Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PENGAWASAN SYARIAH

H U K U M P E R B A N K A N D A N P E R B A N K A N S YA R I A H
P R O D I I L M U H U K U M FA K U LTA S H U K U M
U N I V E R S I TA S A L - A Z H A R I N D O N E S I A
DEWAN PENGAWAS SYARIAH

Latar Belakang dan Dasar Pemikiran DSN


• Dewan Syariah Nasional (DSN), didirikan pada tahun 1999 berdasarkan surat keputusan Majelis
Ulama Indonesia Nomor Kp-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999, yang ditandatangani oleh
KH Ali Yafie.
• Pada bagian konsideran surat keputusan disebutkan bahwa pembentukan DSN ialah dalam rangka
mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran
Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
• Bahwa seiring dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air yang
didalamnya terdapat dewan-dewan pengawas syariah, dipandang perlu membentuk dewan syariah
yang bersifat nasional.
TUGAS DSN

• Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan


perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya
• Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
• Mengeluarkakan fatwa atas produk keuangan syariah
WEWENANG DSN

• Mengeluarkan fatwa yang bersifat mengikat dewan pengawas syariah pada masing-masing lembaga
keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
• Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang seperti Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Bank Indonesia
• Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai
dewan pengawas syariah pada suatu lembaga keuangan syariah
• Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi
syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri
• Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari
fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
• Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak
diindahkan.
MENGAPA DIPERLUKAN PENGAWASAN PERBANKAN

1. Menjaga stabilitas sistem keuangan (makro ekonomi) dan


keberlangsungan usaha bank (mikro ekonomi)
2. Perlindungan terhadap masyarakat awam maupun kecil
3. Optimalisasi peran lembaga perbankan dalam menunjang program
pembangunan
PENGAWASAN PRINSIP SYARIAH DALAM BANK SYARIAH

OTORITAS JASA Dewan yariah Nasional (MUI)


KEUANGAN

Dewan Pengawas Syariah


BANK SYARIAH

Bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi


LKS serta mengawasi kegiatan LKS agar sesuai prinsip
syariah
PENGAWASAN LKS/BANK SYARIAH

JENIS PELAKSANAAN PENGAWASAN LKS/BANK SYARIAH :

A. Pengawasan Tidak Langsung (Off-site supervision)


 Pengawasan dengan fokus pada laporan-laporan berkala yang wajib
disampaikan oleh LKS termasuk informasi lain yang dipandang perlu.

B. Pengawasan Langsung (On-site supervision)


 Pengawasan dengan melakukan pemeriksaan langsung ke LKS.

7
KERANGKA PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN BANK
SYARIAH
• Perangkat yang diperlukan:
Sejumlah perangkat dasar yang diperlukan untuk menciptakan bank syariah yang
sehat dan istiqomah;
1. Sistem pengendalian intern
2. Fungsi manajemen risiko
3. Peraturan peningkatan keterbukaan informasi
4. Sistem akuntansi yang sesuai
5. Mekanisme jaminan keputusan syariah
6. Audit ekstern (kesehatan keuangan & kepatuhan syariah)
TEKNIK PELAPORAN PENGAWASAN
SYARIAH KE BANK INDONESIA
SE NO. 12/13/DPBS/2010
PENDAHULUAN

• Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu komponen organisasi bank syariah adalah adanya
Dewan Pengawas Syariah.
• Hal ini diwajibkan karena adanya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI /2004 tanggal 1 Juli 2004
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, PBI No. 6/24/PBI/ 2004 tanggal 14
Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 7/35 /PBI/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan PBI No.8/3/PBl/2006
tanggal 30 Januari 2006 tentang tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi
Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor
Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
• Sejak berlakunya UU Nomor 21 tahun 2008 Bank Perkreditan Rakyat Syariah diganti dengan sebutan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
DASAR HUKUM (DPS PERBANKAN)
• PBI No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004;  tentang BPRS
• PBI No. 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004:  tentang BU yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syari’ah sebagaimana telah diubah PBI No. 7/35/PBI/2005 tanggal 29
September 2005:  tentang BU yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah
• PBI No. 8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum
Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syari’ah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan prinsip
Syari’ah oleh BU Konvensional
• PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/23/PBI/2009 TENTANG BANK
PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB DPS

• Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN - MUI;
• Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank;
• Memberikan opini dari aspek syarieh terhadap pelaksanaan operasional bank secara
keseluruhan dalam laporan publikasi bank;
• Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN -
MUI.
• Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada
Direksi, Komisaris, DSN - MUI dan Bank Indonesia/Otoritsas Jasa Keuangan
KEWAJIBAN BANK SYARIAH TERHADAP DPS

• Bank syariah wajib memberikan fasilitas kepada DPS dalam rangka mendukung kinerja
pengawasan syariah dan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggungjawab selaku DPS,
antara lain:
• Mengakses data dan informasi yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan
tugasnya serta mengklarifi-kasikannya kepada manajemen bank;
• Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari segi syariah kepada manajemen bank;
• Memperoleh fasilitas yang memadai untuk melak-sanakan tugas secara efektif;
• Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan.
OBYEK PENGAWASAN SYARIAH

• Obyek pengawasan syariah


• Produk dan jasa bank syariah
• Pedoman operasional dan produk bank syariah
• Pedoman operasional penghimpunan dana
• Pedoman operasional penyaluran dana
• Pedoman operasional jasa
• Pedoman Perhitungan Distribusi Bagi Hasil
• Pedoman Akuntansi (sesuai dengan PSAK dan PAPSI)
• Produk Bank yang tidak/belum diatur dalam Fatwa DSN
• Dilihat pada pengujian substantif materi syariah
TEKNIK PENGAWASAN SYARIAH

• Membaca dan mencermati obyek pengawasan syariah:


• Produk dan jasa bank syariah
• Pedoman operasional dan produk bank syariah
• Pedoman operasional penghimpunan dana
• Pedoman operasional penyaluran dana
• Pedoman operasional jasa
• Pedoman Perhitungan Distribusi Bagi Hasil
• Pedoman Akuntansi (sesuai dengan PSAK dan PAPSI)
• Produk Bank yang tidak/belum diatur dalam Fatwa DSN
• Membaca akad perjanjian pembiayaan
TATA CARA PELAPORAN

• Dewan Pengawas Syariah harus menyampaikan laporan ke:


• Bank Indonesia,
• Dewan Syariah Nasional,
• Direksi dan
• Komisaris,
• Sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan sekali dengan menggunakan format
sebagaimana telah ditetapkan dalam:
• Buku Pedoman Pengawasan Syariah dan
• Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah ini
LAPORAN HASIL PENGAWASAN DPS

• Hasil pelaksanaan atas kesesuaian produk dan jasa dengan fatwa DSN-MUI.
• Laporan ini memuat pendapat DPS mengenai pelaksanaan produk dan jasa yang sudah dikeluarkan oleh
bank apakah sudah sesuai dengan fatwa DSN–MUI yang berlaku, dan apakah produk dan jasa yang
dikeluarkan oleh bank telah mendapat izin dari Bank Indonesia. Dalam laporan tersebut perlu dijelaskan
produk dan jasa yang dimaksud.
• Opini syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh bank.
• Dalam hal ini DPS harus mengeluarkan pendapat apakah pedoman operasional dan pedoman produk
yang disusun oleh bank telah sesuai dengan fatwa yang berlaku.
• Opini syariah secara keseluruhan atas pelaksanaan operasional bank dalam laporan publikasi bank.
• Dalam hal ini DPS harus mengeluarkan pendapat yang menyatakan apakah secara keseluruhan kegiatan
operasional bank telah sesuai dengan prinsip syariah.
TATA CARA PELAPORAN
(SETELAH TAHUN 2013)

• Implementasi SE No. 15/22/DPbs, 27 Juni 2013


• Dewan Pengawas Syari’ah harus menyampaikan Laporan (jika bank syari’ah ke: DSN, Direksi,
dan Komisaris serta ke BI) sekurang-kurangnya 6 bulan sekali
• Laporan hasil pengawasan memuat:
• Hasil pelaksanaan atas kesesuaian produk dan jasa dengan fatwa DSN-MUI
• Opini Syari’ah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh LKS
• Opini syari’ah secara keseluruhan atas pelaksanaan operasional dalam laporan publikasi LKS
• DPS dalam melaksanakan tugasnya menggunakan kertas kerja sebagaimana contoh berikut:
KERTAS KERJA
PENGAWASAN TERHADAP PENGEMBANGAN PRODUK DAN AKTIVITAS BARU SEMESTER I / II*) TAHUN
XXXX
BANK SYARIAH ………………………

No. AKTIVITAS YANG DILAKUKAN HASIL PENGAWASAN**)


1 Meminta penjelasan dari pejabat BPRS yang berwenang mengenai tujuan, karakteristik, serta fatwa dan/atau
akad yang digunakan sebagai dasar dalam rencana penerbitan produk dan aktivitas baru

2 Memeriksa fatwa dan/atau akad yang digunakan dalam produk dan aktivitas baru.
Dalam hal produk dan aktivitas baru belum didukung dengan fatwa dan/atau akad dari DSN-MUI, maka DPS
mengusulkan kepada Direksi BPRS untuk meminta fatwa kepada DSN-MUI.

3 Mereview fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, sistem dan prosedur (SOP) produk dan aktivitas baru
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah.

4 Memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas produk dan aktivitas baru yang akan
dikeluarkan

*) coret yang tidak sesuai


**) Dalam hal LKS tidak memiliki produk atau aktivitas baru dalam periode laporan, maka kolom diisi “NIHIL”

Dewan Pengawas Syariah


No. Nama dan Jabatan Tanggal Tanda Tangan
1.
2.
KERTAS KERJA
PENGAWASAN TERHADAP PENGEMBANGAN PRODUK DAN AKTIVITAS BARU SEMESTER I / II*) TAHUN XXXX
KJKS/BMT ………………………
No. AKTIVITAS YANG DILAKUKAN HASIL PENGAWASAN
1 Meminta laporan kepada Direksi BPRS mengenai produk dan aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana
serta jasa yang dilakukan oleh BPRS.

2 Melakukan pemeriksaan secara uji petik (sampling ) paling kurang 3 (tiga) nasabah untuk masing-masing
produk dan/atau akad penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh
BPRS.
a. Penghimpunan dana
1) Tabungan Wadiah ;
2) Tabungan Mudharabah ;
3) Deposito Mudharabah .
b. Pembiayaan
1) Pembiayaan Murabahah ;
2) Pembiayaan Istishna;
3) Pembiayaan Musyarakah ;
4) Pembiayaan Mudharabah ;
5) Pembiayaan Ijarah ;
6) Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit
Tamlik (IMBT);
7) Pembiayaan Musyarakah
Muttanaqisah (MMQ);
8) Pembiayaan Multijasa ;
9) Pembiayaan Qardh ;
10) Lainnya.
c. Kegiatan jasa
d. Restrukturisasi pembiayaan
3 Memeriksa dokumen transaksi dari nasabah yang ditetapkan sebagai sampel untuk
mengetahui pemenuhan Prinsip Syariah, antara lain:
a. pemenuhan syarat dan rukun dalam akad (perjanjian) pembiayaan maupun akad
penghimpunan dana antara BPRS dengan nasabah;
b. kecukupan dan kelengkapan bukti pembelian barang dalam pembiayaan
murabahah ;
c. kecukupan dan kelengkapan bukti laporan hasil usaha nasabah yang dibiayai
sebagai dasar perhitungan bagi hasil untuk pembiayaan mudharabah atau
pembiayaan musyarakah ;
d. penetapan dan pembebanan ujrah ( fee) kepada nasabah untuk produk
pembiayaan qardh beragun emas untuk menyakini bahwa penetapan ujrah (fee )
tidak terkait dengan besarnya pembiayaan qardh .

4 Melakukan inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan/atau konfirmasi kepada


pegawai BPRS dan/atau nasabah untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 3 (apabila diperlukan).
KELEMAHAN PELAKSANAAN
PRINSIP SYARIAH DI BANK SYARIAH
• Perhitungan bagi hasil didasarkan pada proyeksi pendapatan, bukan kondisi usaha nasabah.
• Perpanjangan akad dengan tambahan biaya sebagai denda.
• Perhitungan ta’wid (denda) berdasarkan % tertentu dari outstanding pembiayaan.
• Bukti pembelian barang tidak lengkap, tidak ada atau telah ada sebelum akad
ditandatangani.
• Obyek jual beli murabahah tidak jelas.
• Akad murabahah, uang diserahkan langsung pada nasabah bukan pada pemasok (supplier).

22

Anda mungkin juga menyukai