Kep
Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
KDRT adalah salah satu
bentuk kekerasan berdasar
asumsi yang bias gender
tentang relasi laki-laki dan
perempuan,
(Psl 5-9)
Suami, istri dan anak;
Orang-orang yg mempunyai hubungan
keluarga yang menetap dalam rumah tangga;
Orang yang bekerja membantu rumah tangga
dan menetap dalam rumah tangga tersebut
Ketimpangan relasi antara laki-laki dan
perempuan
Ketergantungan isteri secara penuh
kepada suami
Pengabaian oleh masyarakat, dan
keyakinan yang salah tentang “kodrat”
termasuk yang berdasar tafsir agama,
Mitos tentang KDRT
Sudah ada KUHP yang mencakup KDRT tetapi dirasa
masih mengandung kelemahan karena dibuat dalam
konteks masyarakat yang patriarkhis.
Semangat untuk merumuskan kembali hukum
nasional yang berkeadilan gender melahirkan UU No.
23 Thn. 2004 tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (PKDRT) untuk menampung hal-hal
khusus berkaitan dengan KDRT
UU PKDRT ditujukan kepada seluruh anggota
keluarga tetapi pada khususnya perempuan sebab
berdasar fakta sebagian besar korban adalah
perempuan.
1. Konsep Penganiayaan dan KDRT
a. Definisi kekerasan hanya fisik, faktanya KDRT sering
berdimensi psikologis, seksual dan ekonomi.
b. Tidak ada hukuman minimal dan sanksi alternatif
lain. Penderitaan psikis, trauma dan ancaman dari
pelaku tidak diakomodir.
c. Definisi KDRT tidak dikenal dalam KUHP
d. Hanya mengenal konsep keluarga inti, faktanya
masyarakat Indonesia banyak yang hidup dalam
konsep keluarga besar (batih).
e. Tidak mengenal kekerasan berbasis gender (tidak
memahami pengalaman perempuan sebagai korban).
2. Konsep tentang perkosaan
Perkosaan hanya diasumsikan terjadi di
luar perkawinan dengan ancaman, melukai,
membunuh dan tidak mengakomodir
perkosaan dalam perkawinan, dengan
bentuk intimidasi dan penyalahgunaan
kekuasaan.
3. Konsep pelecehan seksual tidak dikenal dalam
KUHP, adanya hanya pencabulan.
- RUANG KHUSUS ANAK
- PENYIDIK KHUSUS ANAK
- RUANG KONSULING
- PSIKOLOGI
- PENDAMPINGAN LITMAS
1. KDRT merupakan wilayah publik
Jika terjadi KDRT aparat dan masyarakat berhak
masuk dalam wilayah yang selama ini disebut
ranah privat.
2. Pemahaman jenis kekerasan lebih variatif
Mencakup kekerasan fisik, psikologis, sesksual
dan penelantaran rumah tangga.
3. Pengakuan hak korban
Korban berhak dilindungi oleh keluarga, aparat,
lembaga sosial dan pihak lain. Korban juga
berhak mendapat pelayanan atas penderitaan
fisik dan psikologis, pendampingan hukum dan
jaminan kerahasiaan (layanan terpadu).
4. Pendampingan dalam proses hukum
Boleh didampingi tidak saja oleh pengacara
tetapi juga oleh ahli lain yang bukan
pengacara, bahkan pengacara harus
berkoodinasi dengan ahli tsb.
5. Pelaporan
Dibenarkan pelaporan oleh korban di kantor
polisi atau di lokasi kejadian. Korban juga
boleh memberi kuasa kepada orang lain untuk
pelaporan atas kasusnya.
6. Alat bukti dan kesaksian
Bukti cukup keterangan dari saksi korban dan
satu alat bukti
7. Ketentuan pidana
Kekerasan seksual dalam rumah tangga
dijatuhi pidana minimal 4-5 tahun, dengan
denda 12 atau 25 juta. Pidana tambahan berupa
pembatasan gerak pelaku baik fisik (ruang,
jarak, waktu) maupun hak-hak pelaku. Pelaku
juga wajib menjalani konseling untuk
penyadaran.
Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial
atau pihak lain
Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis
Penanganan khusus berkaitan dgn kerahasiaan
korban
Pendampingan dan bantuan hukum
Pelayanan bimbingan rohani
Menginformasikan hak-hak korban untuk
mendapatkan seorang atau beberapa
pendamping.
Mendampingi korban pada proses hukum
Mendengarkan dengan empati
Memberi penguatan secara psikologis dan fisik
kepada korban
Tidak Mengadili; Perempuan Korban
janganlah dipersalahkan atas kejadian yang
menimpahnya (Korban bukan pelaku).
Membangun hubungan yang setara (egaliter)
antara pendamping dan korban.
Asas Pengambil Keputusan
Asas Pemberdayaan (empowerment)
Seorang pendamping dan konselor korban
harus memiliki skill (keterampilan) dalam
memberikan konseling, memahami tentang
isu-isu gender sebagai akar masalah kekerasan
terhadap perempuan, dan yang paling utama
berkepribadian yang akomodatif dan terbuka.
Seorang pendamping dan konselor harus
memiliki “energi” tersendiri yakni kesabaran
dan pengertian.
Pendengar yang aktif ; memperhatikan,
mendengarkan dan mengikuti pembicaraan
klien secara bersungguh-sungguh serta
mampu menggali persoalan klien.
Hangat ; menunjukkan sikap yang terbuka,
bersedia menerima klien dan penuh perhatian
terhadap klien
Toleran ; mampu menghargai perbedaan-
perbedaan, baik itu perbedaan prinsip,
keyakinan, latar belakang budaya, pendidikan
dan sebagainya.
Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
Memeriksa kesehatan korban sesuai standar
profesinya
Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan
thd korban dan visum et repertum atas
permintaan penyidik atau surat keterangan
medis yang memiliki kekuatan hukum sebagai
alat bukti
Kepolisian (Pasal 16-20)
- Memberi perlindungan sementara
- Meminta surat penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan
- Menginformasikan tentang hak korban ntuk