Komponen Perubahan
Komponen Perubahan
PERUBAHAN
Komponen Perubahan
Perubahan adalah pergantian antara
keadaan lama dan baru. Dalam
perubahan pun memiliki fase dan
keadaan yang berbeda-beda. Akan
tetapi tidak semua perubahan dapat
berdampak baik, namun untuk menjadi
lebih baik pasti harus ada perubahan.
Komponen Perubahan
Pemicu perubahan
Dimensi perubahan
a) Factor Internal
Faktor Internal ini mengartikan bahwa penyebab perubahan tersebut dari dalam
organisasi yang bersangkutan, yang tidak lain :
o Masalah hubungan antar anggota
o Masalah dalam proses kerja sama
o Masalah keuangan
b) Factor Eksternal
Penyebab perubahan yang terjadi berasal dari luar atau disebut dengan lingkungan.
Jarang sekali suatu organisasi melakukan perubahan besar tanpa adanya dorongan
yang kuat dari lingkungan. Berikut beberapa fakto eksternal yang menyebabkan
perubahan organisasi:
o Siklus bisnis keadaan siklus ekonomi yang menciptakan tekanan yang berbeda,
misalnya kenaikkan suku bunga yang tidak terduga untuk perubahan dengan
tingkat pinjaman yang tinggi menyebabkan tekanan untuk biaya.
o Tren social setiap generasi memiliki prioritas dan perhatian yang berbeda-beda.
Hal tersebut dapat menciptakan tekanan baru yang lebih fleksibel, struktur yang
lebih fleksibel dan keinginan besar terhadap perubahan teknologi.
o Sisi penawaran pasokan sumber daya seperti minyak atau bahan mentah, atau
kenaikkan harga fluktuasi mata uang atau pengurangan tenaga kerja karena
perubahan imigrasi.
Dimensi structural menggambarkan karakter internal dari
organisasi dan menciptakan suatu dasar untuk mengukur
dan membandingkan organisasi. Dimensi kultural berpacu
2. Dimensi
pada budaya yang ada didalam organisasi tersebut. Dan,
dimensi interaksional dimensi yang berpacu pada hubungan
Perubahan
yanf terdapat dalam organisasi. Perilaku anggota organisasi
dalam menghadapi perubahan:
o Perubahan perilaku
o Perubahan dalam sistem nilai dan penilaian
o Perubahan metode dan cara kerja
o Perubahan cara berfikir, dll
o Perbedaan kepribadian, persepsi dan kebutuhan (kepentingan).
o Kebiasaan.
o Rasa aman.
o Factor ekonomi.
Risestensi Individual
o Kondisi yang tidak pasti.
o Persepsi
o Inersia Struktural
o Perubahan berdampak luas
Resistensi organisasi o Inersia kelompok kerja
o Ancaman terhadap keahlian,
o Ancaman terhadap prosedur yang mapan,
o Acaman kehilangan atau berkurangnya alokasi dana
Lima struktur MINTZBERG’S
Kerangka 7S dari McKinsey atau yang lebih dikenal dengan McKinsey 7S Framework
adalah sebuah model manajemen untuk melihat seberapa efektif organisasi dalam
mencapai tujuan yang diinginkannya.
7S tersebut adalah :
• Shared Values
• Skills
• Style
• Staff
• Strategy
• Structure
• systems
Sentralisasi VS Desentralisasi
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau
yang berada di posisi puncak atau teratas pada suatu struktur organisasi. Maksudnya adalah
pengambilan keputusannya itu hanya oleh sang manajer atau pemimpin organisasi aja.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan
kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi. Maksudnya adalah, manajer bersama sama anggota bawahannya dalam
merancang dan memutuskan sebuah keputusan .
Keunggulan Sentralisasi:
1. Organisasi menjadi lebih efisien. Seluruh aktivitas organisasi terpusat sehingga
pengambilan keputusan lebih mudah.
2. Sumberdaya dapat dikelola secara lebih efisien karena dilakukan secara terpusat.
3. Perbaikan koordinasi. Koordinasi menjadi lebih mudah karena adanya komando yg
terpusat.
4. Pemusatan keahlian. maksudnya disini adalah Keahlian dari anggota organisasi dapat
dimanfaatkan secara maksimal karena pimpinan dapat memberi wewenang.
Sentralisasi Kelemahan Sentralisasi:
5. Pengambilan keputusan menjadi lama. keputusan diambil secara independen tidak
terlalu memikirkan pendapat org lain. Kualitas keputusan juga tidak bagus.
Pengambilan keputusan seringkali tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang
sekiranya berpengaruh terhadap pengambilan keputusan tersebut.
6. Anggota organisasi sulit mengembangkan potensi dirinya karena tidak ada wewenang
untuk menyampaikan aspirasinya dan dominasi pimpinan yang terlalu tinggi.
7. Organisasi sangat bergantung pada daya respon sekelompok orang saja.
8. Pengelolaan organisasi akan semakin rumit karena adanya kesenjangan antara
manajer dan bawahannya
Keunggulan Desentralisasi:
1. Jenjang manajemen lebih sedikit (flat)
2. Birokrasi berkurang. Pengambilan keputusan akan berada pada unit yang sekaligus
melaksanakan.
3. Lebih responsif terhadap perubahan. Unit organisasi akan lebih mudah menghadapi situasi
terkini karena pengambilan keputusan ada pada unit desentralisasian.
4. Lebih mendorong kreativitas dan pengembangan ide baru. Unit-unit organisasi yang ada
akan berupaya mengembangkan potensi dirinya.
5. Motivasi karyawan lebih tinggi. Anggota organisasi akan mempunyai rasa memiliki organisasi
yang tinggi dan termotivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja unit
Desentralisasi organisasinya.
6. Keterlibatan karyawan lebih besar.
7. Kapabilitas organisasional meningkat.
Kelemahan Desentralisasi:
8. Manajer pada tingkat yang lebih rendah dapat membuat keputusan yang tidak sejalan
dengan strategi umum perusahaan
9. Dapat terjadi kurangnya koordinasi antar manajer
10. Manajer pada level yang lebih rendah mungkin memiliki tujuan yang berbeda dari tujuan
perusahaan secara keseluruhan.
11. Dalam organisasi terdesentralisasi, agak sulit untuk menyebarkan gagasan inovatif secara
efektif.
Risiko bisnis
3. Implikasi
Risiko pasar adalah suatu risiko yang muncul akibat
adanya perubahan zaman, baik itu gaya hidup,
terhadap
pelanggan, dan adanya produk baru yang lebih unggul
Perubahan organisasi perlu dikelola karena memiliki
risiko yang signifikan. Memang risiko yang pertama
Kegagalan dalam menghitung dan mengelola risiko dapat berujung pada litigasi
(penyelesaian perkara), pengurangan aset, hingga kehancuran reputasi
bisnis.Kewaspadaan tak lantas membuat perusahaan harus menghindari semua
risiko. Biasanya perusahaan sukses menggunakan kerangka kerja Enterprise Risk
Management (ERM) untuk melakukan pendekatan manajemen risiko yang efektif.
Strategi ini memungkinkan perusahaan mencapai peningkatan keuntungan,
memperoleh keunggulan kompetitif, dan memperkuat personal branding di dunia
bisnis.Beberapa elemen penting dalam implementasi ER
Risiko keterlambatan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, burnout adalah kondisi kelelahan kerja yang
diakibatkan stres kerja yang tidak tertangani, sehingga mengakibatkan penurunan
pencapaian, perubahan sikap, dan masalah baik fisik maupun psikologis pada seorang
pekerja.
Burnout dapat diketahui dari beberapa gejala yang dialami pekerja, menurut Greenberg
(Darmawan, Silviandari, & Susilawati, 2015) gejala burnout adalah
a) Berkurangnya selera humor (diminished sense of humor)
b) Mengabaikan waktu istirahat (skipping rest and food breaks)
c) Jam lembur meingkat tanpa libur (increased overtime and no vacation)
d) Meningkatnya keluhan fisik (increased physical complaints)
e) Menarik diri dari lingkungan sosial (social withdrawal)
f) Berubahnya kinerja dalam pekerjaan (changed job performance)
g) Mengkonsumsi obat pribadi (self medication)
h) Perubahan dari dalam diri (internal changed).
Menurut Baron & Greenberg (Farhati & Rosyid, 1996) burnout memiliki 4 dimensi, yaitu:
a) Kelelahan fisik (physical exhaustion), ditandai dengan keluhan gangguan fisik seperti
sakit kepala, mual, selalu merasa letih, dan diikuti dengan perubahan pola makan dan
tidur.
b) Kelelahan emosional (emotional exhaustion), ditandai dengan perasaan cemas,
depresi, frustasi, mudah tersinggung, tempramen buruk tanpa alasan yang jelas.
c) Kelelahan mental (mental exhaustion), ditandai dengan munculnya sikap sinis terhadap
klien, selalu berpikiran negatif pada orang lain, dan memandang buruk diri sendiri.
d) Rendahnya penghargaan diri (low of accomplishment), ditandai dengan perasaan yang
selalu merasa tidak puas segala dimensi dalam diri
1) Job characteristic, banyak penelitian yang menyatakan bahwa burnout adalah
akibat dari kelebihan beban kerja dimana terlalu banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan dalam satu waktu dan terjadi terus menerus. Selain beban kerja,
beberapa penelitian juga membahas mengenai konflik peran dan ambiguitas
peran yang memiliki korelasi rendah sampai tinggi dengan burnout.
2) Occupational characteristic, pekerjaan dengan peran yang ambigu mempunyai
Faktor situasional kontribusi besar pada stres dan burnout. Adanya konflik peran merupakan
faktor yang berpotensi menimbulkan burnout, konflik peran ini muncul karena
job desc atau tuntutan pekerjaan tidak sesuai dan bertentangan dengan apa
yang menjadi pekerjaan utama.
3) Organizational characteristic, burnout dapat dipengaruhi oleh budaya
organisasi, gaya kepemimpinan atasan, dukungan rekan kerja, semuanya dapat
berpengaruh pada kelelahan emosi yang dapat berlanjut pada terjadinya
burnout
1) Demograpic characteristic, karakteristik berhubungan dengan usia,jenis kelamin,
pendidikan, status perkawinan, dan sebagainya. Usia pekerja yang relatif muda
cenderung lebih mudah mengalami burnout karena pengalaman kerjanya yang
masih sedikit sehingga belum berpengalaman menghadapi burnout.
2) Personality characteristic, karakteristik seseorang dapat mempengaruhi
Faktor Individu kecenderungan burnout, bagaimana cara ia mengatasi masalah yang dialami
dan memiliki coping stres yang baik kecenderungan burnout- nya tentu semakin
rendah.
3) Job attitudes, setiap orang memiliki sikap dan harapan yang berbeda dalam
bekerja, seseorang dengan harapan yang terlalu tinggi akan membuat
seseorang bekerja terlalu keras sehingga dapat menimbulkan stres
berkelanjutan yang dapat menyebabkan burnout.
Sinisme
Sinisme organisasi merupakan sikap negatif yang ditunjukkan oleh karyawan terhadap
organisasi yang memperkerjakan mereka yang dihasilkan dari persepsi bahwa organisasi
kurang memiliki integritas. Sinisme dapat berkembang dikarenakan stres dan beban kerja,
harapan pribadi atau organisasi yang tidak bertemu, dukungan sosial dan promosi jabatan
yang tidak memadai, konflik tujuan, inefisiensi dalam pembuatan keputusan,
kesalahpahaman dalam komunikasi (miss comm)
Sinisme organisasi adalah sikap negatif seseorang kepada
Cara untuk mengatasi sinisme organisasi :
organisasinya dan dalam sinisme organisasi memiliki 3 dimensi,
yaitu : 1. Melakukan komunikasi secara terbuka antara
atasan dengan bawahan, dengan cara
1. Dimensi kognitif sinisme organisasi adalah keyakinan bahwa keterbukaan antara karyawan dan atasan nya
kurangnya kejujuran dan transparansi organisasi. supaya tidak ada miss comunication antara atasan
2. Dimensi afektif sinisme organisasi mengacu pada reaksi dan bawahan nya.
emosional dan sentimental untuk organisasi. Beberapa emosi 2. Pembagian tugas secara adil, sehingga karyawan
yang terlibat dalam sinisme terhadap organisasi seperti saat melakukan tugas bisa maksimal.
frustasi, marah, kecewa, dan rasa muak terhadap organisasi. 3. Pemimpin memberikan motivasi ke karyawan
3. Dimensi perilaku sinisme organisasi mengacu pada agar kinerja karyawan dapat meningkat.
kecenderungan negative dimana orang-orang yang sinis 4. Mmberikan reward sesuai dengan performa, ini
mempunyai kecenderungan untuk berperilaku negatif dan membantu karyawan untuk terpancing
meremehkan organisasi tempatnya bekerja seperti mencela melakukan tugasnya dengan maksimal.
organisasi, mempertontonkan sarcastic humor, perilaku non-
verbal yang negatif, interpretasi sinis terhadap peristiwa
organisasi, dan prediksi yang pesimis tentang program
tindakan masa depan organisasi
Terimakasih