Anda di halaman 1dari 427

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014

Pasal 9
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi
untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.

(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan
Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014
Pasal 13
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Ny. Doraemon, usia 28 tahun datang ke poli kandungan untuk kontrol
kehamilan. Saat ini kehamilan berusia 10 minggu. Pasien juga mengeluhkan
BAK agak anyang-anyangan, namun menyangkal adanya demam. Pada
-

pemeriksaan kehamilan saat ini tidak didapatkan adanya masalah. Hasil


pemeriksaan urinalisis didapatkan eritrosit 1-2/LPB, leukosit 15/LPB, nitrit (+).
Tata laksana yang tepat pada pasien adalah… pyuria
A. Kotrimoksazol PO
B. Ceftriaxone IV sisoitis
BAK anyang anyangan
-

C. Levofloxacin PO
D. Amoksisilin-klavulanat PO
E. Ciprofloxacin IV
• Perempuan, usia 28 tahun, hamil UK 10 minggu
• BAK anyang-anyangan, demam (-)
• Lab: nitrit (+), leukosit 15/LPB → pyuria

Jawaban:
D. Amoksisilin-Klavulanat PO
Sistitis dalam Kehamilan
Infeksi Saluran Kemih
Anatomi:
• ISK atas: pielonefritis


• ISK bawah: sistitis, uretritis, prostatitis

laki
lstebawah
laki
Klasifikasi
-

• Non-komplikata: ISK pada wanita pre-menopausal tanpa faktor


risiko atau komorbid
• Komplikata: ISK pada pria, wanita hamil, dan kelainan anatomis

sishitii + komplikata
padakasus
:
Infeksi Saluran Kemih
Etiologi
• Non-komplikata
• E. coli (75–90%)
• Staphylococcus saprophyticus (5–15%)
• Klebsiella, Proteus, Enterococcus, dan Citrobacter species
• Komplikata
• E. coli
• Gram-negatif batang aerob (Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella,
Proteus, Citrobacter, Acinetobacter, dan Morganella sp.)
• Enterococci dan Staphylococcus aureus
Infeksi Saluran Kemih

Patogenesis

Infeksi ginjal dan pyelum

Ascension (koloni kuman bergerak naik)

Penetrasi epitel dan replikasi kuman

Kolonisasi bakteri
Infeksi Saluran Kemih
Manifestasi Klinis
Pielonefritis Sistitis
• Demam • Disuria
• Nyeri pinggang • Frekuensi BAK meningkat
• Mual, muntah • Urgensi
• Nyeri ketok CVA (+) • Nokturia
• Nyeri suprapubik
• Hematuria
"
Uretritis 0

y
>
IMS
• Disuria
• Urethral discharge
Infeksi Saluran Kemih
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisis
kukositupia
• Pyuria (> 5 – 10 leukosit/LPB)
oleh leukolit
• Leukosit esterase (+) enzim ygdihasilkan
{• y

Nitrit (+)
• Kultur urin → gold standard diagnosis
• Radiologi → jika gejala tidak khas atau tidak responsif terhadap
terapi
Tata Laksana
ISK Tata laksana
Non-komplikata A
RI
• TMP-SMX 2 x 960 mg PO 3 hari (1st line) - pielonefrili
's

• Nitrofurantoin 2 x 100 mg PO 5-7 hari


Sistitis • Florokuinolon 3 hari (2nd line) -
editio K /pielonefnihi
RT
Komplikata
• Fluorokuinolon 7-14 hari -

Sistine N K -

• TMP-SMX 2 x 960 mg PO 7-14 hari


Rawat jalan
• Fluorokuinolon PO 7 hari (1st line)
Pielonefritis • TMP-SMX 2 x 960mg PO 14 hari
Rawat inap
• Seftriakson / Ampisilin Sulbaktam IV
Infeksi Saluran Kemih
Indikasi rawat inap pielonefritis akut:
• Gambaran umum sakit berat
}
" k
-

• Intoleransi atau kegagalan terhadap terapi oral


• Memerlukan pemeriksaan penunjang dan investigasi lanjutan
• Komorbid: kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut
Komplikata

Sumber: Buku Ajar PAPDI


Infeksi Saluran Kemih
Tata laksana pada kehamilan
• Sistitis
• Lini pertama: Amoksisilin-klavulanat PO, Cefpodoxime PO,
Fosfomisin PO
• Lini kedua: TMP-SMX, Nitrofurantoin → untuk trimester 2 dan 3
• Pielonefritis → indikasi rawat inap
• Ceftriaxone IV

→ antrfolate
TMP SMX
defect )
-

birth
teratogenic ( cardiac
NF →
A. Kotrimoksazol PO
Merupakan tata laksana sistitis non-komplikata, namun pada kehamilan tidak
direkomendasikan digunakan pada trimester pertama karena mengganggu
metabolisme asam folat

B. Ceftriaxone IV
Tata laksana pada pielonefritis komplikata, misalnya pada ibu hamil. Karena kasus
ini merupakan sistitis maka tidak perlu dirawat inap dan dapat diberikan antibiotic
per oral
C. Levofloxacin PO
Penggunaan florokuinolon tidak direkomendasikan dalam kehamilan

E. Ciprofloxacin IV
Penggunaan florokuinolon tidak direkomendasikan dalam kehamilan
Infeksi Saluran Kemih
• ISK diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomis (atas vs bawah) dan klinis
(komplikata vs non-komplikata)
• Gejala
• Pielonefritis: demam, nyeri pinggang, nyeri ketok CVA (+)
• Sistitis: disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubic
• Tata laksana dalam kehamilan
• Sistitis: Rawat jalan, Amoksisilin-klavulanat PO
• Pielonefritis: Rawat inap, Ceftriaxone IV
Tn. Nobita, usia 33 tahun datang dengan keluhan nyeri pada kemaluannya
sejak 2 jam yang lalu. Sebelum nyeri, kemaluan pasien menegang sejak 4 jam
yang lalu tanpa ada pencetus. Pasien mengaku 2 hari yang lalu sempat
mengonsumsi obat kuat untuk memuaskan kekasihnya. Pada pemeriksaan
tampak penis ereksi dengan warna tampak lebih gelap dibanding kulit di
sekitarnya, teraba sangat rigid dan nyeri. Pemeriksaan penunjang untuk
menentukan tipe dari kondisi yang dialami pasien adalah…
A. Uretrogram retrograde is kernite
B. Venografi dengan kontras
C. Analisa gas darah
priapism (
ut
non-islamic
D. Aspirasi intrakavernosa
E. Apusan darah tepi
• Laki-laki, usia 33 tahun
• Nyeri kemaluan sejak 2 jam lalu, ereksi sejak 4 jam lalu
• Riwayat pemakaian obat kuat 2 hari lalu → FR
• PF: penis ereksi, warna kulit gelap, sangat rigid, nyeri (+)

Jawaban:
C. Analisa gas darah
Priapismus Iskemik
Priapismus
Definisi:
• Ereksi persisten dengan durasi > 4 jam yang tidak terkait dengan
rangsangan seksual dan tidak mereda dengan ejakulasi

Epidemiologi:
• Insidensi tersering usia 5-10 tahun (pediatric priapism) dan 20-50 tahun
Priapismus

Priapismus
low-flow Adamik
Penis tampak ereksi
total dengan warna
kulit lebih gelap →
tanda iskemia
Priapismus
teluar
Tipe: tr date bra
f
• Iskemik (low-flow) → aliran darah arteri dapat masuk ke dalam korpus
kavernosa, namun aliran darah vena mengalami hambatan sehingga
darah terperangkap dalam korpus kavernosa
• Non-iskemik (high-flow) → peningkatan aliran darah arteri yang
tidak teregulasi ke dalam korpus kavernosa tanpa adanya obstruksi vena
• Stuttering (intermiten) → salah satu bentuk priapismus low-flow
berulang, dengan durasi lebih singkat (< 3 jam) dan biasanya terkair
penyakit sickle cell
Priapismus
Etiologi dan Faktor Risiko:

Low-Flow Priapism High-flow Priaism

Hemoglobinopati Trauma (terutama area perineum)

Keganasan Iatrogenik

Penggunaan obat (PDE-5 inhibitor,


Malformasi vascular kongenital
antidepresan, kokain)
Priapismus
Manifestasi Klinis

Klinis + PP Low flow High flow


Nyeri pada penis + -

Rigiditas Sangat rigid (total) Tidak terlalu (parsial)

Warna kulit Lebih gelap Sama dengan sekitar

Gas darah asidosis, hipoksia, dan hipercapnia Normal

Trauma perineum - +
low flow high flow
USG Doppler Aliran darah menurun Aliran darah meningkat
Priapismus
Tata Laksana
• Iskemik → EMERGENSI
• Aspirasi dengan/tanpa irigasi larutan NS
• Injeksi simpatomimetik intrakavernosal: Fenilefrin tiap 3 – 5 menit
selama 60 menit Epi netrin
• Cavernoglanular shunt: jika injeksi Fenilefrin gagal
Priapismus

Cavernogranular
Shunt
Priapismus
Tata Laksana
• Non Iskemik → BUKAN EMERGENSI
• Observasi: 62% kasus mereda spontan
• Kompres dingin pada area perineum
• Intervensi → pada kasus persisten, atau atas permintaan pasien
• Selective artery embolization
• Ligasi arteri → bila embolisasi gagal
A. Uretrogram retrograde
Merupakan modalitas terpilih untuk mengamati kelainan uretra, misalnya rupture
uretra dan striktur uretra

B. Venografi dengan kontras


Merupakan modalitas untuk mengamati kelainan struktur vena, misalnya pada
kasus insufisiensi vena kronis, varicose vein, thrombosis vena dalam
D. Aspirasi intrakavernosa
Tata laksana awal sekaligus metode pengambilan sampel untuk dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah

E. Apusan darah tepi


Dapat dilakukan untuk mengamati morfologi eritrosit pada kasus priapismus
rekuren yang sering disebabkan karena anemia sel sabit
Priapismus Iskemik
• Ereksi > 4 jam tanpa stimulus seksual dengan rigiditas total, nyeri, dan kulit
berwarna gelap
• Merupakan kedaruratan urologi
• Etiologi: kelainan darah, obat vasoaktif, dan obat antidepresan
• PP: AGD, USG Doppler
• Tata laksana
• Aspirasi +/- irigasi
• Injeksi fenilefrin
• Cavernogranular shunt
Ny. Shizuka, usia 70 tahun dibawa ke IGD karena lemas sejak 1 minggu lalu.
Pasien juga tampak pucat dan sering mengalami bengkak pada kedua
tungkai. Pasien rutin mengonsumsi Metformin 3x500 mg karena mengalami
DM sejak 15 tahun lalu namun tidak pernah kontrol. Pada pemeriksaan
didapatkan TD 162/99 mmHg, HR 88 kali/menit, RR 22 kali/menit, suhu 36,2
C. Pada PF didapatkan konjungtiva anemis dan edema tungkai. Hasil lab
menunjukkan Hb 9,2 mg/dl, GDS 152 mg/dl dan bersihan kreatinin 38
ml/menit. Tata laksana yang tidak tepat pada pasien ini adalah…
A. Hemodialisis cito
B. Pemberian Lisinopril
C. Diet rendah garam dan cairan CKD
D. Mengganti Metformin dengan Pioglitazon
E. Pemberian Eritropoietin
• Perempuan, usia 70 tahun
• Lemas, pucat, dan tungkai bengkak
• Riwayat DM tidak terkontrol → FR
• TD 162/99 mmHg, HR 88 kali/menit, RR 22 kali/menit
• PF: konjungtiva anemis, edema tungkai
• Lab: Hb 9,2 g/dl, eGFR 38 ml/menit

Jawaban:
A. Hemodialisis cito
Gagal Ginjal Kronis
Gagal Ginjal Kronis
Kriteria (cukup salah satu)
• Kerusakan structural dan/atau fungsional ginjal yang > 3 bulan, dengan
marker (satu atau lebih):
• Albuminuria
• Abnormalitas sedimen urin
• Abnormalitas dari pencitraan atau histologi
• Riwayat transplantasi ginjal
• Laju filtrasi glomerulus (LFG) / Glomerular filtration rate (GFR) → <60
mL/menit/1,73m2 selama > 3 bulan
Gagal Ginjal Kronis
Perhitungan GFR menggunakan formula Cockroft-Gault
→ komponen yang dibutuhkan adalah A, B, C
• A → Age
• B → Body weight (kg)
• C → Creatinine serum (mg/dl)

𝟏𝟒𝟎 − 𝑨 𝒙 𝑩
𝑮𝑭𝑹 =
𝟕𝟐 𝒙 𝑪

Pada wanita, setelah didapatkan GFR, hasil tersebut harus dikali dengan
0,85
Gagal Ginjal Kronis
Stadium:

Stadium GFR (mL/min/1,73m2) Deskripsi


1 ≥ 90 Normal
2 60 – 89 Mild 30

3a 45 – 59 Mild – moderate
3b 30 – 44 Moderate – severe
30
-1¥
15
4 15 – 29 Severe
5 <15 Kidney failure / ESRD 15
Gagal Ginjal Kronis
Etiologi:
• Diabetes melitus
• Penyakit glomerulus
• Penyakit vaskular
• Penyakit tubulointerstitial
• Obat (siklosporin, takrolimus)
Gagal Ginjal Kronis
Manifestasi Klinis:
Stadium 1-2 → asimptomatis, gejala baru tampak pada stadium 3-5:
• Anemia → malaise, penurunan imunitas, peningkatan risiko KV
• Keseimbangan air-garam → edema perifer, hipertensi
• Asidosis metabolik → malnutrisi, kelemahan otot
• Hiper-PTH → akibat penurunan ekskresi fosfat (hiperfosfatemia) dan
hipokalsemia.
• Uremia → perikarditis, ensefalopati, neuropati, malnutrisi, gangguan GIT

↳ Sind ROM uremia


Gagal Ginjal Kronis
Tata Laksana:
• Anemia: EPO stimulating agents, iron replacement
• Hipertensi: ACE-inhibitor atau ARB
• Hiperfosfatemia: dietary phosphate binders/restriction
• Hipokalsemia: suplemen kalsimimetik, kalsitriol
• Hiper-PTH: kalsitriol/vitamin D analog
• Hiperkalemia: diet rendah kalium, insulin, hindari NSAIDs
• Kelebihan cairan: restriksi Na, diuretik
• Asidosis metabolik: suplementasi alkali (bikarbonat)
• Uremia: hemodialisa, transplantasi ginjal
B. Pemberian Lisinopril
Penggunaan ACE-inhibitor direkomendasikan pada gagal ginjal kronis untuk
mengatasi hipertensi dan memperbaiki proteinuria

C. Diet rendah garam dan cairan


Pasien dengan gagal ginjal kronis seringkali dalam kondisi overload cairan
sehingga harus diet rendah garam (natrium)
Sulfonilurea
D. Mengganti Metformin dengan Pioglitazon
Penggunaan Metformin pada gagal ginjal perlu dilakukan penyesuaian dosis atau
dapat diganti dengan OHO golongan lain yang lebih aman, misalnya TZD
(Pioglitazon)

E. Pemberian Eritropoietin
Salah satu penyebab anemia pada gagal ginjal kronis adalah penurunan produksi
eritropoietin endogen oleh ginjal sehingga sumsum tulang belakang tidak
terstimulasi untuk memproduksi sel darah merah
Gagal Ginjal Kronis
• Kelainan struktural atau fungsional atau GFR <60 ml/menit/1,73m2
selama > 3 bulan
• Manifestasi klinis → stadium 1-2: asimptomatis, stadium 3-5:
• Anemia
• Edema perifer, hipertensi
• Gangguan elektrolit: hyperkalemia dan hipokalsemia
• Asidosis metabolik
• HiperPTH dan hiperfosfatemia
• Uremia: perikarditis, ensefalopati, neuropati,
Tn. Takeshi, usia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri pada kedua pinggang
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengaku BAK berwarna kemerahan.
Ayah dan kakak laki-laki pasien pernah mengalami hal serupa namun sudah
meninggal sebelum sempat memeriksakan diri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 150/90 mmHg, HR 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 37,1
C. Nyeri ketok CVA bilateral (+/+). Pada pemeriksaan USG didapatkan
gambaran berikut (terlampir). Diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Abses hepar
B. PCOS
C. Penyakit ginjal polikistik ( PCKDIPKD )
D. Abses ginjal multipel
E. Nefrolithiasis
• Laki-laki, usia 48 tahun
• Nyeri pinggang dan BAK kemerahan
• Riwayat serupa pada ayah dan kakak pasien → FR
• TD 150/90 mmHg, HR 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 37,1 C
• PF: nyeri ketok CVA
• USG: massa kistik multipel pada ginjal

Jawaban:
C. Penyakit ginjal polikistik
Polycystic Kidney Disease
Definisi: Kelainan bawaan yang ditandai dengan berkembangnya beberapao

kista di ginjal.

Klasifikasi:
• Autosomal resesif PKD (ARPKD) → ditemukan pada anak-anak, mutasi
pada gen PKHD1
• Autosomal dominan PKD (ADPKD) → paling sering, ditemukan pada
dewasa, mutasi pada gen PKD1 dan PKD2
Polycystic Kidney Disease
Manifestasi Klinis:
• Renal → hematuria, nyeri pinggang, ISK berulang, nefrolitiasis,
pembesaran ginjal
• Ekstrarenal →
• Kista di hepar, pankreas, lien
• Cerebral berry aneurisma
• Hipertensi, LVH

It
Pada ARPKD selalu didapatkan keterlibatan hepar dan ductus bilier, seperti dilatasi
ductus bilier, kista hepar, dan fibrosis hepar yang dapat menyebabkan hipertensi porta
Polycystic Kidney Disease
Pemeriksaan Penunjang:
• USG → lihat kriteria Ravine
• CT scan → dilakukan jika USG
tidak jelas
• MRA → untuk skrining berry
aneurysm
Polycystic Kidney Disease
Kriteria Ravine untuk diagnosis ADPKD

Usia Riwayat keluarga (+) Riwayat keluarga (-)


> 2 kista pada satu atau kedua
< 30 tahun
ginjal
> 5 kista
30-59 tahun > 2 kista di setiap ginjal

> 60 tahun > 4 kista di setiap ginjal > 8 kista

Jumlah kista < 2 memiliki NPV 100% sehingga dapat me-rule out ADPKD pada kelompok
usia > 40 tahun
Polycystic Kidney Disease
Tata Laksana → untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi
• Terapi hipertensi → modifikasi gaya hidup dan antihipertensi
• Antibiotik → jika ada infeksi
• Analgesik
• Pembedahan bila terdapat berry aneurysm
A. Abses hepar
Dapat merupakan komplikasi dari amoebiasis atau pyogenic liver abscess yang
disebabkan infeksi intraabdomen. Gambaran klinis antara lain demam, mual,
muntah, nyeri perut kanan atas, dan dapat teraba massa fluktuatif. Pada USG
gambaran bervariasi mulai dari hipo hingga hiperekoik

B. PCOS
Suatu penyakit pada wanita yang ditandai dengan haid yang tidak teratur dan
hyperandrogenism (jerawat, hirsutisme, male-pattern hair loss). Pada USG
didapatkan gambaran kista multipel pada ovarium
D. Abses ginjal multipel ( Renal + permephric abscess )
Abses ginjal seringkali disebabkan infeksi saluran kemih (terutama pyelonephritis).
Gambaran klinis sama dengan pyelonefritis, namun pada USG dapat ditemukan
massa hipoekoik dengan beberapa area hiperekoik di dalamnya. Kasus abses
ginjal jarang bersifat multipel
coq¥o
E. Nefrolithiasis
Pembentukan batu pada ginjal dan/atau pyelum yang ditandai dengan nyeri
pinggang, BAK keruh dan kadang berdarah. Pada USG didapatkan massa
hiperekoik
Polycystic Kidney Disease
• Jenis:
• Autosomal resesif: biasanya pada usia anak-anak
• Autosomal dominan: pola penurunan tersering, didapatkan dewasa
• Manifestasi Klinis:
• Renal: nyeri pinggang, hematuria
• Ekstrarenal: berry aneurysm, hipertensi, keterlibatan hepar (wajib
ditemukan pada ARPKD)
• Pemeriksaan Penunjang: USG, MRI
• Tata laksana: hanya mengatasi gejala dan komplikasi
An. Suneo, laki-laki usia 2 tahun dibawa oleh ibunya ke RS karena ibunya
menyadari ada yang tidak beres dengan kemaluan anaknya. Pada saat ibu
memandikan anaknya, ibu pasien mendapati bahwa saat BAK urin tidak
memancar dari ujung kemaluan, melainkan hanya merembes dari sisi bawah
saja. Pada pemeriksaan dokter mendapati gambaran berikut (terlampir).
Diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Epispadia
B. Fimosis
C. Hipospadia
D. Chordee
E. Stenosis meatus uretra
• Anak laki-laki, usia 2 tahun
• Ketika BAK hanya merembes dari sisi bawah kemaluan

Jawaban:
C. Hipospadia
Hipospadia
Definisi: Suatu kelainan kongenital pada laki-laki dengan posisi meatus
uretra eksternum pada ventral batang penis

Etiopatofisiologi → gangguan stimulasi androgenik pada saat proses


embriologi genitalia, dipengaruhi oleh:
• Genetik
A
• Defisiensi 5α reduktase
\ 4
dorsal

→ ventral

µF
Hipospadia
Klasifikasi SMITH (1938) BROWNE (1938) DUCKETT (1996)

:

Hipospadia
Tata Laksana:
Pembedahan rekonstruksi → sebelum usia 2 tahun (school age)
• Urethroplasty
• Orthoplasty
Diagnosa Banding
Epispadia
Definisi: Suatu kelainan kongenital pada laki-laki dengan posisi meatus
uretra eksternum pada dorsum batang penis.

Etiopatofisiologi → sampai saat ini masih belum jelas tetapi berhubungan


dengan gangguan stimulasi androgenik pada saat proses embriologi genitalia
Epispadia
Klasifikasi

a
periodontal
Epispadia
Tata Laksana:
Pembedahan rekonstruksi →
• Modified Cantwell-Ransley repair
• Complete penile disassembly technique
A. Epispadia
Kelainan kongenital di mana meatus uretra eksterna terletak pada dorsal penis.
Pada kasus ini meatus terletak pada ventral penis

B. Fimosis
Preputium penis tidak dapat diretraksi ke proksimal sehingga berisiko
menimbulkan penumpukkan smegma dan menyebabkan balanitis atau
balanoposititis. Bukan merupakan kedaruratan urologi
e

D. Chordee
Kelainan kongenital yang ditandai dengan kurvatura abnormal (bisa ke atas atau
ke bawah) dari penis, sering menyertai hipospadia, namun pada kasus ini tidak
didapatkan

E. Stenosis meatus uretra


Penyempitan atau sumbatan pada meatus uretra
Kelainan Kongenital
• Hipospadia: Meatus urethral eksternum terdapat di ventral penis
• Epispadia: meatus urethral eksterum terdapat di dorsum penis
• Tata laksana: bedah rekonstruksi usia < 2 tahun
• Anak, usia 8 tahun
• Buah zakar kanan tampak kecil dan teraba kempis
• Riwayat penyakit bawaan disangkal → Icon genital =/
• PF: terdapat massa pada kanalis inguinalis, ketika dilakukan
reposisi ke dalam skrotum, massa tetap bertahan di dalam
skrotum

Jawaban:
B. Testis retraktil
An. Dorami, usia 8 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan kantung buah
zakar kanan tampak lebih kecil dan kempis dibandingkan sebelah kirinya. Ibu
pasien menyangkal adanya kelainan bawaan lahir. Pada pemeriksaan dokter
menemukan massa pada kanalis inguinalis. Ketika dilakukan reposisi ke dalam
skrotum dan ditahan selama 30 detik, massa tersebut tetap berada di dalam
skrotum. Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Kriptorkidismus
B. Testis retraktil
C. Hernia skrotalis
D. Seminoma testis
E. Agenesis testis
Testis Retraktil
Definisi: Kondisi dimana testis bergerak bolak-balik di sepanjang jalur
kanalis inguinalis, namun dapat dikoreksi secara manual.

Jika posisi testis tetap bertahan di lipat paha → ascending testicle/


acquired undescended testiscle

Epidemiologi:
• Usia anak pre-pubertas (paling sering usia 5 tahun)

Patogenesis
-

• Otot kremaster yang terlalu aktif → testis tertarik ke atas.


Testis Retraktil
Manifestasi Klinis:
• Testis dapat dikoreksi manual dari inguinal → skrotum, dan bertahan
untuk setidaknya sementara waktu (tidak langsung kembali ke inguinal)
• Testis dapat turun secara spontan di skrotum dan tetap di sana untuk
sementara waktu
• Testis bisa hilang secara spontan untuk beberapa saat
• Pergerakan testis naik-turun di kanalis inguinalis jarang menimbulkan
rasa nyeri atau tidak nyaman
Diagnosis Banding

Testis Retraktil Kriptorkidismus

Bukan kongenital (saat lahir ada testis di dalam Kongenital (dari lahir tidak teraba testis di
skrotum) acquired dalam skrotum)

Testis terdapat di jalur descensus testis Dapat di jalur descensus atau di luar (ektopik)

Testis tetap berada di dalam skrotum setelah Testis segera naik dari skrotum setelah
dimanipulasi masuk ke dalam skrotum dimanipulasi masuk ke dalam skrotum

Membedakan Testis Retraktil dengan Kriptorkidismus:


• Massa pada inguinal dapat dimanipulasi masuk ke dalam skrotum
• Setelah testis berhasil masuk dalam skrotum, dipertahankan selama 30
detik untuk melemahkan aktivitas m. kremaster
• Bila testis tetap berada dalam skrotum → testis retraktil
• Bila testis kembali naik ke kanalis inguinalis → kriptorkidismus
Testis Retraktil
Tata Laksana:
• Observasi hingga usia pubertas, karena sebagian besar kasus akan
sembuh pasca pubertas
• Ascending testis / Acquired undescended testicle → orkidopeksi
A. Kriptorkidismus
Kegagalan testis untuk turun ke dalam skrotum, dan dapat ditemukan
“menyangkut” di jalur penurunan testis misalnya di kanalis inguinal. Apabila testis
direposisi, akan segera naik ke posisi abnormalnya. Pada kasus ini testis berhasil
direposisi sehingga bukan merupakan kriptorkidismus

C. Hernia skrotalis
Herniasis usus ke dalam skrotum, merupakan lanjutan dari hernia inguinalis
lateralis. Ditandai dengan teraba massa pada skrotum dan dapat terdengar bising
usus pada auskultasi skrotum
D. Seminoma testis
Keganasan pada testis yang berkaitan dengan riwayat kriptorkidismus

E. Agenesis testis
Kelainan kongenital di mana testis tidak terbentuk, ditandai dengan absennya
testis dari dalam skrotum dan tidak ditemukan di tempat lain, baik di jalur
penurunan testis maupun lokasi ektopik lainnya
Testis Retraktil
• Bukan merupakan kelainan kongenital → sejak lahir teraba testis dalam
skrotum
• Patogenesis: hiperaktivitas otot kremaster
• Perbedaan dengan kriptorkidismus → testis dapat direposisi dan
dipertahankan dalam skrotum beberapa saat
• Tata laksana: observasi hingga usia pubertas, orkidopeksi bila kelainan
menetap
An. Tamako, perempuan usia 2 tahun dibawa ke RS karena menangis setiap
kali buang air kecil. Ketika mengganti popok, ibu pasien mengatakan urin
pasien agak pekat. Keluhan seperti ini sudah beberapa kali terjadi sehingga
ibu memutuskan membawa anaknya berobat. Pada pemeriksaan didapatkan
demam subfebris dengan suhu 37,7 C. Hasil pemeriksaan urin didapatkan
leukosit > 5/LPB. Dokter melakukan USG abdomen dan didapatkan kedua
ginjal menyatu pada polus inferior. Diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Crossed renal ectopia
B. Nefroblastoma
C. Duplex kidney
D. Horseshoe kidney
E. Penyakit ginjal polikistik
Or a
• Anak perempuan, usia 2 tahun
• Urin pada popok tampak pekat
• Keluhan serupa beberapa kali dialami
• PF: demam subfebris
kinda
tapol
• Lab: leukosit > 5/LPB
• USG tampak penyatuan polus inferior kedua ginjal

Jawaban:
D. Horseshoe kidney
Horseshoe Kidney
Definisi: Kelainan kongenital yang ditandai dengan fusi kedua ginjal pada
polus/kutub inferior (tersering) dengan kedua parenkim ginjal yang masih
-

berfungsi normal. Lokasi fusi disebut dengan isthmus.

Etiologi:
• Faktor genetik
• Kondisi intrauterine (penggunaan obat teratogenik)
• Berhubungan dengan sindrom Edward, Turner, dan Down
Horseshoe Kidney
Lokasi Horseshoe Kidney
• Dapat ditemukan sepanjang jalur embriologi renal ascent (pelvis hingga
mid abdomen)
• Biasanya lebih rendah dibandingkan normal → karena saat renal
ascent isthmus sangkut terhadap arteri mesenterika inferior.
Horseshoe Kidney
Manifestasi Klinis:

A
• Asimptomatis
• Nyeri abdomen
• ISK rekuren

%¥¥¥¥É
Pemeriksaan Penunjang:
• USG, IVP
• CT, MRI → pemeriksaan terbaik
no USG
Didapatkan penyatuan
kedua ginjal, disebut
“isthmus”
Horseshoe Kidney

r
* BNO-IVP
Horseshoe Kidney

Normal CT scan Horseshoe Kidney


A. Crossed renal ectopia
Kelainan kongenital di mana salah satu ginjal “menyeberang” ke sisi kontralateral

B. Nefroblastoma
Nama lain dari tumor Wilms, yaitu keganasan urologi tersering pada anak yang
ditandai dengan adanya flank mass dan dapat disertai hipertensi, hematuria,
penurunan fungsi ginjal
C. Duplex kidney
Kelainan kongenital di mana terjadi duplikasi ureter pada salah satu atau kedua
ginjal

E. Penyakit ginjal polikistik



Kelainan herediter (terdapat tipe autosomal dominan dan autosomal resesif) yang
ditandai dengan terbentuknya kista multipel pada ginjal
Horseshoe Kidney
• Terjadi fusi antara kedua ginjal pada polus inferior (tersering)
• Manifestasi klinis: asimptomatis
• Nyeri abdomen
• ISK rekuren
• Pemeriksaan terbaik: CT dan MRI abdomen
• Laki-laki, usia 22 tahun
• Jatuh dari atap dalam posisi terduduk
• Nyeri hebat dan tidak dapat BAK
• TD 100/60 mmHg, HR 110 kali/menit, RR 18 kali/menit, suhu 36,6C
• PF: pelvis instabil, darah pada meatus uretra eksterna, high riding
prostate, disrupsi komplit uretra

Jawaban:
D. Uretroplasti
Ruptur Uretra
Tn. Nobisuke, usia 22 tahun dilarikan ke IGD pasca terjatuh saat memanjat
atap. Pasien terjatuh dengan posisi agak terduduk. Pasien mengeluhkan nyeri
hebat pada area panggul disertai tidak dapat BAK. Pemeriksaan tanda vital
didapatkan TD 100/60 mmHg, HR 110 kali/menit, RR 18 kali/menit, suhu 36,6
C. Pada secondary survey didapatkan instabilitas pelvis, darah pada meatus
uretra eksterna, serta high-riding prostate. Pada pencitraan terdapat disrupsi
komplit pada uretra. Tata laksana definitif pada kasus ini adalah…
A. Pemasangan kateter Foley
B. Observasi
C. Laparotomi eksplorasi
Keep her uketra
D. Uretroplasti
E. Pemasangan kateter suprapubik
Ruptur Saluran Kemih

Ruptur organ Ciri khas

Ginjal Nyeri dan hematom pada pinggang, gross hematuria

Buli Fraktur rami pubis, nyeri dan hematom pada suprapubik

Uretra anterior Butterfly hematoma


floating
Uretra posterior High riding prostate
Anatomi
Uretra
Anterior → mulai dari
meatus penis, fossa
navikularis, pendulous
urethra dan bulbar urethra

Posterior → membranous
urethra, prostatic urethra,
dan bladder neck
Ruptur Uretra
Manifestasi Klinis:
• Darah pada meatus uretra
• Tidak bisa BAK

Parameter Anterior Posterior


Trauma terkait Straddle injury Fraktur pelvis
High riding prostate/
→ Fitur khas Butterfly hematoma
floating prostate
pencihraan
Ruptur Uretra
Pemeriksaan Penunjang:
• Uretrogram retrograde → baku emas pemeriksaan untuk diagnosis
urethral injury + stpikhlk arena
• Sistogram → gambaran: pie in the sky
• Sistoskopi
Uretrogram
Retrograde
Tampak ekstravasasi
2 kontras akibat
robekan uretra (kepala
panah merah)
Sistogram
Retrograde
Pie in the sky

H
.
Ruptur Uretra
Tata Laksana:
• Anterior
• Kontusio uretra / tidak ada ekstravasasi → suprapubik
sistostomi/ pemasangan transurethral foley catheter
• Blunt trauma → suprapubik sistostomi
• Penetrating trauma → primary urethral repair
• Posterior
• Ruptur parsial → suprapubik sistostomi (blunt trauma), open
repair (penetrating trauma)
• Ruptur komplit → open repair dan uretroplasti
A. Pemasangan kateter Foley
Dikontraindikasikan pada kasus rupture uretra, kecuali bila sudah dipastikan tidak
ada kebocoran atau ekstravasasi berdasarkan uretrogram retrograde (hanya terjadi
kontusio uretra, tanpa rupture)

B. Observasi
Pada kasus trauma uretra harus dilakukan tindakan sesuai indikasi, misalnya
pemasangan kateter suprapubik, ataupun open surgery dan uretroplasti
C. Laparotomi eksplorasi
Pada kasus ruptur buli intraperitoneal

E. Pemasangan kateter suprapubik


Dapat dilakukan sebagai tata laksana sementara pada kasus ini, namun tetap harus
dilakukan uretroplasti karena rupture bersifat komplit. Pada kasus inkomplit maka
dapat terjadi penyembuhan dan penyambungan spontan uretra
Ruptur uretra
• Anterior: straddle injury, butterfly hematoma
• Posterior: fraktur pelvis, high riding prostate
• Tata laksana:
• Segala bentuk trauma penetratif: open repair
• Kontusio, rupture inkomplit: sistotomi suprapubik
• Ruptur komplit: open repair + uretroplasti
An. Kataoka, usia 2 bulan dibawa oleh orangtuanya ke dokter anak karena
testis tidak teraba sejak lahir. Dokter yang membantu persalinan kala itu
mengatakan bahwa ditunggu saja hingga turun sendiri. Riwayat penyulit
dalam kehamilan maupun persalinan disangkal. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan dalam batas normal. Pada PF area skrotum tidak didapatkan
adanya testis, namun pada kanalis inguinal teraba massa bulat kenyal.
Tindakan yang tepat pada pasien adalah…
A. Observasi selama 4 bulan
B. Orkidopeksi segera
C. Laparoskopi eksplorasi
D. Orkidopeksi pada usia 6 bulan
E. Induksi dengan analog GnRH
• Anak, usia 2 bulan
• Testis tidak teraba sejak lahir
• PF: teraba massa bulat kenyal pada kanalis inguinalis

Jawaban:
A. Observasi selama 4 bulan
Kriptorkidismus
Kriptorkidismus
Nama Lain: undescensus testis, undescended testicle

Definisi: Kegagalan testis untuk turun ke posisi skrotum, dapat terjadi pada
salah satu atau kedua testis.

Etiologi: genetik + faktor maternal → gangguan pada hypothamic-


pituitary-gonadal axis dan perubahan fisik yang mempengaruhi
perkembangan dan penurunan testis.
Kriptorkidismus
Faktor Risiko:
• Prematur
• Small for gestational age
• Maternal obesitas, DM
• Komsumsi alkohol atau merokok selama kehamilan
• Genetik
• Preeklampsia
Kriptorkidismus
Manifestasi Klinis:
• Tidak teraba testis di dalam skrotum sejak lahir
• Testis teraba pada jalur desensus atau ektopik
• Testis segera naik dari skrotum setelah secara manual dimanipulasi
masuk ke dalam skrotum
Kriptorkidismus
Lokasi testis: Normal vs Kriptorkidismus

0
Diagnosis Banding

Testis Retraktil Kriptorkidismus

Bukan kongenital (saat lahir ada testis di Kongenital (dari lahir tidak teraba testis
dalam skrotum) di dalam skrotum)
Dapat di jalur descensus atau di luar
Testis terdapat di jalur descensus testis
(ektopik)
Testis tetap berada di dalam skrotum
Testis segera naik dari skrotum setelah
setelah dimanipulasi masuk ke dalam
dimanipulasi masuk ke dalam skrotum
skrotum
Membedakan Testis Retraktil dengan Kriptorkidismus:
• Massa pada inguinal dapat dimanipulasi masuk ke dalam skrotum
• Setelah testis berhasil masuk dalam skrotum, dipertahankan selama 30
detik untuk melemahkan aktivitas m. kremaster
• Bila testis tetap berada dalam skrotum → testis retraktil
• Bila testis kembali naik ke kanalis inguinalis → kriptorkidismus
Kriptorkidismus
Undesensus
Tata laksana: testis

Bilateral, tidak Ya Evaluasi disorders of sexual


terpalpasi development (DSD)

Tidak
Kontrol ulang usia Tidak
Usia terkoreksi >6
6 bulan bulan

I Masih undesensus Ya
Ya
Kenapa 6 bulan?
untuk mengoptimalkan
testis Orkidopeksi pertumbuhan dan kesuburan
testis
-
Kriptorkidismus
Komplikasi:
• Infertilitas
• Seminoma atau testicular germ cell tumor
B. Orkidopeksi segera
Orkidopeksi sebaiknya menunggu saat usia 6 bulan, karena masih dapat terjadi
desensus testis secara spontan sebelum usia tersebut

C. Laparoskopi eksplorasi
Dilakukan apabila lokasi testis tidak terkonfirmasi, misalnya testis ektopik
intraabdominal. Sehingga laparoskopi berfungsi sebagai modalitas diagnostic
sekaligus tata laksana
D. Orkidopeksi pada usia 6 bulan
Dilakukan bila tidak terjadi desensus testis secara spontan

E. Induksi dengan analog GnRH


Walaupun kejadian kriptorkidismus berkaitan dengan masalah hormonal, induksi
dengan analog GnRH sudah tidak lagi direkomendasikan dalam tata laksana
penyakit ini
Kriptokidismus
• Kelainan kongenital → sejak lahir testis tidak berada di dalam skrotum
karena testis gagal turun ke dalam skrotum
• Etiologi → gangguan pada HPG axis
• Membedakan dengan testis retraktil → testis dimanipulasi masuk ke dalam
skrotum, bila langsung kembali ke tempat semula (kanalis inguinalis) maka
merupakan kriptorkidismus
• Tata laksana → orkiopeksi pada usia 6 bulan bila masih belum terjadi
descensus testis
Tn. Sewashi, usia 60 tahun datang dengan keluhan perut bawah terasa penuh
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh BAK berwarna kemerahan
sejak 4 bulan yang lalu namun tidak nyeri. Terdapat penurunan berat badan
sejak 4 bulan yang lalu meskipun nafsu makan pasien baik. Pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD 140/90 mmHg, HR 80 kali/menit, RR 18 kali/menit,
suhu 37,0 C. Pada palpasi, teraba massa ireguler pada area suprapubik.
Gambaran radiologi yang sesuai pada kasus ini adalah…
A. Ekstravasasi kontras perivesika
B. Gambaran filling defect pada dinding vesika urinaria
C. Indentasi kaudal vesika urinaria
D. Pelebaran kaliks ginjal bilateral
E. Penyangatan hingga ke rongga intraperitoneum

hematuria
painless gross
+

mama niprapubik
• Laki-laki, usia 60 tahun
• BAK kemerahan namun tidak nyeri
• Penurunan BB, perut bawah terasa penuh
• TD 140/90 mmHg, HR 80 kali/menit, RR 18 kali/menit, suhu 37 C
• PF: massa ireguler area suprapubik

Jawaban:
B. Filling defect pada dinding vesika urinaria
Karsinoma Sel Urothelial
Karsinoma Urotelial
Definisi: Keganasan yang berasal dari lapisan epitel saluran kemih, yaitu
vesika urinaria, pelvis renalis, ureter, dan uretra
1
Tarang
Epidemiologi
• Merupakan keganasan tersering saluran kemih, dengan lokasi tersering
adalah vesika urinaria (~90%)

Faktor Risiko:
• Merokok → faktor risiko kuat dengan asosiasi ~50% kasus
• Infeksi: skistosomiasis, ISK rekuren, HPV
• Paparan zat karsinogenik: benzidin, anilin, logam berat
Karsinoma Urotelial
Manifestasi Klinis:
• Painless gross hematuria
• Gejala iritatif (disuria, urgensi, frekuensi)
• Edema ekstremitas bawah
• Teraba massa suprapubic → tahap lanjut
Karsinoma Urotelial
Pemeriksaan Penunjang:
• Cystoscopy → gold standard, karena dapat visualisasi langsung
sekaligus pengambilan specimen untuk biopsi
• CT urografi dengan/tanpa kontras → modalitas pencitraan terpilih
• Tanpa kontras: melihat penebalan dan massa sal. Kemih
• Dengan kontras: gambaran filling defect dan evaluasi hidronefrosis
• Urinalisis •"
""•
• Kultur urin → evaluasi infeksi
Karsinoma Urotelial

CT-urografi
dengan kontras

Tampak filling defect pada


dinding lateral kiri vesika
urinaria (panah merah)
menandakan adanya massa

Sumber gambar: learningradiology.com


Karsinoma Urotelial
Tata Laksana:
• Operasi reseksi dengan kemoterapi adjuvant dan/atau radiasi
• Bila metastasis → kemoterapi sistemik, operasi, terapi paliatif
A. Ekstravasasi kontras perivesika
Didapatkan pada kasus rupture buli ekstraperitoneal, di mana kontras akan keluar
dari buli dan menyebar di sekitar buli (perivesika)

C. Indentasi kaudal vesika urinaria Elis


Sering didapatkan pada kasus BPH, karena ukuran prostat yang membesar
mendorong atau mendesak buli
D. Pelebaran kaliks ginjal bilateral
Didapatkan pada kasus hidronefrosis, yaitu akumulasi cairan pada pelvis renalis
yang paling sering disebabkan adanya obstruksi pada saluran kemih pada bagian
distal, misalnya batu saluran kemih atau adanya tumor

E. Penyangatan hingga ke rongga intraperitoneum


Didapatkan pada kasus rupture buli intraperitoneal, di mana kontras akan keluar
dari buli dan masuk ke dalam rongga peritoneum yang luas sehingga kontras
agak menyebar (difus)
Karsinoma Urotelial
• Keganasan saluran kemih, tersering pada vesika urinaria
• Faktor risiko: merokok, paparan zat karsinogenik
• Manifestasi klinis: painless gross hematuria, massa suprapubik
• Pemeriksaan penunjang:
• Pencitraan: filling defect pada CT-urografi
• Gold standard: cystoscopy → sekaligus untuk pengambilan specimen
biopsi
• Tata laksana → operasi reseksi dan kemoterapi adjuvant
Tn. Yoshio, usia 26 tahun datang untuk berkonsultasi karena belum memiliki
anak setelah 2 tahun menikah, padahal rutin melakukan hubungan seksual
dengan istrinya. Pemeriksaan hormonal dan structural istri pasien dalam batar8
normal. Dokter melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dan didapatkan
testis kiri agak membesar dan teraba massa yang berkelok-kelok dan semakin
-
jelas ketika pasien mengejan. Kemungkinan diagnosis pada pasien ini
adalah…
A. Hidrokel
B. Filariasis
C. Spermatokel tier
D. Hernia skrotalis infertile '

E. Varikokel
of worm
- bag
+
valsalva
-
Maneater
• Laki-laki, usia 26 tahun
• Belum memiliki keturunan setelah 2 tahun menikah, rutin
berhubungan → infertilitas
• Pemeriksaan istri dalam batas normal
• PF: testis kiri teraba massa berkelok-kelok, semakin jelas saat
pasien mengejan → maneuver Valsalva (+)

Jawaban:
E. Varikokel
Varikokel
Definisi: Dilatasi pleksus
pampiniformis dan pleksus
kremaster pada skrotum
Varikokel
Etiologi:
• Idiopatik/Primer
• Kiri > kanan → karena:
• Vena spermatika lebih panjang dan insersi pada sudut 90 ° ke
dalam vena ginjal kiri → drainase yang lebih lambat dan
peningkatan tekanan hidrostatik.
• Vena ginjal kiri melewati aorta dan a. mesenterika superior → ↑
kerentanan vena ginjal terhadap kompresi (fenomena nutcracker)
→ ↑ tekanan intravaskular pada vena spermatika kiri
• Simtomatis/Sekunder → massa di ruang retroperitoneal
Varikokel
Manifestasi Klinis:
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri tumpul dan Heaviness
• Bag of worms → palpasi
• Tes valsalva (+)
• Tes transluminasi (-)

Pemeriksaan Penunjang:
• USG Doppler
Varikokel
Tata Laksana:
• Laparoskopi varikokelektomi
• Perkutaneus embolisasi

Komplikasi:
• Infertilitas → akibat peningkatan suhu pada area testis sehingga produksi
spermatozoa terganggu
Diagnosa Banding
Kirin Epidddlmis
Parameter Varikokel Hidrokel Spermatokel

Dilatasi pleksus Akumulafi Sperma


Penyebab pampiniformis dan pleksus Paten prosesus vaginalis Paska vasektomi
kremaster

• Tes valsalva (+) • Tes valsalva (-)


• Tes valsalva (-)
Pemeriksaan • Tes transluminasi (-) • Tes transluminasi (+)
• Tes transluminasi (+)
• Bag of worms • Massa kistik tidak nyeri

Eksisi, aspirasi
Tata Laksana Varikokelektomi Simtomatis
perkutaneus
A. Hidrokel
Pembengkakan skrotum akibat akumulasi cairan yang paling disebabkan karena
paten kanalis inguinalis. Ditandai dengan tes transiluminasi (+)

B. Filariasis
Infeksi cacing filaria seperti W. bancrofti, B. malayi, atau B. timori. Salah satu
manifestasi adalah hidrokel akibat adanya obstruksi saluran limfatik, namun
disertai juga dengan pembengkakan area tubuh lain, yang paling umum adalah
tungkai (kaki gajah)
C. Spermatokel
Disebut juga kista epididymis, yaitu akumulasi sperma pada kaput epididymis.
Ditandai dengan teraba massa kistik pada testis yang berpendar pada tes
transiluminasi

D. Hernia skrotalis
Herniasis usus ke dalam skrotum, merupakan lanjutan dari hernia inguinalis
lateralis. Ditandai dengan teraba massa pada skrotum dan dapat terdengar bising
usus pada auskultasi skrotum
Varikokel
• Patofisiologi: dilatasi pleksus pampiniformis
• Manifestasi Klinis:
• Pembengkakan skrotum dengan atau tanpa nyeri disertai dilatasi vena
dengan perabaan seperti gumpalan cacing (bag of worm)
• Tes Valsalva (+), tes transluminasi (-)
• PP: USG Doppler
• Tata laksana: varikokelektomi
Tn. Sasuke, usia 44 tahun datang ke poli bedah dengan keluhan nyeri pada
pinggang kanan sejak 1 bulan lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak
menjalar. Pasien juga mengaku beberapa kali BAK tampak kemerahan dan
=
terkadang keruh. Riwayat penyakit lain disangkal. Pada pemeriksaan foto
polos BNO didapatkan adanya bayangan opak berbentuk bulat, pada
proyeksi pelvis renalis dengan ukuran diameter 5 mm. Tata laksana yang
paling tepat pada kasus ini adalah…
A. Laparoskopi
B. Shockwave lithotripsy
C. Nefrektomi terbuka
D. Nefrolitotomi perkutan
E. Ureteroskopi
• Laki-laki, usia 44 tahun
• Nyeri pinggang kanan sejak 1 bulan lalu, tidak menjalar
• BAK kadang kemerahan dan keruh
• Foto polos BNO: bayangan opak bulat dengan diameter 5 mm
pada pelvis renalis

Jawaban: ESWL

B. Shockwave lithotripsy
Urolithiasis
Urolitiasis
Definisi: Kalkuli (batu) di sistem traktus urinarius.

Etiologi:
• Batu kalsium (80%) → kalsium oksalat, kalsium fosfat
• Lain → asam urat, struvit, sistin

Klasifikasi:
• Nefrolitiasis → batu di parenkim ginjal dan pelvis renalis
• Ureterolitiasis → batu di ureter
• Vesikolitiasis → batu di vesika urinarius
• Urethrolitiasis → batu di uretra
Urolitiasis
Nefrolitiasis

Vesikolitiasis

Ureterolitiasis

Urethrolitiasis

Sumber Gambar: Osmosis.org


Urolitiasis
Faktor Risiko:
• Riwayat urolitiasis sebelumnya atau riwayat keluarga
• Malabsorpsi
• ISK
• Asupan cairan yang sedikit
• Riwayat DM, HT, gout, obesitas

Patogenesis
Supersaturasi urin ➔ kristalisasi ➔ kalkuli renal
Urolitiasis
Manifestasi Klinis
• Nefrolitiasis • Vesikolitiasis
• Nyeri pinggang → kolik, • Nyeri suprapubik
dull, sharp, tidak menjalar • Disuria
• Mual, muntah • Intermiten
• Hematuria • Frekuensi
• Nyeri ketok CVA (+) • Hesitansi

*¥ • Nokturia
• Retensi urin, dapat
terkait dengan posisi
.
Urolitiasis
Manifestasi Klinis
• Ureterolitiasis
• Nyeri pinggang yang menjalar, sesuai dengan lokasi batu:
• Proksimal: ke abdomen atas
• Tengah: ke abdomen depan
• Distal: ke daerah lipat paha disertai dengan disuria dan
urgensi
✗ it

Penjalaran Nyeri
: Ureterolithiasis
• Proksimal: abdomen atas

÷auan
• Tengah: abdomen depan
• Distal: lipat paha
Urolitiasis
Pemeriksaan Penunjang
• USG → pemeriksaan awal atau modalitas terpilih pada wanita
{ hamil
• CT-scan non-kontras → gold standard
• Urinalisis: menilai ada tidaknya kristal dan jenisnya
• Foto polos BNO → hanya dapat memperlihatkan batu radioopak
• BNO-IVP → digunakan apabila terdapat hambatan penggunaan
CT-scan non-kontras
Urolitiasis
Etiologi pH Urin Bentuk Kristal Opasitas

Hiperkalsiuria,
Kalsium Oksalat Asam Bipiramid Radioopak
Hiperoksaluria

Kalsium Fosfat Hiperparatiroidisme Basa Prisma wedge-shaped Radioopak

Sistinuria (penyakit
Sistin Asam Heksagon Radioopak lemah
herediter)
ISK e.c. penghasil Prisma persegi

-0
-

Struvit urease (mis. Proteus Basa Panjang (coffin-lid Radioopak lemah


-
=sp.)
mirabilis, Klebsiella appearance)
-

Hiperurisemia, Jarum birefringens


Asam Urat Asam Radiolusen
leukemia negative
Bisa
Xanthine Xanthinuria (herediter) Bentuk tidak tetap Radiolusen
keduanya
0

BNO-IVP normal Nefrolitiasis


I ¥¥¥←É→a:÷:

USG CT-scan non-kontras


Staghorn Stone
Nama lain: Coral calculi

Definisi: Batu ginjal yang memiliki bentuk khasnya dengan mengikuti


bentuk pelvis dan kaliks ginjal, sehingga menyerupai tanduk (horn) dari
rusa jantan (stag).

Etiopatogenesis:
Komposisi struvit (magnesium ammonium phosphate) → akibat rekuren ISK
_

oleh bakteri yang memproduksi urease (Proteus, Klebsiella, Pseudomonas,


Enterobacter).
Staghorn
B. Stone
Kalkuli mengikuti
bentuk renal pelvis
dan kaliks.
Urolitiasis
Tata Laksana Nefrolithiasis
• Batu ginjal dengan ukuran:
• > 20 mm : PNL → percutaneous nefroeithohny ↳
lokasi dalam
• 10-20 mm : PNL atau RIRS atau SWL
ESWL
suit
• < 10 mm : RIRS atau 0
SWL

• Batu kaliks inferior dengan ukuran 10-20 mm → PNL atau RIRS


• Batu staghorn atau batu dengan penyulit (misal: obesitas) → operasi
terbuka
• Batu ginjal dengan kondisi ginjal yang non-fungsional → nefrektomi

Sumber: Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih. IAU. 2018


Urolitiasis
Tata Laksana Ureterolithiasis
• Batu ureter proksimal dengan ukuran

8
• > 10 mm : URS
• < 10 mm : URS atau SWL ⇐* "" ^^"
" ed" "
"
• Batu ureter distal dengan ukuran


• 5-10 mm : MET (dengan alpha-blocker, PDE-5 inhibitor), bila gagal
dapat dilakukan URS atau SWL
• > 10 mm : URS

Sumber: Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih. IAU. 2018


Urolitiasis
Tata Laksana Vesikolithiasis
• Batu buli dengan ukuran
• < 20 mm : Litotripsi endoskopik
• > 20 mm : Operasi terbuka atau litotripsi endoskopik
• Anak-anak : Operasi terbuka atau litotripsi endoskopik

Sumber: Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih. IAU. 2018


Urolitiasis
Tata Laksana
Intervensi Indikasi
• Batu ginjal dengan ukuran > 20 mm
Percutaneous Nephrolithotomy
• Batu ginjal ukuran 10-20 mm (=RIRS atau SWL)
(PNL)
• Batu kaliks inferior (=RIRS)
• Batu ginjal ukuran 10-20 mm (=PNL atau SWL)
Retrograde Intrarenal Surgery
• Batu ginjal ukuran < 10 mm (=SWL)
(RIRS)
• Batu kaliks inferior (=PCNL atau ESWL)
• Batu staghorn pelvis renalis
Open/Laparoscopic Lithotomy
• Obesitas → SWL dan PNL sulit dilakukan

• Batu ginjal dengan kondisi ginjal yang sudah tidak


Nephrectomy
fungsional lagi

Sumber: Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih. IAU. 2018


Urolitiasis
Tata Laksana
Intervensi Indikasi
Medical expulsion therapy (MET) • Batu ureter 5-10 mm tanpa komplikasi
• Batu ginjal dengan ukuran 10-20 mm (=RIRS atau PNL)
Extracorporeal shock wave • Batu ginjal dengan ukuran < 10 mm (=RIRS)
lithotripsy (SWL) • Batu kaliks inferior (=RIRS atau PNL)
• Batu ureter dengan ukuran < 10 mm (=URS)
• Batu ureter dengan ukuran > 10 mm
Ureteroscopy (URS)
• Batu ureter dengan ukuran < 10 mm (=SWL)
• Batu buli ukuran < 20 mm
Litotripsi endoskopik
• Batu buli ukuran > 20 mm (=operasi terbuka)

Sumber: Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih. IAU. 2018


A. Laparoskopi
Dapat dilakukan bila ada penyulit pada kondisi pasien, misalnya obesitas, atau
batu staghorn

C. Nefrektomi terbuka
Dapat dilakukan pada batu ginjal dengan kondisi ginjal yang sudah tidak
fungsional lagi
D. Nefrolitotomi perkutan
Pilihan utama pada batu ginjal dengan ukuran > 10 mm (terutama bila > 20 mm).
Pada kasus ini ukuran batu cukup kecil (< 10 mm) sehingga dapat dilakukan SWL
atau RIRS

E. Ureteroskopi
Pilihan utama pada batu ureter (proksimal ataupun distal) apabila gagal dengan
MET
Urolitiasis
• Nefrolitiasis → nyeri pinggang dan nyeri ketok CVA (+)
• Ureterolitiasis → nyeri tergantung lokasi batu
• Proksimal: nyeri menjalar ke abdomen atas
• Tengah: nyeri menjalar ke abdomen depan
• Distal: nyeri menjalar ke daerah selangkangan disertai dengan disuria
dan urgensi
• Vesikolitiasis → nyeri suprapubic dan BAK posisional
• PP awal: USG abdomen
• PP gold standard: CT scan non kontras
• Tata laksana: MET, ESWL, URS, PCNL, open surgery
An. Dekisugi, laki-laki usia 8 tahun dibawa orangtuanya ke IGD karena
menangis mendadak pada malam hari. Pasien memegangi kemaluannya dan
sempat muntah 3 kali. Pada pemeriksaan tampak edema pada skrotum dan
tampak posisi testis agak melintang. Refleks kremaster tidak didapatkan pada
pasien ini. Dokter melakukan USG pada testis. Gambaran yang tampak pada
USG adalah…
A. Hotspot sign
B. Target sign
acute scrotal pain
C. Whirlpool sign
-

D. Doughnut sign
bill Clapper
deformity
E. Snowstorm sign
-

-
pellets Khanapur -

testis
DX
torso
• Anak laki-laki, usia 8 tahun
• Menangis pada malam hari, memegangi kemaluan, muntah 3 kali
• PF: edema skrotum, testis teraba melintang, reflex kremaster (-)

Jawaban:
C. Whirlpool sign
Torsio Testis
Torsio Testis
Definisi:
Torsi (terputir) struktur korda spermatika yang menyebabkan
hilangnya suplai darah ke testis ipsilateral.

Epidemiologi:
• Neonatus
• Remaja
Torsio Testis
Manifestasi Klinis:
• Nyeri skrotum akut dan hebat
• Bengkak pada skrotum
• Displacement → posisi testis horizontal (bell clapper deformity)
• Mual dan muntah
• Prehn sign (-) "
}

µ§µ
• Refleks kremaster (-)
Torsio Testis

Posisi Normal vs Bell Clapper


Torsio Testis
Diagnosis: TWIST SCORE (Testicular Workup for Ischaemia and
Suspected Torsion)

Klinis Skor Skor Interpretasi Tindakan


Pembengkakan 2
0 Low risk Observasi
Konsistensi testis keras 2
Intermediate
Mual/muntah 1 1-5 USG Doppler
risk
High riding testis 1
6-7 High risk Pembedahan
Refleks kremaster (-) 1
Whirlpool

E. USG Testis
Tampak gambaran whirlpool yang disebabkan korda
spermatika yang terpuntir-puntir
Torsio Testis
USG Doppler pada testis

Testis Normal Torsio Testis


Tampak aliran darah Tidak tampak aliran darah
Torsio Testis
Tata Laksana:
• Detorsio manual → usaha mengembalikan perfusi testis sambil
menunggu persiapan operasi, namun tidak direkomendasikan
r
bila onset
> 6 jam
• Bedah Detorsio → tindakan definitive dengan golden period < 6 jam
• Orkidektomi → bila onset > 6 jam, karena biasanya sudah terjadi
nekrosis jaringan
• Orkidopeksi → dilakukan untuk fiksasi testis pada dinding skrotum,
mencegah terjadinya torsi testis berulang
Torsio Testis

Detorsi Manual dengan


Open Book Maneuver
Manuver membuka puntiran korda
spermatika dengan memutar testis dari
medial ke lateral (seperti membuka
buku)
Diagnosis Banding
Klinis Torsio Testis Epididimitis Torsio Appendix Testis

Berat, terutama pada


Mendadak dan sangat
Nyeri Bersifat gradual bagian superior posterior
berat
testis
at pch
gores lip .

Refleks kremaster - + -
nyeri tidak menbatc nyeri Membaitc
Prehn sign - + -

Bukan emergensi, Bukan emergensi,


Tata Laksana Emergensi, pembedahan
antibiotik, NSAIDs manajemen nyeri

Riwayat IMS atau


Fitur lain Bell clapper deformity Blue dot sign
promiskuitas (+)
A. Hotspot sign
Gambaran yang didapatkan pada skintigrafi Technetium-99m kasus Divertikulum
Meckel

B. Target sign
Memiliki nama lain doughnut sign atau bull’s eye sign, merupakan gambaran yang
didapatkan pada USG kasus intususepsi intenstinal
D. Doughnut sign
Memiliki nama lain target sign atau bull’s eye sign, merupakan gambaran yang
didapatkan pada USG kasus intususepsi intenstinal

E. Snowstorm sign
Gambaran seperti badai salju yang didapatkan pada USG kasus mola hidatidosa
komplit
7
Torsio Testis
• Gejala: nyeri akut dan hebat, bengkak, testis teraba keras, dan bell clapper
deformity dengan reflex kremaster dan Prehn sign negatif
• Diagnosis: TWIST Score dan PP:
• USG testis: Whirlpool sign
• USG Doppler: aliran darah menurun
• Tata laksana:
• Onset ≤ 6 jam : bedah detorsi
• Onset > 6 jam : orkidektomi
Tn. Hidetoshi, usia 41 tahun dilarikan ke Burn Centre karena terjebak dalam
apartemen yang terbakar. Pemeriksaan TD 90/60 mmHg, HR 110 kali/menit,
RR 22 kali/menit, suhu afebris. Pada pemeriksaan didapatkan luka bakar
campuran derajat 2A dan 2B dengan total luas permukaan 32%. Saat
dipasang kateter Foley tidak didapatkan adanya urin. Hasil pemeriksaan lab
menunjukkan kadar ureum 51 mg/dl (N: 7-30 mg/dl) dan kreatinin 2,1 mg/dl
&

(N: 0,7-1,2 mg/dl). Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah…
A. AKI intrinsik -
Iuka bakar
B. AKI parenkimal
C. AKI post-renal -
Anuria

D. AKI tubulointerstisial -

UR crept
E. AKI pre-renal
,
• Laki-laki, usia 41 tahun
• Dilarikan ke burn centre karena apartemen terbakar
• TD 90/60 mmHg, HR 110 kali/menit, RR 22 kali/menit
• PF: luka bakar grade 2A dan 2B dengan TBSA 32%, urine output (-)
• Lab: peningkatan ureum dan kreatinin

Jawaban:
E. AKI pre-renal
Gagal Ginjal Akut
"
Definisi: -4
Gangguan filtrasi ginjal dan fungsi ekskresi selama beberapa hari
hingga beberapa minggu, mengakibatkan retensi nitrogen dan
produk sisa lainnya

Tipe:
• Pre-renal → penurunan aliran darah ke ginjal
• Intrinsik/parenkimal → masalah pada struktur ginjal
• Post-renal → obstruksi saluran kemih
volume It
pretend →

intrinsic

AK , →
It urine
\ post
renal

A. renalit
renal
pre
-

-
- - -

¥ -
-
- -

ff••-
intensity
parented -
-
- -

post -
penal
Gagal Ginjal Akut
AKI Pre-Renal
Etiologi:
• Vasokonstriksi intrarenal: penggunaan obat (NSAID, ACE-I, ARB),
hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, sindrom kardiorenal
• Vasodilatasi sistemik: sepsis, syok neurogenik
• Hipovolemia:
• Renal loss: diuresis osmotic
• Extrarenal loss: muntah, diare, luka bakar, perdarahan
Gagal Ginjal Akut
AKI Intrinsik/Parenkimal
Etiologi:
• Glomerular: glomerulonefritis
• Interstisial: infeksi, penyakit sistemik (sarcoidosis, SLE)
• Tubular:
• Toksin endogen: hemolysis, rhabdomyolisis (pigment
nephropathy)
• Toksin eksogen: zat kontras, aminoglikosida, amfoterisin B
• Vascular: infark renal, thrombosis v. renal, hipertensi maligna,
vasculitis, TTP-HUS
Gagal Ginjal Akut
AKI Post-Renal
Etiologi:
• Ekstrarenal: BPH, neurogenic bladder, karsinoma serviks
• Intrarenal: batu saluran kemih, bekuan darah (clot), tumor (mis:
karsinoma buli)
Gagal Ginjal Akut UO NORMAL : 798Mt Hoggan

Derajat AKI (KDIGO)

Stage Kadar Kreatinin (Cr) Urine Output

Cr 1,5-1,9x baseline, ATAU Oliguria 6- 12 Tom


1 < 0,5 ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam
Peningkatan Cr > 0,3 mg/dl
oliguria > 125AM
2 Cr 2-2,9x baseline < 0,5 ml/kgBB/jam >12 jam

oliguria > 29
gun
Cr > 3x baseline, ATAU < 0,3 ml/kgBB/jam > 24 jam, ATAU
3
Cr > 4 mg/dl
a
Anuria > 12 jam
Gagal Ginjal Akut
Pemeriksaan Penunjang
• Fungsi ginjal
• Darah lengkap → infeksi, blood loss
• Hapusan darah tepi → HUS TTP
• Tes serologi → lupus nefritis, vaskulitis
• USG
• Angiografi
• Biopsi renal
Gagal Ginjal Akut
Tata Laksana
• Tergantung etiologi
• Tujuan → mempertahankan hemostasis volume dan koreksi biochemical
abnormalities
Gagal Ginjal Akut
Ciro
Indikasi HD Urgent → AIUEO
A. AKI intrinsik
Gagal ginjal akut yang disebabkan masalah pada struktur ginjal, misalnya
glomerulus (glomerulonephritis), interstisial, tubular (acute tubular necrosis), dan
vascular (vasculitis, TTP-HUS)

B. AKI parenkimal =

Nama lain dari AKI intrinsik


C. AKI post-renal
Gagal ginjal akut yang disebabkan adanya obstruksi saluran kemih baik intrarenal
(batu saluran kemih, clot) ataupun akibat kompresi ekstrarenal (BPH, ca cervix)

D. AKI tubulointerstisial
Tidak ada istilah ini. Tubulointerstisial merupakan spesifikasi khusus dari AKI
intrinsik yang menunjukkan adanya masalah pada tubulus ataupun interstisial
namun secara umum termasuk dalam AKI intrinsic/parenkimal
Gagal Ginjal Akut
• Etiologi: pre renal, renal, post renal
• Klasifikasi KDIGO
• Derajat 1: UO < 0,5ml/kg/jam selama 6-12 jam
• Derajat 2: UO < 0,5ml/kg/jam selama >12 jam
• Derajat 3: UO < 0,3ml/kg/jam selama 24 jam atau anuria selama 12 jam
Tn. Kaminari, usia 33 tahun dibawa ke RS dari Lembaga permasyarakatan
karena dihajar oleh sesama narapidana. Pasien sempat dipukul keras dan
diinjak pada area pinggang kiri. Saat ini BAK pasien tampak mengeluarkan
darah. Pada pemeriksaan didapatkan TD 100/70 mmHg, HR 90 kali/menit, RR
20 kali/menit, suhu 36,6 C. Gambaran pinggang kir pasien sebagai berikut
(terlampir). Pada pemeriksaan radiologi, didapatkan ekstravasasi urin dan
cedera parsial vaskularisasi ginjal. Diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Ruptur ginjal derajat I
B. Ruptur ginjal derajat II
C. Ruptur ginjal derajat III
D. Ruptur ginjal derajat IV Rupture gimme
E. Ruptur ginjal derajat V
• Laki-laki, usia 33 tahun
• BAK berdarah pasca dihajar pada area pinggang kiri
• TD 100/70 mmHg, HR 90 kali/menit, RR 20 kali/menit
• Radiologi: ekstravasasi urin (+), disrupsi vena segmental ginjal

Jawaban:
D. Ruptur ginjal derajat IV
Ruptur Organ

Ruptur organ Ciri Khas

Ginjal Gross hematuria, Nyeri dan hematom pada pinggang (flank)

Buli Gross hematuria, nyeri dan hematom pada suprapubik

Uretra Anterior Asosiasi dengan straddle injury, butterfly hematoma

Uretra Posterior Asosiasi dengan fraktur pelvis, High riding/floating prostate


Ruptur Ginjal
Etiologi:

Trauma tajam/penetrasi Trauma tumpul Iatrogenik atau Intraoperatif


Ruptur Ginjal
Manifestasi Klinis:
• Hematom, nyeri, atau nyeri tekan pada pinggang atau perut
• Fraktur rib/spine posterior
• Hematuria
Ruptur Ginjal
induced nephropathy tf
Contrast -

Pemeriksaan Penunjang:
• CT-scan dengan kontras → gold standard
• Pielogram Intravena (IVP) → alternative bila tidak ada CT-scan
• USG → menilai adanya hemoperitoneum
• Urinalisis → menilai hematuria
• Ureum-kreatinin → menilai fungsi ginjal pasca trauma
Ruptur Ginjal
Grading (AAST 2018)
Grade Tipe Deskripsi
Kontusio Microscopic/gross hematuria, urologic studies normal
I
Hematoma Subkapsular, tanpa laserasi parenkim
Hematoma Perirenal hematoma terbatas pada retroperitoneum
II
Laserasi < 1 cm korteks renal tanpa ekstravasasi urin
III Laserasi > 1 cm korteks renal tanpa ekstravasasi urin
Ruptur Ginjal
Grading (AAST 2018)
Grade Tipe Deskripsi
Laserasi Korteks, medulla, dan sistem kolektivus → terjadi ekstravasasi urin
IV Cedera arteri atau vena ginjal segmental dengan contained
Vaskular
hemorrhage
Laserasi Ginjal hancur
V Avulsi pada hilum renal dan devaskularisasi arteri atau vena utama
Vaskular
ginjal
Rupture gmial
1.
laserasi
?

tidal
÷
1.
1
1. ?
ekstravarasiurin

/\ ya

tidied 1
laarasi I taurasi
415
< 1cm 71cm
-12/3 -
Ruptur Ginjal laser asi

g.

Normal Grade 1 Grade 2


Ruptur Ginjal ekstravasasi
> 1cm
laserasi your

/ f. V -
Renalri
segmental
i
t /

÷ .

Grade 3 Grade 4 Grade 5


Ruptur Ginjal
Tata Laksana:
• Hemodinamik stabil → bed rest hingga tidak didapatkan lagi hematuria
• Hemodinamik tidak stabil → pembedahan
A. Ruptur ginjal derajat I
Hanya terdapat kontusio tanpa laserasi

B. Ruptur ginjal derajat II


Laserasi < 1 cm tanpa ekstravasasi urin
C. Ruptur ginjal derajat III
Laserasi > 1 cm tanpa ekstravasasi urin

E. Ruptur ginjal derajat V


Ginjal hancur, avulsi hilum ginjal, rupture arteri atau vena utama ginjal
Ruptur Ginjal
• Gejala khas: hematom dan nyeri pada pinggang
• Pemeriksaan penunjang: CT scan dengan kontras
• Klasifikasi:
• I → hematoma subkapsular
• II → laserasi < 1cm
• III → laserasi >1cm
• IV → laserasi korteks, medulla, dan sistem kolektivus, ekstravasasi urin
• V → ginjal hancur dan avulsi hilum renal
• Tata laksana: stabil → bed rest; tidak stabil → pembedahan
An. Michan, laki-laki usia 3 tahun dibawa ke RS karena mengalami
pembengkakan
-
pada buah zakarnya walaupun sang anak tidak pernah rewel
karena hal ini. Ibu pasien menyangkal adanya riwayat penyakit terdahulu atau
kelainan bawaan. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada PF
tampak pembesaran skrotum, konsistensi lunak, tidak teraba massa abnormal
dan testis masih dapat teraba. Pasien tidak menangis saat dilakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan selanjutnya
adalah…
A. Prehn’s sign
B. Refleks kremaster
C. USG skrotum HidRolle
D. Tes transiluminasi
E. Palpasi kanalis inguinal
• Anak laki-laki, usia 3 tahun
• Pembengkakan pada buah zakar, anak tidak rewel →
kemungkinan tidak nyeri
• PF: pembesaran skrotum, konsistensi lunak, tidak teraba massa
abnormal

Jawaban:
D. Tes transiluminasi
Hidrokel
Hidrokel
Definisi: Pengumpulan cairan serosa yang abnormal di antara dua lapisan
tunika vaginalis testis.

Klasifikasi berdasarkan etiologi:


• Primer → paling sering kongenital → prosesus vaginalis yang paten
• Sekunder → infeksi (filiarisis → dewasa, TB), trauma, keganasan
Hidrokel
Usar
Tipe:
y
Communicating
hydrocele
Prosesus vaginalis yang paten →
menghubungkan peritoneum
dengan tunika vaginalis, yang
memungkinkan cairan
peritoneum mengalir bebas
Hidrokel
Tipe:

Non - communicating
hydrocele
Prosesus vaginalis tutup dan
lebih banyak cairan yang
diproduksi oleh tunika vaginalis
daripada yang diserap.
Hidrokel
Manifestasi Klinis:
• Pembengkakan skrotum yang tidak nyeri
• Testis tidak teraba
• Transiluminasi (+)
• Fluktuasi (+)

Pemeriksaan Penunjang: untuk membuang DD dan mencari penyebab


(tumor, infeksi, torsio)
• USG, Duplex USG
Hidrokel
Tata Laksana:
• Pembedahan (plication atau eksisi) → treatment of choice
• Aspirasi → jika tidak bisa dilakukan pembedahan
• Kongenital hidrokel → dapat menghilang dengan sendirinya → jika tidak,
lakukan herniotomi
• Terapi sesuai etiologi
Diagnosa Banding
Parameter Varikokel Hidrokel Spermatokel

Dilatasi pleksus
Penyebab pampiniformis dan pleksus Paten prosesus vaginalis Paska vasektomi
kremaster

• Tes valsalva (+) • Tes valsalva (-)


• Tes valsalva (-)
Pemeriksaan • Tes transluminasi (-) • Tes transluminasi (+)
• Tes transluminasi (+)
• Bag of worms • Massa kistik tidak nyeri

Eksisi, aspirasi
Tata Laksana Varikokelektomi Simtomatis
perkutaneus
A. Prehn’s sign
PF sederhana pada kasus nyeri skrotum untuk membedakan epididymitis akut
dengan torsio testis

B. Refleks kremaster
PF sederhana pada kasus nyeri skrotum untuk membedakan epididymitis akut
dengan torsio testis
C. USG skrotum Rhona
-
✗ Ade
Dapat mengidentifikasi patologi intraskrotal dengan cukup baik, namun yang
ditanyakan pada kasus ini adalah PF, sedangkan USG merupakan PP

E. Palpasi kanalis inguinal


Dilakukan pada kasus testis tidak terdapat pada skrotum, untuk melihat
kemungkinan kriptorkidismus, testis retraktil, testis ektopik, atau agenesis testis
Hidrokel
• Pengumpulan cairan di
• Penyebab: paten prosesus vaginalis (kongenital), infeksi, trauma, keganasan
• Manifestasi klinis:
• Pembengkakan skrotal yang tidak nyeri
• Tes transluminasi (+)
• Tes valsalva (-)
• Tata laksana: pembedahan, aspirasi, herniotomi (kongenital)
An. Tsubasa, laki-laki usia 10 tahun dibawa orang tuanya dengan keluhan BAK
tidak nyaman sejak 1 minggu ini. Orang tua pasien mengatakan sang anak
sering menangis bila sedang BAK dan mengeluh nyeri pada ujung kemaluan.
Kulit kemaluan tampak menggembung saat BAK. Pada pemeriksaan
didapatkan preputium tidak dapat ditarik ke pangkal. Edema maupun
hiperemis pada area penis tidak didapatkan. Tata laksana konservatif pada
kasus ini adalah...
A. Dorsumsisi cito :
Dx Phineas
is

B. Bedah rekonstruksi
C. Sirkumsisi elektif
D. Watchful waiting
E. Kortikosteroid topikal
• Anak laki-laki, usia 10 tahun
• BAK tidak nyaman, terkadang nyeri dan ujung kemaluan
menggembung saat BAK
• PF: preputium tidak dapat diretraksi ke pangkal, edema (-),
hiperemis (-)

Jawaban:
E. Kortikosteroid topikal
Fimosis
Fimosis
Definisi: preputium tidak dapat diretraksi ke pangkal penis.

Faktor Risiko:
• Higiene buruk
• Rekuren balanitis/balanoposthitis
• Jaringan parut (scarring) pada orifisium preputium
Fimosis ¥7
÷→
Manifestasi Klinis ↳ smegma
• Iritasi/perdarahan pada orifisium preputium
• Disuria
• Nyeri saat ereksi
• Nyeri pada preputium
• Pancaran urin melemah
• Retensi urin dengan ballooning pada preputium saat BAK
Fimosis
Preputium tidak dapat
diretraksi
Fimosis
Tata Laksana konservatif
g.
• Kortikosteroid topikal (betametason 0,05% 2 x sehari) dan retraksi
perlahan selama + 30 hari → tingkat keberhasilan >90%, namun ada
risiko rekurensi sebesar 17%
• Sirkumsisi → tata laksana definitif
-

Komplikasi
• Parafimosis ✓

• Balanoposthitis
• ISK
Parafimosis
Definisi: preputium tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula
dan timbul jeratan pada penis di belakang sulkus koronarius.

Faktor risiko:
• Higiene buruk
• Fimosis
• Aktivitas seksual
• Trauma pada penis
Parafimosis
Patofisiologi
Parafimosis
Manifestasi klinis:
• Pembengkakan pada penis
• Nyeri pada penis
• Disuria
• Obstruksi urin
• Batang penis tampak flaccid
• Iskemik glans penis → warna berubah jadi biru atau hitam
Parafimosis
Tampak cincin edema
yang mengelilingi
sulkus corona
Parafimosis
Tata laksana → emergensi!
• Manual reduksi
• Kompres 50% dekstrosa
• Injeksi hialuronidase
• Aspirasi
aim )
• Dorsal slit ④ umsisi

dorsal

• Sirkumsisi cito

\ circle
A. Dorsumsisi cito
Tata laksana awal pada kasus parafimosis untuk melepaskan jeratan agar
mencegah penis mengalami infark dan nekrosis

B. Bedah rekonstruksi
Dilakukan pada kasus hipospadia atau epispadia, atau kelainan kongenital yang
lain untuk mengembalikan struktur dan fungsi penis maupun uretra
C. Sirkumsisi elektif
Tata laksana definitive pada kasus fimosis

D. Watchful waiting
Tidak menyelesaikan kasus fimosis, dapat dilakukan pemberian kortikosteroid
topikal
Fimosis
• Bukan emergensi, bedakan dengan parafimosis!
• Preputium tidak dapat diretraksi ke pangkal
• Gejala umum: disuria, nyeri pada preputium, ballooning pada preputium
saat BAK
• Tata laksana
• Konservatif: steroid topikal
• Definitif: Sirkumsisi (elektif)
An. Ito, laki-laki usia 10 tahun dibawa orangtuanya dengan keluhan BAK
seperti cucian daging sejak pagi tadi. Kelopak mata pasien juga dikatakan
agak bengkak saat bangun tidur. Pasien memiliki riwayat impetigo 2 minggu
lalu. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan peningkatan tekanan darah.
Sedangkan pada pemeriksaan lab didapatkan ASTO (+) dan penurunan
komplemen C3. Tata laksana yang tidak tepat diberikan pada pasien ini
adalah…
A. Diet rendah garam
B. Ramipril
C. Amoksisilin
D. Candesartan
E. Spironolakton
• Anak laki-laki, usia 10 tahun
• BAK seperti cucian daging, kelopak mata bengkak saat bangun
tidur
• Riwayat impetigo 2 minggu lalu → FR
• TTV: peningkatan TD
• PP: ASTO (+), penurunan komplemen C3

Jawaban:
E. Spironolakton
Glomerulonefritis Post-
-

Streptococcal
Sindrom Nefritik
Definisi: Sekumpulan tanda dan gejala yang disebabkan oleh kerusakan
kapiler akibat inflamasi glomerulus.

AKUT
• Glomerulonefritis Akut Post Streptococcal (GNAPS) → paling sering di
anak-anak
• Crescentic/Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN)

KRONIS
disease
• IgA nefropati / Berger
• Nefritis herediter
• Thin basement membrane disease
Sindrom Nefritik

1- ttiperlensei
2 Hematuria


Sindrom Nefritik
Manifestasi Klinis:
• Edema pitting → tidak separah sindroma nefrotik
• Hematuria → urin kemerahan seperti cucian daging atau cola
• Proteinuria < 3,5 g/hari
• Hipertensi
• Oliguria
• Azotemia
Sindrom Nefritik
Pemeriksaan Penunjang:
• Urinalisis → sedimen nefritik
• Hematuria
• RBC cast
• Proteinuria ringan sedang (150-3.500 mg/24 jam) → tidak sebanyak
sindroma nefrotik
• Lab darah
• Peningkatan kreatinin, penurunan GFR
• Azotemia dengan peningkatan BUN (rasio BUN:kreatinin > 15)
• Biopsi ginjal → konfirmasi diagnosis
Sindrom Nefritik
Tata Laksana:
• Suportif: diet rendah garam, restriksi cairan
• Medikamentosa:
• Antihipertensi → ACE-I atau ARB, untuk mengurangi proteinuria,
mengatasi HT, dan memperlambat perburukan ginjal
• Diuretik loop → untuk mengatasi edema Furosemide
• Spesifik:
• GNAPS → antibiotic
• Lupus nefritis, MPGN → imunosupresan
GNAPS
EABHS

Etiologi → terjadi 10-30 hari setelah infeksi grup A beta hemolitikus


streptococcus
• Infeksi rongga mulut dan tenggorok → tonsillitis, faringitis → center scoring

• Infeksi kulit dan jaringan lunak → impetigo, erysipelas


bpyoderma )

Manifestasi Klinis → sesuai sindrom nefritik


GNAPS
Pemeriksaan Penunjang Khas:
• Anti streptolysin (ASTO) titer tinggi
• Komplemen C3 menurun
• Biopsi ginjal → bila dicurigai terjadi rapid progressive glomerulonephritis
(RPGN)
• Tampak crescentic glomerulus
• Starry sky pattern → imunoflurosensi
GNAPS
Tata Laksana:
• Sesuai sindrom nefritik
• Definitif: Amoksisilin 50 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis atau Eritromisin
30 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis, selama 7-10 hari
A. Diet rendah garam
Tata laksana suportif untuk mencegah edema dan hipertensi

B. Ramipril
Merupakan ACE-inhibitor, yaitu tata laksana hipertensi pada sindrom nefritik
C. Amoksisilin
Antibiotik terpilih pada kasus sindrom nefritik akibat GNAPS

D. Candesartan
Merupakan ARB, yaitu tata laksana hipertensi pada sindrom nefritik
Glomerulonefritis Akut
• Etiologi: tersering anak adalah GNAPS
• Gambaran khas: Periorbital dan pedal edema, hematuria dominan,
proteinuria < 3.5 g/hari, hipertensi
• Tata laksana:
• Amoksisilin/Eritromisin → GNAPS
• Antihipertensi → ACE-I atau ARB
• Loop Diuretik
• Kortikosteroid dan imunomodulator
• Bedakan dengan sindrom nefrotik → dominan proteinuria
Tn. Gachako, usia 75 tahun datang ke poli bedah dengan keluhan BAK
kemerahan sejak 1 minggu lalu. Pasien juga merasakan lemas dan berat
-

badan turun sejak 1 bulan lalu. Pada pemeriksaan didapatkan TD 165/102


mmHg, HR 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu afebris. Pada PF didapatkan
massa berukuran 6 cm pada regio lumbar dekstra. Hasil biopsi histopatologi
menunjukkan gambaran sel epitel dengan sitoplasma jernih dan transparan,
serta membran sel berbatas tegas. Diagnosis pada pasien ini adalah…
A. Chromophobe renal cell carcinoma
B. Angiomyolipoma
C. Medullary carcinoma
D. Clear cell renal cell carcinoma
E. Papillary renal cell carcinoma
• Laki-laki, usia 75 tahun
• BAK kemerahan sejak 1 minggu lalu, badan lemas, BB turun
• TD 165/102 mmHg, HR 88 kali/menit, RR 20 kali/menit
• PF: massa 6 cm lumbar dextra
• Biopsi: sel epitel dengan sitoplasma jernih dan transparan,
berbatas tegas

Jawaban:
D. Clear cell renal cell carcinoma
Karsinoma Sel Renal
Definisi: Keganasan ginjal tersering pada dewasa yang berasal dari epitel
tubulus renalis.

Etiologi: genetik dan sporadik

Faktor Risiko:
• Gaya hidup → merokok, obesitas
• Penyakit lain→ sickle cell disease, acquired cystic kidney disease, batu
renal pelvis, hipertensi
• Paparan zat/obat → asbestos, cisplatin, asetaminofen, aspirin
• Herediter → diturunkan secara autosomal dominan
Karsinoma Sel Renal
Manifestasi Klinis:
• TRIAS
• Hematuria → keluhan tersering
• Nyeri pinggang
• Teraba massa pada pinggang
• Varikokel → bisa ditemukan karena oklusi pada vena gonad akibat
kompresi tumor
• Gejala sistemik → lemah, BB menurun, anemia
• Gejala metastasis → tergantung organ yang terkena
Karsinoma Sel Renal
Pemeriksaan Penunjang:
• Laboratorium
• Urinalisis: hematuria
• Darah: penurunan Hb, peningkatan BUN-kreatinin, hiperkalsemia,
peningkatan AST, ALT, dan/atau ALP
• Pencitraan
• CT scan abdomen dengan kontras → PP awal terbaik
• CT/MRI thoraks → untuk melihat metastasis rongga thoraks
• Bone scan → untuk melihat metastasis tulang
• Baku emas → biopsi histopatologi
Karsinoma Sel Renal
Klasifikasi Gambaran Histopatologi

Jenis Frekuensi Gambaran Histopatologi

Clear cell ~80% Sel poligonal dengan sitoplasma jernih

Papillary ~10% Sel kuboid dengan formasi papiler m


Sel poligonal besar, sitoplasma eosinofilik dengan halo
Chromophobic ~5%
perinuclear

Sel poligonal besar, sitoplasma eosinofilik tanpa halo


Oncocytic ~5%
perinuclear
Karsinoma Sel Renal
Klasifikasi TNM

Keterlibatan KGB Metastasis


T Karakter Tumor N M
regional jauh
Tidak ada
T1 Ukuran tumor ≤ 7cm N0 Tidak metastasis ke KGB M0
metastasis jauh
T2 Ukuran tumor > 7cm N1 Metastasis ke KGB M1 Metastasis jauh
Tumor membesar ke
T3 vena atau jaringan
perinefrik
Tumor menginvasi fasia
T4 Gerota dan/atau kel.
Adrenal ipsilateral
Karsinoma Sel Renal
Tata Laksana:
• Pembedahan
• Stage I
• Cryoablation
• Thermal ablation
• Partial atau simple nephrectomy
• Stage II-IV: nefrektomi radikal
• Radiasi, kemoterapi
A. Chromophobe renal cell carcinoma
Pada biopsy didapatkan sel polygonal besar, sitoplasma eosinofilik dengan halo
perinuklear

B. Angiomyolipoma
Tumor jinak ginjal yang tersusun atas jaringan pembuluh darah (angio), otot polos
(myo), dan lemak (lipid)
C. Medullary carcinoma
Keganasan ginjal yang sangat jarang (~<1% seluruh keganasan ginjal), memiliki
asosiasi dengan kasus sickle cell

E. Papillary renal cell carcinoma


Pada biopsy didapatkan sel kuboid dengan formasi papiler
Karsinoma sel renal
• Kanker ginjal tersering pada dewasa
• Gejala: TRIAS → hematuria, nyeri pinggang, teraba massa pada pinggang
• PP awal: CT scan dengan kontras
• Biopsi histopatologi → membedakan jenis karsinoma sel renal, tersering
adalah clear cell renal cell carcinoma (sitoplasma jernih)
• Tata laksana: ablasi, nefrektomi, kemoterapi, radioterapi
An. Botako, laki-laki usia 7 tahun dibawa orang tuanya ke dokter karena
bengkak pada seluruh tubuh sejak 2 hari lalu. BAK pasien juga tampak sangat
berbuih. Keluhan serupa sebelumnya disangkal oleh orang tua pasien. Tanda
vital pasien didapatkan HR 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 37,5 C. Pada
PF ditemukan edema generalisata. Protein urin dipstick +3, albumin 1,8 g/dL,
dan kolesterol total 310 mg/dL. Pemeriksaan penunjang untuk
menentukan etiologi kasus ini adalah...
A. USG ginjal
B. Biopsi ginjal
C. Kultur darah dan urin Proteinuria
-

D. Pemeriksaan Esbach Hipocdbumneina


E. ANA dan dsDNA
.

tlepinlopidari
-
Ederer Aravinda
• Anak laki-laki, usia 7 tahun
• Bengkak seluruh tubuh sejak 2 hari lalu, BAK berbuih
• HR 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 37,0 C
• PF: edema generalisata
• PP: protein dipstick +3, albumin 1,8 g/dl, kolesterol 310 mg/dl

Jawaban:
B. Biopsi ginjal
Sindrom Nefrotik
Sindrom Nefrotik
Etiologi
Primer (idiopatik)
• Minimal change disease
• Focal segmental glomerulosclerosis
• Membranous nephropathy
• Hereditary nephropathy
Sekunder
• Nefropati diabetikum
• SLE, Amiloidosis, infeksi viral
• Preeklampsia
Sindrom Nefrotik
Patogenesis
/
B¥pbuih
Sindrom Nefrotik
Manifestasi Klinis:
• Tetrad Nefrotik:

• Lain-lain: hematuria mikroskopik, oliguria, hiperkoagulasi


Sindrom Nefrotik
Pemeriksaan Penunjang
• Konfirmasi proteinuria
• Kualitatif → protein dipstick > 3+
• Kuantitatif → uji Esbach didapatkan protein > 3,5 g/24 jam
• Sedimen urin → khas nefrotik: fatty casts, oval fat bodies
• Biopsi: identifikasi etiologi sindrom nefrotik
Sindrom Nefrotik
Tata Laksana
• Suportif: tirah baring, diet protein (1,5 – 2 g/kgBB/hari), rendah garam
• Medikamentosa
• Prednison
• Tahap awal (4 minggu): 2 mg/kgBB/hari terbagi menjadi 3 dosis
• Tahap lanjutan (4-8 minggu): 2/3 dosis awal diberikan dosis
tunggal setiap selang sehari 9 mmggy
• Anti hipertensi, albumin, diuretik
Sindrom Nefrotik
Monitoring Terapi
• Remisi: proteinuria negatif 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps: proteinuria > 2+ 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
• Relaps jarang: episode relaps < 2x dalam 6 bulan
• Relaps sering: episode relaps > 2x dalam 6 bulan
• Dependen steroid: relaps 2x berurutan saat tahap lanjutan atau dalam
14 hari setelah selesai pengobatan
• Resisten steroid: tidak terjadi remisi setelah selesai tahap awal
• Sensitif steroid: terjadi remisi setelah selesai tahap awal
Perbandingan
Ciri khas Nefr-I-tik Nefr-O-tik

Edema ++ ++++

Tekanan darah Tinggi Normal/Tinggi

Proteinuria ++ ++++
Hematuria Makroskopik (gross) Mikroskopik
Urin cast RBC cast Fatty cast
Serum albumin Normal/Sedikit rendah Rendah
A. USG ginjal
Tidak dilakukan pada kasus sindrom nefrotik, kecuali dicurigai ada kelainan
struktural

C. Kultur darah dan urin


Dapat dilakukan untuk menentukan etiologi pada kasus infeksi saluran kemih,
namun pada kasus ini diagnosisnya adalah sindrom nefrotik sehingga penentuan
etiologi dilakukan dengan biopsy ginjal
D. Pemeriksaan Esbach
Dilakukan untuk mengonfirmasi proteinuria secara kuantitatif selama 24 jam,
-

namun tidak dapat mengidentifikasi etiologi sindrom nefrotik

E. ANA dan dsDNA


Uji serologi apabila dicurigai adanya SLE, karena SLE dapat menyebabkan sindrom
nefrotik maupun nefritik (lupus nefritis), namun tetap diperlukan biopsy ginjal
untuk menegakkan diagnosis pasti
Sindrom Nefrotik
• Definisi: sekumpulan tanda dan gejala yang ditimbulkan akibat kerusakan
fungsi filtrasi ginjal. Tetrad sindrom nefrotik:
• Proteinuria, hypoalbuminemia, edema anasarca, hiperlipidemia
• PP
• Identifikasi proteinuria secara kualitatif (dipstick) dan kuantitatif
(Esbach)
• Urinalisis → sedimen nefrotik (oval fat bodies, fatty cast)
• Menentukan etiologi: biopsy ginjal
• Tata laksana:
• Tahap awal: prednisone 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu
• Tahap lanjutan: prednisone 2/3 dosis tahap awal setiap selang sehari
(alternating) selama 4-8 minggu
Tn. Jamako, usia 50 tahun mengeluhkan terdapat benjolan pada buah
zakarnya. Pasien menyangkal adanya keluhan, namun merasa takut bahwa hal
ini adalah suatu kanker. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 130/80
mmHg, HR 92 kali/menit, RR 16 kali/menit, suhu 36,6 C. Pada PF teraba massa
bulat kenyal dengan ukuran sekitar 2 cm di superior testis kiri. Hasil
pemeriksaan AFP dan beta-hCG dalam batas normal. Kemungkinan
\

diagnosis pasien adalah…


A. Seminoma testis
B. Epididimo-orkitis
C. Varikokel
/
D. Kista epididimis
E. Hidrokel
sperm atocele
• Laki-laki, usia 50 tahun
• Benjolan pada buah zakar
• Riwayat vasektomi → FR
• TD 130/80 mmHg, HR 92 kali/menit, RR 16 kali/menit, suhu 36,6 C
• PF: massa bulat kenyal, ukuran 2 cm pada superior testis kiri
• AFP dan beta-hCG dalam batas normal

Jawaban:
D. Kista epididimis
Kista Epididimis
Definisi: Disebut juga spermatokel, merupakan massa kistik jinak pada
kaput epididymis yang disebabkan akumulasi spermatozoa

Faktor Risiko:
• Riwayat vasektomi
• Trauma atau inflamasi pada epididymis
• Penggunaan Dietilstilbestrol (DES) saat kehamilan

Beberapa ahli membedakan kista epididymis dan spermatocele, dengan alasan kista
epididymis tidak berisi spermatozoa. Namun secara umum kedua istilah ini masih dapat
digunakan untuk merujuk satu kondisi yang sama
Kista Epididimis
Manifestasi Klinis:
• Seringkali asimtomatis, kecuali ukuran cukup besar
• Teraba massa pada kaput epididymis
• Tidak nyeri
• Tes transiluminasi (+) → membedakan dengan tumor
/

Pemeriksaan Penunjang:
• USG
Kista
Epididimis
Kista Epididimis
Tata Laksana:
• Tidak diperlukan apabila asimtomatis
• Simtomatis: analgesic (asetaminofen, NSAID)
• Pembedahan: spermatocelectomy → sebaiknya ditunda apabila masih
menginginkan anak karena komplikasi infertilitas post-op
Diagnosa Banding
Parameter Varikokel Hidrokel Spermatokel

Dilatasi pleksus
Penyebab pampiniformis dan pleksus Paten prosesus vaginalis Paska vasektomi
kremaster

• Tes valsalva (+) • Tes valsalva (-)


• Tes valsalva (-)
Pemeriksaan • Tes transluminasi (-) • Tes transluminasi (+)
• Tes transluminasi (+)
• Bag of worms • Massa kistik tidak nyeri

Eksisi, aspirasi
Tata Laksana Varikokelektomi Simtomatis
perkutaneus
A. Seminoma testis
Salah satu jenis tumor pada testis yang ditandai massa kenyal pada testis yang
tidak nyeri. Apabila ukuran cukup besar hanya menimbulkan rasa berat dan tidak
nyaman pada testis. Salah satu factor risiko adalah kriptorkidismus. Pada
pemeriksaan tumor marker biasanya didapatkan beta-hCG meningkat

B. Epididimo-orkitis
Inflamasi pada epididymis dan testis sehingga terdapat tanda peradangan seperti
edema, hiperemis, dan nyeri pada area skrotum
C. Varikokel
Dilatasi pleksus pampiniformis yang menyebabkan gambaran massa seperti cacing
(bag of worm) di dalam skrotum. Kondisi ini menyebabkan peningkatan suhu
intraskrotal sehingga salah satu komplikasinya adalah infertilitas

E. Hidrokel
Akumulasi cairan intraskrotal dengan penyebab terseringnya adalah paten
prosesus vaginalis. Pada PF teraba pembesaran skrotum dengan tes transiluminasi
(+)
Kista Epididimis/Spermatokel
• Massa kistik jinak pada kaput epididymis akibat akumulasi spermatozoa
• Faktor risiko: post-vasektomi, trauma atau inflamasi epididimis
• Manifestasi Klinis:
• Massa kistik pada kaput epididymis, tidak nyeri
• Tes transiluminasi (+)
• PP: USG
• Tata laksana → bila terdapat gejala
• Simtomatis: analgesik
• Pembedahan: spermatocelectomy
Tn. Debuko, usia 55 tahun datang ke poli bedah mengeluhkan BAK yang
bercabang sejak 1 bulan ini. Terkadang pasien harus agak mengejan karena
pancaran BAK sedikit terganggu. Pasien memiliki riwayat kencing nanah
beberapa kali sejak 2 tahun lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas
normal. Pemeriksaan baku emas diagnosis kasus ini adalah…
A. PSA
B. MRI
C. USG transabdominal
D. Uretrogram retrograde Striktur
E. Uroflowmetri
• Laki-laki, usia 55 tahun
• BAK bercabang sejak 1 bulan lalu, kadang BAK harus mengejan
• Riwayat kencing nanah berulang sejak 2 tahun lalu → FR

Jawaban:
D. Uretrogram retrograde
Striktur Uretra
Striktur Uretra
Definisi:
Penyempitan uretra akibat terbentuknya jaringan fibrosis yang
menyebabkan obstruksi dan disfungsi berkemih

Etiologi:
• Iatrogenik → akibat TURP, radikal prostatektomi, koreksi hipospadia,
pemasangan kateter, sistokopi
• Infeksi (uretritis) → inflamasi uretra, seringkali disebabkan IMS
• Liken sklerosis
• Idiopatik
Striktur Uretra

O
Penyempitan uretra akibat jaringan fibrosis
Striktur Uretra
Manifestasi Klinis:
• Penurunan kekuatan aliran
• BAK bercabang atau aliran seperti terpuntir (twisted)
• Retensi urin → bila striktur parah
• Postvoiding dribbling
Striktur Uretra
Pemeriksaan Penunjang:
• Non-invasive:
• Uroflowmetri → mengukur kecepatan pancaran urin
• USG PVR (postvoid residual) → menilai kemampuan
pengosongan buli
• Uretrogram retrograd → pilihan utama
• Uretroskopi dan sistoskopi → dapat mengetahui lokasi striktur
beserta visualisasinya
Striktur Uretra

Uretrogram
retrograd
Tampak penyempitan
uretra
Striktur Uretra
Tata Laksana:
• Dilatasi uretra → melebarkan uretra dengan alat
• Uretrotomi internal → insisi striktur secara transuretral
menggunakan endoskopi agar dapat membebaskan jaringan
fibrosis
• Pemasangan stent uretra
• Open reconstruction
A. PSA
Antigen spesifik prostat yang diperiksa pada kecurigaan patologi prostat seperti
BPH atau Ca prostat, sebagai acuan untuk tindakan berikutnya (tata laksana,
biopsy)

B. MRI
Jarang dilakukan, walaupun dapat memberikan informasi panjang uretra yang
perlu direpair
C. USG transabdominal
Dapat dilakukan setelah pasien miksi, disebut dengan USG PVR (postvoid residual)
untuk menilai kemampuan pengosongan buli, namun bukan pemeriksaan terbaik
pada kasus ini

E. Uroflowmetri
Pemeriksaan non-invasive untuk mengukur kekuatan pancaran urin. Apabila
kecepatan tertinggi < 15 ml/detik maka diduga terdapat kelainan prostat atau
uretra, namun bukan pemeriksaan terbaik pada kasus ini
Striktur Uretra
• Etiologi: tersering iatrogenik trauma, bisa juga karena IMS (urethritis)
• Gejala khas: BAK bercabang
• Pemeriksaan penunjang: uretrogram retrograd
• Tata laksana: dilatasi mekanik, uretrotomi internal, pemasangan stent, dan
open reconstruction
Tn. Honekawa, usia 70 tahun dibawa anaknya ke IGD karena tidak bisa BAK
sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebesar
4 kg dalam 2 minggu terakhir. Pada PF didapatkan konjungtiva anemis dan RT
teraba prostat membesar, bernodul-nodul, keras, dan pool atas tidak teraba.
Pemeriksaan PSA didapatkan hasil 10 ng/ml (N: < 6,5 ng/ml). Zona anatomi
yang berkaitan dengan kasus adalah...
A. Transisional > BPH
B. Sentral
C. Perifer
D. Marginal
E. Anterior
• Laki-laki, usia 70 tahun
• Tidak bisa BAK sejak 3 hari lalu → retensio urin
• Penurunan BB sejak 2 minggu lalu
• PF: konjungtiva anemis, prostat membesar, bernodul-nodul, keras
• PSA: 10 ng/ml (N: < 6,5 ng/ml)

Jawaban:
C. Perifer
Karsinoma Prostat
Karsinoma Prostat
Zona Anatomis Prostat
Uretra

if
"

• BPH berasal dari zona transisional prostat


(zona yang mengelilingi uretra) → mudah

:*
menimbulkan obstruksi uretra
• Adenokarsinoma prostat sebagian besar
berasal dari zona perifer prostat (zona
yang berbatasan dengan rectum) →
mudah teraba nodul-nodul saat
/ dilakukan RT
Karsinoma Prostat
Definisi: Keganasan yang berasal dari jaringan prostat, paling sering
merupakan adenokarsinoma prostat

Faktor Risiko:
• Usia >40 tahun
• Riwayat keluarga
• Mutasi genetic → berhubungan dengan BRCA1, BRCA2, dan sindrom
Lynch

Sumber: Panduan Penanganan Kanker Prostat. IAU. 2011


Karsinoma Prostat
Manifestasi Klinis:
• Kesulitan BAK
• Mudah lelah, penurunan berat badan
• Gejala miksi non-spesifik, hematuria, hematospermia → lebih sering
disebabkan kondisi non-maligna
• Gejala baru dominan setelah terjadi metastasis regional (tersering ke
vertebra):
• Nyeri punggung, fraktur patologis
• Inkontinensia, disfungi ereksi → akibat kompresi kanalis spinalis
Karsinoma Prostat
Manifestasi Klinis:
• Pemeriksaan RT: pada prostat teraba nodul keras, asimetris, indurasi,
berbenjol-benjol → indikasi biopsy

Pemeriksaan Penunjang:
• PSA → belum ada kesepakatan global karena kadar PSA berkaitan
dengan usia, namun di Indonesia menggunakan nilai tunggal dengan
cutoff 4 ng/ml
• USG Transrektal → mengukur volume prostat, evaluasi zona perifer, dan
sebagai guidance biopsi
• Biopsi prostat → bila PSA > 4 ng/ml

It
Sumber: Panduan Penanganan Kanker Prostat. IAU. 2011
DD/ Gangguan Prostat
Klinis BPH Ca prostat Prostatitis Akut

Ukuran prostat membesar membesar membesar

Demam - - +

Tidak rata,
Permukaan prostat licin licin
bernodul-nodul

Konsistensi kenyal keras kenyal

Nyeri tekan - - +
A. Transisional
Zona yang terlibat pada kasus BPH

B. Sentral
Pada Ca prostat zona yang terlibat adalah zona perifer
D. Marginal
Pada Ca prostat zona yang terlibat adalah zona perifer

E. Anterior
Pada Ca prostat zona yang terlibat adalah zona perifer
Karsinoma Prostat
• Berasal dari zona perifer prostat, bentuk tersering adalah adenokarsinoma
• Stadium awal asimtomatis, bergejala bila metastasis regional (fraktur
patologis, nyeri punggung)
• RT: prostat membesar, bernodul-nodul, keras, asimetris
• Pemeriksaan penunjang: PSA dan TRUS-guided biopsi
Ny. Minamoto, usia 33 tahun dibawa oleh dinas sosial ke IGD pasca dipukuli
oleh suaminya. Pasien mengaku sempat dipukul 2 kali dan diinjak-injak pada
area perutnya. Saat ini mengalir darah dari lubang kencing pasien. Setelah
melakukan stabilisasi kondisi pasien, dokter melakukan pemeriksaan CT-
sistografi dan didapatkan gambaran kontras di sekitar dinding usus dan
perivesika membentuk gambaran molar tooth sign. Diagnosis berdasarkan
klasifikasi radiologi pada pasien ini adalah…
A. Trauma buli tipe 1
B. Trauma buli tipe 2 Ruplurbuli
C. Trauma buli tipe 3
D. Trauma buli tipe 4 - ekolravarasi
Intraperitoneal }
mixed

E. Trauma buli tipe 5


-
ekstpavasari
ekstraperihneaeal
• Perempuan, usia 33 tahun
• Dipukul dan diinjak pada area perut, keluar darah dari lubang
kencing
• CT sistografi → kontras sekitar dinding usus dan perivesika, molar
tooth sign (+)

Jawaban:
E. Trauma buli tipe 5
Ruptur Organ

Ruptur organ Ciri Khas

Ginjal Gross hematuria, Nyeri dan hematom pada pinggang (flank)

Buli Gross hematuria, nyeri dan hematom pada suprapubik

Uretra Anterior Asosiasi dengan straddle injury, butterfly hematoma

Uretra Posterior Asosiasi dengan fraktur pelvis, High riding/floating prostate


Ruptur Buli
Patogenesis
• Vesika urinaria → organ retroperitoneal

¥
• Ruptur VU → terjadi ekstravasasi urin
• Bila ruptur pada area kubah (bladder
dome) maka urin akan masuk ke dalam
rongga peritoneum (intraperitoneal, area .

A) I
• Bila tidak, maka disebut ekstravasasi
ekstraperitoneal (area B)
Ruptur Buli
Manifestasi Klinis:
• Gross hematuria (> 80% kasus)
• Nyeri pelvis, abdomen bagian bawah
• Sulit berkemih

Ekstraperitoneal Intraperitoneal

Sering terjadi Jarang terjadi

Asosiasi dengan fraktur pelvis Biasanya disebabkan direct injury pada VU

Ekstravasasi kontras perivesika Ekstravasasi kontras intraperitoneum


Ruptur Buli
Pemeriksaan Penunjang:
• CT-sistografi atau sistografi konvensional → gold standard diagnosis
• Urinalisis → gross hematuria
• FAST exam → cairan di dalam intraperitoneum (ruptur buli
intraperitoneal)
• Foto polos pelvis → kecurigaan fraktur pelvis
Ruptur Buli
Klasifikasi Radiologis Cedera Buli:
• Tipe 1 (Kontusio buli)
Shi
• Gambaran radiologi normal
• Tipe 2 (Ruptur intraperitoneal)
• Ekstravasasi kontras mengelilingi lipat usus dan kavum Douglas
• Tipe 3 (Ruptur interstisial/subserosal)
• Kontras membentuk gambaran elips pada dinding buli, tidak terjadi
ekstravasasi ke luar dividing
a

to

off adman
vu
Ruptur Buli
Klasifikasi Radiologis Cedera Buli:
• Tipe 4 (Ruptur ekstraperitoneal)
• Tipe 4a (simpleks) → ekstravasasi kontras perivesika, dengan pola
linier atau sunburst, molar tooth sign (pada potongan axial)
• Tipe 4b (kompleks) → ekstravasasi hingga ruang retroperitoneal,
termasuk skrotum, penis, dan dinding abdomen anterior
• Tipe 5 (Campuran intra-ekstraperitoneal)
• Kombinasi tipe 2 dan 4

Pada UKMPPD, yang paling sering dibahas adalah ruptur buli intraperitoneal (tipe 2),
ruptur buli ekstraperioneal simpleks (tipe 4a), atau campuran (tipe 5)
Ruptur Buli
Intraperitoneal

µ
(Tipe 2)
If Ekstravasasi kontras
ke dalam peritoneum
Ruptur Buli
Interstisial (Tipe 3)
Materi kontras masuk ke dalam
dinding buli (panah kuning),
namun tidak sampai terjadi
ekstravasasi
Ruptur Buli

0
Ekstraperitoneal
(Tipe 4a)
Ekstravasasi kontras
perivesika
Ruptur Buli

FA
Ekstraperitoneal
(Tipe 4a)
Potongan aksial menunjukkan
ekstravasasi kontras perivesika
membentuk gambaran gigi molar

a
Ruptur Buli
Tata Laksana:
• Ekstraperitoneal
• Uncomplicated (tidak ada cedera lain) → kateter Foley selama 2 –
3 minggu atau bisa lebih lama. Bila tidak ada perbaikan dapat
dilakukan bedah repair
• Complicated (disertai cedera organ sekitar atau fraktur) → bedah
repair
• Intraperitoneal
• Pembedahan repair dengan open surgery atau laparoskopi
• Pemasangan kateter Foley post-operasi
A. Trauma buli tipe 1
Merupakan trauma buli yang hanya menyebabkan kontusio buli, sehingga tidak
terjadi ekstravasasi kontras

B. Trauma buli tipe 2


Merupakan trauma buli yang menyebabkan rupture buli intraperitoneal. Pada
potongan coronal akan tampak ekstravasasi kontras ke arah kaudal, menyebar
pada rongga perut. Sedangkan pada potongan aksial akan tampak kontras di
sekitar lipat usus
C. Trauma buli tipe 3
Merupakan trauma buli yang menyebabkan rupture buli interstisial/subserosal,
yaitu masuknya materi kontras ke dalam lapisan dinding buli, namun tidak sampai
mengalami kebocoran/ekstravasasi ke luar buli

D. Trauma buli tipe 4


Merupakan trauma buli yang menyebabkan rupture buli ekstraperitoneal, yaitu
ekstravasasi kontras ke luar buli namun tidak sampai masuk dalam rongga
peritoneal, sehingga kontras hanya berada di sekitar buli (perivesika). Pada
potongan aksial akan tampak gambaran molar tooth sign
Ruptur Buli
• Gejala: gross hematuria dan nyeri di suprapubik
• Bedakan jenisnya
• Intraperitoneal: ekstravasasi kontras ke dalam peritoneum
• Ekstraperitoneal: ekstravasasi kontras perivesika
• Tata laksana
• Intraperitoneal: pembedahan repair (open atau laparoskopi)
• Ekstraperitoneal:
• Uncomplicated: pemasangan kateter 2 – 3 minggu
• Complicated: bedah repair
Tn. Fujiko, usia 23 tahun datang dengan keluhan nyeri pada buah zakarnya sejak
3 hari lalu. Nyeri dirasakan memberat terutama pada area belakang buah zakar.
Sekitar 5 hari lalu pasien sempat BAK keruh dan disertai nanah. Pasien mengaku
memiliki kebiasaan berhubungan anal seks dengan pasangan sesama jenis. Pada
pemeriksaan didapatkan TD 120/70 mmHg, HR 100 kali/menit, RR 20 kali/menit,
suhu 38,6 C. Pada PF didapatkan refleks kremaster intak. Tata laksana pada
pasien adalah… +

A. Cefixime 400 mg PO selama 5 hari + Doksisiklin 2x100 mg PO selama 14 hari


B. Levofloxacine 500 mg PO selama 10 hari
C. Cefixime 400 mg PO selama 5 hari + Levofloxacine 500 mg PO selama 10 hari
D. Cefixime 400 mg PO selama 5 hari + Azitromisin 1 gram PO dosis tunggal
E. Kotrimoksazol 2x960 mg PO selama 10 hari

's akut
Epididimih
• Laki-laki, usia 23 tahun
• Nyeri pada buah zakar sejak 3 hari lalu, kencing nanah sejak 5 hari
lalu
• Riwayat anal seks sesama jenis → FR
• TD 120/70 mmHg, HR 100 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu
38,6C
• PF: reflex kremaster (+)

Jawaban:
C. Cefixime 400 mg PO selama 5 hari + Levofloxacin
500 mg PO selama 10 hari
Epididimitis Akut
Epididimitis
Definisi:
Inflamasi pada epididimis
Levoftoxaari

:
Etiologi:
• ISK, anal seks (> 35 tahun): E. coli,
Enterobacter, Pseudomonas, Proteus
mirabilis, Klebsiella pneumoniae
• IMS (usia <35 tahun): Chlamydia
trachomatis dan Neisseria
gonorrhoeae, Treponema pallidum,
Trichomonas vaginalis, Gardnerella
vaginalis
Gfixine
+

.tw/Dokaaldu
At
.
Epididimitis
Manifestasi Klinis:
• Skrotum bengkak unilateral progresif, nyeri (terutama sisi posterior),
hiperemis
• Prehn sign (+), reflex kremaster intak
• Demam
• Gejala ISK: disuria, frekuensi, urgensi, discharge
Epididimitis
Pemeriksaan Penunjang:
• Urinalisis → pyuria, bakteriuria
• Kultur urin → identifikasi etiologi
• USG skrotal → bila dicurigai terjadi abses dan untuk menyingkirkan DD/
acute scrotal pain lainnya
Epididimitis
Tata Laksana:
• Elevasi skrotal
• NSAIDs
• Antibiotik → pemilihan antibiotic presumtif berdasarkan kecurigaan
organisme penyebab
Epididimitis
Tata Laksana:

Penyebab Regimen Pengobatan Alternatif


Cefixime 400 mg/hari PO Ceftriaxone 250 mg/hari IM
selama 5 hari + Doksisiklin selama 3 hari + Doksisiklin
Gonore dan Klamidia
2x100 mg/hari PO selama 14 2x100 mg/hari PO selama 14
hari hari
Levofloksasin 1x500 mg/hari
Organisme enteric
PO selama 10 hari
kombinati Cefixime 400 mg/hari PO Ceftriaxone 250 mg/hari IM
Gonore, Klamidia, dan selama 5 hari + Levofloksasin selama 3 hari + Levofloksasin
organisme enteric 1x500 mg/hari PO selama 10 1x500 mg/hari PO selama 10
hari hari

Pedoman IMS. 2016


Epididimitis
Komplikasi:
• Abses epididimis
• Epididimoorkitis
• Infark testis
• Infertilitas
Diagnosis Banding
Klinis Torsio Testis Epididimitis Torsio Appendix Testis
Berat, terutama pada
Mendadak dan sangat
Nyeri Bersifat gradual bagian superior
berat
posterior testis
Refleks kremaster - + -
Prehn sign - + -
Emergensi, Bukan emergensi, Bukan emergensi,
Tata Laksana
pembedahan antibiotic, NSAIDs manajemen nyeri
Riwayat IMS atau
Fitur lain Bell clapper deformity Blue dot sign
promiskuitas (+)
A. USG Doppler
Bukan baku emas pemeriksaan, hanya berfungsi untuk menilai aliran darah akibat
efek infiltrasi tumor ke dalam vaskular

B. Pielogram intravena
Tidak digunakan pada kasus tumor Wilms
C. CT-scan abdomen
CT-scan abdomen (dengan kontras) dapat digunakan sebagai lanjutan dari USG
karena memiliki hasil pencitraan yang lebih baik dan dapat mendeteksi tumor kecil
yang tidak tampak pada USG, namun bukan baku emas

D. Laparoskopi
Tidak digunakan pada kasus tumor Wilms
Epididimitis
• Etiologi: pathogen IMS (GO dan klamidia) atau enteric (E. coli)
• Manifestasi klinis: nyeri skrotum unilateral dan sepanjang testis posterior,
hiperemi dan edema skrotum, serta gejala ISK, Prehn sign (+), reflex
kremaster (+)
• Pemeriksaan penunjang: urinalisis dan kultur urin
• Tata laksana: antibiotik, elevasi skrotal, NSAID
• IMS: Cefixime PO/Ceftriaxone IM + Doksisiklin PO
• Enterik: Levofloksasin PO
• IMS + enteric: Cefixime PO/Ceftriaxone IM + Levofloksasin PO
Ny. Sunetsugu, usia 66 tahun diantar anaknya berobat ke RS. Pasien mengaku
sering tidak dapat menahan BAK. Pasien sering tiba-tiba merasakan ingin BAK
namun belum sempat berdiri urin sudah merembes ke pakaian dalam. Hal ini
menyebabkan pasien menjadi rendah diri dan malu. Pemeriksaan tanda vital
dan PF dalam batas normal. Diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini
adalah…
A. Urge incontinence
B. Mixed incontinence
C. Stress incontinence
D. Functional incontinence
E. Overflow incontinence
• Perempuan, usia 66 tahun
• Sering mendadak ingin BAK, namun tidak sempat dan tidak dapat
ditahan
• TTV dan PF dalam batas normal

Jawaban:
A. Urge incontinence
Inkontinensia Urin
Definisi: Pengeluaran urin secara involunter.

Tipe:
• Inkontinensia stres
• Inkontinensia urgensi
• Inkontinensia campuran
• Inkontinensia overflow
• Inkontinensia fungsional
Inkontinensia Urin
Inkontinensia stres
• Akibat peningkatan tekanan intra-abdominal (tertawa, bersin, batuk,
naik tangga, atau stresor lainnya) disertai kelemahan otot dasar
panggul

Inkontinensia urgensi
• Akibat overaktivitas otot detrusor sehingga terjadi kontraksi pada buli
walaupun buli belum penuh

Inkontinesia campuran
• Mekanisme stress + urgency
Inkontinensia Urin
Inkontinensia overflow
• Akibat adanya obstruksi saluran kemih (contoh: BPH), sehingga terjadi
hambatan atau kegagalan pengosongan buli

Inkontinensia fungsional
• Akibat disabilitas fisik atau mental yang menyebabkan
ketidakmampuan menahan BAK. Misal: OA genu derajat 4 sehingga tidak
mampu berjalan ke toilet, demensia sehingga lupa letak toilet
Inkontinensia Urin
Tipe:

Sumber gambar: Osmosis


Inkontinensia Urin
Tata Laksana:
• Umum
• Perubahan gaya hidup: penurunan BB, hindari obat yang diduga
memicu inkontinensia
• Senam penguatan otot dasar panggul
• Pemasangan pesarium, kateter, popok
Inkontinensia Urin
Tata Laksana:
• Spesifik
• Inkontinensia stress → intervensi bedah
• Inkontinensia urgensi → antikolinergik, intervensi bedah
• Inkontinensia overflow → kateterisasi, atasi etiologi
• Inkontinensia fungsional → pengobatan penyebab yang mendasari
Inkontinensia Urin
Summary:
Tipe Patofisiologi Tata Laksana Spesifik

Stress Peningkatkan tekanan intraabdominal Pembedahan

Urge Overaktivitas detrusor Antikolinergik, pembedahan

Mixed Kombinasi stress dan urge Sesuai stress dan urge

Overflow Melemahnya otot detrusor + obstruksi buli Kateterisasi, atasi penyebab

Functional Hambatan fisik atau mental tanpa kelainan struktural Atasi penyebab
B. Mixed incontinence
Mekanisme stress + urgency

C. Stress incontinence
Akibat peningkatan tekanan intra-abdominal (tertawa, bersin, batuk, naik tangga,
atau stresor lainnya) disertai kelemahan otot dasar panggul
D. Functional incontinence
Akibat disabilitas fisik atau mental yang menyebabkan ketidakmampuan menahan
BAK

E. Overflow incontinence
Akibat adanya obstruksi saluran kemih (contoh: BPH), sehingga terjadi hambatan
atau kegagalan pengosongan buli
Inkontinensia urin
• Definisi: pengeluaran urin secara involunter
• Terdapat 5 tipe:
• Stres → peningkatan tekanan intraabdomen
• Urgensi → overaktivitas otot detrusor
• Campuran → stres + urgensi
• Overflow → kegagalan pengosongan buli
• Fungsional → disabilitas fisik atau mental tanpa adanya kelainan
structural saluran kemih
An. Chirchir, laki-laki usia 3 tahun dibawa orang tuanya berobat dengan
keluhan nyeri perut dan perut samping bertambah besar sejak 6 bulan yang
lalu. Pasien juga mengalami hambatan peningkatan berat badan. Pada
pemeriksaan didapatkan TD 135/90 mmHg, HR 130 kali/menit, RR 30
kali/menit, suhu 37,1 C. Pada pemeriksaan USG tampak massa di regio ginjal
kiri. Baku emas pemeriksaan pada kasus ini adalah…
A. USG doppler
B. Pielogram intravena
C. CT-scan abdomen
D. Laparoskopi
E. Biopsi histopatologi
• Anak laki-laki, usia 3 tahun
• Nyeri perut dan perut samping membesar sejak 6 bulan lalu
• Gangguan pertumbuhan (BB tidak naik)
• TD 135/90 mmHg, HR 130 kali/menit, RR 30 kali/menit, suhu 37,1C
• USG: massa ginjal kiri

Jawaban:
E. Biopsi histopatologi
Tumor Wilms /
Nefroblastoma
Nefroblastoma
Nama lain: Tumor Wilms

Definisi: Keganasan ginjal tersering pada anak-anak, biasanya sebelum usia


5 tahun (peak incidence usia 2-3 tahun).

Etiologi:
• Belum diketahui secara pasti tetapi dikaitkan dengan perubahan genetik
dengan perkembangan embriologis normal dari saluran genitourinarius
Nefroblastoma

Tumor Wilms
Tumor yang berasal dari
Metanephric Blastemal Cell,
merupakan keganasan ginjal
tersering pada anak
Nefroblastoma
Manifestasi Klinis:
• Asimtomatis (>>)
• Nyeri abdomen
• Hematuria
• Hipo/hipertensi (lebih sering hipertensi)
• Demam
• Anemia
• Sesak → metastasis
Nefroblastoma
Pemeriksaan Penunjang:
• USG abdomen → pemeriksaan awal
• USG doppler → menilai efek infiltrasi tumor ke dalam vaskular
• CT scan/MRI abdominal dengan kontras → menilai lokasi asal
tumor, ukuran, dan penyebaran
• Histopatologi → baku emas diagnosis, didapatkan pola trifasik
(komponen epitel, stroma dan blastemal)
• X-ray thoraks → untuk identifikasi metastasis paru

Tata Laksana:
• Nefrektomi dan kemoterapi
A. USG Doppler
Bukan baku emas pemeriksaan, hanya berfungsi untuk menilai aliran darah akibat
efek infiltrasi tumor ke dalam vaskular

B. Pielogram intravena
Tidak digunakan pada kasus tumor Wilms
C. CT-scan abdomen
CT-scan abdomen (dengan kontras) dapat digunakan sebagai lanjutan dari USG
karena memiliki hasil pencitraan yang lebih baik dan dapat mendeteksi tumor kecil
yang tidak tampak pada USG, namun bukan baku emas

D. Laparoskopi
Tidak digunakan pada kasus tumor Wilms
Nefroblastoma/Wilms Tumor
• Kanker ginjal tersering di anak-anak
• Manifestasi klinis:
• Asimtomatis
• Nyeri abdomen
• Hipertensi
• Hematuria
• Pemeriksaan awal: USG abdomen
• Baku emas: Histopatologi → pola trifasik
• Tata laksana: nefrektomi dan kemoterapi
Tn. Nobiru, usia 60 tahun datang ke poli urologi dengan keluhan sulit BAK
sejak 3 bulan lalu. Awalnya BAK masih mau keluar dengan mengejan, namun
akhir-akhir ini hanya menetes sedikit-sedikit saja. Pasien menyangkal riwayat
penyakit lain. Hasil wawancara dengan kuesioner IPSS didapatkan skor 18.
Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat lebih dari 3 buku jari,
kenyal, dan tidak nyeri. Tata laksana yang tepat pada pasien adalah…
A. Watchful waiting
B. Tamsulosin
C. Finasteride
D. Prazosin + Dutasteride
E. Prostatektomi BPH
• Laki-laki, usia 60 tahun
• Sulit BAK sejak 3 bulan lalu, awalnya BAK harus mengejan, saat ini
hanya menetes sedikit-sedikit
• Hasil IPSS skor 18
• PF: prostat > 3 buku jari, kenyal, tidak nyeri

Jawaban:
D. Prazosin + Dutasteride
Pembesaran Prostat
Jinak
Benign Prostatic Hyperplasia
Definisi: pembesaran kelenjar prostat akibat proliferasi sel-sel prostat di
zona transisional dan gangguan apoptosis

Faktor risiko:
• Usia
• Sindroma metabolik
• Obesitas
• Genetik
Benign Prostatic Hyperplasia stat
g penyebab pro
"
""
Patogenesis

Proliferasi sel Peningkatan tonus


Testosteron DHT otot polos prostat
prostat

5 alfa reduktase
Bladder outlet
obstruction

Pada alur pathogenesis di atas, tampak bahwa enzim 5 alfa reductase dan tonus otot
polos prostat memainkan peranan penting dalam perjalanan penyakit BPH
?⃝
Benign Prostatic Hyperplasia
Zona Anatomis Prostat
Uretra

• BPH berasal dari zona transisional prostat


o (zona yang mengelilingi uretra) → mudah
menimbulkan obstruksi uretra
• Adenokarsinoma prostat sebagian besar
berasal dari zona perifer prostat (zona
yang berbatasan dengan rectum) →
mudah teraba nodul-nodul saat
dilakukan RT
Benign Prostatic Hyperplasia
Manifestasi Klinis: LUTS

Storage symptoms Voiding symptoms


Frequency Hesitancy

Urgency Small stream

Nokturia Intermittency

Terminal dribbling

Urinary retention
Benign Prostatic Hyperplasia
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisis → untuk mengevaluasi diagnosa banding
• USG:
• Transabdominal (TAUS) → mengevaluasi saluran kemih, mengukur
volume urin residual post-voiding
• Transrektal (TRUS) → lebih akurat dalam menentukan ukuran
prostat dibanding TAUS
• PSA → > 4 ng/ml
• Fungsi ginjal → menilai penurunan fungsi ginjal akibat BOO
IPSS
Untuk menilai
derajat keparahan gejala
dan menentukan terapi
• 1 – 7 = mild
• 8 – 19 = moderate
• 20 – 35 = severe
Retensi Urin Akut
Tata laksana

Tidak bisa Konsul urologi →


pungsi suprapubik

Tidak berhasil
PF = teraba bladder Akses uretra?
Riwayat striktur Bisa Pemasangan kateter
PP = gambaran uretra, operaasi, urin
distended bladder trauma pelvis
Retensi Urin Akut
Pungsi Suprapubik Kateter Urin
Benign Prostatic Hyperplasia
<8
Tata Laksana gig
219

Mild Moderate Severe

Watchful waiting Pembedahan

Prostat kecil dan PSA Prostat besar dan PSA Predominan gejala
rendah tinggi voiding

✓ ✓

Alfa-blocker Alfa-blocker + Alfa-blocker +


✓ 5-ARI antimuskarinik
Benign Prostatic Hyperplasia
Target Kerja Farmakoterapi Alfa-blocker
pembeearun
stat
pro

Proliferasi sel Peningkatan tonus


Testosteron DHT otot polos prostat
prostat

5 alfa reduktase
Bladder outlet
obstruction

5 alfa reductase
inhibitor (5-ARI)
Benign Prostatic Hyperplasia
Medikamentosa
Kelas Cara Kerja Obat Dosis Harian
Tamsulosin 0,4-08 mg

É
Menurunkan tonus otot polos Terazosin 1-10 mg
Alfa-blocker
prostat Doxazosin 1-8 mg
Alfuzosin 10 mg
Dutasteride 0,5 mg
5-ARI Menghambat proliferasi sel prostat
Finasteride 5 mg
Tolterodine 1-2 mg
Anti muskarinik Menurunkan tonus leher buli
Fesoterodine 4-8 mg
Menurunkan tonus otot polos
PDE-5 inhibitor Tadalafil 5 mg
detrusor, prostat, dan uretra
Benign Prostatic Hyperplasia
Tata Laksana
• Pembedahan
• TURP (Trans Urethral Resection of the Prostate) ✓

• TUIP (Trans Urethral Incision of the Prostate)


• Open prostatectomy
DD/ Gangguan Prostat
Klinis BPH Ca prostat Prostatitis Akut

Ukuran prostat membesar membesar membesar

Demam - - +

Tidak rata,
Permukaan prostat licin licin
bernodul-nodul

Konsistensi kenyal keras kenyal

Nyeri tekan - - +
A. Watchful waiting
Bila skoring IPSS 0-7

B. Tamsulosin
Merupakan alfa blocker yang harus diberikan pada kasus ini, namun karena prostat
membesar maka perlu dikombinasi dengan 5-ARI
C. Finasteride
Merupakan 5-ARI yang diberikan kombinasi dengan alfa-blocker. Pemberian 5-ARI
tidak dapat dilakukan secara monoterapi karena untuk mengurangi gejala LUTS
dibutuhkan kerja alfa-blocker yang lebih cepat

E. Prostatektomi
Dilakukan pada gejala berat dengan IPSS 20-35
BPH
• Proliferasi sel prostat di zona transisional akibat hormon DHT
• Manifestasi klinis utama adalah LUTS → dapat dinilai dengan IPSS sekaligus
untuk rencana terapi
• RT: prostat membesar, permukaan licin, konsistensi kenyal, nyeri (-)
• Pemeriksaan penunjang: USG dan kadar PSA
• Tata laksana
• IPSS mild → watchful waiting
• IPSS moderate → Alfa blocker (semua kasus BPH) dapat dikombinasi
dengan 5-ARI (bila prostat membesar atau PSA meningkat)
• IPSS severe → pembedahan
Tn. Pero, usia 64 tahun kontrol ke dokter bedah dengan keluhan rasa tidak
nyaman pada kedua sisi pinggang. Pasien merupakan pengidap kanker
kandung kencing, namun belum mau berobat karena alasan ekonomi. Pada
PF didapatkan ballottement pada pinggang kiri maupun kanan. Pada
pemeriksaan BNO-IVP didapatkan gambaran clubbing pada kaliks renalis.
Diagnosis pada kasus ini adalah…
A. Hidronefrosis derajat 1
B. Hidronefrosis derajat 2
C. Hidronefrosis derajat 3
D. Hidronefrosis derajat 4
E. Hidronefrosis derajat 5
• Laki-laki, usia 64 tahun
• Tidak nyaman pada kedua pinggang
• Terdiagnosis kanker buli, belum berobat → FR
• PF: ballottement ginjal kiri dan kanan
• BNO-IVP: clubbing kaliks renal

Jawaban:
C. Hidronefrosis derajat 3
Hidronefrosis
Definisi: Distensi kaliks dan pelvis renal oleh urin sebagai akibat dari
obstruksi aliran keluar urin distal ke pelvis ginjal.

Etiologi:
• Obstruksi saluran kemih, misalnya:
• BPH, kanker prostat
• Urolithiasis
Hidronefrosis
Manifestasi Klinis:
• Nyeri pinggang → akibat peregangan kapsul renal
• BAK berkurang akibat obstruksi
• Gejala lain tergantung etiologi
Hidronefrosis

Grade I: kaliks
blunting / tumpul

Grade II: kaliks


flattening /
mendatar
Hidronefrosis
Grade III: kaliks
clubbing /
menonjol

Grade IV: kaliks


ballooning /
menggembung
Hidronefrosis
Tata Laksana:
• Medikamentosa → untuk kontrol nyeri dan mencegah infeksi
• Atasi etiologi, karena hidronefrosis merupakan komplikasi dari suatu
penyakit
A. Hidronefrosis derajat 1
Kaliks masih tampak tumpul (blunting)

B. Hidronefrosis derajat 2
Kaliks mulai mendatar (flattening)
C. Hidronefrosis derajat 4
Kaliks menggembung seperti balon (ballooning)

E. Hidronefrosis derajat 5
Tidak ada derajat keparahan ini pada kasus hidronefrosis
Hidronefrosis
• Etiologi: obstruksi pada saluran kemih
• Grading:
• I: kaliks blunting/tumpul
• II: kaliks flattening/mendatar
• III: kaliks clubbing/menonjol
• IV: kaliks balloning/menggembung
• Tata laksana: kontrol nyeri dan cegah infeksi, pembedahan, atasi etiologi
Tn. Kazu, usia 41 tahun dirujuk dari puskesmas ke RS karena mengalami BAK
kemerahan sejak 3 hari lalu. Hasil pemeriksaan lab puskesmas didapatkan
hematuria, proteinuria +2, serta peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Pada
pemeriksaan didapatkan TD 161/88 mmHg, HR 90 kali/menit, RR 18
kali/menit, suhu 36,6 C. Pada PF didapatkan edema palpebra dan tungkai
bilateral. Dokter melakukan pemeriksaan serologi dan biopsi ginjal,
didapatkan antibodi anti-GBM dan crescentic formation. Diagnosis pada
kasus ini adalah…
A. End-stage renal disease (ESRD)
B. Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN)
C. Acute tubular necrosis (ATN)
D. Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)
E. Membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN)
• Laki-laki, usia 41 tahun
• BAK kemerahan sejak 3 hari lalu
• TD 161/88 mmHg, HR 90 kali/menit, RR 18 kali/menit, suhu 36,6 C
• PF: edema palpebra dan tungkai
• Lab: hematuria, proteinuria +2, peningkatan ureum dan kreatinin
• Serologi: antibody anti-GBM
• Biopsi: crescentic formation

Jawaban:
B. RPGN
Sindrom Nefritik
Definisi: Sekumpulan tanda dan gejala yang disebabkan oleh kerusakan
kapiler akibat inflamasi glomerulus.

AKUT
• Glomerulonefritis Akut Post Streptococcal (GNAPS) → paling sering di
anak-anak
• Crescentic/Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN)

KRONIS
• IgA nefropati
• Nefritis herediter
• Thin basement membrane disease
Sindrom Nefritik
Sindrom Nefritik
Manifestasi Klinis:
• Edema pitting → tidak separah sindroma nefrotik
• Hematuria → urin kemerahan seperti cucian daging atau cola
• Proteinuria < 3,5 g/hari
• Hipertensi
• Oliguria
• Azotemia
Sindrom Nefritik
Pemeriksaan Penunjang:
• Urinalisis → sedimen nefritik
• Hematuria
• RBC cast
• Proteinuria ringan sedang (150-3.500 mg/24 jam) → tidak sebanyak
sindroma nefrotik
• Lab darah
• Peningkatan kreatinin, penurunan GFR
• Azotemia dengan peningkatan BUN (rasio BUN:kreatinin > 15)
• Biopsi ginjal → konfirmasi diagnosis
Sindrom Nefritik
Tata Laksana:
• Suportif: diet rendah garam, restriksi cairan
• Medikamentosa:
• Antihipertensi → ACE-I atau ARB, untuk mengurangi proteinuria,
mengatasi HT, dan memperlambat perburukan ginjal
• Diuretik loop → untuk mengatasi edema
• Spesifik:
• GNAPS → antibiotic
• Lupus nefritis, MPGN → imunosupresan
RPGN
Definisi: Sindrom klinis yang ditandai dengan:
• Penurunan progresif fungsi ginjal secara cepat (minggu-bulan)
• Extensive glomerular cresentic formation

Klasifikasi berdasarkan mekanisme penyebab:


• Anti-GBM antibody disease
• Immune complex-mediated injury
• Pauci-immune necrotizing and crescentic GN
RPGN
Terbentuknya Glomerular Crescent Formation
1. Terjadi kerusakan pada dinding kapiler glomerular menyebabkan
terbentuknya celah pada glomerular basement membrane (GBM) dan
kapsula Bowman
2. Adanya celah tersebut menyebabkan crescent formation karena:
• Proliferasi sel epitel parietal yang melapisi kapsula Bowman
• Migrasi factor koagulasi (menyebabkan terbentuk fibrin) dan elemen
seluler (monosit, limfosit) ke dalam celah
/
8 ¥¥
Gambar (A) menunjukkan glomerulus yang normal

Gambar (C) menunjukkan crescent formation akibat


kerusakan GBM dan migrasi factor koagulasi,
monosit, dan limfosit ke dalam celah kapsul Bowman
Sumber: Uptodate
RPGN
Tata Laksana:
• Terapi empiris:
• Metilprednisolon IV 500-1.000 mg/hari selama 3 hari
• Pertimbangkan plasmapheresis
• Terapi spesifik sesuai penyebab, misalnya:
• Anti-GBM disease → plasmapheresis, metilprednisolon, siklofosfamid
• IgA Nefropati → glukokortikoid selama 6 bulan
• IgA Vasculitis → glukokortikoid selama 6 bulan
A. ESRD
Merupakan fase terakhir dari gagal ginjal kronis, dengan klinis yang berat, eGFR
yang sangat rendah dan refrakter dengan dialysis. Membutuhkan transplantasi
ginjal. Pada kasus ini didapatkan hasil biopsy crescentic formation yang
menegakkan diagnosis RPGN

C. ATN
Salah satu penyebab gagal ginjal akut intrinsic atau parenkimal yang biasanya
disebabkan adanya toksin endogen ataupun eksogen. Pada kasus ini didapatkan
hasil biopsy crescentic formation yang menegakkan diagnosis RPGN
D. FSGS
Terbentuknya jaringan fibrosis pada glomerulus yang dapat menyebabkan gagal
ginjal kronis, bahkan ESRD. Memiliki gambaran klinis sindrom nefrotik. Pada kasus
ini didapatkan hasil biopsy crescentic formation yang menegakkan diagnosis
RPGN

E. MPGN
Merupakan salah satu bentuk glomerulonephritis yang disebabkan adanya
deposit antibody pada GBM (glomerular basement membrane) dan menimbulkan
gambaran klinis sindrom nefritik. Pada kasus ini didapatkan hasil biopsy crescentic
formation yang menegakkan diagnosis RPGN
Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN)
• Penurunan fungsi ginjal progresif secara cepat disertai pembentukan
glomerular crescentic formation
• Patogenesis: kerusakan kapiler glomerular dan glomerular basement
membrane (GBM) → proliferasi epitel parietal kapsula Bowman → migrasi
factor koagulasi dan elemen seluler (monosit, limfosit)
• Tata laksana:
• Sesuai sindrom nefritik
• Empiris: metilprednisolon
• Spesifik: sesuai penyebab

Anda mungkin juga menyukai