Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

“ ACUTE RESPIRATORY
FAILURE”

KELOMPOK 3
AMIN DARMAWAN
JANUARDI
PUTRI NURFITAFERA
SITI FEBRIANTI HIA
SYAHWANDI
WELSY IRRANIDA
DEFINISI

Acute respiratory failure (ARF) adalah terjadi ketika system


pernafasan tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan metabolic
individu.

1. Hypoxemia
• PaO2 ≤ 50-60 mmHg (≤6.7-8 kPa)
• Rasio abnormal PaO2 ke fraksi oksigen inspirasi
(PaO2 : FIO2)
2. Hiperkapnia
• PaO2 ≥ 50 mmHg (≥6.7 kPa) dan disertai dengan
asidosis (pH < 7.36)
ETILOGI
 Eksaserbasi dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering
berhubungan dengan hypoxemia dan hiperkapnia pada acute
respiratory failure.
 Pneumonia lebih banyak berhubungan dengan hypoxemia
respiratory failure
 Acute respiratory distress syndrome (ARDS) didominasi
hipoxemia respiratory failure
 Traumatic brain injury berhubungan dengan hiperkapnia
respiratory failure , meskipun dapat menjadi komplikasi dari
hypoxemia respiratory failure
 Dekompensasi gagal jantung kongestif berhubungan dengan
hypoxemia respiratory failure , namun hiperkapnia repiratory
failure mungkin terjadi pada eksaserbasi berat atau adanya
penyakit paru.
PATOFISOLOGI

hypoxemia
 Patofisiologi yang mendasari terjadinya hipoksemia yaitu
adanya ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi.
 Ketidakseimbangan antara ventilasi dan pefusi ini dimana
ventilasi relative menurun pada perfusi.
 Ketika rasio ventilasi-perfusi turun, tekanan parsial O2 turun

dan tekanan parsial CO2 meningkat pada pembuluh darah yang


meninggalkan alveolus dan se sebaliknya jika rasio ventilasi-
perfusi meningkat
 Proses tersebut dapat menyebabkan obstruksi yang
progresif atau atelektasis (misalnya pneumonia, aspirasi,
edema paru) yang menyebabkan adanya penurunan
jumlah oksigen yang tersedia di saluran udara distal
untuk penyerapan di paru
 aliran darah ke paru paru menjadi tidak normal yaitu
adanya penurunan aliran darah
 Penyebab dari hypoxemia yaitu :
 Penurunan difusi dari alannya oksigen ke kompleks
membrane kapiler alveolus karena adanya edema inertisisal,
inflamasi, fibrosis.
 Hipoventilasi alveolus
 Penurunan tekanan parsial O2 udara inspirasi
 Berat ringannya ketidakseimbangan ventilation-
perfusion terjadi beberapa pengukuran yang berdasarkan
persamaan gas alveolar ideal yang menggambarkan
campuran gas alveolar dengan tidak adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Tekanan parsial
O2 Alveolar (PAO2) dihitung dari persamaan modifikasi
gas alveolar:
PAO2: [FiO2 x (PB – 47)]-(1,25 x PaCO2)
HYPERCAPNIA
 Tekanan parsial CO2 arteri mencerminkan efesiensi
mekanisme ventilasi yang membuang (washes out)
produksi CO2 dari hasil metabolism jaringan.
 Disebabkan oleh kelainan yang menurunkan central
respiratory drive, mempengaruhi tranmisi sinyal dari
CNS (central nervous system), atau hambatan
kemampuan otot-otot respirasi untuk mengembangkan
paru dan dinding dada.
 Pengaruh dead space, yaitu volume udara inspirasi yang
tidak ikut dalam pertukaran gas.
 Fisiologis peningkatan pada dead space (fd) dapat
menghasilkan hiperkapnia dan tipe lain dari
ketidakseimbangan
 Peningkatan ventilasi dead space dapat terjadi
hypocalemia, emboli paru, cardiac output yang buruk.
 Persamaan untuk menilai ventilasi pada alveolus
Va = (Vt-Vd)f
 Ditandai dengan peningkatan tekanan parsial CO2 arteri

yang abnormal (PaCO2 > 46 mm Hg), dan diikuti secara


simultan dengan turunnya PAO2 dan PaO2
GABUNGAN ANTARA KEDUANYA
 tipe ini untuk menunjukkan adanya gejala pasien yang
memiliki karakteristik dari kedua kategori patofisiologi
dari ARF
GEJALA KLINIS
 Keadaan umum berubah menjadi somnolen
 Kerja nafas meningkat, cuping hidung, tachypnea,
hyperpnea, retrakssi dinding dada
 Bradypnea

 Sianosis

 Diaphoresis, takikardi, hipertensi, dan gejal;a lainnya


dari pelepasan katekolamin
TEST DIAGNOSTIC
 Pulse oxymetri
 Analisis gas darah

 Pemeriksaan laboratorium, lab

 Radiologi
MANAGEMENT CONSIDERATION
ACUTE RESPIRATORY FAILURE
TERAPI OKSIGEN
 Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen sebagai
suatu intervensi medis, dengan konsentrasi yang lebih
tinggi disanding yang terdapat dalam udara untuk terapi
dan pencegahan terhadap gejala dan menifestasi dari
hipoksia
MANFAAT TERAPI OKSIGEN
Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi
jaringan dan meminimalkan asidosis respiratorik.
INDIKASI TERAPI OKSIGEN
 Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan
apakah pasien benar-benar membutuhkan oksigen,
apakah dibutuhkan terapi oksigen jangka pendek (Short-
term oxygen therapy) atau terapi oksigen jangka panjang
(Long term oxygen therapy).
indikasi terapi oksigen jangka pendek terdapat rekomendasi dari The American
College of Chest Physicians dan The National Heart, Lung, and Blood Institute (tabel 4).
Tabel 1 Indikasi Akut Terapi Oksigen

Indikasi yang sudah direkomendasi :


-          Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)
-          Cardiac arrest dan  respiratory arrest
-          Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
-          Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18 mmol/L)
-          Respiratory distress (frekuensi pernafasan > 24/min)

Indikasi yang masih dipertanyakan :


-          Infark miokard tanpa komplikasi
-          Sesak nafas tanpa hipoksemia
-          Krisis sel sabit
-          Angina
Tabel 2. Indikasi terapi oksigen jangka
panjang

Pemberian oksigen secara kontinyu :


-          PaO2 istirahat ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%
-          PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada satu keadaan :
o   Edema yang disebabkan karena CHF
o   P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3mm pada lead II, III, aVF
-          Eritrositoma (hematokrit > 56%)
-          PaO2 > 59 mmHg atau saturasi oksigen > 89%

Pemberian oksigen tidak kontinyu :


-          Selama latihan : PaO2 ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%
-          Selama tidur : PaO2 ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88% dengan komplikasi seperti
hipertensi pulmoner, somnolen, dan artimia
Tabel 6. Indikasi terapi oksigen jangka
panjang pada pasien PPOK
Indikasi Pencapaian terapi
PaO2 ≤ 55 mmHg or SaO2 ≤ 88% - PaO2 ≥ 60 mmHg atau SaO2  ≥ 90%
  Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat
  tidur dan latihan
Pasien dengan kor pulmonal -PaO2 ≥ 60 mmHg atau SaO2  ≥ 90%
PaO2 55-59 mmHg atau SaO2 ≥ 89% Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat
Adanya P pulmonal pada EKG, hematokrit > tidur dan latihan
55% dan gagal jantung kongestif  
   
Indikasi khusus  
Nocturnal hypoxemia -Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat
Tidak ada hipoksemia saat istirahat, tetapi tidur
saturasi menurun selama latihan atau tidur Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat
latihan
KONTRAINDIKASI
Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada :
 Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat
dengan keluhan utama dispneu, tetapi dengan PaO2 lebih
atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai
hipoksia kronik.
 Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan
prognosis yang buruk dan dapat meningkatkan resiko
kebakaran.
 Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.
TEKNIK PEMBERIAN OKSIGEN
Nasal canule
KOMPLIKASI TERAPI OKSIGEN
1.      Penderita PPOK dengan retensi CO2 sering bergantung pada
“hypoxic drive” untuk mempertahankan ventilasinya.
Konsentrasi O2 yang tinggi dapat mengurangi “drive” ini.
Oksigen sebaiknya hanya diberikan dengan persentase rendah
dan pasien diobservasi secara ketat untuk menilai adanya retensi
CO2.
2.      Kerusakan retina (retrorental fibroplasia) menyebabkan
kebutaan pada neonatus, terjadi karena pemberian terapi oksigen
yang tidak tepat. Semua terapi oksigen pada bayi baru lahir harus
dimonitor secara berkelanjutan.
3.      Pneumonitis dan pembentukan membran hyaline didalam
alveoli yang dapat menyebabkan penurunan pergantian gas dan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai