disertai dengan gejala poliuri, polidipsi, dehidrasi
• Dapat dibagi menjadi : central diabetes insipidus, nephrogenic
diabetes insipidus, atau polidipsi primer (polidipsi psikogenik)
DIS (kegagalan pelepasan hormon anti- DIN (tidak responsif terhadap ADH
diuretik : ADH atau arginin eksogen)
vasopresin : AVP)
Gangguan sintesis ADH (kerusakan nukleus Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan
supraoptik, paraventrikular dan filiformis gradien osmotik pada medula renalis
hipotalamus)
Gangguan pengangkutan ADH (kerusakan Kegagalan utilisasi gradient osmotic
akson traktus supraoptikohipofisealis dan Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan
akson hipofisis posterior) gradient osmotikdi medulla renalis

Tidak adanya sintesis ADH atau sintesis


kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan,
atau ADH tidak berfungsi normal

CAMP:
Normal response vasopressin

Vasopressin (antidiuretic
hormone) posterior pituitary
- Meningkatkan permeabilitas di
tubulus distal dan kolektivus
sehingga meningkatkan retensi
air dengan cara menurunkan
urin output.
- Menyebabkan kontraksi otot
polos arteriolar

**Tidak adanya vasopressin membuat


ginjal tidak dapat menyerap H2O dari
tubulus distal.

Sumber : Sherwood
Tes Deprivasi Air : Subyek diminta tidak minum selama 2-3 jam 
• Bila pasien kekurangan ADH (Diabetes Insipidus) : osmolaritas urin
akan tetap rendah setelah tes deprivasi
• Bila pasien polidipsi : osmolaritas urin ↑ setelah tes deprivasi
Pemberian Desmopresin:
• Bila setelah pemberian desmopresin osmolaritas urin ↑  central ,
tidak berubah  nefrogenik

Tatalaksana : DIS  terapi


hormon, obat adjuvan (diuretik
tiazid, klofibrat, karbamazepin)
• A. polidipsia psikogenik
• B. Diabetes insipidus nefrogenik
• C. Diabetes insipidus tipe sentral
• D. Diabetes insipidus e.c kelebihan hormon
vasopresin
• E. Diabetes melitus tipe II e.c defisiensi
hormon insulin
Camp: Penyakit Addison
Pria 48 tahun, datang dengan keluhan lemas dan lesu yang dialami sejak 4
bulan yang lalu. Pasien juga mengalami penurunan berat badan 5,5 kg
dalam 3 bulan terakhir. Keluhan juga disertai dengan kebotakan pada
rambut di kepala, ketiak, dan pubis, selain itu juga terdapat perubahan
warna kulit menjadi lebih gelap. Pada pemeriksaan fisik TD 90/60 mmHg,
pasien tampak pucat, terdapat pembesaran kelenjar tiroid, hiperpigmentasi
pada mukosa mulut dan palmar tangan. Diagnosis yang mungkin pada
pasien adalah…
A. Penyakit Addison
B. Penyakit Cushing
C. Hipotiroid
D. Hipertiroid
E. Krisis adrenal
• Laki-laki, 48 tahun
• Lemas dan lesu sejak 4 bulan lalu
• Penurunan BB 5,5 kg dalam 3 bulan
• Kerontokan rambut ketiak dan pubis, perubahan warna
kulit menjadi lebih gelap
• PF : tampak pucat, pembesaran kelenjar tiroid,
hiperpigmentasi mukosa mulut dan palmar tangan.

A. Penyakit Addison
Sumber : PAPDI VI
Addison Disease
• Kondisi insufisiensi kelenjar adrenal akibat destruksi atau disfungsi korteks adrenal yang menyebabkan
gangguan sekresi hormone glukokortikoid dan mineralokortikoid
• Penyebab paling sering: insufisiensi adrenokorteks autoimun idiopatik dan Tuberkulosis kelenjar
adrenal
• Etiologi :
– Idiopatik autoimun
– Addison’s disease kronis
• Chronic granulomatous disease
• Keganasan hematologi
• AIDS

– Addison’s disease akut


• Stress (infeksi, trauma, operasi)
• Perdarahan adrenal

CAMP:
Addison Disease
• Manifestasi klinis: kronik vs akut  akut: krisis adrenal
Manifestasi klinis kronik:
– Hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa; vitiligo
– Gejala umum: lemas, letih, nafsu makan ↓, BB ↓
– Gejala GIT: mual, muntah, diare
– Kepala terasa ringan + hipotensi
– Berkurangnya rambut pada ketiak dan pubis (kehilangan hormon androgen yang
diproduksi kelenjar adrenal)
• Diagnosis
– Test stimulasi ACTH :
• Serum kortisol rendah, plasma ACTH tinggi (insufisiensi adrenal primer)
• Serum kortisol rendah, plasma ACTh rendah (insufisiensi adrenal sekunder)
Kortisol rendah  hipoglikemi, hipotensi, penurunan BB, lemah.
B.Penyakit Cushing  hiperkortikolisme sekunder akibat
peningkatan produksi ACTH (biasanya karena adenoma
pituitari)
C. Hipotiroid  gejala hipotiroid, tidak ada
hiperpigmentasi,
kerontokan rambut
D. Hipertiroid  gejala hipertiroid, berdebar-debar,
tremor,
penurunan BB
E.Krisis adrenal  insufisiensi adrenal yang mengakibatkan
rendahnya kortisol dalam darah (kebingungan, psikosis, kejang,
hiperkalemia, hiperkalsemia, hipoglimkemia, hiponatremia,
hipotensi, hipotiroid)
Camp: Hiperparatiroidisme
Wanita 35 tahun, datang ke IGD dengan keluhan lemas dan tangan sering
kram. Keluhan ini disertai dengan nyeri perut, mual muntah, dan nafsu
makan menurun. Riwayat pernah operasi batu saluran kemih 2 kali.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Kadar Kalsium 20 mg/dL.
Pada EKG ditemukan gambaran pemendekan interval QT. Apakah etiologi
yang sering menyebabkan keluhan di atas?
A. hipokalsemia ec Hipoparatiroidisme sekunder
B. hiperkalsemia ec Hiperparatiroidisme
C. hipertiroid
D. hiperkalsemia ec hipoparatiroidisme primer
E. hiperkalsemia ec tumor tiroid
• Perempuan, 35 tahun
• Lemas dan tangan kram-kram
• Nyeri perut, mual, muntah, nafsu makan turun
• Riw. Operasi batu saluran kemih 2x
• Lab : Ca 20mg/dL
• EKG : pemendekan interval QT
• Kalsium > 10,5 mg/dL + pemendekan interval
QT  hiperkalsemia

B. hiperkalsemia ec

Hiperparatiroidisme Sumber : Harison 19ed


Hiperkalsemia (>10.5mg/dL / 2,6mmol/L)
• Dua penyebab tersering
a. Neoplasma  meningkatkan bone resorption
b. Hiperpartirodisme
• Penyebab lain : prolonged immobilization, peningkatan absorpsi kalsium,
vitamin D berlebihan, obat : lithium, thiazid
• Manifestasi klinis:
– Fatigue, depresi, Mental confusion
– Anoreksia, mual, muntah
– Batu ginjal
– Artritis pseudogout
• Gejala muncul pada kadar Ca2+ > 2.9 – 3 mmol/L
– > 3.2 mmol/L: kalsifikasi pada organ viseral
– > 3.7 – 4.5 mmol/L : koma, cardiac arrest

Sumber : Sumber: Harrison’s 19th ed


CAMP:
Gejala Hiperkalsemia

Sumber : Essentials of Pathophysiology 3ed


Hiperparatiroidisme
PRIMER SEKUNDER
• Gangguan metabolism kalsium, fosfat,
dan tulang akibat ↑ sekresi PTH  • Penyakit di luar kelenjar
hiperkalsemia dan hipofosfatemia paratiroid yang menyebabkan
• Etiologi: kelenjar menjadi membesar dan
– Adenoma kelenjar paratiroid, hiperaktif  hipokalsemia dan
– Sindrom herediter: multiple
endocrine neoplasia (MEN 1 dan hiperfosfatemia
2A) • Etiologi:
• MEN 1 (= Wermer’s syndrome) – Tersering: Gagal ginjal (tidak
– HiperPTH
– Tumor pituitari, tumor pankreas
mampu mengekskresi fosfat
– Hipersekresi gaster dengan PUD dan tidak mampu
(Zollinger-Ellison syndrome) membentuk calcitriol 
• MEN 2A hipokalsemi  PTH ↑)
– HiperPTH – Lithium
– Pheochromocytoma
– Karsinoma meduler tiroid – Defisiensi vitamin D
– Malabsorpsi gastrointestinal
Sumber : Sumber: Harrison’s 19th ed
Tatalaksana Hiperkalsemia

Sumber : Sumber: Harrison’s 19th ed


• A. hipokalsemia ec Hipoparatiroidisme
sekunder
• B. hiperkalsemia ec
Hiperparatiroidisme
• C. hipertiroid
• D. hiperkalsemia ec hipoparatiroidisme
primer
• E. hiperkalsemia ec tumor tiroid
Camp: Delayed puberty
Anak perempuan, 15 tahun, dibawa untuk konsultasi ke dokter dengan
keluhan belum pernah haid, padahal teman-teman sebaya pasien hampir
semua sudah mengalami menstruasi. Pasien menjadi minder dan karena
merasa berbeda dari temannya yang lain. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit atau masalah medis lain. Dari pemeriksaan didapatkan Tanner
M1P1. Dari USG terlihat uterus. Apa kondisi yang mungkin dialami pasien?
A. Pubertas prekoks
B. hymen imperforata
C. Delayed puberty
D. Hipergonadotropik hipergonadism
E. Hipergonadotropik hipergonadism
• Anak perempuan, 15 tahun
• Belum haid
• Keluhan lain (-)
• PF : Tanner M1P1
• USG : uterus (+)
• Belum haid, Tanner tidak sesuai usia
Delayed puberty

C. Delayed
puberty
Sumber : Nelson Pediatric
DELAYED PUBERTY
• Belum mengalami pubertas sampai dengan usia 14 tahun pada
anak laki-laki dan usia 13 tahun pada anak perempuan

• Pubertas prekoks : munculnya tanda seks sekunder <9 tahun


pada anak laki-laki dan <8 tahun pada anak perempuan

CAMP:
Primer
(hipogonadisme
hipergonadotropin
Hipogonadisme )
Delayed puberty
Gangguan
Hormon Sekunder Kongenital
Seksual (hipogonadisme
hipogonadotropin
) Didapat
Hipergonadisme -
Pubertas
prekoks
rth) Payudara sama sekali belum terbentuk (M1)

Klasifikasi Tanne
Rambut pubis tidak ada (P1)

Stage II Terbentuk breast bud, areolar melebar (M2)


(10-11.5 th) Sedikit rambut halus di labia mayora (P2)

Stage III Pembesaran payudara dan areola dalam


(11.5-13 th) bentuk single mound (areola masih rata
dengan jaringan payudara di sekitarnya) (M3)
Rambut pubis lebih keriting, mulai tumbuh ke
arah lateral (P3)

Stage IV Pertambahan ukuran dan terangkatnya


(13-15 th) payudara, areola tumbuh menonjol
membentuk double mounds (M4)
Mirip rambut pubis orang dewasa,
tumbuh di
seluruh permukaan pubis kecuali bagian
medial paha (P4)
Stage V Payudara mencapai ukuran dewasa, areola
(>15) kembali rata dengan jaringan payudara
sekitarnya membentuk single contour (M5)
Rambut pubis tumbuh sampai bagian medial
paha (P5)
r Stage I (<9
Klasifikasi Tanne th,prapuberta tidak ada (P1)
Panjang testis <2.5 cm (G1) Rambut pubis

s)
Stage II (9- Diameter terpanjang testis 2.5 cm, skrotum
11 th) menipis dan memerah (G2)
Sedikit rambut halus terutama di pangkal
penis (P2)
Stage III Pertambahan panjang dan lebar penis,
(11- pertumbuhan testis lebih lanjut (G3)
12.5 th) Rambut pubis lebih keriting, mulai tumbuh
ke arah mons pubis (P3)

Stage IV Penis dan testis membesar, warna skrotum


(12.5- menggelap (G4)
14 th) Mirip rambut pubis orang dewasa, tumbuh
di seluruh permukaan pubis kecuali bagian
medial paha (P4)

Stage V Genitalia mencapai ukuran dewasa (G5)


(>14) Rambut pubis tumbuh sampai bagian
medial paha (P5)
• Pemeriksaan kadar follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH). Pemeriksaan laboratorium awal
adalah menentukan status hormon gonadotropin. Pemeriksaan
FSH, LH dan steroid seks merupakan pemeriksaan minimal
yang harus dilakukan. Kadar FSH dan LH berbeda pada usia,
seks, dan tingkat perkembangan

Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 176 - 179


• A. Pubertas prekoks
• B. hymen imperforata
• C. Delayed puberty
• D. Hipergonadotropik hipergonadism
• E. Hipergonadotropik hipergonadism
OBSGY
N
Camp: Peningkatan BB pada kehamilan
Wanita 28 tahun, G2P1A0 kehamilan 24 minggu datang ke poli kebidanan
untuk kontrol rutin kehamilan. Berat badan ibu sebelum hamil 58 kg
dengan tinggi badan 155 cm (BMI 24.14 kg/m2). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan BB ibu saat ini 62 kg. DJJ 135x/menit. Pemeriksaan Leopold
didapatkan posisi melintang. Berapakah pertambahan berat badan yang
direkomendasikan untuk pasien?
A. 13 – 18 kg
B. 11,5 – 16 kg
C. 7 – 11,5 kg
D. 5 – 9 kg
E. Tidak ada rekomendasi khusus
Wanita, 28 tahun, G2P1A0, UK 24 minggu :
• BB sebelum hamil 58 kg TB 155 cm (BMI 24,14)
• Saat ini BB 62 kg
• DJJ 135 x/menit, posisi melintang

Rekomendasi pertambahan BB?

B. 11.5-16 kg
Kenaikan Berat Badan Ideal pada Ibu Hamil
Kisaran kenaikan berat badan ideal ibu hamil
tergantung pada BMI (body mass index) sebelum
hamil (prapregnancy) dan jumlah bayi
yang dikandung.
Cara menghitung BMI adalah sebagai berikut:
Berat badan (kilogram) dibagi dengan tinggi
badan pangkat dua (meter).

Kehamilan tunggal
• BMI di bawah 18,5 kisaran kenaikan BB idealnya: 13 kg
– 18 kg
• BMI antara 18,5 – 24,9 kisaran kenaikan BB idealnya:
11 ,5 kg – 16 kg
• BMI antara 25 – 29,9 kisaran kenaikan BB idealnya:
7 kg – 11,5 kg

Sumber : Berat badan dan Nutrisi Ibu Hamil. Jurnal WHO


CAMP:
Kehamilan kembar
• BMI di bawah 18,5 kisaran kenaikan BB idealnya: 22.5
kg – 28 kg
• BMI antara 18,5 – 24,9 kisaran kenaikan BB idealnya:
17 kg – 25 kg
• BMI antara 25 – 29,9 kisaran kenaikan BB idealnya:
14 kg – 23 kg
• BMI di atas 30 kisaran kenaikan BB idealnya: 11 kg –
19
kg

Berat badan ideal ibu hamil penting untuk


mendukung
kesehatan Janin. Berat badan berlebih selama
kehamilan
dapat meningkatkan risiko beberapa penyakit dan
kondisi, seperti:
• Tekanan darah tinggi
• Diabetes gestasional
• Bayi besar (makrosomia)
• Kemungkinan persalinan dengan bedah Caesar
A. 13 – 18 kg  BMI <18.5
C. 7 – 11.5 kg  BMI 25 – 29.9
D. 5 – 9 kg
E. tidak ada rekomendasi khusus
Wanita 20 tahun, P1A0 dibawa oleh suami ke UGD RS karena perdarahan
dan demam. Pasien dikatakan baru saja melahirkan sekitar 2 minggu
yang lalu di bidan. Kondisi bayi dalam kondisi sehat. Tidak ada riwayat
trauma dan sakit sebelumnya. PF TTV TD 120/80mmHg, HR 92x/menit,
RR 20x/menit, dan suhu 38,5oC. Pemeriksaan tinggi fundus uteri 1 jari di
bawah umbilikus dengan kontraksi lemah. Pada pemeriksaan inspekulo
tampak cairan dan darah di jalan lahir yang berbau. Apakah kemungkinan
diagnosa pada pasien ini?
A. PPH lambat e.c atonia uteri e.c infeksi luka operasi
B. PPH lambat e.c infeksi luka operasi e.c atonia uteri
C. PPH lambat e.c atonia uteri e.c endometritis
D. PPH lambat e.c subinvolusi uteri e.c endometritis
E. PPH lambat e.c endometritis e.c subinvolusi uteri
Wanita, 20 tahun, P1A0 :

• Perdarahan dari jalan lahir dan demam


• Post partum 2 minggu yang lalu
• Suhu 38.5 derajat celcius
• Tinggi fundus uteri 1 jari di bawah umbilikus dengan
kontraksi lemah
• PD : cairan dan darah berbau

Diagnosis?

D. PPH lambat e.c subinvolusi


uteri e.c endometritis
Perdarahan Post Partum
PPH dini (<24 jam)
• 4T
• Tonus: atonia uteri
• Tissue: retensi plasenta/sisa plasenta
• Tear: robekan jalan lahir
• Thrombin: gangguan pembekuan darah

PPH lambat(>24 jam)


• Subinvolusi uteri
• Retensi sisa plasenta
• Koagulopati

CAMP:
ENDOMETRITIS (Metritis)
Definisi :
Infeksi pada uterus setelah persalinan
Faktor predisposisi :
Kurangnya tindakan aseptik, kurangnya nutrisi pada pasien

Tanda dan Gejala :


• Demam > 38 derajat celcius dapat disertai mengigil
• Nyeri perut bawah
• Lokia berbau dan purulen
• Nyeri tekan uterus
• Perdarahan pervagina

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu. Kementerian Kesehatan Indonesia


Komplikasi :
• Atonia
• Subinvolusi uteri
• Abses
• Peritonitis

Tatalaksana:
• Antibiotik : ampisilin 2 g IV
selama 60 menit setiap 6jam
+ gentamisin 1.5 mg/kg/dosis
IV selama 60 menit setiap 8
jam+ metronidazole 500 mg
oral setiap 12 jam
• Rehidrasi
• Bisa dipertimbangkan
pemberian vaksin TT
• A. PPH lambat e.c Atonia uteri e.c Infeksi luka
operasi
– Atonia uteri merupakan diagnosis untuk PPH
dini
• B. PPH lambat e.c infeksi luka operasi e.c
atonia uteri
– Atonia uteri merupakan diagnosis untuk PPH dini
• C. PPH lambat e.c atonia uteri e.c endometritis
– Atonia uteri merupakan diagnosis untuk PPH dini
• E. PPH lambat e.c endometritis e.c subinvolusi
uteri
– Endometritis yang menyebabkan subinvolusi uteri
bukan subinvolusi uteri yang menyebabkan
endometritis
Wanita 35 tahun, G6P5A0 datang ke UGD RS karena terjadi perdarahan
bergumpal dengan jumlah sekitar 800 cc yang keluar dari vagina. Keluhan
disertai dengan nyeri pada abdomen. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
TD 90/60 mmHg, HR 96x/menit, RR 24x/menit dan suhu afebris. Pada
palpasi abdomen didapatkan bagian bayi teraba dengan jelas. Pasien
memiliki riwayat persalinan anak ke-3,4,5 nya dengan SC.Apa
kemungkinan terbesar yang menyebabkan perdarahan pada pasien?
A. Ruptur uteri parsial
B. Ruptur uteri komplet
C. Dehisensi skar uterus
D. Ruptur serviks
E. Gangguan pembekuan darah
Wanita 35 tahun G6P5A0
• Perdarahan bergumpal sekitar 800 cc keluar dari
vagina
• TD 90/60
• Pada palpasi abdomen didapatkan bagian
bayi
teraba dengan jelas
• Riwayat 3 kali SC
• Diagnosis?

B. Ruptur Uteri Komplet


RUPTUR UTERI
Robekan dinding rahim karena daya regang miometrium
terlampaui

Etiologi :
• Riwayat pembedahan uterus
•Induksi oksitosin dengan dosis
tidak tepat
•Ekstraksi dengan
bantuan (forceps)

Tatalaksana :
• Resusitasi cairan
/ transfusi
• Laparotomi 
histerektomi
CAMP:
Macam Ruptur Uterus
Ruptur Uterus Komplet
• Terpisahnya seluruh lapisan dinding uterus
• Ditandai dengan bagian janin yang teraba jelas

Ruptur uterus inkomplet


• Terlepasnya otot uterus dengan peritoenum viseral yang masih intak
• Pada kasus adanya bekas Sectio Caesarea disebut dehisensi skar
uterus
Faktor Risiko
• Sectio Caesarea
• Maneuver Kisteller (menekan Fundus pada saat persalinan)
A.Atonia uteri  uterus teraba lembek
C.Sisa plasenta  tampak adanya sisa
plasenta tertinggal dalam uterus
D.Laserasi jalan lahir  pada pasien
sudah dilakukan penjahitan
E.Gangguan pembekuan darah 
riwayat perdarahan sulit untuk berhenti
Wanita 33 tahun, G2P1A0 kehamilan 27 minggu dibawa ke IGD oleh
keluarganya karena kejang. Sebelumnya pasien sudah kejang 2 kali di
rumah namun dikatakan tidak ada riwayat kejang semasa kecil. Riwayat
ANC selama hamil adalah 3 kali. Dari hasil pemeriksaan di IGD, dijumpai
TD 180/100 mmHg, HR 98x/menit, RR 22x/menit, suhu 37oC, DJJ (+).
Dokter hendak memberikan pengobatan berupa MgSO4, mana yang tidak
termasuk hal yang perlu diperhatikan oleh dokter tersebut?
A. Laju pernapasan > 16 kali per menit
B. Tekanan darah pasien harus terjaga di 150/90 mmHg
C. Tersedia Ca Glukonas 10%
D. Memiliki refleks patella
E. Jumlah urin minimal 0.5 cc/kgBB/jam
Wanita, G2P1A0, UK 27 minggu :
• Kejang 2x di rumah
• TD 180/100
• DJJ (+)

Diagnosis  Eklamsia
Tidak termasuk hal yang perlu diperhatikan untuk
pemberian MgSO4?

B. Tekanan darah pasien harus


terjaga di 150/90 mmHg
Pemberian MgSO4

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu. Kementerian Kesehatan Indonesia


CAMP:
Syarat pemberian MgSO4 :
• Tersedia Ca Glukonas 10%
• Memiliki refleks patella
• Jumlah urin minimal 0.5 cc/kgbb/jam
• Laju pernapasan > 16 kali per menit

Saat pemberian  lakukan pemeriksaan fisik


tiap jam (TD, nadi, pernapasan, refleks patella,
dan jumlah urin)
Serta pantau dan nilai adanya perburukan
preekmplasia
A. Laju pernapasan > 16 kali per menit

merupakan syarat untuk pemberian MgSO4
C.Tersedia Ca Glukonas 10% 
merupakan syarat untuk pemberian MgSO4
D.Memiliki refleks patella 
merupakan syarat untuk pemberian MgSO4
E. jumlah urin minimal 0.5 cc/kgbb/jam

merupakan syarat untuk pemberian MgSO4
Wanita 30 tahun, G3P2A0 hamil 39 minggu dibawa suaminya ke Rumah
Sakitdengan keluhan merasa mules-mules yang teratur sejak 20 jam yang
lalu. Pasien dipimpin meneran sejak 2 jam yang lalu, tetapi anak belum
lahir. Pada pemeriksaan obstetri diperoleh pembukaan lengkap, selaput
ketuban (-), kepala berada di Hodge IV. Kontraksi uterus didapatkan
3x/10menit/40detik. Pasien sudah tampak kelelahan. Apa tindakan yang
tepat untuk dilakukan?
A. Terus dipimpin mengejan
B. Ekstraksi forceps
C. Ekstraksi vakum
D. Manuver Kristeller
E. Manuever Bracht
Wanita, 30 tahun, G3P2A0, UK 39 minggu :
• Mules-mules sejak 20 jam  dipimpin mengejan 2 jam
lalu tapi belum lahir
• Pembukaan lengkap, ketuban (-), station +3, selaput
ketuban (-)
• Kontraksi uterus didapatkan 3x/10menit/40detik.
• Kepala di Hodge IV
• Pasien tampak kelelahan
• Tindakan?

B. Ekstraksi forceps
EKSTRAKSI CUNAM (FORSEP)

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu. Kementerian Kesehatan Indonesia


CAMP:
EKSTRAKSI VAKUM
Syarat ekstraksi vakum :
- Presentasi belakang kepala
(verteks)
- Janin aterm (UK > 37
minggu)
- Pembukaan lengkap
- Kepala di H III – IV atau 1/5 –
2/5
- Pasien masih bisa mengejan
A.Terus dipimpin mengejan  tidak efektif
C.Ekstraksi vakum  syarat untuk vakum
adalah his baik dan ibu masih mampu
mengejan dengan baik
D.Manuver Kisteller  Penekanan Fundus
Uteri (dapat memicu ruptur uteri)
E.Manuever Bracht  maneuver untuk
bantuan persalinan dengan presentasi bokong
Wanita 25 tahun, G2P1A0 kehamilan 32 minggu dirujuk oleh bidan Y ke
dokter. Dikatakan bahwa pasien mengalami keluar darah dari jalan lahir
tanpa disertai dengan rasa nyeri. Pasien menyangkal adanya trauma atau
terjatuh. Setelah dilakukan pemerikaan USG, dokter menegakkan bahwa
pasien mengalami plasenta previa. Apakah obat yang diberikan untuk
perbaikan kondisi janin?
A. Betametasone 12 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4 kali
B. Betametasone 12 mg IM setiap 24 jam sebanyak 4 kali
C. Deksametasone 6 mg IM setiap 24 jam sebanyak 2 kali
D. Deksametason 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 2 kali
E. Betametasone 12 mg IM setiap 24 jam sebanyak 2 kali
Wanita G2P1AO, UK 32 minggu
• Keluar darah dari jalan lahir tanpa nyeri
• Tidak ada trauma

Diagnosis  Plasenta previa


Tatalaksana?

E. Betametasone 12 mg IM
setiap 24 jam sebanyak 2 kali
PLASENTA PREVIA

Definisi : implantasi di atas atau mendekati ostium serviks interna


Faktor risiko :
• Kehamilan usia lanjut
• Multi paritas
•Riwayat SC sebelumnya
Diagnosis :
• Perdarahan UK>22
minggu dari jalan lahir
(merah segar), TANPA
nyeri
• Bagian terendah janin
tidak masuk PAP
• Kondisi janin normal
PENJELASAN
KEYWORD
S

Berdasarkan letaknya, dibagi menjadi 4, yaitu :


 Plasenta previa totalis. OUI ditutupi seluruhnya
plasenta oleh
 Plasenta
plasenta previa parsialis. OUI tertutup sebagian
 Plasenta olehprevia marginalis. Tepi plasenta di tepi OUI

0,1-2,0 cm dari tepi.
 Plasenta previa letak rendah. Plasenta berimplantasi
di
segmen bawah uterus  tepi plasenta terletak
dekat
dengan ostium. Antara 2,1-3,5 cm dari ostium interna
Tatalaksana :
UMUM
*TIDAK DIANJURKAN PEMERIKSAAN DALAM SEBELUM
SIAP UNTUK sc*
• Resusitasi cairan / darah sesuai jumlah perdarahan
• Dilakukan pemeriksaan inspekulo hati-hati 
tentukan
sumber perdarahan
KHUSUS
•Untuk
Terapikehamilan
konservatifpreterm,
 tokolitik dan pematangan
perdarahan sedikit,paru janinada
belum
tanda inpartu, kondisi ibu stabil dan tidak
kegawatan
janin ada
Dilakukan dengan rawat inap, tirah
baring, antibitoik profilaksis, dan USG
Tokolitik : MgSO4 4 g IV dilanjutkan 4g / 6 jam
atau nifedipine 3x20 mg/hari
Pematangan paru : betametason 12 mg / 24 jam
IV diulang sampai 48 jam atau deksametasone 6
mg / 12 jam IV diulang sampai 48 jam

• Terapi aktif  terminasi kehamilan


– Persalinan pervaginamuntuk plasenta previa jenis
letak rendah, perdarahan sedikit, presentasi kepala
dan bukaan lengkap
– SC  lihat penjelasan selanjutnya
DIAGNOSA BANDING PLASENTA PREVIA

DIAGNOSIS GEJALA TATALAKSANA KHUSUS

Solusio - Perdarahan  RUJUK


plasenta warna merah - Ibu stabil  terapi sesuai kondisi janin:
kehitaman 1. DJJ normal  SC
- Nyeri intermiten
atau menetap 2. DJJ abnormal  pervaginam segera / SC
- Dapat terjadi 3. DJJ (-)  pervaginam
penurunan DJJ - Ibu tidak stabil  SC
- Uteru tegang dan
nyeri
DIANGOSIS GEJALA TATALAKSANA KHUSUS
Vasa previa - Perdarahan minimal - Persalinan cepat (terutama pada janin
/ sedang, bewarna yang tidak stabil)
kemerahan
- Tidak dengan nyeri /
nyeri minimal *(umumnya muncul ketika pecah
- Janin : bradikardi ketuban karena vasa menempal di
relatif membran amnion)

Ruptur uterus - Perdarahan segera Persalinan cepat (terutama pada janin


- Nyeri perut hebat yang tidak stabil)
- Kontraksi hilang
• A. Betametasone 12 mg IM setiap 12 jam
sebanyak 4 kali
– Seharusnya betametason diberikan setiap
24 jam
• B. Betametasone 12 mg IM setiap 24 jam
sebanyak 4 kali
– Pada pilihan ini  diberikan 4 hari
• C. Deksametasone 6 mg IM setiap 24 jam
sebanyak 2 kali
– Deksametason 6 mg setiap 12 jam
• D. Deksametason 6 mg IM setiap 12 jam
sebanyak 2 kali
– Jika 2 kali  1 hari
Camp: Tuberkulosis pada kehamilan
Wanita 28 tahun, G1P0A0,, kehamilan 12 minggu datang dengan keluhan
batuk-batuk sejak 3 minggu yang lalu, pasien mengatakan kenaikan berat
badan selama kehamilan juga tidak signifikan bila dibandingkan dengan
berat badan sebelum hamil. Pasien mengatakan ia mengalami keringat
pada malam hari, disertai demam. Suami pasien juga mengalami hal yang
serupa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR
110x/menit, RR 20x/menit, suhu 37,9oC. Pemeriksaan paru terdengar ronki
pada apeks. Dilakukan pemeriksaan penunjang dengan hasil BTA (+).
Bagaimana pemberian terapi yang tepat untuk pasien?
A. Terapi TB segera dimulai dengan regimen RHZES
B. Terapi TB segera dimulai dengan regimen RHZE
C. Terapi TB dimulai pada trimester 2 kehamilan dengan regimen RHZES
D. Terapi TB dimulai pada trimester 2 kehamilan dengan regimen RHZE
E. Terapi TB diberikan setelah bayi dilahirkan dengan regimen RHZES
Wanita, UK 12 minggu :
• Batuk sejak 3 minggu yang lalu, BB tidak naik secara
signifikan
• Keringat malam, demam
• Suhu 37.9 derajat ceclcius
• Ronkhi pada apeks. BTA (+)

Diagnosis  TB paru pada kehamilan


Terapi?

B. Terapi TB segera
dimulai dengan regimen
RHZE
TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN

Definisi : penyakit disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis


complex
Faktor predisposisi :
• Kontak dengan penderita TB
• Nutrisi kurang
• Faktor Sosioekonomi

Tanda dan gejala :


UTAMA : batuk berdahak 2-3 minggu atau lebih
Tambahan : batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan turun, BB turun, malaise, keringat malam tanpa kegiatan fisik,
demam
/meriang >1 bulan
Diagnosis :
• Keluhan fisik +
 px sputum
(SPS /3 x
ambil)
• Bila tidak bisa
dilakukan 
foto xray dada
Tatalaksana :
Tidak ada perbedaan dengan pengobatan TB
umumnya
pada  STREPTOMISIN TIDAK
(karena
BOLEH teratogenik)
• 4 KDT: RHZE
• 2 KDT: RH
Evaluasi:
• Periksa dahak bulan 2 : hasil (-)  lanjutkan, hasil
(+)  tambahkan OAT sisipan (28 hari)  px
ulang  hasil (-) : lanjutkan hasil (+) : rujuk
• Periksa dahak bulan 5 : hasil (-)  lanjutkan ,
hasil (+)  rujuk
• Periksa dahak bulan 6 : hasil (-)  sembuh,
hasil (+)  rujuk

• Bayi lahir profilaksis INH 5-19 mg/kg/hari sampai


6 bulan  vaksin BCG segera setelah profilaksis
selesai
KONDISI KHUSUS
A. Terapi TB segera dimulai dengan regimen
RHZES  streptomisin kontraindikasi untuk
kehamilan
C.Terapi TB dimulai pada trimester 2 kehamilan
dengan regimen RHZES  streptomisin
kontraindikasi untuk kehamilan
D.Terapi TB dimulai pada trimester 2 kehamilan
dengan regimen RHZE  segera dimulai
E.Terapi TB diberikan setelah bayi dilahirkan
dengan regimen RHZES  streptomisin
kontraindikasi untuk kehamilan
Camp: Perdarahan post partum
Wanita 28 tahun, P2A0 post melahirkan di bidan 2 jam yang lalu, kemudian
dirujuk ke IGD RSUD terdekat karena mengalami perdarahan post partum.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien gelisah, TD 80/60 mmHg, nadi
130x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,5oC, akral teraba dingin, kontraksi
uterus teraba lemah dimana TFU teraba 1 jari dari simfisis pubis.
Pemeriksaan dalam tidak didapatkan massa atau sisa plasenta. Apakah
terapi mekanik yang dapat diberikan untuk perdarahan pada pasien?
A. Oksitosin 20-40 IU dalam 1 L cairan kristaloid
B. Ergometrin 0.2 mg IM
C. Asam traneksamat 1g IV
D. Kompresi bimanual
E. Guyur Cairan Kristaloid 15-20 cc/kgBB/15 menit
Wanita, P2AO :
• Post partum 2 jam lalu
• TD 80/60, nadi 130x/menit, akra; teraba dingin
• Kontraksi uterus lemah, TFU 1 jari dari simfisis
pubis

Diagnosis  Atonia uteri


Terapi mekanik?

D. Kompresi bimanual
Hemorargia Postpartum (HPP)
Definisi : perdarahan pervaginam ≥500 ml setelah
bayi lahir yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik
- HPP primer : dalam 24 jam pertama postpartum
ibu
- HPP sekunder : antar 24 jam hingga 12 minggu
postpartum

Tatalaksana awal:
- Stabilisasi ABC
- membuka jalan napas
- pemberian oksigen adekuat
- pasang infus intravena untuk pemberian
cairan / transusi darah

CAMP:
Saat pasien stabil  tentukan peyebab HPP

tersering adalah sebagai berikut : (4T)
FAKTOR PENYEBAB GEJALA DAN TANDA
Tonus 1. ATONIA UTERI  Perdarahan segera
 Uteri lembek / tidak kontraksi

Tissue 1. RETENSIO PLASENTA Plasenta belum lahir dalam 30 menit


setelah lahir bayi

2. SISA PLASENTA  Plasenta atau sebagian selaput


lahir
tidak lengkap
 Muncul 6-10 hari pasa salin
dengan
subinvolusi uteri
FAKTOR PENYEBAB GEJALA DAN TANDA
Trauma 1. ROBEKAN JALAN LAHIR  Perdarahan segera
 Tampak laserasi

2. RUPTUR UTERI  Perdarahan segera


 Nyeri perut hebat
 Kontraksi hilang

3. INVERSIO UTERI  Fundus tidak teraba pada palpasi


abdomen
 Lumen vagina berisi massa
 Kontraksi hilang

Trombin 1. GANGGUAN PEMBEUKAN  Perdarahan tidak berhenti, encer


DARAH  Gagal terbentuk gumpalan pada uji
laboratorium
 Terdapat factor predisposisi : solusio
plasenta, IUFD, eclampsia, emboli air
ketuban
Tatalaksana Lanjutan sesuai penyebab :
• A. Oksitosin 20-40 IU dalam 1 L cairan
kristaloid  terapi medikamentosa untuk
HPP ec atonia uteri
• B.Ergometrin 0.2 mg IM 
terapi medikamentosa untuk HPP ec atonia
uteri
• C.Asam traneksamat 1g IV 
terapi medikamentosa untuk HPP ec atonia
uteri
• E. Guyur Cairan Kristaloid 15-20cc/
kgBB/15 menit  bukan terapi mekanik
Camp: Vulvitis kronik
Wanita 35 tahun, P3A0 datang dengan keluhan kemerahan pada daerah di
kemaluan bagian eksterna, disertai dengan keluhan gatal. Riwayat luka
berupa vesikel sembuh dan rekuren sejak 6 bulan yang lalu. Saat
dilakukan pemeriksaan genitalia eksterna didapatkan gambaran seperti:

Apakah diagnosis yang tepat untuk penyakit dari pasien?


A. Kondiloma akuminata
B. Vaginitis
C. Vulvitis kronik
D. Karsinoma serviks
E. Servisitis
Wanita, P3A0
• Kemerahan pada kemaluan
eksterna dengan gatal
• Riwayat luka vesikel sembuh dan
rekuren sejak 6 bulan lalu

Diagnosis?

C. Vulvitis kronik
VULVITIS KRONIS
Definisi : inflamasi vulva (jaringan kulit pada genitelia eksterna
wanita)
Epidemiologi : semua wanita terutama pada yang belum
pubertas dan post menopause  esterogen rendah (kondisi
vulva lebih tipis dan kering) , resiko meningkat pada pasien DM

Etiologi :
• Infeksi (tersering adalah herpes rekuren) (lainnya : skabies,
pubic lice
• Reaksi alergi (terhadap sabun, spermisida)
• Reaksi iritatif (terhadap air kolam renang, air
hangat permandian)

CAMP:
Tanda dan gejala :
• Rasa gatal konstan dan berat, sensasi nyeri
• Sekret pada vagina
• Tampakan luka , merah, dan radang pada
kulit vulva

Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan laboratorium sekret terutama
bila dengan keluhan sekret  kecurigaan IMS
• Analisa urin  kecurigaan ISK
• Pap smear / Biopsi  bila dengan
tanda keganasan
Tatalaksana :
• Simptomatik : hidrokortison, krim
esterogen, kompres dengan lotio kalamin
• Etiologik :
1. Herpes : asiklovir, valasiklovir
2. Iritan : hindari kontak iritan
3. Jamur : antifungal
A.Kondiloma akuminata  tampakan lesi
berupa berjonjot-jonjot atau villi (disebabkan
oleh virus HPV)
B.Vaginitis  peradangan tampak hanya pada
bagian saluran vagina
D. Karsinoma serviks  gejala keganasan
serviks berupa keputihan, perdarahan
pervagina
E. Servisitis  peradangan pada serviks
tersering karena infeksi
Camp: Kontrasepsi darurat
Wanita 40 tahun, datang bersama dengan suaminya ke Puskesmas karena
kecemasan akan hamil akibat terlambat 10 hari untuk menstruasi. Pasien
mengatakan bahwa masih rutin berhubungan suami istri dengan suami
terakhir kali adalah 3 hari yang lalu. Pasien mengaku bahwa ia
menggunakan KB suntik 1 bulanan dan selalu rutin serta tidak pernah
terlambat. Dokter memberikan pilihan untuk alat kontrasepsi darurat.
Berikut ini manakah yang bukan termasuk sebagai kontrasepsi darurat?
A. AKDR-Cu dipasang sekitar 5 hari post coitus
B.Pil 0.05 mg etinil estradiol + 0.25 mg levonergostriel 2 tablet/ 12
jam selama 3 hari
C.Pil 0.03 mg etinil estradiol + 0.15 mg levonergostriel 4 tablet/ 12 jam
selama 3 hari
D.Pil 0.05 mg etinil estradiol + 0.25 mg levonergostriel 3 tablet/ 12 jam
selama 3 hari
E. Pil progestin 1 tablet/12 jam
Wanita, 40 tahun :
• Cemas akan hamil akibat terlambat menstruasi 10
hari
• Rutin berhubungan suami istri, terakhir 3 hari yang
lalu
• Pasien mengaku menggunakan KB suntik 1 bulanan
secara rutin

Bukan termasuk KB darurat?

D. Pil 0.05 mg etinil estradiol + 0.25 mg


levonergostriel 3 tablet/ 12 jam selama 3 hari
KONTRASEPSI DARURAT
Kontrasepsi untuk mencegah kehamilan setelah senggama
tanpa pelindung atau tanpa pemaikan kontrasepsi yang
tepat dan konsisten sebelumnya

Bermanfaat bila digunakan dalam 5 hari pertama, namun


lebih efektif bila konsumsi segera  tingkat kehamilan 3%
Efek samping : mual muntah (dalam 2 jam pertama setelah
minum pil pertama atau kedua  beri dosis
ulangan), perdarahan / bercak
A. AKDR-cu dipasang sekitar 5 hari post coitus
 benar
B.Pil 0.05 mg etinil estradiol + 0.25
mg levonergostriel 2 tablet/ 12 jam selama 3
hari
 benar
C.Pil 0.03 mg etinil estradiol + 0.15
mg levonergostriel 4 tablet/ 12 jam selama 3
hari
 benar
E. Pil progrestin 1 tablet/12 jam  benar
Camp: Distosia bahu
Wanita 28 tahun, G2P1A0 kehamilan 39 minggu datang dengan keluhan
kencang-kencang. Pasien mengatakan sudah ada air yang keluar dari
jalan lahir. Hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal. DJJ 140x/menit,
presentasi kepala, sudah masuk pintu atas panggul. Didapatkan kontraksi
5x dalam 10 menit selama 40-60 detik. Saat pembukaan sudah dipimpin
untuk meneran dan kepala bayi lahir, namun kemudian kepala bayi seolah
keluar masuk dan bahu tidak lahir-lahir. Maka dokter jaga melakukan
episiotomi dilanjutkan dengan pembukaan kaki ibu dan fleksi panggul ke
arah perut dan usaha melahirkan bahu anterior, namun tetap belum
berhasil. Apa langkah selanjutnya yang bisa dilakukan ?
A. Manuver Kristeller
B. Manuver Bracht
C. Manuver Corkscrew
D. Manuver Mauriceau
E. Manuver Ritgen
Wanita, G2P1AO, UK 39 minggu :
• Saat dipimpin meneran, kepala bayi lahir namun bahu
tidak lahir
• Episiotomi
• Manuver Mc Robert dan Manuver Massanti
sudah dilakukan

Diagnosis  Distosia bahu


Langkah selanjutnya?

C. Manuver
Corkscrew
Distosia Bahu
• Faktor risiko
– Makrosomia (> 4000 gram)
• Taksiran berat janin pada kehamilan ini
• Riwayat persalinan dengan bayi makrosomia
• Riwayat keluarga dengan makrosomia
• Diabetes Gestatsional
• Multiparitas
• Kehamilan post term
• Gejala dan Tanda
– Kala II memanjang
– Kepala bayi melekat pada perineum
– Turtle sign
• Dapat dilahirkan secara normal dengan syarat
– Kondisi vital ibu masih memadai dan ibu dapat bekerjasama
menyelesaikan persalinan
– Masih memiliki kemampuan mengedan
– Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi
tubuh bayi
– Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
– Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluar
nya bayi
1.Manuver McRoberts
(hiperfleksi kaki ke arah
perut)
2.Manuver Massanti
(external pressure)
: kompresi eksternal
pada distosia bahu
3. Manuver
“Corkscrew” Woods
(memutar bahu
posterior ke anterior)
4.Manuver Schwartz
dan Dixon (melahirkan
bahu belakang)
Manuver Mc Robert Manuver Massanti Manuver Corkscrew
A.Manuver Kristeller  menekan fundus uteri
untuk memberikan tonus (namun sudah tidak
direkomendasikan karena meningkatkan risiko
rupture uteri)
B.Manuver Bracht  maneuver untuk
membantu persalinan bokong pervagina
D. Manuver Mauriceau  maneuver untuk
membantu persalinan bokong pervagina
E. Manuver Ritgen  maneuver untuk menahan
kepala janin saat keluar (ini untuk mengurangi
risiko laserasi perineum yang luas)
Camp: Bendungan payudara
Wanita 22 tahun, P1A0 baru saja melahirkan anak 3 hari yang lalu. Saat ini
datang dengan keluhan kedua payudara terasa sedikit nyeri dan teraba
mengeras. Pada saat dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan kemerahan
atau bengkak, tidak teraba panas. Manakah yang tidak termasuk
tatalaksana pada pasien?
A. Sangga payudara dengan bebat
B. Kompres payudara dengan kain basah
C. Susukan bayi 2-3 jam sekali
D. Pompa ASI secara manual dari payudara
E. Berikan antibiotik kloksasilin
Wanita 22 tahun, P1A0:
• Post partum 3 hari yang lalu
• Kedua payudara sedikit nyeri dan mengeras
• Kemerahan atau bengkak (-)
• Tidak teraba panas

Diagnosis  Bendungan payudara


Tidak termasuk tatalaksana?

E. Berikan antibiotik
kloksasilin
BENDUNGAN PAYUDARA
Definisi : bendungan pada kelenjar payudara
karena ekspansi dan tekanan dari produksi
dan penampungan ASI

Diagnosis :
• Payudara bengkak dan keras
• Nyeri pada payudara (mastalgia)
• 3-5 hari post partum
• Kedua payudara terkena
Faktor Predisposisi :
• Posisi menyusui tidak baik
• Membatasi menyusui
• Bayi diberi suplemen susu formula
• Pompa payudara tanpa indikasi  suplai berlebih
• Implan payudara

Tatalaksana
• Sangga dengan bebat/bra yang pas
• Kompres dengan kain basah/hangat (5 menit)  Urut payudara
ke arah puting
• Susukan bayi 2-3 jam sekali dan pastikan perlekatan benar
• Bila payudara tidak kosong  pompa ASI
• Setelah menyusui kompres dingin
• Bila nyeri : parasetamol 3x500 mg
• Evaluasi 3 hari
Diagnosa Banding
Diagnosa Gejala Khas Terapi
Mastitis Payudara merah, nyeri Antibiotik :
Dengan demam >38 derajat • Kloksasilin 500 mg/6 jam (oral) 10-14
celcius hari
• ATAU eritromisin 250 mg/ 8 jam (oral)
10-14 hari
Parasetamol 3 x 500 mg (oral)
Kompres dingin

Abses Payudara merah, nyeri Insisi dan drainase


Payudara dengan fluktuasi (+) Medikamentosa sama dengan mastitis
Dengan demam >38 derajat (antibiotik dan parasetamol)
celcius Kompres hangat

Retraksi Puting tertarik ke dalam Retraksi tidak dalam  susu didapat


puting payudara, pada beberapa dengan pompa payudara
kasus muncul keluar saat Retraksi sangat dalam  keluarkan puting
distimulasi dengan jari rutin beberapa bulan sebelum
melahirkan
A. Sangga payudara dengan bebat  tatalaksana
yang tepat untuk bendungan payudara
B. payudara dengan basah 
Kompres kain yang tepat untuk bendungan
tatalaksana
payudara
C. Susukan bayi 2-3 jam sekali  tatalaksana yang
tepat untuk bendungan payudara
D. Pompa ASI secara manual dari payudara 
tatalaksana yang tepat untuk bendungan
payudara
Camp: Ruptur perineum
Wanita 31 tahun, P2A0 baru saja melahirkan 1 jam lalu. Didapatkan
perdarahan mengalir dari jalan lahir. Dilakukan pemeriksaan dan kemudian
didapatkan hasil berupa laserasi jalan lahir mengenai musculus sphincter
ani externa > 50 %. Apa diagnosis dari pasien?
A. Ruptur perineum grade 2
B. Ruptur perineum grade 3A
C. Ruptur perineum grade 3B
D. Ruptur perineum grade 3C
E. Ruptur perineum grade 4
Wanita, P2A0 :
• Post partum 1 jam yang lalu
• Laserasi jalan lahir sampai spincter ani externa
> 50%

Derajat diagnosis?

C. Rupture perineum grade


3B
Laserasi perienum / Derajat robekan perineum :

Termasuk sebagai hemorargia


postpartum tersering

Maka setelah kelahiran plasenta perlu dilakukan


evaluasi ada tidaknya laserasi pada vagina dan
perineum
Bila ada dan menyebabkan perdarahan aktif
maka perlu dilakukan reparisasi berupa penjahitan
sesuai dengan derajat laserasi
A.Ruptur perineum grade 2  hanya sampai
dengan otot perineum tidak sampai dengan
sfingter ani
B.Ruptur perineum grade 3A  robek sfingter
ani eksterna <50%
D. Ruptur perineum grade 3C  robek sampai
dengan sfingter ani interna
E. Ruptur perineum grade 4  robek sfingter
ani + epitel anus
Camp: HELLP syndrome
Wanita 32 tahun, G1P0A0 hamil 38 minggu datang untuk memeriksakan
kehamilannya. Sejak, kehamilan 28 minggu pasien didiagnosa dengan
Preeklampsia. Saat ini tidak ada keluhan pusing, mual (-), nyeri ulu hati (-).
HIS (-), TFU 32cm. TD 170/110 mmHg. Hb 15, Leukosit 15.000 Trombosit
88.000, Ureum 50, Creatinin 0,8, OT/PT 80/72, LDH 700, Proteinemia (+1),
D-dimer (-). Apa diagnosis yg tepat untuk pasien?
A. Preeklampsi berat
B. Preeklampsi ringan
C. HELLP syndrome total
D. HELLP syndrome parsial
E. Disseminated Intravascular Coagulation(DIC)
• Wanita, 32 tahun, G1P0A0, UK 38 minggu
• Sejak UK 28 minggu diagnosis: Preeklampsia
• Saat ini TD 170/110. Hb 15, 15.000
Trombosit
Leukosit 88.000 Ureum 50 Creatinin OT/PT
120/30. LDH 700. Proteinemia (+1) D-dimer (-)
0,8.

Diagnosis?

C. HELLP Syndrome Total


Sindrom HELLP
🞇 Hemolysis || Elevated Liver Enzymes || Low Platelet Count
4-12% ibu hamil dengan PE  sindrom HELLP

Patogenesis : kondisi akhir dari berbagai kerusakan endotel


mikrovaskular dan aktivasi platelet intraaskular. Aktivasi platelet
 pelepasan thromboxane A dan serotonin  vasospase,
aglutinasi dan agregasi platelet, serta kerusakan endotel
berlanjut.

Ddx : hepatitis, gangguan kantung empedu, ITP


KRITERIA DIAGNOSIS TANNESSEE
Hemolysis - ꜛꜛLDH lebih dari 2 kali rentang normal (nr 140-280 U/L) atau ꜛ ꜛ
total bilirubin (>1.2)
Elevated Liver Enzymes - ꜛꜛAST/SGOT (nr 5-40 U/L), ꜛꜛALT/SGPT (nr 7-
56 U/L)
Low Platelet Count - ꜜꜜPLT (nilai normal= 150k-450k /mcL)
 HELLP Syndrome total : memenuhi ke-3 kriteria
 HELLP Syndrome partial : memenuhi 1 atau 2 kriteria tersebut

Komplikasi
• Disseminated intravascular coagulation
20% pada HELLP & 84% pada HELLP dengan gagal ginjal akut
• Edema pulmo
6% pada HELLP & 44% pada HELLP dengan gagal ginjal akut
• A. Preeklampsi berat
– TD ≥ 160/110 setelah UK 20 minggu dan Proteinuria
≥2 gr/24 jam atau ≥2+
• B. Preeklampsi ringan
– TD ≥ 140/90 setelah UK 20 minggu dan Proteinuria
≥300 mg/24 jam atau ≥1+
• D. HELLP syndrome parsial
– bila hanya memenuhi 1 atau 2 kriteria dari
HELLP Syndrome
• E. Disseminated Intravascular Coagulation
– Gangguan koagulasi, komplikasi HELLP syndrome
Wanita 32 tahun, G3P2A0 hamil34 minggu datang untuk pemeriksaan rutin
kehamilan. Pada pemeriksaan didapatkan TD 170/100 mmHg, HR
88x/menit, RR 22x/menit dan suhu 36,7oC. Kemudian dokter melakukan
pemeriksaan lanjutan pada urin dan didapatkan hasil berupa Proteinuria
positif 3. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sebelum hamil dengan
tekanan darah 150/80 mmHg. Apa diagnosis yang paling tepat untuk
kondisi pasien ?
A. Superimposed PEB
B. Hipertensi kronis
C.Hipertensi gestasional
D.PEB / Preeklampsia berat
E. Preeklampsia ringan
Wanita, 32 tahun, G3P2AO, UK 34 minggu:
• TD 170/100
• Proteinuria +3
• Riwayat HT sebelum kehamilan (+) dengan
TD 150/80

Diagnosis?

A. Superimposed PEB
Alur Pendekatan Diagnosis Pada Pasien Dengan
Hipertensi

CAMP:
PREEKLAMPSIA PEB Superimposed HT Gestasional HT kronis
RINGAN PE

TD ≥ 140/90 TD ≥ 160/110 HT sebelum UK TD ≥ 140/90 TD ≥ 140/90


setelah UK 20 setelah UK 20 20 minggu setelah UK 20 sebelum
minggu minggu minggu kehamilan

Dan Dan Dan Tanpa Atau


Proteinuria ≥300 Proteinuria ≥2 Onset baru Proteinuria TD tinggi
mg/24 jam atau gr/24 jam atau proteinuria 300 sebelum UK 20
≥1+ pada urin ≥2+ mg/24 jam pada minggu (tidak
tampung 24 jam kehamilan dengan penyakit
trofoblastik
gestasionsal)

Atau Atau
Terganggu HT dan (TD kembali (TD persisten
fungsi organ proteinuria normal < 12 sampai >12
(ginjal, sejak UK <20 minggu minggu
paru, minggu postpartum) postpartum)
neuorologis,
janin)
TATALAKSANA UMUM
- Perhatikan ABC
- MgSO4 IV  untuk eklampsia (tatalaksana kejang) dan Preeklampsia berat
(pencegahan kejang)
- Antihipertensi  untuk ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan
TATALAKSANA
KHUSUS
Preeklampsia Berat :
- Bila <34 minggu +
ibu dan janin stabil
 ekspektatif
- 1st line : MGSO4
- Pemberian
antihipertensi
direkomendasikanool
eh POGI 2016 pada
pasien dengan TD ≥
110 diastol atau ≥
160 sistol
EKLAMPSIA
- Pemberian MgSO4 dan antihipertensi
- Terdapi definitif : terminasi kehamilan

 dimana kondisi eklampsia adalah KI


untuk manajemen ekspektatif

Sumber : PNPK Preeklampsia POGI 2016


B.Hipertensi kronis  HT sejak sebelum
kehamilan tanpa disertai proteinuria
C.Hipertensi gestasional  HT sejak UK >20
minggu tanpa proteinuria
D.PEB / Preeklampsia berat TD ≥ 160/110
setelah UK 20 minggu dan Proteinuria ≥2
gr/24 jam atau ≥2+
E.Preeklampsia ringan  TD ≥ 140/90 setelah
UK 20 minggu dan Proteinuria ≥300 mg/24
jam atau ≥1+
Camp: persalinan normal
Wanita 25 tahun, G1P0A0 kehamilan 38 minggu datang ke IGD RS dengan
keluhan keluar cairan bening sejak 8 jam yang lalu. Dilakukan
pemeriksaan TD 120/80 mmHg, HR 80x/menit, RR 20x/menit, suhu
36,5oC. Saat dilakukan pemeriksaan dalam tidak didapatkan adanya cervix
letak anterior, tebal, belum ada pembukaan dan belum ditemukan adanya
kontraksi HIS. Apa diagnosis obstetrik lengkap untuk pasien?
A. Primigravida, aterm, belum dalam persalinan dengan KPD
B. Primigravida, preterm, belum dalam persalinan dengan KPD
C. Primigravida, aterm, partusprematurus iminensdengan KPD
D. Primigravida, aterm, inpartu kala 1 fase laten dengan KPD
E. Primigravida, preterm, partus prematurus iminens
Wanita, 25 tahun, G1P0A0, UK 38 minggu
• Keluar cairan bening sejak 8 jam yang lalu
• PD : tidak ada pembukaan
• Belum ada kontraksi HIS

Diagnosis?

A. Primigravida, aterm, belum


dalam persalinan dengan
KPD
USIA KEHAMILAN
• New Ballard Score

Preterm  UK <37 minggu


Aterm  UK 37 -42 minggu
Postter  UK >42 minggu
m
KETUBAN PECAH DINI
Definisi :pecahnya selaput korioamniotik pada usia gestasi diatas
37 minggu sebelum mulainya tanda-tanda persalinan
Kehamilan <37 minggu , disebut KPD preterm/PPROM

Diagnosis :
• Usia kehamilan viable (>20 minggu) belum ada tanda inpartu
• Keluar cairan jernih dari vagina
• Tidak ada demam (bila tidak terjadi infeksi)
• DJJ normal
• Pemeriksaan inspekulo: tampak cairan jernih dari ostium uteri
internum
Faktor predisposisi :
• Riwayat KPD
• ISK
• Perdarahan antepartum
• Merokok
Tatalaksana :
• UMUM  eritromisin 4x250 mg (10 hari)
• KHUSUS
• (UK > 33 minggu) : induksi persalinan
• (UK 24 - 33 minggu) :
• Bila ada amnionitis, plasentas abruptio, IUFD 
persalinan segera
• Bila tidak : pematangan paru (deksametasone /
betametasone)  periksa serial ibu dan janin  lahirkan
bayi pada UK 34 minggu
• (UK < 24 minggu) :
• Pertimbangkan risiko ibu dan janin
• Bila terjadi korioamnionitis  tatalaskana triple antibiotik
• B. Primigravida, preterm, Belum dalam Persalinan
+KPD
– Usia kehamilan kasus ini 38
• C. Primigravida, aterm, Partur Prematurus
Iminen
+KPD
– Tidak ada tanda2 persalinan di kasus ini
– HIS tidak ada
• D. Primigravida, aterm , inpartu kala 1 fase
laten dengan KPD
– Tidak ada tanda2 persalinan di kasus ini
– HIS tidak ada
• E. Primigravida, preterm, Partus Prematurus
Iminen
– Usia kehamilan kasus ini 38
Wanita 27 tahun, P1A0 datang ke poli kebidanan untuk melakukan tes IVA.
Pasien tidak memiliki gejala atau keluhan sama sekali. Pada pemeriksaan
abdomen tidak ditemukan adanya kelainan namun pada pemeriksaan
inspekulo ditemukan masa putih bertangkai mengkilat berwarna pucat
pada serviks. Apa tatalaksana yang tepat pada pasien?
A. Kauterisasi
B. Eksisi
C. Ekstirpasi
D. Kolposkopi
E. Enuklasi
Wanita , 27 tahun, P1A0
• Tidak ada keluhan  berinisiatif Tes IVA
• Px inspekulo : massa putih bertangkai mengkilat
bewarna pucat pada serviks

Diagnosis  Polip serviks


Terapi?

C.
Ekstirpasi
POLIP SERVIKS
• Termasuk tumor jinak pada
serviks uteri
• Berupa lapisan stroma
endoekstoserviks
• Lokasi : ekto-endo
serviks

• Tanda dan gejala : massa


bertangkai, rapuh, merah/pucat,
mudah berdarah, dengan
dispareunia

• Terapi : ekstirpasi, bila gagal bisa


dengan kuretase atau katuerisasi
Diagnosa banding tumor jinak serviks uteri
A.Kauterisasi  lini ke2 untuk polip serviks
bila ekstirpasi gagal
B.Eksisi  lebih tepat untuk mioma
serviks, kista gartner pada vagina, fibroma
vagina
D. Kolposkopi  lebih tepat untuk massa yang
dicurigai keganasan
E. Enuklasi  untuk tatalaksana pada kista
Wanita 30 tahun, G3P2A1kehamilan 34 minggu datang ke Puskesmas
dengan keluhan nyeri perut sejak 5 jam yang lalu. Keluhan disertai adanya
perdarahan berwarna gelap dari jalan lahir. TD 110/70 mmHg, HR
92x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,8oC. His (+), DJJ terdengar lemah
100x/menit, Perut membesar setinggi procesus xiphoideus dan tampak
tegang. Bagian tubuh janin sulit diraba. Apa tindakan yang sebaiknya
dilakukan?
A. Tirah baring, oksigenasi, beri cairan dan evaluasi DJJ
B. Rujuk ke Rumah Sakit tipe C dengan dampingan petugas kesehatan
C.Pematangan paru dan direncanakan Sectio Caesarea setelah
pematangan paru selesai
D. Induksi oksitosin dilanjutkan persalinan pervaginam
E. Sectio Caesarea
Wanita, 30 tahun, G3P2A1 :
• Nyeri perut sejak 5 jam yang lalu
• Keluar lendir darah
• DJJ terdengar lemah 100x/menit, perut
membesar
setinggi processus xiphoideus dan tampak tegang
• Janin sulit diraba

Diagnosis  Solusio/abruptio plasenta


Tindakan?

B. Rujuk ke Rumah Sakit tipe C dengan


dampingan petugas kesehatan
Perdarahan antepartum
 Perdarahan pada UK >22 minggu namun
sebelum ada onset peraslinan

 Dikategorikan berat jika:


- Darah yang hilang >1000 cc
- Nadi >120x/menit
- TD sistolik <100 mmHg
- Kesadaran pasien terganggun
- Perfusi ke perifer menurun
SOLUSIO / ABRUPTIO PLASENTA
Definisi : terlepasnya plasenta dari tempat implantasi

Diagnosis
- Perdarahan warna merah kehitaman
- Nyeri intermiten atau menetap
- Syok tidak sesuai dengan jumlah darah keluar (tersembunyi)
- Anemia berat
- Gawat janin / DJJ (-)
- Uterus tegang dan nyeri
Faktor predisposisi :
- Hipertensi
- Versi luar
- Trauma abdomen
- Hidramnion
- Gemelli
- Defisiensi Besi

Tatalakasan
a UMUM
 Harus
rujuk ke
fasilitas
kesehatan
lengkap
-Perdarahan hebat (ibu syok) persalinan segera (serviks
- Perdarahan ringan atau sedang (ibu tidak syok)
 tindakan tergantung DJJ
1. DJJ normal  SC
2. DJJ (-) ibu TD normal  pervagina
3. DJJ (-) ibu TD abnormal  serviks
terbuka pervagina, serviks tebal SC
4. DJJ abnormal (<100 atau >180 x/menit)

pervagina segera / SC

- Lakukan uji pembekuan darah sederhana bila


tidak terbentuk pembeukan setelah 7 menit 
koagulopati (+)  transfusi whole blood
• A.Tirah baring, observasi kemajuan persalinan 
– tidak boleh di faskes tingkat pertama harus segera rujuk
karena kondisi kegawatdaruratan
• C. Pematangan paru dan direncanakan SC
setelah pematangan paru selesai
– Setting di puskesmas, tidak available
• D. Induksi oksitosin dilanjutkan
persalinan pervaginam
– Seharusnya dirujuk ke faskes yang mampu
melakukan
SC dan mampu menangani bayi yang akan lahir
• E. SC 
– Setting di puskesmas
Wanita 22 tahun, G1P0A0 kehamilan 7 minggu datang ke IGD RS diantar
oleh C suaminya dengan keluhan lemas mual dan muntah hebat. Pasien
sudah tidak bisa makan dan minum. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien
dengan kesadaran menurun,
TD 80/50 mmHg, HR 110x/menit teraba lemah, suhu 37,8oC, dan RR
22x/menit. Apa tatalaksana yang tepat untuk pasien?
A. Vit B6 + difenhidramin oral
B. Vit B6 + metoklopromid oral
C. IVDF Nacl 0.9% + promethazine IV
D. IVFD Nacl 0.9% + domperidone IV
E. Nutrisi parenteral
Wanita G1P0A0, UK 7 minggu
• Keluhan lemas mual dan muntah hebat, sudah tidak
bisa makan dan minum
• Kesadaran menurun, TD 80/50, nadi 110 x/menit
teraba lemah

Tatalaksana?

C. IVDF Nacl 0.9% +


promethazine IV
Hiperemesis gravidarum

Definisi : Kondisi mual muntah yang


mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan
komplikasi.

Triad :
 penurunan BB >5% dari BB sebelum hami
 dehidrasi
 ketonuria atau ketidakseimbangan elektrolit

Patofisiologi :
Keluhan mual muntah disebabkan oleh kenaikan
kadar hCG dimana pada trimester I kadar hCG dapat
mencapai 100 mIU/ml
DERAJAT HEG

• Kondisi lemah, nafsu makan (-), BB turun,


Level 1 nyeri epigastrium, nadi meningkat sekitar
100 kpm, TD sistolik menurun, turgor
kurang, lidah kering, mata cekung

• Lebih lemah dan apatis, turgor lebih


berkurang, lidah kering kotor, nadi kecil cepat
100-140 x/menit, suhu naik, sklera ikterik,
Level 2 BB turun mata cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria, konstipasi, napas
aseton, ketonuria

• Penurunan kesadaran somnolen ke koma,


Level 3 muntah berhenti, ikterik, sianosis, gangguan
jantung, ensefalopati wernicke (nistagmus,
diplopia, dan perubahan mental)
TERAPI
BERDASARKAN
DERAJAT HEG
REHIDRASI DAN MEDIKAMENTOSA

 Rehidrasi berdasarkan derajat hidrasi ibu dan kebutuhan cairan

– Bila tidak terjadi dehidrasi:


• Metoklorpramid 5-10mg per oral atau IM tiap 8 jam (bila tidak terjadi
dehidrasi)
– Bila terjadi dehidrasi:
• Cairan kristaloid diberikan untuk koreksi dehidrasi, ketonemia,
defisit elektrolit, dan ketidakseimbangan asam-basa
• Dengan medikamentosa : metoklopramid, prometazine,
ondansetron
INDIKASI RAWAT INAP

• Mual dan muntah yang berat dan terus-menerus sehingga antiemetik


oral tidak mungkin diminum
• Mual dan muntah yang terus menerus dengan ketonuria / penurunan berat
badan >5% dan oral antiemetic tidak memberikan perbaikan yang signifikan
• Kondisi komorbiditas yang menyertai pada pasien
A. Vit B6 + difenhidramin oral 
perlu
resusitasi cairan karena ibu dengan kondisi
syok
B. Vit B6 + metoklopromid oral  perlu
resusitasi cairan karena ibu dengan kondisi
syok
D. IVFD Nacl 0.9% + Domperidone IV 
domperidone bukan DOC pada kasus HEG
E. Nutrisi parenteral  perlu ditambahkan
dengan antiemetik
Camp: kontrasepsi
Wanita 28 tahun, P1A0 datang ke puskesmas untuk kontrasepsi. Pasien
mengatakan bahwa bayinya baru, 6 minggu dan masih menyusui. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, Apa sebaiknya KB yang diberikan kepada
pasien?
A. AKDR
B. Pil levonegestrol kombinasi etinil estradiol
C. DMPA Progestin
D. Pil etinil estradiol
E. Tubektomi
Wanita, 28 tahun, P1A0 :
• Menginginkan pemasangan KB
• Post partum 4 minggu dan masih menyusui

KB yang diberikan?

C. DMPA Progestin
Pilihan KB pada Postpartum dan Menyusui

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu. Kemenkes RI


CAMP:
KB hormonal
 Yang dipilih adalah KB yang hanya berisi progesteron
(karena progesteron tidak mempengaruhi ke jumlah produksi
ASI)
Untuk efek terhadap bayi, menurut Infant Risk Center,
hampir seluruh KB hormonal aman dan tidak berpengaruh
kepada bayi

IUD
dapat menjadi pilihan bila segera setelah post partum
(terbaik <10 menit) atau dipasang >4 minggu post partum
bila pemasangan IUD diluar durasi tersebut maka
meningkatkan risiko ekspulsi IUD dan perforasi uteri akan
A.AKDR  dapat menjadi pilihan bila segera
dipasang sesaat setelah kelahiran atau
dipasang >6 minggu post partum
B. Pil levonegestrol kombinasi etinil estradiol
 kandungan esterogen akan memperngaruhi
produski ASI
D. Pil etinil estradiol  kandungan esterogen
akan memperngaruhi produski ASI
E. Tubektomi  menjadi pilihan bila sudah
tidak menginginkan memiliki anak lagi

Anda mungkin juga menyukai