https://ppi.id/wp-content/uploads/2019/07/Buku-Saku-UMKM.pdf
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/buku%20lebih%20dekat%20dengan%20pajak%20full%20upload%20mobile.pdf
https://ocw.ui.ac.id/course/view.php?id=39
Teori Pemungutan Pajak
Pembahasan:
Asas Pemungutan Pajak
Adam Smith
1. Equality (keadilan), Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya,
yaitu seimbang dengan penghasilan yang di nikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal
ini equality ini tidak di perbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara sesama wajib pajak.
2. Certainty, Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi kompromis (not
arbitrary). Dalam hal ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif
pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.
3. Convenience of payment, Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat
sedekat-dekatnya dengan saat di terimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.
4. Economic of collections, Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan
sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.
Asas Pemungutan Pajak
W.J. Langen
1. Asas Daya Pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak.
Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
2. Asas Manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk
kepentingan umum.a
3. Asas Kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Asas Kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak
dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
5. Asas Beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
Adolf Wagner
6. Asas Politik Finansial, pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong
semua kegiatan negara.
7. Asas Ekonomi, penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
8. Asas Keadilan, pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama
pula.
9. Asas Administrasi, menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan
penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
10. Asas Yuridis, segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
2. Teori kepentingan
Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang di peroleh dari pekerjaan negara.
1. Syarat keadilan
Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi
sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut, dan sesuai dengan manfaat yang di terimanya.
Syarat keadilan dapat dibagi menjadi dua, adalah sebagai berikut:
a) Keadilan horizontal: Wajib pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak
yang sama
b) Keadilan vertical: Wajib pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) tidak sama harus dikenakan
pajak yang tidak sama.
2. Syarat yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang karena bersifat dapat memaksa, hak dan kewajiban wajib
pajak maupun petugas pajak harus diatur di dalamnya.
3. Syarat ekonomis
Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan janganlah mengganggu kehidupan ekonomis
dari si wajib pajak.
4. Syarat finansial
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara maka biaya pemungutan pajak tidak boleh terlalu
besar.
Stelsel Pemungutan Pajak
Stelsel pajak adalah suatu sistem yang digunakan untuk memperhitungkan besarnya pajak yang
harus dibayarkan. Dalam pemungutan pajak khususnya pajak penghasilan dikenal 3 macam stelsel pajak
adalah sebagai berikut:
2. Stelsel fiktif
Menurut stelsel fiktif yang juga di sebut stelsel anggapan, pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
(fiksi).
3. Stelsel campuran
Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau
periode pajak penghitungan pajak menggunakan stelsesl fiktif dan pada akhir tahun pajak atau akhir periode di
hitung kembali berdasarkan stelsesl nyata.
Hambatan dalam Pemungutan Pajak
Pembahasan:
Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif ini memiliki dua bentuk. Bentuk pertama disebut tax avoidance. Istilah
untuk menyebut upaya-upaya menghindari pajak tanpa melanggar hukum. Bentuk yang
kedua adalah tax evasion. Merupakan upaya menghindari pajak dengan cara-cara
melanggar hukum atau illegal.
Perlawanan Pasif
Baca: Farouq.
(2018). Hukum Perlawanan pasif yang dilakukan bisa berupa keengganan wajib pajak membayar pajak.
Pajak di Indonesia, Keengganan ini dipicu oleh beberapa alasan misalnya perkembangan intelektual dan
Suatu Pengantar moral wajib pajak. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat. Dan
Ilmu Terapan di sistem control tidak dapa dilaksanakan dengan baik.
Bidang Perpajakan.
Jakarta: Kencana.
Hal 163-170
Langkah Antisipasi dan Minimalisasi
Penghindaran Pajak
Pembahasan:
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
Tujuan P3B:
1. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia usaha
2. Peningkatan investasi modal dari luar negeri
3. Peningkatan sumber daya manusia
4. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak
5. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara
P3B diatur di Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 Tahun 2018
tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
Penetapan Domisili Fiskal atas Perusahaan Offshore
di Negara Tax Heaven
Bagaimana pengaturan tentang tax heaven di Indonesia?
Menurut Pasal 18 ayat (3c) UU PPh: Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit
company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang
memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat
ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
Pasal 26 ayat (2a) UU PPh: Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan
penghasilan neto.
1. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (special purpose company atau conduit company),
dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, atau penjualan atau pengalihan bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) adalah perusahaan antara (special
purpose company atau conduit company) yang dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham
perusahaan yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan
pajak (Tax Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
3. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham dipotong Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua
puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
4. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual.
5. Pajak Penghasilan adalah bersifat final.
6. Terhadap penjual yang berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang merupakan penduduk
dari negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan
Indonesia, pemotongan pajak hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada
pada pihak Indonesia.
Kesepakatan Advance Pricing Agreement
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement):
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) yang selanjutnya disebut APA adalah perjanjian
tertulis antara:
a) Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak; atau
b) Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas pajak pemerintah Mitra P3B yang melibatkan Wajib Pajak.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan untuk
menyepakati kriteria-kriteria dalam penentuan harga transfer dan/atau menentukan harga wajar atau laba wajar
dimuka.
• Pengajuan permohonan kesepakatan harga transfer APA: diajukan melalui formal application tanpa didahului
prosedur pembicaraan awal (pre-lodgement) dan kelengkapan dokumen disampaikan setelah adanya
pemberitahuan bahwa permohonan APA dapat ditindaklanjuti.
• Penyelesaian permohonan APA: dilakukan melalui perundingan dan pengujian material atas permohonan
tersebut dengan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
• Transaksi yang dapat diajukan APA: Seluruh atau sebagian transaksi afiliasi domestik dan luar negeri.
• Hasil kesepakatan APA berlaku paling lama: lima tahun dan dapat diberlakukan untuk tahun-tahun pajak
sebelum tahun pengajuan APA (roll back).
Kesepakatan Advance Pricing Agreement
• Pengajuan APA: dapat dilakukan dalam periode dua belas sampai dengan enam bulan
sebelum dimulainya periode APA dengan cara mengajukan permohonan ke kantor
pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar menggunakan formulir yang sudah ditentukan.
• Kelengkapan permohonan APA: termasuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh
akuntan publik dan dokumen penentuan harga transfer (TP doc) untuk tiga tahun pajak
terakhir, serta penjelasan rinci atas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
• Prinsip kewajaran dan kelaziman diterapkan untuk menentukan harga transfer wajar, dan
berlaku atas setiap jenis transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa, termasuk transaksi
afiliasi maupun transaksi dengan pihak non-afiliasi namun harga dan lawan transaksi
ditentukan pihak afiliasi.
Dokumentasi dan Pelaporan Transfer Pricing
Dalam perpajakan di Indonesia, dikenal pula istilah ALP (Arms Length Principle), yang berarti setiap
kegiatan transaksi yang dilakukan wajib pajak harus mendasar pada prinsip kewajaran dan
kelaziman berusaha. Berdasarkan alasan tersebut, maka Kemenkeu mengeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan
yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya, yang mana wajib pajak
berkewajiban membuat transfer pricing documentation.
• Untuk transaksi afiliasi dalam dengan batasan tertentu diwajibkan untuk mendokumentasikan TP
Doc.
• Untuk transaksi afiliasi luar negeri, sepanjang pihak afiliasi berada di negara dengan tarif yang
lebih kecil dari Indonesia, maka wajib pajak perlu membuatnya.
• TP doc harus tersedia paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
Pihak yang Wajib Membuat TP Doc
Berdasarkan peraturan yang berlaku, pihak yang wajib membuat TP Doc terbagi menjadi 2, di
antaranya:
2. Mereka yang wajib membuat dokumen induk, dokumen lokal, dan laporan per negara
• Wajib pajak yang termasuk dalam entitas induk dari suatu grup usaha yang memiliki peredaran bruto
konsolidasi paling sedikit Rp11 triliun pada tahun pajak bersangkutan.
• Untuk wajib pajak dalam negeri yang berkedudukan sebagai anggota grup usaha dan entitas induk dari grup
usaha merupakan subjek pajak luar negeri, wajib pajak dalam negeri harus menyampaikan laporan per negara
sepanjang negara atau yurisdiksi tempat entitas induk berdomisili:
• Tidak mengharuskan menyampaikan laporan per negara,
• Tidak pernah melakukan perjanjian dengan pemerintah Indonesia perihal perpajakan/pertukaran
informasi.
• Memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia perihal pertukaran informasi perpajakan, tapi laporan per
negara tidak dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari negara tersebut.
Pajak Terutang Utang Pajak
Pasal 1 angka 10 UU KUP : Pasal 1 angka 8 UU No. 19/2000: Utang Pajak
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk
dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau
dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun kenaikan yang tercantum dalam surat Ketetapan
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
perundang-undangan perpajakan. peraturan perundang-undangan perpajakan.
Suatu Saat : misalnya PPh atas undian yaitu PPh • Timbul karena adanya perbuatan fiskus
final yang hanya dikenakan sekali terhadap WP, seperti: diterbitkan SKP, STP,
Dalam Masa Pajak : dan surat sejenisnya
• PPh dipotong/dipungut pihak lain : PPh. Ps. • Termasuk pokok pajak dan sanksi
21, 22, 23, 26
• PPN
• PPh Dibayar sendiri : Setoran masa PPh Ps.
25
Dalam Tahun Pajak : Pajak Penghasilan dari
perhitungan akhir tahun untuk WP yang
mempunyai kewajiban subjektif setahun penuh
Bagian Tahun Pajak : Pajak Penghasilan dari
perhitungan akhir tahun untuk WP yang
mempunyai kewajiban subjektif tidak setahun
penuh
Ada 2 teori timbulnya utang pajak, yaitu ajaran materiil dan ajaran formil:
1. AJARAN MATERIIL → Utang Pajak timbul dengan sendirinya karena telah memenuhi syarat tatbestand yang
terdiri dari: keadaan-keadaan, peristiwa atau perbuatan tertentu yang ditentukan oleh UU (terpenuhi syarat
subjektif & objektif). Ajaran ini diterapkan pada self assessment system maupun withholding tax system dimana
wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dan
melaporkannya melalui SPT.
2. AJARAN FORMIL → Utang Pajak timbul pada saat di keluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus. Ajaran ini
ditetapkan pada official assessment system, yang merupakan kebalikan dari self assessment system.
• Fungsi SKP:
• Menimbulkan utang pajak
• Dasar penagihan pajak
Ajaran Materiil
Pengertian dan
• Menentukan jumlah pajak terutang
Perbedaanya
•Fiskus berperan aktif Ajaran Formil
Saat Terutang
Pajak
Tarif dan
Perhitungan Pajak Baca: Farouq. (2018). Hukum
Terutang Pajak di Indonesia, Suatu
Pengantar Ilmu Terapan di
Bidang Perpajakan. Jakarta:
Kencana. Hal 193-206
Surat Ketetapan Pajak
Putusan Pajak
Baca: Farouq. (2018). Hukum
Pajak di Indonesia, Suatu
Pengantar Ilmu Terapan di
Bidang Perpajakan. Jakarta:
Kencana. Hal 207-210
Sifat Memaksa