03 IJTIHAD
Tiga sumber hukum Islam dan interdependensinya
a. Al-Qur’an
Definisi Al-Qur’an
Al-Qur’an berasal dari kata قرانا- يقرا- قرأyang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca. Secara
terminologi Al-Qur.an adalah Kalamullah sebagai mu’jizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW melalui perantara malaikat Jibril untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia dan
membacanya adalah ibadah.
Dasar Al-Quran sebagai Sumber Hukum diantaranya dalam surat an-Nisa ayat 59
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأِط يُعوا َهَّللا َو َأِط يُعوا الَّرُس وَل َو ُأوِلي اَأْلْمِر ِم ْنُك ْم ۖ َفِإْن َتَناَز ْع ُتْم ِفي َش ْي ٍء َفُر ُّدوُه ِإَلى ِهَّللا
َو الَّرُس وِل ِإْن ُك ْنُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِرۚ َٰذ ِلَك َخ ْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِوياًل
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantar
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (an-Nisa ayat 59).
Isi Kandungan Al-Qur’an
Ilmu Pengetahuan
5 2 Perinsip Syariah/ibadah
Secara harfiah, sunnah berarti tata cara, tradisi, atau pekerjaan, sedangkan hadits sering diar-
tikan sebagai berita, ucapan, atau sesuatu yang merupakan perkataan, perbuatan, dan penetapan
(taqrir) Rasulullah.
Pembagian Sunnah
1. Bayan tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadis :
“Shallu kama ra’aitumuunii ushallii” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat), adalah
tafsiran dari ayat al-Qur’an yang umum, yaitu
َو َأِقيُم وا الَّص اَل َة َو آُتوا الَّزَك اَة
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat (QS. Al-Baqarah [2] : 110 ).
2. Bayan Taqrir, yaitu sunnah yang berfungsi memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an. Seperti
hadis yang berbunyi : “Shoumul liru’yatihi wafthiru liru’yathihi” (berpuasalah karena melihat bulan dan
berbukalah karena melihatnya ), adalah memperkokoh ayat al-Qur’an :
َفَم ْن َش ِهَد ِم ْنُك ُم الَّش ْهَر َفْلَيُص ْم ُه
Kaena itu, Barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya ) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu…. (QS. Al-Baqarah [2] : 185).
3. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur’an. Seperti pernyataan Nabi :
“Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”,
adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat al-Qur’an :
َو اَّلِذ يَن َيْك ِنُز وَن الَّذ َهَب َو اْلِفَّض َة َو اَل ُيْنِفُقوَنَها ِفي َس ِبيِل ِهَّللا َفَبِّش ْر ُهْم ِبَعَذ اٍب َأِليٍم
…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih
(QS. At-Taubah [9]: 34).
Metode Ijtihad
Dalam berijtihad, para ulama telah membuat metode-metode ijtihad sebagai berikut.
1. Qiyas (Reasoning by analogy), yaitu menetapkan suatu hukum terhadap sesuatu hal yang tidak diterangkan
al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan cara dianalogikan kepada hukum yang sudah jelas hukumnya dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah, karena ada sebab yang sama.
Contoh : menurut QS. Al-Isra [17] : 23, seseorang tidak boleh berkata uf (ah) kepada orang tua. Maka hukum
memukul, menyakiti dan lain-lain terhadap orang tua juga dilarang atas dasar analogis tadi, karena sama-sama
menyakiti orang tua.
2. Ijma’ (consensus) = ijtihad kolektif, yaitu kesepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan suatu
masalah ijtihadiyah. Hal ini pernah terjadi ketika Ali bin Abi Thalib mengemukakan Rasulullah tentang
kemungkinan adanya suatu masalah yang tidak dibicarakan al-Qur’an daN as-Sunnah, Rasulullah
menyatakan : “Kumpulkan orang-orang yang berilmu, kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan
musyawarah”.
3. Istihsan (Preference), yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan ijtihadiyah atas dasar
prinsip-prinsip umum ajaran Islam, seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Oleh para ulama, istihsan
disebut qiyas kahfi (analogi samar-samar), disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan qiyas
kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Dasar istihsan adalah QS. Az-Zumar [39]: 18.
4. Mashalihul Mursalah ( utility ), yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas
pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan sesuai dengan tujuan syariat.
2. Pembagian Hukum Islam (Taklifi)
Hukum Islam dibagi 5 macam yaitu :
Wajib
1
Nadab/Sunnah
2 Mubah
3
4
Haram
5 Makruh
a. Wajib dan Pembagiannya
Wajib : اَلَو اِجُب ُه ِو الِفْع ُل الَم ْط ُلْو ُب َع َلى َو ْج ِه الُلُز ْو ِم ِبَح ْي ُث ُيَث اُب َفاِع ُلُه َو ُيَع اَقُب َت اِر ُك ُه
“Wajib adalah suatu perbuatan yang dituntut oleh Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti yang diberi
ganjaran pahala bagi oraang orang yang melakukannya dan berdosa bagi yang meninggalkannya”
Wajib dari segi waktu 1. Wajib Muthlaq { } الَو اِجُب ْالُم ْط َلُقYaitu : َم اَلْم ُيَقِيُد ُه الَش اِر ُع ِفْع َلُه ِبَو ْق ٍت ُم َح َد ٍد
pelaksanaan perbuatan: " Kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya”
Contoh : mengqadha puasa
2. Wajib Muwaqqat { }الواجب الموقتYaitu : َم اَقَي َد ُه الَش اِر ُع ِفْع َله ِبَو ْق ٍت ُم َح َد ٍد
“Kewajiban yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu”
Contoh : puasa ramadhan, shalat, haji
1. Wajib Aini { }الَو اِجُب اْلَع ْي ِنُيYaitu : َم ا َط َلَب الَش ِارُع ِفْع َلُه ِمْن ُك ِل َف ْر ٍد ِمْن َاْف َر اِد ْالُم َك ِلِفْي َن
“Sesuatu yang dituntut oleh syari untuk melaksanakannya dari setiap orang dari pribadi
Wajib dari segi pihak yang mukallaf” Contoh : puasa, shalat
dituntut melaksanakan
kewajiban: 2. Wajib Kifayah { }الَو اِجُب اْلِك َفاَي ُةYaitu : َم ا َط َلَب الَش اِر ُع ِفْع َلُه ِمْن َم ْج ُمْو ِع ْالُم َك ِلِفْي َن اَل ِمْن ُك ِل َف ْر ٍد ِم ْن ُهْم
“Sesuatu yang dituntut oleh pembuat hokum melakukannya dari sejumlah mukallaf dan
tidak dari setiap pribadi mukallaf”
Contoh : shalat jenazah, amar ma’ruf nahi munkar
b. Mandub/Sunnah dan Pembagiannya
Mandub ialah : َم ا ُيَث اُب َع َلى َف اِع ِلِه َو اَل ُيَع اَقُب َع َلى َت اِر ِكِه
“ Sesuatu yang diberi pahala orang yang melakukannya dan tidak disiksa orang yang meninggalkannya”
Sunnah dari segi selalu dan tidak selalunya Nabi melakukan perbuatan Sunnah dibagi 2 :
Yaitu : Perbuatan yang selalu dilakukan oleh Nabi disamping ada keterangan
1. Sunnah Muakkadah { } السنة الؤكدة yang menunjukan bahwa perbuatan itu bukanlah wajib.
Contoh : shalat sunnat fajar
Yaitu perbuatan yang pernah dilakukan oleh nabi tetapi nabi tidak melazimkan dirinya untuk
2. Sunnah Ghoir Muakkadah berbuat demikian.
{}الُس َنُة ْالُم َؤ َك َد ُة Contoh : memberikan sedekah, shalat sunnah 4 rokaat sebelum juhur
c. Mubah
Mubah yaitu : َم ا َخ َيَر الَش ِارُع ْالُم َك َلُف َبْيَن ْالِفْع ِل َو الَتْر ِك َفَلُه َاْن َيْفَعَل َو َلُه َاْن اَل َيْفَعَل
“Sesuatu yang diberi kemungkinan oleh pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat dan meninggalkan. Ia
boleh melakukan atau tidak” Contoh : makan, tidur
d. Karahah/makruh dan pembagiannya
Karohah : َم ا ُيَث اُب َع َلى َت اِر ِكِه َو اَل ُيَع اَق ُب َع َلى َف اِع ِلِه
“Sesuatu yang diberi pahala orang yang meninggalkannya dan tidak berdosa orang yang
mengerjakannya”
Makruh dibagi 2 :
1. Makruh Tahrim {}َم ْك ُرْو ٌه َت ْح ِر ْي ٌم
Yaitu tuntutan meninggalkan suatu perbuatan secara pasti tetapi dalil yang menunjukannya bersifat
Zhanni.Makruh tahrim ini kebalikan dari wajib
2. Makruh Tanjih {}
Yaitu pengertian makruh kebalikan dari hokum mandub.
Contoh : main kartu sampai lalai waktu.
e. Haram
Haram yaitu : مايثاب على تاركه ويعاقب على فاعله
“Sesuatu yang diberi pahala orang yang meninggalkannya dan diberi dosa orang yang melakukannya”
3. Fungsi, Tujuan dan Keungulan Hukum Islam
a. Fungsi Hukum Islam
1). Ibadah
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah ajaran Al-
lah
yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga meru-
pakan
indikasi keimanan seseorang.
1. Takammul
Takammul berarti utuh, sempurna, bulat dan tuntas. Meskipun waktu terus berjalan dan berganti hukum
Islam tetap cocok untuk diterapkan.
2. Wasathiyah
Wasathiyah berarti keseimbangan atau harmoni. Hukum Islam menginginkan keseimbangan tidak terlalu
berat ke kanan maupun ke kiri.
3. Harakah
Setiap muslim harus berusaha memperdalam pengetahuannya tentang ajaran agama Islam, sesuai
dengan kemampuannya, dan dilakukan sepanjang hidupnya (long life education). derajat di sisi
Tuhan-nya.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”,
maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
“Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 58:11, Al Mujaadilah)
Setiap muslim seharusnya memanfaatkan keimanan dan pemahamannya tentang Islam dalam
aktivitas amal shalih sesuai dengan kemampuannya. yang dimiliki menjadi bermanfaat bagi
dirinya
dan masyarakat pada umumnya.
”Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui
akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu ker-
jakan. (QS 9:105, At Taubah)”.
d). Menda’wahkan Islam
Islam adalah agama bagi seluruh umat manusia, tidak hanya untuk ras atau golongan
tertentu. Muslim memiliki rasa terikat diri untuk menda’wahkan Islam dan menyebarkan
agama ini sebagai rahmat bagi semesta alam.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS 3:104, Ali Imran)”.
Setiap muslim harus bersabar di dalam mengikuti kebenaran. Sabar berarti berusaha untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan tabah lahir dan batin, serta diikuti dengan
sikap tawakkal kepada Allah Yang Maha Kuasa. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan saja mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS 29:2-3, Al Ankabuut).
5. Fungsi Profetik Hukum Islam dalam Memuliakan
Kemanusiaan dan Kesucian Hukum Islam
Pengertian Profetik Agama
Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang
ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal
secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan
dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Didalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raja
Namrud, Nabi Musa
melawan Fir’aun, Nabi Muhammad yang membimbing kaum miskin dan budak belia melawan setiap
penindasan dan ketidakadilan. Dan mempunyai tujuan untuk menuju kearah pembebasan. Menurut Ali
Syari’ati dalam Hilmy (2008:179) para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan do’a tetapi mereka juga datang
dengan
suatu ideologi pembebasan.
Fungsi Profetik Agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan yang juga memuat
peraturan-peraturan yang mengondisikan terbentuknya batin manusia yang baik, yang berkualitas,
yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral).
http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Fungsi Profetik Agama
Dalam mengatasi krisis Kebudayaan dan kemanusiaan menjelaskan dan mengubah fenomena
social masyarakat yang salah atau kurang baik seperti :
1. Dalam politik atau paham yang tidak sehat dan merugikan tatanan masyarakat.
2. Dalam keamanan dan kebebasan yang nyaris menabrak rambu-rambu hukum dan norma serta
nilai yang ada.
3. Dalam Reduksionisme (Penurunan kualitas ilmu pengetahuan)
4. Dalam Materialisme (kebendaan)
5. Dalam Kultural (kebudayaan, peradaban) seperti globalisasi (Ends of Pluralisme)
6. Dalam Ekologi (lingkugan), seperti ketidakseimbangan kehidupan dalam masyarakat
– baik materi dan non materi, baik lahir maupun batin.
Dalam Mengatasi/Merevitalisasi keberagaman dalam menjalankan Agama
1. Menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam memahami dan mengamalkan
ajaran Islam dan sebagai sumber hukum dalam menyelesaikan dan memutuskan suatu hukum.
2. Tidak memandang hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak ditentukan oleh al-Qur’an,
namun tetap mengacu pada sifat Basyariah Rasulullah sebagai syariat.
3. Tidak menjadikan paham, mahzab, aliran sebagai keputusan akhir yang mutlak karena bersifat
dapat dibantah. Suatu hukum dari ijtihad bersifat debatable (yang dapat dibantah, debat) bukan
merupakan keputusan final.
6. Taat Kepada Allah
Ketaatan kepada Allah menempati posisi ketaatan tertinggi. Sebagai seorang muslim, tidak ada
satupun di duina ini yang dapat mengalahkan ketaatan kita kepada Allah SWT. Saat Allah menginginkan
sesuatu dari kita, kita harus mentaati-Nya. Inilah makna keislaman kita kepada Allah SWT. Menunaikan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya merupakan cara menunjukan kepada Allah SWT. Diantara
contoh taat kepada Allah SWT yaitu :
1. Tafsir Al-Qur’an
2. Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih
3. Drs. H. Mujilan, MA, Pendidikan Agama Islam
4. Prof. Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqih
5. Abdul Hamid Halim, Mabadi Awaliah
6. Eungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al Islam