Anda di halaman 1dari 14

Diskusi Kolaborasi

Interprofesional 6

Dewanto Andoko
Hendrik
PPDS Kedokteran Keluarga Layanan Primer FK UPH
Kasus
Z seorang anak perempuan berusia 11 tahun duduk di bangku SMP Swasta ternama kelas
9. Di sekolah selalu berprestasi dengan nilai rata-rata tidak pernah di bawah 9.5 kecuali
untuk pelajaran olah raga. Nilai olah raga selalu berada dibatas bawah nilai kelulusan di
sekolah, satu-satunya olah raga yang dikuasai dengan baik adalah berenang. Hasil
anamnesa: Sudah 3 bulan ini ia sering menyendiri di kamar tidak mau keluar rumah
kecuali sekolah. Selesai sekolah langsung pulang, tidak mau lagi ikut kegiatan ekskul, tidak
ikut pelajaran tambahan dan juga tidak mau lagi berenang. Di rumah hanya berdiam diri
di kamar dengan gorden tertutup rapat dan tiduran sambIl menonton youtube beauty
influencer. Tugas-tugas sekolah yang sifatnya individual tetap ia kerjakan, namun tidak
untuk tugas kelompok. Ia merasa para sahabatnya sudah tidak lagi mau diajak berbincang-
bincang., mereka suka membicarakan dirinya dibelakang. Hasil observasi: Tinggi badannya
lebih pendek dari rata-rata anak seusianya ( sekitar 140 cm) dan berat badan sekitar 65
kg, warna kulit gelap dan banyak jerawat di wajahnya. Apakah strategi intervensi
kolaboratif yang dapat dilakukan tim tenaga kesehatan pada kasus?
1. Evaluasi Kesehatan Fisik dan Gizi
1.Pemeriksaan Fisik: Dokter keluarga dapat melakukan pemeriksaan
fisik awal, termasuk mengukur tinggi badan, berat badan, dan
mengidentifikasi tanda-tanda fisik yang relevan dengan masalah
kesehatan Z seperti jerawat atau masalah kulit lainnya.
2.Perhitungan BMI: Dokter keluarga dapat menghitung BMI (Indeks
Massa Tubuh) Z berdasarkan berat badan dan tinggi badannya. Ini
akan membantu dalam menilai apakah Z mengalami masalah gizi
seperti obesitas, kekurangan gizi, atau masalah berat badan lainnya.
3.Wawancara Kesehatan: Dokter keluarga dapat melakukan
wawancara kesehatan dengan Z dan keluarganya untuk mendapatkan
pemahaman lebih dalam tentang pola makan, aktivitas fisik, dan
masalah kesehatan lainnya yang mungkin memengaruhi kondisi Z.
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
1. Evaluasi Kesehatan Fisik dan Gizi
4. Saran Kesehatan: Berdasarkan hasil pemeriksaan dan wawancara,
dokter keluarga dapat memberikan saran kesehatan, termasuk
perubahan dalam pola makan, aktivitas fisik, atau perawatan kulit
yang diperlukan.
5. Rujukan ke Spesialis: Jika dokter keluarga mendeteksi masalah
kesehatan lebih lanjut seperti gangguan gizi yang serius atau masalah
kulit yang memerlukan perhatian spesialis, mereka dapat merujuk Z
ke spesialis yang sesuai, seperti seorang ahli gizi atau seorang
dermatolog.

Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.


2. Konseling Psikologis
1.Skrining Gangguan kesehatan jiwa: Memastikan tidak ada gangguan jiwa
seperti depresi, bipolar, gangguan cemas, yang memerlukan psikofarmaka.
2.Rujukan ke Psikiater, Psikolog atau Konselor: Dokter keluarga dapat merujuk
Z ke seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bekerja dengan
remaja. Mereka akan melakukan penilaian psikologis lebih mendalam untuk
memahami penyebab dan dampak dari perubahan perilaku dan masalah
emosional yang Z alami. Dika ternyata tegak suatu gangguan jiwa yang
memerlukan penatalaksanaan spsecialistik, rujuk ke psikiater.
3.Koordinasi Perawatan: Dokter keluarga dapat berkomunikasi secara rutin
dengan psikolog atau konselor yang merawat Z untuk memantau perkembangan
kesehatan mental Z dan memastikan bahwa perawatan yang sesuai sedang
dilakukan.
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
3. Pengawasan Pola Makan
1.Ahli Gizi atau Dietisien: Dokter keluarga dapat merujuk Z dan keluarganya ke
seorang ahli gizi atau dietisien. Ahli gizi akan melakukan penilaian gizi yang lebih
mendalam, memberikan rekomendasi khusus tentang pola makan yang sesuai
dengan kebutuhan Z, dan membantu dalam pembentukan kebiasaan makan yang
sehat.
2.Konselor Psikologis atau Psikiater: Jika masalah makan Z memiliki komponen
psikologis, dokter keluarga dapat berkolaborasi dengan seorang psikolog atau
psikiater untuk membantu Z mengatasi masalah tersebut. Mungkin diperlukan terapi
perilaku atau dukungan mental khusus.
3.Pendekatan Berbasis Keluarga: Dokter keluarga dapat melibatkan seluruh
keluarga Z dalam perubahan pola makan. Ini dapat melibatkan penyediaan
informasi kepada orangtua atau anggota keluarga lainnya tentang bagaimana
mendukung pola makan yang sehat untuk Z.
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
4. Konseling Gaya Hidup
1.Psikolog atau Konselor Olahraga: Jika ada hambatan psikologis atau
emosional yang mencegah Z untuk kembali berolahraga, seorang
psikolog atau konselor olahraga (Sp.KO) dapat membantu Z mengatasi
masalah ini dan memotivasi (Motivational Interviewing) Z untuk aktif
kembali.
2.Dukungan Keluarga: Dokter keluarga dapat berkolaborasi dengan
keluarga Z untuk menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup
aktif. Keluarga dapat mendukung dan mendorong Z untuk berpartisipasi
dalam aktivitas fisik.
3.Pengelolaan Waktu: membantu Z dalam mengatur waktu untuk
olahraga, pelajaran, dan kegiatan sosial sehingga semuanya seimbang.
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
5. Pengembangan Diri
• Bantu Z dalam mengembangkan keterampilan pembinaan diri dan
mengatasi perasaan rendah diri yang mungkin dia alami. Ini dapat
melibatkan aktivitas yang meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri,
seperti mengikuti kursus atau kegiatan yang sesuai minatnya.
1.Pelatih atau Instruktur Olahraga: Jika Z suka berenang, dokter
keluarga dapat merujuk Z ke seorang pelatih renang atau instruktur
olahraga yang dapat membantu Z kembali ke kegiatan berenang secara
teratur. Instruktur ini dapat memberikan panduan yang sesuai dan
memastikan bahwa Z melakukan berenang denganbaik dan benar.
2.Kerjasama dengan guru dan orangtua: untuk menemukan dan
mengembangkan bakat tersembunyi Z
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
6. Pengobatan Acne
Jika jerawat merupakan masalah, konsultasikan dengan seorang
dermatolog atau ahli kulit untuk perawatan kulit yang tepat.

Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.


7. Kerja Sama dengan Guru & Sekolah
Libatkan sekolah dalam upaya pemulihan Z. Bicarakan dengan guru-
guru dan staf sekolah untuk mencari cara agar Z dapat merasa lebih
nyaman dan mendapatkan dukungan sosial dari teman-temannya.

Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.


8. Pemantauan Teratur
Lakukan pemantauan dan evaluasi berkala untuk mengukur kemajuan Z.
Pastikan bahwa semua intervensi yang telah direncanakan berjalan
dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan Z.

Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.


Kesimpulan
• Penting untuk mengambil pendekatan holistik terhadap kasus ini,
memahami bahwa masalah kesehatan fisik, mental, dan sosial dapat
saling memengaruhi. Intervensi yang tepat waktu dan dukungan dari
tim kesehatan, keluarga, dan sekolah dapat membantu Z mengatasi
masalahnya dan kembali ke kehidupan yang lebih sehat dan bahagia.

Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.


Referensi
1.Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
2. World Health Organization. 2014. Adolescene Development. Geneva,. Switzerland
3.Aryani, (2015) Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai