Pembimbing
Oleh dr. Wayan Aryadana, Sp.JP(K)
dr. Nyoman Ririn Chandrika Sari
dr. IB Kusuma Putra, Sp.S(K)
Pendahuluan
STEMI Revaskularisasi segera
Farmakologis maupun mekanikal (PCI)
Sindroma koroner akut
yang diakibatkan oklusi Apabila dilakukan <120 menit PCI
total arteri koroner >> Fibrinolisis
Outcome fibrinolisis paling baik dilakukan
onset < 3 jam nyeri dada
Strategi revaskularisasi
selanjutnya pasca fibrinolitik
dengan komplikasi stroke?
Laporan Kasus
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Laki-laki 52 tahun TD 179/97 mmHg, nadi
dengan nyeri dada 86x/menit, suhu 37.5 ºC,
tipikal 7 jam SMRS, laju napas 16x/menit, SaO2
disertai berkeringat 98% room air
dingin, dan mual
Faktor risiko hipertensi Pemeriksaan fisik lain
10 tahun tanpa dalam batas normal
pengobatan, merokok 2
batang/hari sejak 30
tahun
Laporan Kasus
EKG
Sinus tachycardia 107
bpm dengan ST elevasi
di V1-V5
Laboratorium
• CKMB 23.48 ng/mL (<5.1
ng/mL)
• Troponin T 700 ng/mL (<50
ng/mL)
• Hb 14.15 gr/dL
Echocardiography
Akinetik
segmen
apikoseptal
dan
apikoanterior
Hipokinetik
segmen basal-
mid
inferoseptal
dan
Laporan Kasus
Terapi Dalam pemantauan
pemberian trombolitik
• Streptokinase 1.5 juta unit menit ke-15
dalam 1 jam
• Enoksaparin 0.3 cc IV Pasien mengeluh nyeri
subkutan 0.6 cc 15 menit kepala, disertai mual,
kemudian muntah, dan bicara pelo
• Asetosal 300 mg loading
• Klopidogrel 160 mg loading
• Simvastatin 40 mg OD Fibrinolitik dihentikan,
• Kaptopril 50 mg TID konsultasi neurologi dengan
• Lansoprazole 30 mg IV stroke
Laporan Kasus
Konsultasi Ts Neurologi Assessment SNH et causa suspect
thrombus dd/ embolism onset H-1
• Paresis nervus VII
supranuklear Terapi citicholin 2x500 mg IV dan
• Paresis nervus XII pemberian antiplatelet dan
supranuklear antikoagulan sesuai indikasi di bidang
• Hemiflaksid sinistra kardiologi.
• Reflexkepala
CT-scan tanpa(+)
Babinski kontras
plantar Pemberian DAPT dan antikogulan
sulkus
pedis menyempit
S dan gyrus diputuskan untuk tetap dilanjutkan,
melebar pada parenkim serebral dengan pemantauan klinis neurologis
kanan, dan tidak tampak
Laporan Kasus
EKG PRE FIB
A) stenosis subtotal pada distal LAD; B) Stenosis 70-80% pada osteal hingga
proximal LCx, dan stenosis 90% pada OM2; C) Normal RCA;
Predilatasi 8 atm 10 - 12 detik DES 2.75 x 33 mm 13 atm/21
anulasi dan wiring ke distal LAD
detik
Pukul 11.20
Pukul 11.00 Pukul 16.00
Pasien dipulangkan Review assessment Pukul 15.52
Evaluasi CT scan via
dengan SAPT, menjadi SH Rescue PCI dengan hasil
poliklinik. Tidak ada
simvastatin, berdasarkan expertise CAD 2VD dengan
perdarahan intraserebral,
bisoprolol, radiologis CT-scan culprit lesion subtotal
DAPT dapat dilanjutkan
candesartan, awal, penghentian stenosis di LAD
amlodipin asetosal dan
antikoagulan
Melisiskan benang-benang
fibrin menjadi fibrin klot
Koagulopati sekunder
continuous bleeding
Periprosedural PCI
• low-dose heparin (3.000 unit)
• abciximab (0.2 mg/kg bolus diikuti
dengan drip 0.125 µg/kg selama 1
hari)
• aspirin IV 250 selama 6 hari,
dilanjutkan 160 mg/hari
• ticlopidine 250 mg 2x/hari selama 3
PCI LAD pada infark miokard akut yang terjadi minggu.
Pada follow-up tidak didapatkan kejadian
pre-prosedural tindakan kraniektomi untuk perdarahan intraserebral lain, dan pasien
perdarahan serebelum menjalani PCI elektif pada RCA 6 bulan
kemudian
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
3 STEMI DENGAN KOMPLIKASI SH
PASCA FIBRINOLISIS
Pemberian antikoagulan
pasca procedural tidak
diindikasikan setelah
dilakukan primary PCI,
kecuali apabila terdapat
indikasi lain pemberian
antikoagulan, seperti AF,
penggunaan katup
mekanik, adanya trombus
pada LV, atau sebagai
pencegahan venous
thromboembolism pada
pasien dengan imobilisasi
PERTIMBANGAN PEMBERIAN ANTIKOAGULAN
6 STEMI PASCA PCI
DENGAN STROKE AKUT
Dibandingkan UFH,
penggunaan enoxaparin
tidak meningkatkan risiko
perdarahan, namun
memiliki waktu yang lebih
lama (5-7 jam) dan
bersifat partially reversible
dengan protamine
sehingga lebih sulit untuk
menghentikan perdarahan
spontan terkait
penggunaannya
PERTIMBANGAN PEMBERIAN ANTIKOAGULAN
6 STEMI PASCA PCI
DENGAN STROKE AKUT
Bivalirudin memiliki
efikasi yang serupa dengan
UFH dengan risiko
perdarahan yang lebih
rendah. Walaupun tidak
memiliki antidote, namun
bivalirudine memiliki
waktu paruh yang sangat
singkat (25 menit)
sehingga penggunaannya
disarankan pada pasien
dengan risiko perdarahan
yang tinggi
KESIMPULAN