Anda di halaman 1dari 32

 Kristina Yuniarti,Ns.,M.

Kep

Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
 KDRT adalah salah satu
bentuk kekerasan berdasar
asumsi yang bias gender
tentang relasi laki-laki dan
perempuan,

KDRT bukan sekedar


perselisihan biasa antara
suami isteri
 KDRT bersumber pada cara
pandang yang merendahkan
martabat kemanusiaan dan
pembakuan peran gender pada
sesorang,

 KDRT bisa menimpa isteri,


suami, ibu, anak, PRT atau
siapapun yang hidup dalam
satu rumah. Tetapi memang
lebih banyak terjadi pada
pempuan karena nilai
patriarkhi yang masih kuat
dalam masyarakat.
 Komnas Perempuan : Kekerasan adalah segala tindakan
yang mengakibatkan kesakitan yang meliputi empat
aspek : fisik, mental, sosial dan ekonomi. Begitu juga
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

 UU PKDRT No. 23/ 2004 : Kekerasan Dalam Rumah


Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam rumah tangga.
Kekerasan Fisik
Kekerasan Seksual
Kekerasan Psikologis / Mental
Kekerasan Berdimensi Ekonomi
 (Penelantaran rumah tangga)

 (Psl 5-9)
 Suami, istri dan anak;
 Orang-orang yg mempunyai hubungan
keluarga yang menetap dalam rumah tangga;
 Orang yang bekerja membantu rumah tangga
dan menetap dalam rumah tangga tersebut
 Ketimpangan relasi antara laki-laki dan
perempuan
 Ketergantungan isteri secara penuh
kepada suami
 Pengabaian oleh masyarakat, dan
keyakinan yang salah tentang “kodrat”
termasuk yang berdasar tafsir agama,
 Mitos tentang KDRT
 Sudah ada KUHP yang mencakup KDRT tetapi dirasa
masih mengandung kelemahan karena dibuat dalam
konteks masyarakat yang patriarkhis.
 Semangat untuk merumuskan kembali hukum
nasional yang berkeadilan gender melahirkan UU No.
23 Thn. 2004 tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (PKDRT) untuk menampung hal-hal
khusus berkaitan dengan KDRT
 UU PKDRT ditujukan kepada seluruh anggota
keluarga tetapi pada khususnya perempuan sebab
berdasar fakta sebagian besar korban adalah
perempuan.
1. Konsep Penganiayaan dan KDRT
a. Definisi kekerasan hanya fisik, faktanya KDRT sering
berdimensi psikologis, seksual dan ekonomi.
b. Tidak ada hukuman minimal dan sanksi alternatif
lain. Penderitaan psikis, trauma dan ancaman dari
pelaku tidak diakomodir.
c. Definisi KDRT tidak dikenal dalam KUHP
d. Hanya mengenal konsep keluarga inti, faktanya
masyarakat Indonesia banyak yang hidup dalam
konsep keluarga besar (batih).
e. Tidak mengenal kekerasan berbasis gender (tidak
memahami pengalaman perempuan sebagai korban).
 2. Konsep tentang perkosaan
Perkosaan hanya diasumsikan terjadi di
luar perkawinan dengan ancaman, melukai,
membunuh dan tidak mengakomodir
perkosaan dalam perkawinan, dengan
bentuk intimidasi dan penyalahgunaan
kekuasaan.
3. Konsep pelecehan seksual tidak dikenal dalam
KUHP, adanya hanya pencabulan.
- RUANG KHUSUS ANAK
- PENYIDIK KHUSUS ANAK
- RUANG KONSULING
- PSIKOLOGI
- PENDAMPINGAN LITMAS
1. KDRT merupakan wilayah publik
Jika terjadi KDRT aparat dan masyarakat berhak
masuk dalam wilayah yang selama ini disebut
ranah privat.
2. Pemahaman jenis kekerasan lebih variatif
Mencakup kekerasan fisik, psikologis, sesksual
dan penelantaran rumah tangga.
3. Pengakuan hak korban
Korban berhak dilindungi oleh keluarga, aparat,
lembaga sosial dan pihak lain. Korban juga
berhak mendapat pelayanan atas penderitaan
fisik dan psikologis, pendampingan hukum dan
jaminan kerahasiaan (layanan terpadu).
4. Pendampingan dalam proses hukum
Boleh didampingi tidak saja oleh pengacara
tetapi juga oleh ahli lain yang bukan
pengacara, bahkan pengacara harus
berkoodinasi dengan ahli tsb.
5. Pelaporan
Dibenarkan pelaporan oleh korban di kantor
polisi atau di lokasi kejadian. Korban juga
boleh memberi kuasa kepada orang lain untuk
pelaporan atas kasusnya.
6. Alat bukti dan kesaksian
Bukti cukup keterangan dari saksi korban dan
satu alat bukti
7. Ketentuan pidana
Kekerasan seksual dalam rumah tangga
dijatuhi pidana minimal 4-5 tahun, dengan
denda 12 atau 25 juta. Pidana tambahan berupa
pembatasan gerak pelaku baik fisik (ruang,
jarak, waktu) maupun hak-hak pelaku. Pelaku
juga wajib menjalani konseling untuk
penyadaran.
 Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial
atau pihak lain
 Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis
 Penanganan khusus berkaitan dgn kerahasiaan
korban
 Pendampingan dan bantuan hukum
 Pelayanan bimbingan rohani
 Menginformasikan hak-hak korban untuk
mendapatkan seorang atau beberapa
pendamping.
 Mendampingi korban pada proses hukum
 Mendengarkan dengan empati
 Memberi penguatan secara psikologis dan fisik
kepada korban
 Tidak Mengadili; Perempuan Korban
janganlah dipersalahkan atas kejadian yang
menimpahnya (Korban bukan pelaku).
 Membangun hubungan yang setara (egaliter)
antara pendamping dan korban.
 Asas Pengambil Keputusan
 Asas Pemberdayaan (empowerment)
 Seorang pendamping dan konselor korban
harus memiliki skill (keterampilan) dalam
memberikan konseling, memahami tentang
isu-isu gender sebagai akar masalah kekerasan
terhadap perempuan, dan yang paling utama
berkepribadian yang akomodatif dan terbuka.
 Seorang pendamping dan konselor harus
memiliki “energi” tersendiri yakni kesabaran
dan pengertian.
 Pendengar yang aktif ; memperhatikan,
mendengarkan dan mengikuti pembicaraan
klien secara bersungguh-sungguh serta
mampu menggali persoalan klien.
 Hangat ; menunjukkan sikap yang terbuka,
bersedia menerima klien dan penuh perhatian
terhadap klien
 Toleran ; mampu menghargai perbedaan-
perbedaan, baik itu perbedaan prinsip,
keyakinan, latar belakang budaya, pendidikan
dan sebagainya.
 Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
 Memeriksa kesehatan korban sesuai standar
profesinya
 Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan
thd korban dan visum et repertum atas
permintaan penyidik atau surat keterangan
medis yang memiliki kekuatan hukum sebagai
alat bukti
 Kepolisian (Pasal 16-20)
- Memberi perlindungan sementara
- Meminta surat penetapan perintah perlindungan

dari pengadilan
- Menginformasikan tentang hak korban ntuk

mendapatkan pelayanan dan dampingan


- Melakukan penyelidikan
Advokat (Pasal 25)
Memberikan konsultasi hukum – Mendampingi korban dalam proses peradilan –
Melakukan koordinasi
dengan sesama penegak
hukum, – pendamping,dan
pekerja sosial agar proses
peradilan berjalan
semestinya
 Mencegah berlangsungnya tindak pidana
 Memberikan perlindungan kpd korban
 Memberi pertolongan darurat
 Membantu proses pengajuan permohonan
penetapan perlindungan
 Satu kali marah maka suka cita hilang.
 Dua kali marah akal sehat terbang.
 Tiga kali marah tekanan darah naik.
 Empat kali marah teman – teman pergi.
 Lima kali marah jadi cepat tua.
 Enam kali marah pintu dosa terbuka.
 
 Dengan Satu kali Ketawa maka pusing kepala
jadi hilang
 Dua kali ketawa benci jadi sirna.
 Tiga kali ketawa segala persoalan lari.
 Empat kali ketawa penyakit sembuh
 Lima kali ketawa berarti hati penuh suka cita.
 Enam kali ketawa jadi awet muda.
 

Anda mungkin juga menyukai