Anda di halaman 1dari 116

LOGIKA HUKUM

OLEH
H. MUHAMMAD SYARIF

1
PENGERTIAN LOGIKA
Logika = “pengetahuan tentang “kaidah
berpikir” dan
“jalan pikiran yang masuk akal”
(Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1988:530)
Dari rumusan di atas ada 2 pengertian logika,
yakni:

2
A. Logika sebagai pengetahuan tentang kaidah
berpikir dimaksudkan sebagai “suatu ilmu”
yaitu ilmu tentang aturan menalar.
Contoh: kalau kita berkata “saya senang
belajar logika” maka yang dimaksud adalah
kita senang mempelajari ilmu berpikir (ilmu
menalar).

3
Pengertian ilmu
• Istilah ilmu sering digunakan dalam berbagai
pengertian.
• Dalam salah satu pengertian, ilmu adalah
segala hal yang diketahui manusia. Ini adalah
pengertian yang informal (sempit).

4
• Dalam pengertian yang lebih resmi, tidak
semua yang diketahui disebut ilmu, melainkan
hanya yang sudah disistematiskan melaui
metode tertentu.
• Untuk membedakan keduanya, digunakan
istilah “pengetahuan” (knowledge) dan “ilmu
pengetahuan atau pengetahuan ilmiah”
(science).

5
Ada tiga aspek pokok Ilmu Pengetahuan atau
Pengetahuan Ilmiah, yaitu:
1. ilmu sebagai proses ( aktivitas ilmiah, kegiatan
penelitian )
2. ilmu sebagai prosedur ( metode ilmiah, tata
langkah yang tetap ) dan
3. ilmu sebagai produk, yaitu pengetahuan sistematis.

6
Ciri-ciri Ilmu pengetahuan
1. Mempunyai dasar pembenaran berarti
bahwa pernyataan-pernyataan ilmiah itu
harus dapat dibenarkan secara apriori, dan
sekaligus harus didasarkan atas hasil-hasil
tanggapan empirik yang telah dikaji (ada
objek).

7
2. Bersifat sistematik berarti bahwa
hendaknya terdapat sistem didalam
susunan pengetahuan serta didalam cara
memperoleh pengetahuan itu (metode).

8
3. Bersifat intersubjektif berarti bahwa ilmu
pengetahuan tidak merupakan pemahaman
perseorangan secara subjektif (umum).
4. Mengandung kebenaran (relatif dan teoritis)

9
B. Logika sebagai jalan pikiran yang masuk akal
dimaksudkan sebagai aktivitas mental
tertentu yang berupa jalan pikiran yang
masuk akal.
Contoh, “Keterangan saksi tidak ada
logikanya”

10
• Logika dengan demikian berkaitan dengan
pikiran.
• Kaitan antara logika dengan pikiran ini kita
akan pahami kalau kita ingat bahwa pikiran
merupakan suatu kemampuan manusia untuk
mengetahui dan menata pengetahuan
tersebut menjadi kumpulan pengetahuan
yang teratur (ilmu).

11
• Objek logika adalah “jalan atau kerja pikiran
yang masuk akal karena didasarkan pada
cara2 atau kaidah2 pemikiran tertentu”
• cara2 atau kaidah2 pemikiran yg masuk akal
itulah yang disebut “PENALARAN”
(Reasoning).

12
Penalaran adalah proses akal budi manusia
yang berusaha sampai pada suatu keterangan
baru (kesimpulan) dengan bertolak dari satu
atau beberapa keterangan yang sudah
diketahui sebelumnya (premis) dan
keterangan baru itu mestilah merupakan
urutan kelanjutan dari sesuatu atau beberapa
keterangan yang sudah diketahui sebelumnya
itu.
13
• Karena itu yang merupakan objek
penyelidikan logika, bukan pikiran dalam arti
thinking, melainkan jalan pikiran yang
berujung pada penyimpulan (Reasoning).

14
• Penalaran merupakan suatu proses yang
kompleks yang melibatkan berbagai unsur
yang membangunnya.

15
Unsur-unsur penalaran adalah :
1. Ide, konsep, pengertian terhadap suatu obyek,
dimana apabila pengertian ini dihubung-hubungkan
antara yang satu dengan yang lainnya akan
membentuk unsur yang 2,
2. pernyataan atau proposisi (knowledge), dan
pernyataan atau proposisi ini bila dihubungkan
antara yang umum dan yang khusus atau sebaliknya
akan membentuk unsur yang 3,
3. Kesimpulan (science).

16
• Jadi, pokok bahasan utama logika adalah:
1. pengertian.
2. Pernyataan atau proposisi.
3. kesimpulan.
• Ketiga komponen inilah yang disebut dengan
TEORI

17
PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah sekumpulan peraturan-
peraturan yang mengandung hak
dan kewajiban atau perintah dan
larangan, yang bila dilanggar akan
dikenakan sanksi, tujuannya untuk
mengatur kepentingan atau
ketertiban umum.

18
Unsur-unsur hukum adalah :
1. seperangkat kaidah atau norma atau atau
aturan yang tersusun dalam satu sistem
2. kaidah itu menentukan apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh dilakukan oleh warga
masyarakat atau berisi hak dan kewajiban
atau perintah dan larangan

19
3. kaidah itu bersumber baik dari masyarakat sendiri
maupun dari sumber lain seperti otoritas negara
ataupun dari Tuhan
4. kaidah itu bertujuan untuk mengatur kehidupan
warga masyarakat ( sebagai satu keseluruhan )
agar terwujud ketertiban dan keamanan.
5. Kaidah itu ada sanksinya yang dipertahankan oleh
otoritas tertinggi (negara).

20
KESIMPULAN
Logika hukum adalah kaidah atau norma
hukum yang mengatur tentang
cara berpikir subjek hukum dalam
mengambil keputusan hukum.

21
JENIS-JENIS LOGIKA (HUKUM)
1. Logika deduktif
Logika deduktif adalah pergerakan
pemikiran (penalaran) dari pernyataan
umum menuju kepernyataan khusus. Logika
ini digunakan bilamana didukung oleh
argumentasi yang kuat sehingga menjamin
kebenaran dari kesimpulan yang ditarik.

22
• Contoh: Semua mahluk hidup pasti mati
Budi adalah mahluk hidup
Maka, Budi pasti mati.
• Sifat “keharusan logis yang memaksa” dari penalaran
ini dapat diungkapkan demikian. Seandainya benar
bahwa mahluk hidup pasti mati, dan seandainya
benar bahwa Budi adalah mahluk hidup, maka tidak
bisa lain haruslah benar bahwa Budi pasti mati.

23
Contoh dalam bidang hukum:
 Barang siapa mengambil barangnya orang lain
tanpa sepengetahuan/seizin pemiliknya dengan
maksud memilikinya ….. adalah pencuri.
 Baco mengambil mangganya Badu tanpa
sepengetahuan Badu dengan maksud memilikinya.
(tertangkap tangan)
 Maka, Baco adalah pencuri.
Contoh ini yg dimaksud dengan didukung oleh
argumentasi/alasan yg kuat.

24
• Keharusan diatas nampak dari bentuk
logisnya. Bentuk logis adalah wujud dari cara
kerja pemikiran manusia yang benar (valid).
• Apapun isi atau materi suatu penalaran
(obyek), jika premisnya benar (sistematis), dan
bentuk logis penalarannya benar (metodis),
maka kesimpulannya haruslah benar
(Pengetahuan ilmiah).

25
• Bentuk logis dari penalaran di atas dapat
diskemakan sebagai berikut:
Semua A adalah B
Semua C adalah A
Jadi, C adalah B.
Dalam logika umum disebut sylogisme.

26
2. Logika induktif
Logika induktif adalah pergerakan pemikiran
(penalaran) dari pernyataan khusus
kepernyataan umum. Logika ini digunakan
bilamana tidak didukung oleh argumentasi
yang kuat sehingga tidak menjamin
kebenaran dari kesimpulan yang ditarik,
melainkan hanya memperkuat sampai
tingkat tertentu.

27
Atau:
• Penalaran Induktif adalah penalaran yang
mengarahkan perhatian pada sejumlah fakta-
fakta pengamatan khusus sebagai landasan
untuk pernyataan umum, atau suatu
pergerakan pemikiran dari kasus-kasus
individual yang kongkrit menuju yang umum.

28
• Contoh
berdasarkan apa yang telah dilihat oleh si A, B,
C dst tentang burung gagak, kita mengambil
kesimpulan bahwa:
Semua burung gagak berwarna hitam.

Perhatikan bahwa kesimpulan diatas tidak


mengandung kepastian/kebenaran
29
• Karena, bukannya semua burung gagak pasti
hitam, melainkan bahwa semua burung gagak
barangkali hitam.
• Ini berarti bahwa tidak tertutup kemungkinan
suatu saat ada burung gagak yang berwarna
lain, misalnya hijau.

30
• Disamping istilah penalaran dikenal juga
berfikir sylogisme ( nyata ), yang bentuk
logisnya dapat diskemakan sbb:
Premisse major
Premisse minor
Konklusi

31
MANFAAT DAN KEGUNAAN
LOGIKA
Manfaat dan kegunaan logika adalah
mengarahkan kita untuk :
• Berpikir dengan benar.
• Menghindari kesesatan-kesesatan berpikir,
dan
• Menilai validitas dan kesesatan berpikir
dalam suatu wacana (lisan maupun tulisan)

32
DASAR-DASAR LOGIKA
Ada 3 landasan yang mutlak diperlukan dalam upaya
memahami logika sebagai ilmu tentang penalaran.
1. Penalaran sebagai perwujudan dari hakekat
manusia sebagai makhluk rasional.
2. Prinsip-prinsip dasar yang melandasi penalaran
(Asas2 logika).
3. Perwujudan penalaran itu sendiri di dalam
argumentasi.

33
A. Manusia sebagai makhluk rasional
Manusia adalah makhluk yang dapat
mengetahui dan memperoleh pengetahuan
serta mengembangkan pengetahuan itu
menjadi suatu bangunan ilmu pengetahuan.
Secara ringkas, manusia adalah makhluk
rasional.

34
• Sejak kapankah seorang anak manusia mulai
memperoleh pengetahuan?
Pertanyaan ini sulit dijawab dengan menunjukkan
angka tanggal yang pasti. Tetapi dari penyelidikan2
psikologi kita diberi tahu bahwa pengetahuan itu
diperoleh manusia secara bertahap. Mulai ia lahir,
berjalan, berbicara dan mengetahui benda2 yang dia
lihat. (perkembangan pengetahuan pada level
perkembangan individu)

35
• Bagaimana perkembangan pengetahuan pada level
masyarakat?
dalam hal ini kita dapat berpaling pada penelitian2
antropologi dan sosiologi.
menurut ahli antropologi, pada level masyarakatpun
pengetahuan manusia tumbuh secara berangsur-
angsur pula seiring dengan perkembangan
tantangan2 kehidupan manusia sepanjang sejarah
mulai dari zaman primitif, zaman peradaban, sampai
zaman modern ini.

36
• Jadi, secara psikologis, pengetahuan berkembang
ketika manusia mulai mengatasi kecenderungan
emosionalnya dan mengembangkan kemampuan
rasionalnya. Secara sosiologis dan antropologis,
pengetahuan berkembang ketika manusia mulai
mengatasi mitologi dengan pengetahuan rasional
dan ketika masyarakat mengembangkan pranata2
sosial yang berperan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan.

37
B. Prinsip2 Dasar (Asas2 Logika)
Setiap cabang ilmu pengetahuan didasarkan atas
asas2 atau prinsip2 dasar tertentu.
Asas atau prinsip dasar dalam ilmu adalah
pernyataan2 atau kebenaran2 yang sangat
mendasar yang menjadi landasan bagi berbagai
penjelasan (teori dan hukum) yang akan
dikembangkan didalam ilmu ybs.

38
• Contoh:
dalam semua ilmu pengetahuan empiris
dianut suatu prinsip dasar bahwa segala
kejadian dan peristiwa didunia ini tidaklah
terjadi secara kebetulan, melainkan diatur
oleh suatu hukum yang sifatnya tersembunyi
(prinsip determinisme).

39
• Karena kedudukannya sebagai prinsip dasar,
maka prinsip determinisme tidak lagi
dipersoalkan oleh berbagai ilmu melainkan
diambil sebagai landasan untuk menerangkan
berbagai gejala yang terdapat pada wilayah
ilmu yang berkaitan.

40
• Logika sebagai suatu jenis ilmu juga
mempunyai prinsip dasar, yaitu prinsip2 yang
sedemikian mendasarnya sehingga tanpa
prinsip2 tersebut maka penalaran dan
pengetahuan menjadi tidak mungkin

41
• Menrut Aristoteles, prinsip dasar dalam
logika itu ada 3 yakni :
1. Prinsip Identitas (The Principle of Identity)
2. Prinsip Nonkontradiksi (The Principle of
Noncontradiction)
3. Prinsip Tiada Jalan Tengah (The Principle of
Excluded Middle)

42
• Kemudian oleh Leibniz menambahkan satu
prinsip yaitu Prinsip Alasan Yang Mencukupi
(The Principle of Sufficient Reason).
• Jadi logika sebagai ilmu mempunyai 4 prinsip
dasar.

43
1. Prinsip Identitas (The Principle of Identity)
Prinsip identitas dapat dirumuskan sebagai
berikut :
“tiap2 hal itu identik (sama) dengan dirinya
sendiri”
Prinsip ini sangat mendasar dan penting
karena tanpa prinsip ini maka kita tidak
dapat berpikir untuk mengetahui sesuatu

44
• Contoh.
pengetahuan kita tentang kuda, hanyalah mungkin
jika kuda itu sama dengan dirinya sendiri, artinya
tetap menjadi kuda. maksudnya tidak berubah-rubah
tanpa aturan, misalnya tiba-tiba berubah menjadai
kerbau.
Contoh lain, misalnya kita berbicara tentang
demokrasi tetapi yang dibahas atau dibayangkan
adalah otokrasi.
Bagaimana ilmu pengetahuan bisa berkembang?

45
• Karena sesuatu dapat dikenali sebagai
sesuatu, maka kita memberikan nama kepada
sesuatu tersebut.
• Dapatlah kita mengerti, mengapa Tuhan Yang
Maha Mengetahui telah “mengajari Adam
nama2”, karena dengan menamai berarti
menentkan identitas sesuatu dan dengan
demikian menempatkannya di dalam
kerangka pengetahuan manusia.

46
2. Prinsip Nonkontradiksi (The Principle of
Noncontradiction)
prinsip nonkontradiksi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
“ tiap2 hal itu tidak dapat positif dan negatif dalam
waktu yang bersamaan “ atau lebih tegas lagi
“ pengakuan dan pengingkaran suatu pernyataan
tidak mungkin keduanya benar “

47
• Jelas bahwa prinsip ini merupakan kelanjutan
prinsip identitas karena tiap hal itu sama
dengan dirinya sendiri maka pernyataan yang
kontradiktif tidak diizinkan karena justru
mengaburkan identitas hal tersebut.
• Prinsip ini tidak membolehkan adanya
konradiksi didalam pernyataan2 kita.

48
3. Prinsip Tiada Jalan Tengah (The Principle of
Excluded Middle)
prinsip ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“tiap2 hal itu haruslah positif atau negatif“
Disebut tiada jalan tengah, karena tidak ada
kemungkinan ketiga. Hanya ada ya atau
tidak.

49
• Prinsip inipun merupakan pelengkap dari
prinsip nonkontradiksi. Kalau prinsip
nonkontradiksi menyatakan bahwa dua
pernyataan yang kontradiktif tidak dapat
keduanya benar pada saat yang bersamaan,
harus ada salah satu yang salah, maka prinsip
tiada jalan tengah menyatakan bahwa dua
pernyataan yang kontradiktif tidak dapat
keduanya salah, harus ada salah satu yang
benar.
50
• Perlu diperhatikan bahwa kedua hukum terakhir
yakni nonkontradiksi dan tiada jalan tengah, ini
hanya berbicara tentang perlawanan yang bersifat
kontradiktif (perlawanan substantif) dan bukan
perlawanan yang bersifat kontraris.
• Misalnya, pernyataan “kertas ini putih” dan “kertas
ini hitam” adalah bukan perlawanan kontradiktoris,
melainkan perlawanan kontraris. Oleh karena itu,
mungkin saja pernyataan tersebut semuanya salah
misalnya kalau kertas tersebut berwarna merah.

51
4. Prinsip Alasan Yang Mencukupi (The
Principle of Sufficient Reason)
Prinsip ini dapat dianggap sebagai
penegasan dan pelengkap terhadap prinsip
pertama.
Menurut Prinsip Pertama, segala sesuatu itu
identik dengan dirinya sendiri. Dalam
kenyataan kita bisa melihat adanya proses
perubahan.

52
• Misalnya.
daun yang asalnya hijau berubah menjadi
kuning kemudian menjadi cokelat. Atau, ulat
dapat berubah menjadi kepompong kemudian
menjadi kupu2.
bagaimana menjelaskan perubahan ini? Inilah
tujuan dari prinsip alasan yang mencukupi.

53
• Prinsip alasan yang mencukupi ini adalah “jika
sesuatu berubah, maka harus ada alasan
yang mencukupi yang dapat menerangkan
perubahan tersebut”
• Prinsip ini akan merupakan bagian penting
pada saatnya kita membahas tentang
penalaran induktif yang berupa penalaran
sebab akibat.

54
PENEMUAN HUKUM

55
ISTILAH
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk arti
penemuan hukum (rechtsvinding):
1.Penemuan/penerapan hukum berarti hukumnya
sdh ada, tinggal mencari/menemukan hukumnya
untuk diterapkan pada peristiwanya yang
konkret.
2.Pembentukan hukum berarti hukumnya belum
ada, sehingga wajib membentuk hukum yang
dibutuhkan masyarakat agar tidak terjadi
kekosongan hukum (recht vacuum) dan
kekosongan undang-undang (wet vacuum).

56
3. Penciptaan hukum berarti hukumnya sudah
ada tetapi tidak atau kurang lengkap
sehingga harus diciptakan hukum yang baru
sebagai penyempurna dan atau pengganti
hukum yang sudah ada.

57
Istilah penemuan atau penerapan hukum lebih sering
digunakan oleh para penegak hukum khususnya para
hakim dlm memutus suatu perkara sedangkan
Istilah pembentukan dan penciptaan hukum lebih sering
digunakan oleh lembaga legislatif dlm membtk UU
(salah satu fungsi utamanya adalah fungsi legislasi),
namun dlm perkembangannya penggunaan istilah tsb
lebih sering digunakan istilah pembentukan hukum
(UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Per-UU-an).

58
PENGERTIAN
1. Sudikno Mertokusumo, penemuan
hukum adalah proses pembentukan hukum
oleh hakim atau petugas2 hukum lainnya yang
diberi tugas melaksanakan atau menerapkan
hukum umum terhadap suatu peristiwa
hukum yang konkret. Dengan demikian, dlm
penemuan hukum yg penting adalah
bagaimana mencarikan atau menemukan
hukumnya utk peristiwa konkret.
59
2. Utrecht, penemuan hukum adalah tindakan hakim
berdasarkan inisiatifnya sendiri untuk menentukan
hukumnya bilamana dlm menyelesaikan suatu kasus
konkrit ternyata hukumnya tidak ada atau tidak jelas.
3. Paul Scholten, penemuan hukum adalah sesuatu yg
lain dr pd hanya penerapan peraturan2 pada
peristiwanya. Kadang2 dan bahkan sering terjadi
bahwa peraturannya hrs ditemukan, baik dgn jalan
interpretasi maupun dgn jalan analogi ataupun
penghalusan/pengkonkritan hukum
(rechtsvervijning).

60
4. Amir Syamsuddin (menhum & ham RI),
penemuan hukum adalah proses
pembentukan hukum oleh hakim dlm upaya
menerapkan peraturan hukum umum
terhadap peristiwa konkrit berdasarkan
kaidah2 atau metode2 tertentu.

61
Kesimpulan, PENEMUAN HUKUM adalah :
1.proses pembentukan hukum dgn cara
a. mencari, atau
b. menemukan, atau
c. menentukan hukum
2.penerapan hukum dalam peristiwa konkrit,
3.melalui metode interpretasi, atau analogi
ataupun penghalusan/pengkonkritan hukum;
62
SEJARAH PENEMUAN HUKUM
• Mula2 Sistem Hukum Indonesia (UUDN RI
1945) menganut civil law system mengikuti
sistem hukum Belanda berdasarkan asas
konkordansi.
• Karakteristik sistem hukum civil law system
ditandai dgn adanya suatu pembukuan hukum
atau UU dlm suatu kitab (kodifikasi). Misalnya
KUHPerdata, KUHDagang, KUHPidana dll.

63
• Yang menarik dlm civil law system yakni tidak
adanya suatu kebebasan hakim dlm
menerapkan UU (didasarkan pada
pengalaman bangsa2 eropa pada masa
lampau), krn tugas hakim adalah hanya
mewujudkan kepastian hukum.

64
• Krn itu, menurut pandangan klasik
sebagaimana dikemukakan oleh Montesqueiu
dan Kant, bahwa hakim dlm menerapkan UU
terhadap peristiwa hukum yang konkrit
sesungguhnya tidak menjalankan peranannya
secara mandiri karena hanya sebagai
penyambung lidah atau corong UU saja (la
bouche de la loi).

65
• Semua hukum menurut pandangan klasik,
sudah secara lengkap dan sistematis terdapat
dlm UU dan tugas hakim hanyalah mengadili
sesuai dgn bunyi UU.
• Pandangan tersebut diatas disebut Teori
Legisme atau Positivisme UU.

66
• Model silogisme merupakan metode yg
digunakan hakim dlm menerapkan UU
(metode deduksi) yang artinya kesimpulan
ditarik dari premis mayor (hal yg umum) dgn
premis minor (hal yg khusus). Misalnya barang
siapa mencuri dihukum (premis mayor), Si A
mencuri (premis minor), maka si A harus
dihukum (kesimpulan).

67
• Oleh Wiarda, penemuan hukum dgn metode
diatas disebut dgn penemuan hukum
heteronom, krn hakim mendasarkan pada
peraturan2 diluar dirinya, jadi hakim tdk
mandiri krn harus tunduk pada UU.

68
• Teori penemuan hukum heteronom ini pada
tahun 1850 tdk dapat dipertahankan lagi dgn
munculnya teori penemuan hukum yg
mandiri (otononm).

69
• Dlm teori penemuan hukum otonom, hakim
tdk lagi dipandang sebagai corong UU, tetapi
sebagai pembentuk UU yg secara mandiri
memberi bentuk kepada isi UU dan
menyesuaikan dgn kebutuhan2 hukum. (Saat
lahirnya teori 3 tujuan hukum yakni keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum).

70
• Hakim dlm menjatuhkan putusannya
dibimbing oleh pandangan2 atau pikirannya
sendiri (lahirnya prinsip keyakinan hakim).
• Pandangan ini disebut pandangan yg materiil
yuridis.

71
• Dlm pandangan teori hukum otonom ini, UU
tdk mungkin lengkap, UU hanyalah
merupakan suatu tahap tertentu dlm proses
pembentukan hukum dan UU.

72
• Hakim wajib mencari pelengkapnya dlm
penyelesaikan suatu peristiwa hukum yg
konkret, dimana asas yg merupakan dasar UU
dijabarkan lebih lanjut dan dikonkretisasi, diisi
dan diperhalus dgn asas2 baru. (ingat : asas
filosofis dan sosiologis dlm UU serta asas
dalam UU 12 Tahun 2011)

73
• Penemuan hukum otonom dpt dijumpai dlm
sistem peradilan di negara2 eropa kontinental
masa selanjutnya, dimana hakim bebas, tidak
terikat pada putusan hakim lain yg pernah
dijatuhkan sebelumnya mengenai perkara yg
sejenis (menantang asas yurisprudensi).

74
• Hakim berpikir induktif (tdk lg deduktif),
menerapkan UU dengan bertitik tolak pada
peristiwa-peristiwa khusus kemudian
mengambil kesimpulan umum (mengambil
keputusan).

75
• Hakim dlm memeriksa, mengadili dan
memutus perkara mendasarkan pada baik
faktor2 diluar dirinya atau UU maupun faktor
didalam dirinya (keyakinannya).
• Penemuan hukum otonom, biasanya dijumpai
dlm sistem hukum peradilan di negara2 anglo
saxon yang menganut asas the binding force
of precedent (yurisprudensi).

76
• Disini hakim terikat pada putusan hakim yg
terdahulu (dalam 2 hal yakni dasar keyakinan
dan UU) mengenai perkara yg sama jenisnya,
dan hakim yg memutus belakangan se-akan2
bertindak menyatu dgn hakim yg terdahulu
tsb, sehingga putusan hakim terdahulu
dianggapnya sebagai putusannya sendiri.

77
• Hukum precedent ini merupakan hasil
penemuan hukum otonom sepanjang
pembentukan dan penerapan hukum
dilakukan oleh hakim tetapi sekaligus juga
bersifat heteronom, krn hakim terikat pada
putusan2 hakim terdahulu.

78
ALASAN PENEMUAN HK OLEH
HAKIM

• UU sebagaimana kaidah pada umumnya


berfungsi utk melindungi kepentingan
manusia shg harus dilaksanakan atau
ditegakkan.
• UU harus jelas, oki setiap UU selalu dilengkapi
dgn penjelasan.

79
• Manusia yg membentuk UU mempunyai
kemampuan yg terbatas, shg UU yg dibuatnya
tidak mungkin lengkap se-lengkap2nya atau
jelas se-jelas2nya, utk mengatur kegiatan
manusia itu sendiri.
• Krn itu kalau terjadi kasus konkret dan UUnya
tdk lengkap atau tidak jelas, maka hakim dlm
menyelesaikan kasus tersebut harus
menemukan hukumnya.

80
Ketentuan UU yg berlaku umum dan bersifat
abstrak, tdk dapat diterapkan begitu saja secara
langsung pada peristiwa konkret, oki ketentuan
UU harus diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan
dan disesuaikan dgn peristiwanya utk diterapkan
pada peristiwanya itu.
Krn itu, peristiwa hukumnya harus dicari lebih
dahulu dari peristiwa konkretnya, kemudian
UUnya ditafsirkan utk dapat diterapkan.

81
• Setiap UU bersifat statis dan tdk dapat
mengikuti perkembangan kemasyarakatan,
sehingga menimbulkan ruang kosong yg perlu
diisi.

82
• Tugas mengisi ruang kosong itulah,
dibebankan kepada hakim dengan cara
melakukan penemuan hukum melalui metode
interpretasi atau konstruksi dgn syarat bahwa
dlm menjalankan tugasnya tsb, hakim tdk
boleh memperkosa maksud dan jiwa UU atau
tdk boleh bersikap sewenang-wenang.

83
• Hakim dlm melaksanakan tugasnya menerima,
mengadili dan memutus perkara, per-tama2 harus
menggunakan hukum tertulis (asas legalitas) terlebih
dahulu, tetapi kalau hk tertulis tsb ternyata tdk
cukup atau tdk tepat dgn permasalahan dlm suatu
perkara, maka barulah hakim akan mencari dan
menemukan sendiri hukumnya dari sumber2 hukum
yg lain seperti yurisprudensi, doktrin, traktat,
kebiasaan atau hukum tdk tertulis.

84
Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 ttg Kekuasaan
Kehakiman, menentukan bahwa: “Pengadilan dilarang
menolak utk memeriksa, mengadili dan memutus
suatu perkara yg diajukan dgn dalil bahwa hukum tdk
ada atau kurang jelas, melainkan wajib utk memeriksa
dan mengadilinya”.
Ketentuan pasal ini mengisyaratkan kpd hakim bhw
apabila terjadi suatu peraturan per-UU-an belum jelas
atau belum mengatur suatu peristiwa hukum yg
konkret, hakim harus bertindak berdasarkan
inisiatifnya sendiri utk menyelesaikan perkara tsb.

85
• Bilamana dikaitkan Pasal 10 ayat (1) dgn Pasal
5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 yang
menentukan bahwa : ”hakim dan hakim
konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai2 hukum dan rasa keadilan
yang hidup dlm masyarakat” maka hakim
mempunyai kewajiban utk melakukan
penemuan hukum agar putusannya sesuai dgn
hukum dan rasa keadilan yg hidup dlm
masyarakat.
86
ALIRAN PEMIKIRAN PENEMUAN HK

• Tugas utama hakim adalah menghubungkan


aturan abstrak dlm UU dgn fakta konkret dari
perkara yg diperiksanya dan tugas inilah yg
bisa melahirkan penemuan hukum.
• Ada 2 aliran pemikiran dlm ilmu hukum yg
berkaitan dgn penemuan hukum, yakni:
1. aliran legisme/positivisme hukum
2. aliran penemuan hukum oleh hakim

87
1. Aliran Legisme/Positivisme Hukum
– Aliran ini menekankan bahwa hakikat hukum itu
adalah hukum yg tertulis (UU).
– Aliran ini juga beranggapan bahwa tdk ada norma
hukum di luar hukum tertulis.
– Adapun aliran positivisme hukum menekankan
bahwa hukum seyogianya dipandang dari segi
hukum positif.

88
• Ciri2 positivisme hukum menurut H.L.A. Hart,
adalah:
1. hukum adalah perintah penguasa.
2. tdk ada hubungan mutlak antara hukum dan
moral serta etika.
3. analisis ttg konsepsi2 hukum dibedakan dari
penyelidikan sejarah dan sosiologi.

89
• 4. sistem hukum haruslah sistem yg logis,
tetap dan bersifat tertutup yg diperoleh atas
dasar logika, tanpa mempertimbangkan aspek
sosial, politik, moral maupun etik.

90
Aliran ini semakin lama semakin ditinggalkan krn
disadari bahwa UU tdk pernah lengkap dan tdk
selamanya jelas, dan bagaimanapun UU hanya
menentukan kaidah secara umum.
Sifat UU yang bersifat umum dan abstrak tersebut yg
menimbulkan kesulitan dlm penerapannya secara in-
concreto oleh para hakim.
Tdk mungkin hakim dapat memutus suatu perkara
yang melindungi kepentingan masyarakat, jika hakim
hanya berfungsi sebagai terompet UU belaka. Krn itu,
hakim harus melakukan kreasi tertentu (penemuan
hukum).

91
2. Aliran Penemuan Hukum oleh Hakim
A. Aliran Begriffsjurisprudenz
menurut aliran ini, sekalipun benar UU itu tdk
lengkap, namun UU masih dpt menutupi
kekurangan2nya sendiri, krn UU memiliki daya
meluas.
- Penggunaan hukum logika yg dinamakan
silogisme menjadi dasar utama aliran ini, dan
hakim mengambil kesimpulan dari adanya
premis mayor yaitu peraturan hukumnya,
dan premis minor yaitu peristiwanya.

92
- Jadi rasio dan logika ditempatkan dlm ranah yg
istimewa.
Kekurangan UU dpt dilengkapi oleh hakim dgn
penggunaan hukum logika dan memperluas
pengertian UU berdasarkan rasio.

93
- Kritik terhadap aliran ini, terutama
berpendapat bahwa hukum bukan
sekedar persoalan logika dan rasio, ttp juga
merupakan persoalan hati nurani maupun
pertimbangan2 akal budi manusia, yg
kadang2 bersifat irrasional.

94
B.Aliran Interessenjurisprudenz (Freirechtslehre)

Aliran ini berpendapat bahwa UU jelas


tidak lengkap.
UU bukan satu2nya sumber hukum,
sedangkan hakim dan pejabat lainnya
mempunyai kebebasan yg se-luas2nya utk
melakukan penemuan hukum.

95
• Utk mencapai keadilan yg se-tinggi2nya,
hakim boleh menyimpang dari UU demi
kemanfaatan masyarakat.

96
• Jadi, disini hakim mempunyai freies Ermessen.
• HK tdk boleh dipandang sbg sesuatu yg formil
logis belaka ttp harus dinilai menurut
tujuannya yakni melindungi, memuaskan atau
memenuhi kepentingan/kebutuhan
(interessen) hidup yg nyata.

97
• Oki, hakim dlm putusannya hrs bertanya
kepentingan manakah yang dimaksud
pembentuk UU. Dgn demikian hakim harus
memahami juga kepentingan sosial, ekonomi,
moral, kultural dll dlm peristiwa konkret yg
terjadi yg disodorkan kepadanya.

98
C. Aliran Soziologische Rechtsschule
Aliran ini tdk menyetujui hakim diberi freies
ermessen atau menolak adanya kebebasan dari
hakim dlm melakukan penemuan hukum, namun
demikian hakim bukan hanya sekadar corong UU
ttp hakim harus memperhatikan kenyataan2
masyarakat, perasaan dan kebutuhan hukum
serta kesadaran hukum warga masyarakat.

99
Hakim dlm melaksanakan tugasnya harus
menyelaraskan UU dgn keadaan zaman,
menyesuaikan putusannya dgn kesadaran dan
perasaan hukum yg sedang hidup di dlm
masyarakat.
Dgn demikian hakim dituntut utk mengetahui
ilmu2 sosial lainnya seperti sosiologi,
antropologi, politik, ekonomi dll.

100
TAHAPAN TUGAS HAKIM DAN SAAT PENEMUAN HK

• Tugas pokok hakim adalah menerima,


memeriksa dan memutus perkara
berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak
memihak.
• Hakim hanya bersifat pasif atau hanya
menunggu adanya perkara yg diajukan
kepadanya, dan tdk aktif mencari atau
mengejar perkara.

101
• Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa
penemuan hukum adalah proses pembentukan
hukum oleh hakim atau petugas2 hukum lainnya utk
menerapkan hukum dlm peristiwa hukum yg
konkret. Lebih konkret lagi dpt dikatakan bhw
penemuan hukum merupakan proses konkretisasi,
kristalisasi dan individualisasi peraturan hukum (das
sollen) yg bersifat umum dgn mengingat akan
peristiwa konkret (das sein).

102
• Jadi dlm memeriksa dan mengadili suatu
perkara dan kemudian menjatuhkan putusan,
hakim harus melakukan 3 tahap tindakan di
persidangan, yakni:
• 1. Tahap Mengkonstatir
• 2. Tahap Mengkualifikasi.
• 3. Tahap Mengkonstituir.

103
Ad/1 . Tahap Mengkonstatir (Melihat)
Dlm tahap ini, hakim akan mengkonstatir (melihat) utk
membenarkan ada tidaknya suatu peristiwa hukum
yang diajukan kepadanya .
Utk memastikan hal tsb, maka diperlukan pembuktian,
dan oki hakim harus bersandarkan pada alat2 bukti
yang sah menurut hukum (dlm perkara pidana dlm
Pasal 184 KUHAP yakni keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa), dlm
perkara perdata dlm Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBg,
Pasal 1866 KUHPerdata yakni alat bukti surat, saksi,
persangkaan, pengakuan, dan sumpah.

104
• Sebagai contoh: benarkah si A telah memukul si B
hingga babak belur, sehingga si B menderita luka2 yg
cukup parah? Disini penegak hukum (penuntut
umum/hakim/advokat) wajib untuk membuktikan
adanya peristiwa tsb melalui penggunaan alat2 bukti.
• Dlm tahap ini, kegiatan penegak hukum bersifat
logis. Penguasaan hukum pembuktian bg hakim
sangat dibutuhkan dlm tahap ini.

105
Ad/2. Tahap Mengkualifikasi (Mengelompokkan)
Pada tahap ini, hakim mengkualifisir dgn menilai
peristiwa konkret yg telah dianggap benar2 terjadi
itu, termasuk hubungan apa atau yg bagaimana atau
menemukan hukumnya utk peristiwa tsb (resim
hukumnya apa).
Mengkualifisir berarti mengelompokkan atau
menggolongkan peristiwa konkret tsb masuk dlm
kelompok atau golongan peristiwa hukum (apakah
itu pencurian, penganiayaan, perzinaan, perjudian,
jual beli, gadai, dsb.)
106
• Jika peristiwanya sdh terbukti dan peraturan
hukumnya sdh jelas, maka penerapan hukumnya
akan mudah, ttp jika tdk jelas hukumnya, maka
hakim bukan lagi harus menemukan hukumnya saja
ttp lebih dari itu ia harus menciptakan hukum yg
tentu saja tdk bertentangan dgn sistem hukum yg
berlaku dan harus memenuhi kebutuhan dan rasa
keadilan masyarakat.
• Sbg contoh dlm kasus di atas, hakim mengkualifisir
tindakan si A sebagai tindak pidana penganiayaan
(Pasal 351 KUHPidana).

107
Ad/3. Tahap Mengkonstituir (Memutuskan)
Dlm tahap ini, hakim harus menetapkan hukumnya
terhadap peristiwa tertentu, sehingga putusan hakim
tsb dapat menjadi hukum (judge made law).

108
• Disini hakim menggunakan silogisme yakni
menarik suatu kesimpulan dari premis mayor
berupa aturan hukumnya (Pasal 351 KUHP)
dan premis minor berupa perbuatan si A yang
memukul si B hingga babak belur. Konklusinya
adalah : A melanggar Pasal 351 KUHP karena
memukul si B hingga babak belur.

109
• Jika diperhatikan secara seksama, maka gambaran
proses ataupun cara penemuan hukum dapat
diamati dengan dimulai pada tahap kualifikasi
dengan menilai peristiwa konkret yang dianggap
benar-benar telah terjadi itu atau menemukan
hukum untuk peristiwa-peristiwa konkret tersebut,
dengan mengelompokkan atau menggolongkan
peristiwa konkret tersebut masuk dalam kelompok
atau golongan peristiwa hukum.

110
Proses selanjutnya adalah hakim akan menetapkan
hukumnya terhadap peristiwa konkret tersebut, di
mana jika peraturannya jelas, hakim hanya akan
menerapkan ketentuan peraturan tersebut sesuai
dengan peristiwa konkret yang terjadi. Akan tetapi,
dalam hal peraturannya sudah ada, tetapi tidak jelas
untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkret atau
mengandung arti pemecahan atau penguraian akan
suatu makna ganda, norma yang kabur (vage normen),
konflik antar norma hukum (antinomy normen) dan
ketidakpastian dari suatu peraturan per-UU-an atau
peraturannya tdk ada
111
atau dalam hal peraturannya tidak ada atau
tidak mengaturnya, sehingga terdapat
kekosongan hukum (recht vacuum) atau
kekosongan undang-undang (wet vacuum),
maka hakim akan memutuskan suatu perkara
berdasarkan metode-metode penemuan
hukum yang dikenal selama ini.

112
TEORI PENEMUAN HUKUM
• Penemuan hukum oleh hakim, tidak se mata2
menyangkut penerapan UU terhadap
peristiwa konkret ttp juga penciptaan hukum
dan pembentukan hukumnya.
• Menurut Achmad Ali, ada 2 teori penemuan
hukum yg dapat dilakukan oleh hakim dlm
praktek peradilan yakni: metode interpretasi
(penafsiran) dan metode konstruksi.

113
• Interpretasi hukum terjadi apabila terdapat
ketentuan UU yg secara langsung dpt ditetapkan
pada kasus konkret yg dihadapi, atau metode ini
dilakukan dlm hal peraturannya sdh ada, ttp tdk jelas
utk dapat diterapkan pada peristiwa konkret atau
mengandung arti pemecahan atau penguraian akan
suatu makna ganda norma yang kabur (vage
normen), konflik antar norma hukum (antinomy
normen), dan ketidakpastian dari suatu peraturan
perundang-undangan.

114
• Interprestasi terhadap teks peraturan perundang-
undangannya pun masih tetap berpegang pada
bunyi tersebut.
• Konstruksi hukum terjadi , apabila tidak diketemukan
ketentuan undang-undang yang secara langsung
dapat diterapkan pada masalah hukum yang
dihadapi, ataupun dalam hal peraturannya memang
tidak ada, jadi terdapat kekosongan hukum (recht
vacuum) atau kekosongan undang-undang (wet
vacuum).
115
• Untuk mengisi kekosongan undang-undang
inilah, biasanya hakim menggunakan
penalaran logisnya utk mengembangkan lebih
lanjut suatu teks UU, dimana hakim tdk lg
berpegang pada bunyi teks itu, tetapi dgn
syarat hakim tdk mengabaikan hukum sbg
suatu sistem.

116

Anda mungkin juga menyukai