Anda di halaman 1dari 40

Hipoglikemia &

kejang neonatal
dr. H. Soeroyo Mahfudz, Sp.A(K)., MPH
Hipoglikemia
Outline 01 Homeostasis glukosa
 Kontrol hormonal glukosa
• Glikogenolisis, gluconeogenesis, lipolysis, ketogenesis

02 Hipoglikemia neonatus
 Definisi, etiologi, diagnosis, tatalaksana
• Manajemen hipoglikemia neonatus

03 Hipoglikemia refrakter
 Kegawatan hipoglikemia
• Manajemen kegawatan hipoglikemia
Homeostasis glukosa
Fungsi utama glukosa
Bahan metabolism utama di
otak, dan hanya sebagian Hormon kontraregulasi ↑
kecil yg disimpan sbg glukagon, kortisol, hormon
glikogen pertumbuhan, dan epinefrin

Tidak Puasa
puasa ↑Glukosa ↓glukosa normoglikemia

serum serum
Akan ↑ insulin Akan ↓ insulin Setelah terjadi :
↑penggunakan energi di tingkat sel Memicu hormone-hormone glikogenolisis,
kontraregulasi utk mempertahankan glukoneogenesis,
glukosa darah lipolisis dan
ketogenesis
Homeostasis glukosa
Hipoglikemia neonatus
Definisi
Kondisi bayi dengan kadar glukosa darah <45 mg/dL, baik dengan gejala maupun tidak
Keadaan mengancam nyawa jika glukosa <25 mg/dL

Etiologi
1. Peningkatan pemakaian glukosa
2. Penurunan produksi/simpanan glukosa
3. Peningkatan pemakaian glukosa dan atau penurunan produksi glukosa/ Stress

Bayi dengan faktor risiko tersebut disarankan pemeriksaan GD setiap 30-60


menit sampai kadar GD >45 mg/dL dalam 2x pemeriksaan
Peningkatan pemakaian glukosa
Dari ibu DM Kondisi lain

 kadar GD tinggi di ibu DM akan 1. BMK


masuk ke bayi melalui plasenta 2. Neonatus yang menderita eitroblastosis fetalis
 bayi akan membuat produksi in- (isoimunisasi Rh-berat)
suline meningkat (hiperinsuline- 3. Neonatus dengan sindrom Beckwith-Wiedemann
mia) (makrosomia, mikrosefali ringan, omfalokel, makroglosia,
 setelah lahir, pasokan gula hipoglikemia, viseromegali)
darah dari ibu berhenti semen- 4. Neonatus dengan nesdioblastosis atau adenoma
tara bayi masih hiperinsulinemia pankreatik
 Kadar gula darah pada bayi ini 5. Malposisi kateter arteri umbilikalis
akan mencapai titik nadir di 1 6. Ibu yang mendapat terapi tokolitik seperti terbutaline:
jam setelah lahir chlorpropamide, thiazid
7. Setelah tranfusi tukar
Penurunan produksi/simpanan glukosa
Penurunan produksi Penurunan simpanan glukosa

1. Prematur  bayi tidak punya waktu untuk


1. Penundaan pemberian
pembentukan cadangan glikogen,
asupan
sementara bayi ini sering terjadi stress
2. Asfiksia perinatal
saat persalinan dibanding bayi cukup bulan
3. Hipotermia
sehingga cadangan glikogen cepat
4. Bayi lebih bulan  terjadi
terpakai
penurunan fungsi plasenta
2. IUGR atau KMK  terjadi malnutrisi
sehingga asupan nutrisi dari
intrauterine dan cadangan glikogen rendah
bayi ke ibu menjadi terbatas
3. Asupan kalori yang tidak adekuat
Peningkatan pemakaian glukosa
dan atau penurunan produksi glukosa
• Stress perinatal
(sepsis, syok, asfiksia, hipotermi, respiratory • Defek metabolism asam
distress, pasca resusitasi) amino (maple syrup urine disease,
• Tranfusi tukar asdemia propionate, asidemia
• Defek metabolism KH metilmalonat, tyrosinemia, asidemia
(penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi glutarat tipe II, ethylmalonic adipic
fruktosa, galaktosemia) aciduria)
• Defisiensi endokrin • Polisitemia
(insuff adrenal, defisiensi hipotalamus, • Ibu mendapat terapi Beta
hipopituitarisme kongenital, defisiensi glucagon, blockers atau steroid
defisiensi epinefrin)
Diagnosis
Keluhan orang tua:
Sulit menyusui, muntah sehingga asupan kurang, High
Kondisi lain: pitched cry atau lemah
Tremor, jitteriness, iritabilitas, Kejang, koma, apneu, Beberapa bayi tidak memberikan gejala
Letargi, apatis, Sianosis
Anamnesis

Pemeriksaan fisik
Tanda neurogenik Tanda neuroglikopenik
Jitterines/ tremor, berkeringat, iritabilitas, Reflek hisap lemah, malas minum, tangis lemah/melengking,
takipneu, pucat perubahan kesadaran, kejang hipotoni
Penunjang
Tanda lain
Apneu, sianosis, bradikardia, hipotermia
Laboratorium
GDS, urin, elektrolit darah, jika hipoglikemia refrakter dan
tersedia: cek growth hormone, kortisol, ACTH, tiroksin,
TSH, glucagon, asam amonio plasma, keton urin
Skrining hipoglikemia
Neonatus tanpa risiko hipoglikemia
Dilakukan jika hanya ada klinis

Neonatus risiko hipoglikemia Skrining


Lakukan skrining 1 jam setelah lahir hipoglikemia Kriteria diagnosis:
GD plasma <45 mg/dl

Dilakukan pemeriksaan GD segera mungkin


Semua neonatus dengan klinis hipoglikemia
Tatalaksana
1. Periksa kadar GDS dalam usia 1 jam, untuk bayi yang punya
factor risiko hipoglikemia dan pemberian minum diberikan
setiap 2-3 jam
2. Pemberian ASI
3. Tata laksana hipoglikemia dengan algoritme:
Hitung GIR: 6-8 mg/kg/min untuk mencapai GDS maksimal,
dapat dinaikkan 2mg/kg/min, sampai maksimal 10-12
mg/kg/min
Bila dibutuhkan >12 mg/kg/min, pertimbangkan obat-
obatan: glukagon, kortikosteroid, diazoxide dan konsultasi ke
bagian endokrin
Tatalaksana
 Bila ditemukan hasil GDS 36 - <47 mg/dL
sebanyak 2x berturut-turut
berikan infus D 10% sebagai tambahan asupan per oral. Bila 2x
pemeriksaan berturut turut GDS >47 mg/dL setelah 24 jam terapi
infus glukosa, infus dapat diturunkan bertahap 2 mg/kg/min setiap
6 jam
 Periksa GDS tiap 6 jam
 Asupan per oral ditingkatkan
Jika GD < 25 mg/dl
1. Pasang jalur IV
Tatalaksana emergensi 2. berikan glukosa 10% 2 ml/kgBB secara
IV pelan dalam 1 ml/menit
3. Infus glukosa sesuai hitungan GIR 6-8
mg/kg/menit
4. Cek GD dalam 1 jam setelah bolus
1. Jika GD<25 mg/dl, ulangi bolus,
lanjut infus dengan naikkan GIR 2
mg/kg/menit. Cek GD ulang 1 jam
Pemberian segera dengan bolus 200 setelah koreksi
mg/kg dengan dekstrosa 10% = 2cc/kg 2. Jika GD 25-45 mg/dl, naikkan GIR 2
mg/kg/menit, cek ulang 1 jam
dan diberikan melalui IV selama 5 menit 3. Jika GD ≥ 45 mg/dl, pertahankan GIR
dan diulang sesuai keperluan 6-8 mg/kg/menit, ulangi GD 1-2 jam
post koreksi
5. Anjurkan ibu menyusui, jika tidak bisa
dengan ASI perah menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
6. Jika kemampuan minum bayi meningkat,
infus diturunkan bertahap, jangan stop tiba-
tiba
Tatalaksana emergensi
Jika GD 25-45 mg/dl, tanpa gejala hipoglikemia

1. Anjurkan ibu menyusui, jika tidak bisa dengan ASI perah menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum
2. Jika tidak memungkinkan, pasang jalur IV, Infus glukosa sesuai hitungan
GIR 6-8 mg/kg/menit
3. Cek GD dalam 1 jam atau sebelum pemberian minum
1. Jika GD<25 mg/dl, atau terdapat tanda hipoglikemia, tangani spt
sebelumnya
2. Jika GD 25-45 mg/dl, naikkan frekuensi minum ASI atau naikkan
volume, atau naik GIR 2 mg/kg/menit, cek ulang GD 1 jam
3. Jika GD ≥ 45 mg/dl, pertahankan frekuensi minum atau pertahankan GIR,
ulangi GD 1-2 jam post koreksi
Tatalaksana emergensi
Frekuensi pemeriksaan glukosa darah setelah
glukosa darah kembali normal

1. Jika 2 kali kadar GD normal, selanjutnya cek 12 jam lagi


2. Jika masih mendapat infus, GIR turunkan bertahap jika GDS stabil. Jika
GIR masih diatas 6 mg/kg/menit, ulangi cek GDS 24 jam
3. Jika terjadi penurunan GD lagi, tangani seperti sebelumnya
4. Pemantauan GDS dihentikan jika pasien sudah dengan GIR < 6
mg/kg/menit, dan hasil pemeriksaan GD 1x24 normal
Hipoglikemia Refrakter
Tatalaksana hipoglikemia refrakter
• Kebutuhan glukosa >12 mg/kg/min menunjukkan
adanya hiperinsulinisme. Hal ini dapat diperbaiki
dengan:
• Hidrokortison 5 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam
• Glukagon 200 mcg IV (segera atau infus berkesinambungan
10 mcg/kg/jam)
• Diazoxid 10 mg/kg/hari setiap 8 jam menghambat sekresi
insulin pankreas
Kejang neonatal
Pendahuluan • Kejadian kejang pada neonates 1–
3/1000 lahir hidup
• Bayi premature: 10–130/1000 lahir
hidup
• Penyebab kejang sngt bervareasi dan
umumnya merupakan tanda injuri
pada otak
• Meningkatkan mortalitas dan
morbiditas jangka Panjang
• Krn konsekuensi kejang yg berat
pengobatan yg tepat harus dilakukan

Kaminiów,K.;Kozak,S.; Paprocka, J. Neonatal Seizures Revisited. Children 2021, 8, 155. https://doi.org/10.3390/children


8020155
Etiologi kejang

Kaminiów,K.;Kozak,S.; Paprocka, J. Neonatal Seizures Revisited.


Children 2021, 8, 155. https://doi.org/10.3390/children 8020155
Tatalaksana emergensi
Manifestasi kejang
• Eye deviation (Term)
Subtle
• Blinking, fixed stare (Preterm)
(Preterm and Term)
• Repetitive buccal movements, Apnea,
Pedaling, tonic posturing of limbs.

Tonic • Focal or generalized


• Tonic limb extension or flexion (suggesting
(Primarily Preterm)
severe Intracranial Hemorrhage in preterm
infants)
Tatalaksana emergensi
Manifestasi kejang
• May be focal/multifocal
Clonic • Clonic limb movements (which can be
(Primarily Preterm) synchronous or asynchronous, can be localized
without any anatomic order in progression)
• When consciousness is preserved, often it
suggests localized cerebral injury

Myoclonic • Focal, Multifocal, or Generalized


• Lightning-like jerks in extremities
(rare) (upper>lower)
Diagnosis
Secara klinis (paling sering digunakan, • Pilihan kedua: Amplitude EEG
karena susah dikenali) (aEEG)
• Lebih tidak invasive
• Mudah utk pemasangan
Kejang Elektrografis tanpa klinis • Bisa merekam dlm waktu yg
(sekitar 50-80%) Panjang
• Efektif utk deteksi kejang yg lama
ato status epilepticus
• Kejang yg pendek bisa tdk
Gold standard: continuous video terdeteksi
• low-amplitude ictal EEG patterns kadang
electroencephalographic (cEEG)
tidk trdeteksi (Sebagian kejang neonates
monitoring dng manifestasi spt ini atau pd bayi
- Mahal premature)
- Invasif
- Butuh banyak waktu
- Perlu pertugas terlatih utk baca hasil European Journal of Epilepsy 85 (2021) 48–56
Contoh kejang dengan aEEG

• Panah kiri:
50
EEG waveform left
25

0
V
µ

–25

–50
50
EEG waveform right peningkatan batas bawah
gelombang aEEG yg menandakan
25

0
V
µ

kejang di otak kiri. Pd EEG yg


–25

–50

mentah (atas): ada pola yg ritmik


–5 –4 –3 –2 –1 06:04:48 1 2 3 4 5
za 15 dec Seconds
aEEG left 1 2
100

25
V
µ

10

• Panah kanan:
aEEG right 1 2
100

25
V
µ

10

saat pemberian anti kejang


5

0
04:00 04:30 05:00 05:30 06:04:48 06:30 07:00 07:30 08:00
Kriteria klinis OAE utk neonatus
Tipe Kejang Karakteristik Terapi Konsensus atau
Klinik kontroversi
Fokal klonik Singkat dan jarang OAE opsional Kontroversi
Lama dan berulang OAE Konsensus
Fokal tonik Singkat dan jarang OAE opsional Kontroversi
Lama dan berulang OAE Konsensus
Mioclonik Singkat dan jarang OAE opsional Kontroversi
Dapat diprovokasi Tanpa OAE Konsensus
Generalized Hilang dengan Tanpa OAE Konsensus
tonic tahanan, dapat
postuning diprovokasi
atau motor Tidak hilang dengan OAE opsional Kontroversi
automatism tahanan, tidak dapat
diprovokasi

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/214/2019


TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA ASFIKSIA
Manajemen kejang
Koreksi jika
• Penanganan emergency
kejang: • Jika gula darah rendah (< 50 mg/dL) lakukan
• Stabilisasi sirkulasi, airway dan koreksi
breathing, thermoregulasi • Gangguan elektrolit: hipokalsemia
• Asesmen kebutuhan oksigen • Hipokalsemia: berikan Ca glukonas 10%: 8
ml/kg/hari selama 3 hr
dan pemberian berdasarkan • bila tidak mampu periksa Ca
pertimbangkan bolus Ca glukonas 10%: 2
target saturasi ml/kg selama 10 menit dng monitor
jantung
• Pemasangan akses IV dan • Pertimbangkan pemberian MgSo4 IM: 0,25
pengambilan darah ml/kg (MgSO4 50%)
• Monitor klinis  kejang menetap post koreksi,
1. Dias E, et al. Management of Neonatal Seizures – A Focus on lanjut diberi antikejang (berdasarkan kejang
2.
Neuropharmacological Aspects. Pediatr Neonat biol 2018, 3(4): 000131
Kaminiów,K.;Kozak,S.; Paprocka, J. Neonatal Seizures Revisited. Children
pd EEG)
2021, 8, 155. https://doi.org/10.3390/children 8020155
• Jika neonatus risk tinggi (HIE, ICH) antikejang
segera diberikan jika curiga klinis kejang
Bayi dengan klinis kejang atau risiko tinggi kejang :
• Segera konfirmasi dengan EEG/aEEG dan mulai pemantauan EEG/aEEG secara

Algoritme kejang
*Cari dan atasi penyebab lain kejang :
kontinu jika memungkinkan • Hipoglikemia (lihat hal.48)
• Lakukan pemeriksaan penyebab kejang yang dapat dikondisi segera (Glukosa • Hipokalsemia: Kalsium glakonas 10%
darah dan elektrolit*) dengan dosis 0,5 ml/kgBB IV
• Mulai pemberian antibiotik jika ada demam atau risiko tinggi indeksi SSP • Hipomagnesemia: Magnesium sulfat
• Segera lakukan pungsi lumbal setelah kejang telah terkontrol 40% dengan dosis 0,2
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK • Pastikan ventilasi dan perfusi adekuat (ABC)
INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/214/2019
TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN EEG/aEEG untuk
KEDOKTERAN TATA LAKSANA ASFIKSIA Jika terdapat satu tanda kejang pada EEG/aEEG dan tidak ada penyebab yang dapat memantau respons
dikoreksi segera, berikan : klinis terhadap
FENOBARBITAL pemberian terapi
Dosis inisial 20 mg /kgBB IV selama 10-15 menit dan mulai rumatan 24 jam setelah anti kejang (dipantau
dosis inisial 4-6 mg/kgBB/hari terbagi 2 dosis iv/oral tiap 15 – 20 menit )

Cek kadar Mulai pemantauan


FENOBARBITAL EEG/aEEG kontinu jika **Pertimbangkan keuntungan dan kerugian dari
dalam darah dalam 1 – 2 jam belum dilakukan ketiga pilihan obat anti-kejang:
setelah pemberianz • Efektivitas mengontrol kejang
dosis • Toksisitas/efek samping segera dari obat
Jika masih kejang • Minimalisasi risiko sedasi gangguan respirasi
Ulangi FENOBARBITAL selang minimal 15 menit • Antisipasi kecepata respons obat
dosis 10-20 mg/kgBB IV • Interaksi obat
(dosis maksimal 50 mg/kgBB IV dalam 24) • Keburuhan pemantauan kadar obat dalam
darah
• Kemampuan untuk melanjutkan obat sebagai
Jika masih kejang terapi rumatan
• Pembatasan penggunaan berbagai macam jenis
Pertimbangkan 2 pilihan obat**
obat anti-
kejang (memberikan obat inisial yang juga dapat digunakan
sebagai rumatan)
L
FENITOIN LIDOKAIN
I Dosis inisial 20 mg/kgBB IV dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit Dosis inisial: 2 mg/kgBB IV dalam 10
(frekuensi dan ritme jantung harus dimonitor selama pemberian obat) menit, dilanjutkan dengan 7
N mg/kgBB/jam selama 4 jam, kemudian
Lakukan pemeriksaan kadar fenition san bebas pada darah dalam 1 jam, dan diturunkan setengah dosis setiap 12 jam
I
pengulangan pemeriksaan pada waktu yang berbeda untuk menilai potensi interaksi obat. selama 24 jam

D Dilanjutkan dengan rumatan.


FENITOIN (dosis sesuai usia, dapat dilihat pada tabel daftar dosis)

A Belajar ke halam berikutnya


Gambar 22. Anjuran Algoritme tatalaksana kejang pada fasilitas lengkap (1)
Lanjutan dari halaman sebelumnya

Algoritme kejang
Jika masih kejang:
***Pertimbangkan pemberian FIRIDOKSIN 100
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK mg IV kemudian dilanjutkan dengan
INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/214/2019
MIDAZOLAM
TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
Dosis inisiaal: 0,15 mg/kgBB IV diikuti dengan infus
KEDOKTERAN TATA LAKSANA ASFIKSIA 1 mg/kgBB/menit IV dapat dinaikkan 0,5 -1
mg/kgBB/menit tiap 2 menit hingga dosis maksimal JIKA KEJANG BERHENTI.
18 mg/kgBB/menit • Lakukan pemantauan EEG/aEEG selama minimal 24 jam bebas kejang
• Jika sedang dalam terapi rumatan Fenobarbital lakukan pemeriksaan kadar
Mulai penyapihan Setelah 24 jam bebas kejang pada obat dalam darah dalam 4-5 hari
L pemantauan EEG/aEEG. • Lakukan pemeriksaan lanjutan untuk mempertegas otiologi kejang:
I Lanjutkan terapi rumatan yang telah digunakan Pertimbangkan pencitraan otak (MRI jika memungkinkan) pungsi lumbal
sebelumnya sebagai pemeriksaan rutin dan atau pemeriksaan neurotransmiter , pemeriksaan
genetika atau gangguan metabolisme jika diindikasikan
N • Lakukan penyapihan terhadap terapi anti-kejang rumatan sebelum pasien
I dipulangkan
• Pertimbangkan penyapihan seluruh terapi anti-kejang sebelum pasien pulang,
jika: kejadian kejang menurun atau hanya ada satu kali kejang, bebas kejang
T dalam 48-72 jam, dan rendahnya ridiko kejang berulang.
I

G
Bila masih kejang, tata laksana
selanjutnya tergantung kebijakan
A klinis

*** Pyridoxine dependancy harus dipertimbangkan ketika kejang tidak respons terhadap pemberian obat anti-kejang lini kedua.
Pemberian Piridoksin harus disertai pengawasan ketat terhadap adanya apne, kejang berulang, dan fungsi kardiovaskular.

Gambar 22. Anjuran Algoritme tatalaksana kejang pada fasilitas lengkap (2)
Bayi klinis kejang: Definisi fasilitas terbatas:
 Lakukan pemeriksaan penyebab kejang yang dapat segera dikonveksi  Tidak tersedia pilihan obat yang lengkap
(gula darah/elektrolit)  Kesulitan memasang akses intravena
 Mulai pemberian antibiotik jika ada kecurigaan infeksi SSP  Fasilitas untuk melakukan intubasi tidak tersedia
 Pastikan ventilasi dan perfusi adekuat (ABC)  Tenaga medis tidak kompeten melakukan intubasi

PEMBERIAN MIDAZOLAM & DIAZEPAM TERUTAMA


Jika tidak ada penyebab yang dapat dikoreksi secepatnya harus BILA DILANJUTKAN DENGAN PEMBERIAN
segera memberikan obat anti-kejang akut FENOBARBITAL DAPAT MENYEBABKAN DEPRESI
Tidak tersedia SSP & KARDIORESPIRASI !!!!
Tersedia fenobarbital
fenobarbital alternatif alternatif
….......
alternatif
FENOBARBITAL FENITOIN MIDAZOLAM
Dosis inisial Dosis inisial 20 Dosis inisial: 0,11
L IV: 20 mg/kgBB selama 10-15 menit mg/kgBB IV dengan mg/kgBB IV
IM: 30 mg/kgBB kecepatan 1
I Atau mg/kgBB/menit Kemudian dilanjutkan DIAZEPAM IV
Dilanjutkan rumatan 24 jam setelah dosis inisial; dosis Pemberian dosis infus 1 mg/kgBB/menit Kontinyu*
N 4- 6 mg/kgBB/hari. Terbagi 2 dosis IV/PO ulangan tidak Dalam dextrosa 5% dosis 0,3
dianjurkan apabila mg/KgBB/jam (dosis maksimal 2,75
I Jika masih kejang,
kadar fenitoin dalam mg/jam)
Pemberian fenobarbital dapat diulang selang waktu minimal 15 menit darah tidak dapat
S diperiksa DIAZEPAM rectal**
Bila IV: ditambahkan 10-20 mg/kgBB hingga dosis maks 24 jam 50
dosis 0,5 mg/kg
mg/kgBB
A Bila IM: dapat diulang hanya 1 kali, dengan dosis 10 mg/kgBB

T Mash kejang? Monitor


napas dan
L nadi selama
U pemberian
I FENITOIN

N Mash kejang? RUJUK


I bila kejang
masih belum
MIDAZOLAM teratasi
D

U BILA MASIH KEJANG, RUJUK SECEPATNYA


 Bila tidak memungkinkan untuk dirujuk optimalisasi dosis midzolam
 Dosis dapat dinaikkan 0,5 – 1 mg/kgBB/menit tiap 1 menit hingga dosis maksimal 18 mg/kgBB/menit
A
* - Diasepam merupakan pilihan terakhir bila tidak tersedia pilihan apapun
Gambar 23. Anjuran Algoritme tatalaksana kejang pada fasilitas terbatas - Pilihan utama adalah infus diazepam kontinu
** - Diasepam rectal diberikan bila sediaan IV tidak tersedia atau selit memperoleh akses IV
Kaminiów,K.;Kozak,S.; Paprocka, J. Neonatal
Seizures Revisited. Children 2021, 8, 155.
https://doi.org/10.3390/children 8020155
Hart AR, et al. Arch Dis Child Educ Pract Ed
2015;0:1–7. doi:10.1136/archdischild-2014-
306388
Dias E, et al. Management of Neonatal
Seizures – A Focus on Neuropharmacological
Figure 1: Algorithm for management of neonatal
Aspects. Pediatr Neonat biol 2018, 3(4):
seizures [16,17,20-24].
000131.
Hart AR, et al. Arch Dis Child Educ Pract Ed
2015;0:1–7. doi:10.1136/archdischild-2014-
306388
OAE yang sering digunakan
Fenobarbital Fenitoin

• Pilihan pertama pd kejang neonates • Efikasi sama dng


phenobarbital tp efek
• Blm ada antiepileptic lain yg terbukti
samping lbh berat
lbh baik dan aman
• Perlu monitor kadar obat dlm
• Efikasi: 50%
darah
• Memicu apoptosis pada hewan coba
• Efek samping yg berat:
• Menyebabkan disosiasi elektroklinik hipotensi dan aritmia jantung
menyebabkan penurunan fungsi
kognisi dan memori pada masa anak • Pada pasien yg perlu inotropic
• Pemberian awal pd kasus HIE dpt harus menjadi perhatian
khusus
memperbaiki outcome
Hart AR, et al. Arch Dis Child Educ Pract Ed 2015;0:1–7. doi:10.1136/archdischild-
2014-306388
OAE yang sering digunakan

Levetiracetam
• Mulai sering digunakan
• Sediaan IV (blm ada di Indonesia)
• Oral
• Dosis loading aman dan efek samping minimal
• Dosis loading: 40 mg/kg
• Dosis rumatan: 10 mg/kg setiap 8 jam

Hart AR, et al. Arch Dis Child Educ Pract Ed 2015;0:1–7. doi:10.1136/archdischild-
2014-306388
Kesimpulan

• Tatalaksana kejang pada neonatus msh bnyk tantangan:


• Manifestasi kejang yg tidak spesifik
• Ketersediaan alat dan tenaga terampil utk melakukan diagnosis sesuai standar
baku
• Keterbatasan pilihan obat anti kejang yang efektif dan aman
• Kondisi kejang pada pasien di NICU kemungkinan besar berkaitan
injuri otak shg memberikan prognosis yg buruk
Thank you
dr. H. Soeroyo Mahfudz, Sp.A(K)., MPH

Anda mungkin juga menyukai