Ta'rud
kuliah Ushul fiqh
Al-Adilah
Disusun Oleh :
Sukma Ramanda
Kurrotun A’yuni Reporter: XXX Date: XXXX.XX.XX
Secara etimologis
secara terminologis
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh. (Bandung: Pustaka Setia. 2008). Hlm 209-210
UNSUR-UNSUR TA’ARUDH AL-
ADHILLAH
Bahwa dalil yang bertentangan memiliki tingkatan kekuatan yang sama, dalam arti yang satu tidak lebih
kuat dari yang lain, misalnya sama-sama ayat al-qur’an, sama-sama hadits mutawatir, atau sama-sama
hadits ahad
01
Hukum yang lahir dari kedua dalil tersebut saling bertentangan, misalnya dalil yang satu menunjuk
02 haram, dalil yang satu menunjuk halal
Dalil yang bertentangan memiliki kesamaan pada segi waktu munculnya. Dengan demikian, pertentangan
04 tidak terjadi jika terdapat perbedaan waktu datangnya dalil.
Jenis-Jenis Ta’arudh Al-Adhillah
َو اْلَخ ْي َل َو اْلِبَغاَل َو اْلَح ِم َرْي ِلْرَت َكُبْو َه ا َو ِز ْيَنًة َو ْخَي ُلُق َم ا اَل َتْع َلُمْو َن
َاْلَع ِقْيَقُة َح ٌّق َع ِن ْالُغاَل ِم َش ااَت ِن ُم اَك َفَىَتاِن َو َع ِن اْلَج اِرَيِة َش اٌة
Ta’arudh antara Sunah dangan Sunah. Ta’arudh antara Qiyas dengan Qiyas
َع ْن َعاِىيَش َة وأِّم َس اَل َم َة َر َىِض ُهلل َع َهْنا َاَّن الَّنِّيِب َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َوَس َمَّل اَك َن ُيْص ِب ُح ُج ُنًبا َو َع ْن َعاِىَس َة َقاَلْت َ :تَز َّو َج ْىِن َرُس ْو ُل ِهللا َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َوَس َمَّل ِلَس ِّت ِس ِنَنْي
ِم ْن َمِجاٍع َّمُث َيْغَتِس ُل َو َيُص ْو ُم (متفق عليه) َو َبَىِن ىِب َو َااَن ِبْنُت ِتْس ِع ِس ِنَنْي (رواه مسمل وعن عاىسة)
Cara Penyelesaian
Ta’arudh Al-Adhillah
Nasakh
Dengan cara pertama ini mujtahid dapat meneliti dalil itu dari aspek
waktu turunnya. Jika diketahui, maka dalil yang datang lebih dahulu dapat
dinasakh oleh dalil yang datang kemudian
Tarjih
Dengan cara ini, jika tidak diketahui sejarah turunnya, maka dapat
digunakan cara tarjih dengan meneliti mana diantara 2 dalil yang
bertentangan itu yang lebih kuat atau (rajih).
Al-jam’u wa al-taufiq
Cara ketiga ini ditempuh jika cara kedua (tarjih) tidak mungkin untuk di
lakukan. Caranya dengan mengkompromikan 2 dalil yang bertentangan
Tasaqut
Ketika itu mujtahid dapat menggunakan dalil lain yang lebih rendah
urutannya. Jika yang bertentangan itu adalah dua ayat maka ia bisa
menggunakan sunnah.jika yang bertentangan itu adalah hadits maka
mujtahid bisa menggunakan qaul sahabi begitu selanjutnya
Jika diperhatikan perbedaan cara yang digunakan oleh hanafiyah dan syafi’iyah sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa perbedaan keduanya terletak pada urutannya
Hanafiyah
Nasakh Tarjih al-jam’u wa al-taufiq Tasaqut
Syafiiyah
اَك َن َأُبو ُه َر ْيَر َة َيُقْو ُل َمْن َأْص َبَح ُج ُنًبا َفاَل َص ْو َم ُهَل: َع ْن َع ْب ِد الَّر َمْحِن ْبِن َع َّتاٍب َقاَل
“Dari Abdurrahman bin ‘Auf ia berkata, Adalah Abu Hurairah
berkata “Barangsiapa yang junub sapai tiba waktu subuh, maka
tidaklah ada puasa baginya,”(HR. Ahmad)
ِم ْن َأْم ِرِه ُيًرْس ا, َو ُأْو َلُت آَأْلَمْحاِل َأَج ُلُهَّن َأن َيَض ْعَن ْمَح َلُهَّن َو َمْن َيَّتِق َهللا ْجَي َع ْل ُهَّل
Ayat pertama tersebut di atas bersifat umum yaitu setiap perempuan yang ditinggal mati suami baik hamil maupun tidak
hamil wajib beriddah selama empat bulan sepuluh hari. Dan ayat kedua tersebut juga bermakna umum, yaitu setiap wanita
hamil baik ditinggal mati suami atau bercerai hidup wajib ber-iddah sampai melahirkan kandungannya.
Dengan demikian, antara dua ayat tersebut bila dilihat sepintas lalu terdapat pertentangan mengenai iddah wanita hamil yang
ditinggal mati suami. Namun perbedaan itu seperti yang dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan, dapat dikompromikan
sehingga kedua ayat tersebut dapat difungsikan. Kedua ayat tersebut bila dikompromikan, maka kesimpulan yang diambil
adalah bahwa iddah perempuan hamil yang kematian suami adalah masa terpanjang dari dua bentuk iddah, yaitu sampai
melahirkan atau sampai empat bulan sepuluh hari. Artinya, jika perempuan itu melahirkan sebelum sampai empat bulan
sepuluh hari sejak suaminya meninggal, maka iddahnya menunggu empat bulan sepuluh hari, dan jika sampai empat bulan
sepuluh hari perempuan itu belum juga melahirkan, maka iddahnya sampai ia melahirkan kandungannya
ُكِتَب َعَلْي ْمُك َذ ا َحَرَض َأَح َد ُمُك اْلَمْو ُت ن َتَر َك َخ ًرْي ا اْلَو ِص َّيُة ِلْلَو اَدِل ْيِن َو اَأْلْقَر ِبَنْي اِب ْلَم ْع ُر ْو ِف َح ّقًا َعىَل اْلُم َّتِقَنْي
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) ِإmaut, jika ia meninggalkan ِإharta yang banyak, berwasiat
untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
THANKS