Anda di halaman 1dari 73

TEKNIS PENEGAKKAN PERATURAN

DAERAH DAN PERATURAN KEPALA


DAERAH
DISAMPAIKAN PADA
PENDIDIKDN DAN PELATIHAN DASAR POLISI PAMONG PRAJA
BAGI PNS YANG DIANGKAT DALAM JBATAN FUNGSIONAL
SENIN, 26 FEBRUARI 2024
Kementerian Dalam Negeri
Direktorat Polisi Pamong Praja dan Linmas
Subdit Penyidik Pegawai Negeri Sipil
DASAR HUKUM
UNDANG UNDANG DASAR 1945
Pasal 18 ayat (2)

“Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur


dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan”

- Daerah memiliki tugas untuk mengatur dan mengurus pemerintahan Untuk Menjamin Kepatuhan diperlukan
- fungsi polisionil di daerah yang
Menciptakan ketertiban umum dan perlindungan masyarakat
- trecantum pada UU 23 Tahun 2014
Membuat Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah
tentang Pemerintahan Daerah
LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UUD 1945 PUSAT

DPR MPR DPD


PRESIDEN/ MA MK BPK
WAPRES
KPU Kementerian
Negara
KY
BANK dewan
SENTRAL pertimbangan

TNI/POLRI

Lingkungan
PROVINSI Peradilan PERWAKILAN
DAERAH Umum BPK PROV
PEMDA DPRD
Agama

Militer
KAB/KOTA TUN

PEMDA DPRD

4
UU 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMDA
SEBAGAI DASAR HUKUM BAGI SATPOL PP
ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 10 – 12 UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

URUSAN PEMERINTAHAN

ABSOLUT ( 6 ) CONCURRENT (32) PEMERINTAHAN UMUM (7)


(Mutlak urusan Pusat) (Urusan bersama Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota)

- PERTAHANAN PILIHAN (8) Wawasan Kebangsaan;


WAJIB (24) Ketahanan Sosial;
(Sektor Unggulan) Pengamalan pancasila
- KEAMANAN
Persatuan dan Kesatuan;
PELAYANAN NON PELAYANAN DASAR (18)
Penanganan Konflik Sosial;
- MONETER DASAR (6 ) Kelautan & Perikanan, Koordinasi Pelaksanaan
1. pendidikan; tenaga kerja; pemberdayaan Pariwisata, Pertanian, Tugas Antar Instansi di
- YUSTISI 2. kesehatan; perempuan & anak, pangan;
Kehutanan, ESDM, Provinsi/Kab/Kota;
3. PU & penataan ruang; Pertanahan; Lingkungan Hidup;
Perdagangan, Pengembangan
- POLITIK LUAR 4. Perumahan Dukcapil, PMD, penduduk dan
Perindustrian dan Kehidupan Demokrasi;
Rakyat KB, perhubungan, kominfo,
NEGERI dan kawasan Koperasi UKM, Penanaman Transmigrasi Pelaksanaan semua urusan
Modal, PORA, statistik, sandi, pemerintahan yang bukan
permukiman;
- AGAMA 5. Trantib umum, dan Budaya, perpustakaan, & arsip kewenangan Daerah & tidak
Ditangani oleh Instansi
Linmas,
Vertikal
6. Sosial

SPM NSPK
URUSAN URUSAN PEMERINTAHAN YG
DIOTONOMIKAN
1. PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2. KESEHATAN
3. LINGKUNGAN HIDUP
4. PEKERJAAN UMUM
5. PERTANIAN
6. KETAHANAN PANGAN
7. ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
8. KEPENDUDUKAN
9. KELUARGA BERENCANA
10. SOSIAL
11. NAKERTRANS
12. PERUMAHAN RAKYAT
13. KETENTRAMAN KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT
14. PERHUBUNGAN
15. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
16. PENATAAN RUANG
17. PERTANAHAN
18. KEHUTANAN
URUSAN URUSAN PEMERINTAHAN YG DIOTONOMIKAN

19. KOMINFO
20. KOPERASI , USAHA KECIL DAN MENENGAH
21. PENANAMAN MODAL
22. PEMUDA DAN OLAH RAGA
23. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
24. STATISTIK
25. PERSANDIAN
26. PERPUSTAKAAN
27. ARSIP
28. KELAUTAN DAN PERIKANAN
29. PARAWISATA DAN EKONOMI KREATIF
30. ENERJI DAN SUMBER DAYA MINERAL
31. PERDAGANGAN
32. PERINDUSTRIAN
HASIL AKHIR DARI SETIAP URUSAN

1. Hasil akhir dari setiap urusan pemerintahan akan bermuara


pada penyediaan barang dan jasa (Goods and Services)
2. Goods umumnya berbentuk hardware seperti jalan, jembatan,
pasar, terminal, RSUD, Sekolah, irigasi dll
3. Services umumnya berbentuk Regulasi yang diatur dalam
Perda atau Perkada (KTP, KK, IMB, SIUPP, Ijin Trayek,
Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan berbagai bentuk
perijinan lainnya).
4. Pelanggaran atas regulasi tersebut akan bermuara pada
sanksi baik Pidana ataupun administrative sesuai ketentuan
peraturan perundangan yang mengaturnya.
MUATAN PERDA DALAM UU 23/2014
Pasal 236
1) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas
Pembantuan, Daerah membentuk Perda.
2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan bersama kepala Daerah.
3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi
muatan:
a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan
b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda
dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
SANKSI PELANGGARAN PERDA DALAM UU 23/2014
Pasal 238
1) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
penegakan/pelaksanaan Perda seluruhnya atau sebagian kepada
pelanggar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang.
2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
3) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat
ancaman sanksi yang bersifat mengembalikan pada keadaan semula dan
sanksi administratif.
5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan; e. pencabutan sementara izin; f.
pencabutan tetap izin; g. denda administratif; dan/atau h. sanksi
administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

Undang-Undang
No. 23 Tahun 2014

Pasal 1. Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan
255 Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman,
serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
2. Satuan polisi pamong praja mempunyai kewenangan:
a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; dan
d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Perda dan/atau Perkada.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

Undang-Undang
No. 23 Tahun 2014

Pasal 1. Polisi pamong praja adalah jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang
256
penetapannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Polisi pamong praja diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan.
3. Polisi pamong praja harus mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis dan
fungsional.
4. Pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan oleh Kementerian.
5. Kementerian dalam melakukan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berkoordinasi dengan Kepolisian
Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung.
6. Polisi pamong praja yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai penyidik
pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan polisi pamong praja diatur dengan
peraturan pemerintah
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

Undang-Undang
No. 23 Tahun 2014

Pasal
1) Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda
257 dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditunjuk penyidik pegawai negeri sipil yang diberi tugas
untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas
ketentuan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum dan
berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat.
4) Penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda
dilakukan oleh penuntut umum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2018
TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
SATPOL PP MEMPUNYAI TUGAS

Menegakkan Perda dan Perkada;

Menyelenggarakan Ketertiban Umum


Dan Ketenteraman; Dan

Menyelenggarakan Pelindungan
Masyarakat.

Bab II Pasal 5
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT

FUNGSI SATPOL PP

a. penyusunan program penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan


ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan
masyarakat;

b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan


ketertiban umum dan ketenteraman umum dan ketenteraman serta
penyelenggaraan pelindungan masyarakat;

c. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan ketenteraman serta penyelenggaraan


pelindungan masyarakat dengan instansi terkait;

d. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum atas


pelaksanaan Perda dan Perkada; dan

e. pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh kepala


daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan


hukum yang mengganggu ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat;

KEWENANGAN
SATPOL PP c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga
melakukan pelanggaran atas Perda dan/ atau
Perkada; dan

d. melakukan tindakan administratif terhadap warga


masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada

Pasal 7
KEWENANGAN SATPOL PP

Pasal 8
1) Dalam melaksanakan penegakan Perda Satpol PP bertindak
selaku koordinator PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah.

2) Dalam melaksanakan penegakan Perda dan/atau Perkada


Satpol PP dapat berkoordinasi dengan Tentara Nasional
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
pengadilan yang berada di daerah provinsi/kabupaten/kota.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Menteri.
KEWENANGAN SATPOL PP
Pasal 9

1) Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda


dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditunjuk PPNS yang terdiri atas unsur PPNS Pol PP dan
PPNS perangkat daerah lainnya.
3) Penunjukan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh kepala Satpol PP.
4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dberi tugas untuk
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan
Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan,
5) PPNS sebagimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan
hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi
dengan penyidik kepolisian setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KEWENANGAN SATPOL PP

Pasal 10

1) Penyelenggran penegakan Perda dan Perkada oleh


Satpol PP dilaksanakan sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur dan Kode Etik.

2) Ketentuan Lebih Lanjut mengenai Standar Operasional


Prosedu dan Kode Etik diatur dalam Peraturan Menteri.
KEWENANGAN SATPOL PP
Pasal 11

1) Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda


dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditunjuk PPNS yang terdiri atas unsur PPNS Pol PP dan
PPNS perangkat daerah lainnya.
3) Penunjukan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh kepala Satpol PP.
4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dberi tugas untuk
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan
Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan,
5) PPNS sebagimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan
hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi
dengan penyidik kepolisian setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT

KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 25
1) Pembinaan teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf c dilakukan oleh kepala daerah kepada Satpol PP dalam
penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat.

2) Pembinaan teknis operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pembinaan etika profesi;
b. koordinasi Satpol PP;
c. pengembangan pengetahuan dan keterampilan;
d. manajemen penegakan Perda dan perkada;
e. peningkatan kualitas pelayanan Satpol PP; dan
f. peningkatan kapasitas kelembagaan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT

KOORDINASI

Pasal 28
(1) Kepala Satpol PP provinsi mengoordinasikan penegakan Perda
dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat
di kabupaten/kota.

2) Kepala Satpol PP kabupaten/kota berkoordinasi dengan camat,


dan/atau instansi terkait serta Satpol PP provinsi dalam
penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan
masyarakat.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT

Pembinaan, Pengawasan, Penghargaan, Dan Pelaporan.

Pasal 30
(1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada,
ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan
masyarakat yang dilaksanakan oleh Satpol PP dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pendanaan pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran
pendapatan dan belanja negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PENGRTIAN PERDA

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-


undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala
Daerah (gubernur atau bupati/walikota). Materi muatan
Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah
serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH TERDIRI DARI

1.Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi


tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh
DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama
Gubernur.
2.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di
kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah
Provinsi.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERUMUSAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH


(RAPERDA)

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau


kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang disiapkan
oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Draf Raperda pada
dasarnya adalah kerangka awal yang dipersiapkan untuk mengatasi
masalah sosial yang hendak diselesaikan.

Apapun jenis peraturan daerah yang akan dibentuk, maka rancangan


perda tersebut harus secara jelas mendiskripsikan tentang penataan
wewenang bagi lembaga pelaksana dan penataan perilaku bagi
masyarakat yang harus mematuhinya. Secara sederhana harus dapat
dijelaskan : siapa lembaga pelaksana aturan, kewenangan apa yang
diberikan padanya, perlu tidaknya dipisahkan antara organ pelaksana
peraturan dengan organ yang menetapkan sanksi atas ketidak patuhan,
persyaratan apa yang mengikat lembaga pelaksana, apa sanksi yang
dapat dijatuhkan kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan
wewenang.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERUMUSAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH


(RAPERDA)

Rumusan permasalahan pada masyarakat akan berkisar pada


siapa yang berperilaku bermasalah, jenis pengaturan apa yang
proporsional untuk mengendalikan perilaku bermasalah tersebut,
jenis sanksi yang akan dipergunakan untuk memaksakan
kepatuhan. Kerangka berfikir di atas, akan menghasilkan sebuah
draf tentang penataan kelembagaan yang menjadi pelaksana.
Pada tingkat Kab/Kota, harus sudah dapat dijelaskan,
dinas/kantor mana yang akan bertanggungjawab melaksanakan
perda tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Penataan
wewenang juga akan menghasilkan herarkhi kewenangan
lembaga pelaksana dan lingkup tanggungjawab yang melekat
padanya.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERUMUSAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH


(RAPERDA)

Misalnya Wewenang menandatangani ijin ada pada Bupati, tetapi


lembaga yang memproses adalah Dinas, atau Kepala Dinas berwenang
mengeluarkan ijin atas nama Bupati dsb. Penataan jenis perilaku akan
menghasilkan, perda tentang larangan atau ijin dan perda tentang
kewajiban melakukan hal tertentu atau dispensasi.

Drafter harus menjelaskan pilihan tentang norma kelakuan yang


dipilihnya dengan tujuan yang hendak dicapai. Norma larangan akan
menghasilkan bentuk pengaturan yang rinci tentang perbuatan yang
dilarang. Jika menginginkan ada perkecualian, maka dirumuskan pula
norma ijin. Konsekwensinya adalah merumuskan sistem dan syarat
perijinannya.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PEMBAHASAN RANCANGAN PERATURAN


DAERAH (RAPERDA)

Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur


atau bupati/walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-
tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD
yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna. Terdapat
dua tahap penting pembahasan draf raperda, yaitu pada lingkup tim
teknis eksekutif dan pembahasan bersama dengan DPRD.

Pembahasan pada tim teknis, adalah pembahasan yang lebih


merepresentasi pada kepentingan eksekutif. Oleh UU tentang perundang-
undangan, diwajibkan bagi pemerintah untuk memberi kesempatan
kepada semua masyarakat berpartisipasi aktif baik secara lisan maupun
tulisan (Pasal 53). Pembahasan pada lingkup DPRD sangat sarat dengan
kepentingan politis masing-masing fraksi.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PEMBAHASAN RANCANGAN PERATURAN


DAERAH (RAPERDA)

Tim kerja di lembaga legislative dilakukan oleh komisi ( A s/d E) yang


menjadi counterpart eksekutif. Pembahasan di DPRD biasanya diformat
dengan tahapan, Pengantar Eksekutif pada sidang Paripurna Dewan,
Pemandangan Umum Fraksi, Pembahasan dalam PANSUS (jika
diperlukan), Catatan akhir Fraksi, Persetujuan anggota DPRD terhadap
draf raperda.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PENGESAHAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH


(RAPERDA)

Pandangan sosiologi hukum dan psikologi hukum, menganjurkan agar


tahapan penyebarluasan (sosialisasi) perda harus dilakukan. Hal ini
diperlukan agar terjadi komunikasi hukum antara perda dengan
masyarakat yang harus patuh. Pola ini diperlukan agar terjadi
internalisasi nilai atau norma yang diatur dalam perda sehingga ada
tahap pemahaman dan kesadaran untuk mematuhinya.

Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu
palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut
disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani
dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD
dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak
Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur
atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan
wajib diundangkan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas


pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
• kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
• kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan
dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
• kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-
undangan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

• dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan


perundang-undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
yuridis maupun sosiologis.
• kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
• kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata
atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
• keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-
undangan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Materi muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai berikut:


1. asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.
2. asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
3. asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan)
dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
4. asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

5. asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa


memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi
muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila.
6. asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan,
kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah
masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
7. asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara
tanpa kecuali.
8. asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi
muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan,
gender atau status sosial.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

9. asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan


Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan adanya kepastian hukum.
10. asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi
muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan
keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara.
11. asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan


keunggulan lokal /daerah, sehingga mempunyai daya saing dalam
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat daerahnya. Prinsip
dalam menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme
APBD, namun demikian untuk mencapai tujuan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat daerah bukan hanya melalui mekanisme
tersebut tetapi juga dengan meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan potensi dan keunggulan lokal/daerah, memberikan
insentif (kemudahan dalam perijinan, mengurangi beban Pajak Daerah),
sehingga dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang di daerahnya dan
memberikan peluang menampung tenaga kerja dan meningkatkan PDRB
masyarakat daerahnya.
TAHAPAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam Program Legislasi Daerah. Program Legislasi Daerah yang
1. PERENCANAAN selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis.

Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur.
6.
PENYEBARLUASAN
2. PENYUSUNAN Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud disertai dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau Naskah Akademik. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai: a.
Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah Provinsi; b. pencabutan Peraturan Daerah Provinsi; atau c.
Perubahan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya sebatas mengubah beberapa materi, disertai dengan
keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
PERDA

Pembahasan. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama
Kepala Daerah. Pembahasan bersama tersebut dilakukan melalui tingkat-tingkat
5. PENGUNDANGAN 3. PEMBAHASAN pembicaraan,yang dilakukan dalam rapat: komisi, panitia, alat kelengkapan DPRD yang khusus
menangani bidang legislasi, dan paripurna. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembahasan Ranperda diatur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

4. PENGESAHAN
ATAU PENETAPAN
Pengesahan atau Penetapan. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah
disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Penyampaian
Ranperda tersebut dilakukan paling lama 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Ranperda tersebut ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk menjadi Peraturan Daerah dengan membubuhkan tanda tangan dan dalam jangka waktu paling
lama 30 hari sejak Ranperda disetujui bersama. Dalam jangka waktu 30 hari Kepala Daerah tidak menandatangani
Ranperda yang sudah disetujui bersama, maka Ranperda tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib
diundangkan.

Pengundangan. Peraturan Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) diundangkan dalam Lembaran Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Peraturan Gubernur dan Peraturan
Bupati/Walikota diundangkan dalam Berita Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah
dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali
ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Penyebarluasan. Penyebarluasan dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sejak penyusunan Prolegda, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah,
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, hingga Pengundangan Peraturan Daerah. Penyebarluasan dilakukan untuk dapat memberikan informasi dan/atau
memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN
DIREKTORAT POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

Permendagri No. 3 Tahun 2019


Tentang PPNS di Lingkungan
Pemda

Permendagri No. 17 Tahun 2019


Tentang Pemenuhan Hak PNS,
Penyediaan Sarana dan Prasarana
Minimal, Pembinaan teknis Ops, dan
Penghargaan Satpol PP

PP No. 16 Tahun 2018


Tentang Satpol PP Permendagri No. 32 Tahun 2019
Tentang Pelaksanaan Tugas
Pembinaan Jabatan Fungsional
Pol PP

Permendagri No. 7 Tahun 2020


Tentang Pedoman Perhitungan
Formasi Jabatan Fungsional Pol PP

Permendagri No. 26 Tahun 2020


Tentang Penyelenggaraan
Tibumtranmas & Linmas
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2019
TENTANG
PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH
RUANG LINGKUP PERMENDAGRI 3/2019 PPNS DI LINGKUP
PEMERINTAH DAERAH

RUANG LINGKUP TUGAS DAN


PERMENDAGRI WEWENANG
PPNS

SEKRETARIAT
PPNS

PAKAIAN & ADMINISTRASI


ATRIBUT PPNS PEMBERKASAN
TUGAS DAN WEWENAG PPNS
PASAL 2

(1) Dalam melaksanakan penegakan Perda, Satpol PP


bertindak selaku koordinator PPNS di lingkungan
Pemerintah Daerah.
(2) Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda
dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dapat ditunjuk PPNS yang terdiri atas unsur
PPNS Pol PP dan PPNS perangkat daerah lainnya.
(4) Penunjukan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), dilakukan oleh Kepala Satpol PP.
TUGAS DAN WEWENAG PPNS
PASAL 2

(5) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diberi


tugas untuk melakukan penyidikan terhadap
pelanggaran atas ketentuan Perda sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut
umum dan berkoordinasi dengan penyidik Polisi
Negara Republik Indonesia setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
TUGAS DAN WEWENAG PPNS
PASAL 3

Tugas untuk melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 2 ayat (5), meliputi bentuk kegiatan, rencana
penyidikan, pengorganisasian, pelaksanaan penyidikan dan
pengendalian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
WEWENANG PPNS
Ps. 4

MENERIMA LAPORAN ATAU PENGADUAN

MELAKUKAN TINDAKAN PERTAMA PADA SAAT DI TEMPAT KEJADIAN

MENYURUH BERHENTI SEORANG TERSANGKA DAN MEMERIKSA TANDA PENGENAL

MELAKUKAN PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN

MELAKUKAN PEMERIKSAAN DAN PENYITAAN SURAT

MENGAMBIL SIDIK JARI DAN MEMOTRET SESEORANG

MEMANGGIL ORANG UTK DIDENGAR DAN DIPERIKSA SBG TERSANGKA ATAU SAKSI
MENDATANGKAN ORANG AHLI YG DIPERLUKAN DLM HUB DG PEMERIKSAAN
PERKARA
MENGADAKAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
SEKRETARIAT PPNS
• Untuk mewadahi keberadaan
PPNS yang berada pada Satpol
PP dan perangkat daerah
lainnya, perlu dibentuk
sekretariat PPNS yang
berkedudukan di Satpol PP.

• Sekretariat PPNS ditetapkan


dengan Keputusan Kepala
Daerah.
Pasal 8
PP 16 Tahun 2018
Satpol PP

Dalam
melaksanakan
penegakan Perda
Satpol PP PASAL 6
SEKRETARIAT
bertindak selaku PERMEN
koordinator PPNS di PPNS
DAGRI
lingkungan
Pemerintah Daerah.
STRUKTUR SEKRETARIAT PPNS
GUB/BUP/
PEMBINA WALIKOTA

SEKDA
PENGARAH

KETUA KASAT POL PP


SEKRETARIS SAT
SEKRETARIS
POL PP
KOORDINATOR KABID GAKDA
OPERESIONAL
KORWAS PPNS
KOORDINATOR POLDA/POLRES
TEKNIS PENYIDIKAN
•Ka. OPD
•KARO HUKUM
ANGGOTA •PPNS di lingkungan Pemda
TUGAS SEKRETARIAT
PPNS

MELAKUKAN KOORDINASI, FASILITASI, MONEV PADA KEGIATAN


PENYIDIKAN, OPERASIONAL PENYIDIKAN PENEGAKAN PERDA DAN
UNDANG-UNDANG

MELAKUKAN PENDATAAN PPNS

MENYUSUN PEDOMAN OPERASIONAL PENYIDIKAN, TEKNIS PENYIDIKAN DAN


ADMINISTRASI PENYIDIKAN BAGI PPNS

MEMBERIKAN REKOMENDASI KEPADA KEPALA DAERAH DALAM MENYUSUN


PERDA TERKAIT DENGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PELANGGARAN
PERDA DAN UNDANG-UNDANG
TUGAS SEKRETARIAT
PPNS

MEMBERIKAN REKOMENDASI KEPADA KEPALA DAERAH TERKAIT


KEBUTUHAN PPNS DI DAERAH BERDASARKAN LUAS DAERAH, TINGKAT
KERAWANAN, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI DAERAH

MELAKUKAN KOORDINASI DENGAN INSTANSI PENEGAK HUKUM LAINNYA

MEMFASILITASI ADMINISTRASI PPNS

MENYAMPAIKAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SECARA BERKALA


KEPADA KEPALA DAERAH DALAM WAKTU 6 (ENAM) BULAN SEKALI
ADMINISTRASI
PENYIDIKAN PPNS
Kegiatan
penatausahaan
penyidikan untuk
menjamin ketertiban,
keseragaman dan
kelancaran penyidikan.
Bentuk kegiatan dalam proses penyidikan

1. PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN;


2. PEMANGGILAN;
3. PENANGKAPAN;
4. PENAHANAN;
5. PENGGELEDAHAN;
6. PENYITAAN;
7. PEMERIKSAAN;
8. BANTUAN HUKUM;
9. PENYELESAIAN BERKAS PERKARA;
10. PELIMPAHAN PERKARA;
11. PENGHENTIAN PENYIDIKAN;
12. ADMINISTRASI PENYIDIKAN; DAN
13. PELIMPAHAN PENYIDIKAN.
URUTAN KEGIATAN PENYIDIKAN DISESUAIKAN
DENGAN SITUASI KASUS YANG SEDANG
DILAKUKAN PENYIDIKAN.

PROSES PENYIDIKAN DILAKSANAKAN DENGAN


KETENTUAN TIDAK BOLEH DILIMPAHKAN KEPADA
PETUGAS LAIN YANG BUKAN PPNS LAINNYA YANG
TIDAK TERCANTUM DALAM SURAT PERINTAH
PENYIDIKAN.

ADMINISTRASI PENYIDIKAN DIGUNAKAN OLEH


PPNS SESUAI DENGAN KEBUTUHAN.
ADMINISTRASI
PENYIDIKAN PPNS

Pemeriksaan Cepat

Pemeriksaan Singkat
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN

Penyidik Perkara Pidana

PPNS Perda

PPNS
PPNS Undang-
Penyidik
Undang
Polisi
PENINDAKAN
NON YUSTISI DAN YUSTISI
Tindakan Penertiban Non Yustisi
Tindakan yang dilakukan oleh Pol PP dalam rangka menjaga dan/atau
memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap
pelanggaran Perda dan/atau Perkada dengan cara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses
peradilan.

Tindakan Penertiban Yustisi


Tindakan Penertiban Yustisi sebagai upaya penegakan hukum yang
dilakukan oleh penegak hukum dengan menggunakan sistem peradilan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang memiliki kewenangan
Kepolisian terbatas sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.
Mekanisme penegakan secara yustisial oleh PPNS di lingkungan Satpol
PP dapat dilakukan dalam lingkup acara tindak pidana ringan (tipiring)
dengan aturan sanksi 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) bulan kurungan
dan denda maksimal Rp. 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah).
ACARA PEMERIKSAAN CEPAT

Acara pemeriksaan cepat sebagaimana, merupakan tindak pidana


ringan yang perkaranya diancam dengan pidana penjara atau
kurungan paling lama tiga bulan dan atau pidana denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT

Acara pemeriksaan singkat, merupakan pelanggaran yang


tidak termasuk acara pemeriksaan cepat dan memuat
ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
PELAKSANAAN PENEGAKAN
PERDA DAN PERKADA
PERDA

SANKSI PIDANA SAKSI ADMINISTRASI

YUSTISI NON YUSTISI


PENCABUTAN IZIN
PEMBUBARAN
PENGAWASAN
UU NO 12 / 2011
PEMBERHENTIAN
UU NO. 23 / 2014 SEMENTARA
DENDA ADMINISTRATIF
DAYA PAKSA POLISIONAL
TEGURAN LISAN
TEGURAN TERTULIS
PENEGAKAN PERDA
PERMENDAGRI 54/2011 TTG SOP
SATPOL PP

Melakukan Pengarahan kepada masyarakat dan badan hukum


RUANG LINGKUP

yang melanggar peraturan daerah


Melakukan Pembinaan dan atau Sosialisasi kepada masyarakat
dan badan Hukum 1
Prefentif Non Yustisial
Penindakan Yustisial

MEMPUNYAI LANDASAN HUKUM


TIDAK MELANGGAR HAM

KETENTUAN
2 DILAKSANAKAN SESUAI PROSEDUR

UMUM
TIDAK MENIMBULKAN KORBAN/
KERUGIAN PADA PIHAK MANAPUN

Pengarahan agar masyarakat dan badan hukum mentaati 3


dan mematuhi peraturan daerah
PENINDAKAN PREVENTIF NON YUSTISIAL
Tindakan Yang Dilakukan Oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

Melakukan pendekatan Kepada


Masyarakat dan Badan hukum yang
melanggar peraturan daerah.

Pembinaan perorangan dilakukan dengan cara


mendatangi kepada masyarakat dan badan hukum
yang melanggar peraturan daerah untuk diberitahu,
4 pengarahan dan pembinaan arti pentingnya
kesadaran dan kepatuhan terhadap peraturan daerah
dan keputusan kepala daerah.

Pembinaan Kelompok dilakukan dengan cara


mengundang/mengumpulkan kepada masyarakat dan badan
hukum yang melanggar peraturan daerah untuk diberikan
pengarahan dan pembinaan, arti pentingnya kesadaran dan
kepatuhan terhadap peraturan daerah dan keputusan kepala
daerah
PENINDAKAN PREVENTIF NON YUSTISIAL

Penindakan terhadap para pelanggar


Tindakan yang dilakukan oleh Satuan polisi Pamong Praja

Peraturan Daerah, terlebih dahulu


menandatangani surat pernyataan bersedia
dan sanggup mentaati dan mematuhi serta 5
melaksanakan dalam waktu 7 hari terhitung
sejak penadatatanganan surat pernyataan.

Apabila tidak melaksanakan dan atau mengingkari syarat pernyataan,


maka akan dberikan :
1. Surat teguran pertama, dengan tegang waktu 3 (tiga) hari;
2. Surat teguran kedua dengan tegang waktu 2 (dua) hari;
3. Surat teguran ketiga, dengan tegang waktu 1 (satu) hari.

Apabila tidak melaksanakan dan atau menginkari surat


teguran tersebut, akan dilaporkan kepada Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk dilakukan proses
sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
PENINDAKAN PREVENTIF YUSTISIAL

6
PPNS

Dilaksanakan oleh PPNS setelah diketahui bahwa suatu


peristiwa yang terjadi merupakan pelanggaran Peraturan
Daerah yang termasuk dalam lingkup tugas dan wewenang
sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya dalam wilayah kerjanya.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DITJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN

Acara Pemeriksaan dalam Penyidikan


Acara Pemeriksaan Cepat Acara Pemeriksaan Singkat Acara Pemeriksaan Biasa
(APC) (APS) (APB)

● Kurungan Paling Lama 3 ● Kurungan Paling Lama 6 ● Tindak Pidana yang penrapan
Bulan Bulan hukumnya tidak mudah, serta
● Denda Paling Besar ● Denda Paling Besar sifat melawan hukumnya
7.500.000 50.000.000 tidak sederhana
● Diatur Pasal 205 s/d 210 ● Diatur dalam Pasal 203 dan
KUHAP 204 KUHAP ● Diatur dalam Pasal 152 s/d
202 KUHAP
● JPU Hadir
● JPU Tidak Hadir
● Pelanggaran Tindak Pidana
● Pelanggaran Tindak Pidana Sedehana yang Penerapan
Ringan dan Sangat Hukum Mudah
Sederhana
PEMBINAAN PPNS

Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi


Kewilayahan melakukan Pembinaan PPNS di daerah
Provinsi.
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan Pembinaan
PPNS di daerah kabupaten/kota.
Gubernur sebagai kepala daerah melaksanakan
pembinaan PPNS di daerah Provinsi dan bupati/wali kota
melaksanakan pembinaan PPNS di daerah
kabupaten/kota.

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


sampai dengan ayat (3), dalam bentuk antara lain
fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan,
penelitian dan pengembangan.
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 20

(1) Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi


Kewilayahan melakukan monitoring dan evaluasi PPNS
di daerah Provinsi.

(2) Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melakukan


monitoring dan evaluasi PPNS di daerah
kabupaten/kota.
PERMASALAHAN YG SERING DIHADAPI
PEJABAT PPNS
Pasal 13
Mutasi Pejabat PPNS dapat dilakukan dalam hal
PERSONEL terjadi:
a. perubahan struktur organisasi perangkat daerah;
b.Mutasi Pejabat PPNS dari satu instansi ke instansi
yang lain;
c. Mutasi Pejabat PPNS dari satu unit ke unit lain
MEMENUHI
dalam lingkungan pemerintah daerah yang dasar
SYARAT DIKLAT hukum kewenangannya berbeda; atau
PPNS d.Mutasi jabatan atau wilayah kerja Pejabat PPNS,
yang dasar hukum kewenangannya sama.

MENGIKUTI Pasal 14
(1) Kepala Daerah dapat melakukan mutasi Pejabat
DIKLAT
PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
untuk jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun
terhitung sejak dilantik sebagai pejabat PPNS.
(2) Jangka waktu sebagaimana pd ayat (1) tdk
DIMUTASI berlaku thd pejabat PPNS yg dipromosikan
PAKAIAN DINAS PPNS PRIA
Kemeja putih lengan pendek, bersaku dua dengan tutup kanan
kiri atas, baju dikeluarkan, celana panjang hitam dan sepatu
hitam (digunakan pada saat melakukan pemeriksaan)
PAKAIAN DINAS PPNS PRIA
Kemeja putih lengan panjang, berdasi merah, celana
panjang hitam dan sepatu hitam (digunakan pada saat
Persidangan dan acara resmi)
PAKAIAN DINAS PPNS WANITA
Kemeja putih lengan pendek, bersaku dua dengan tutup kanan
kiri atas, baju dikeluarkan, celana panjang hitam dan sepatu
hitam (digunakan pada saat melakukan pemeriksaan)
PAKAIAN DINAS PPNS WANITA
Kemeja putih lengan panjang, berdasi merah, celana
panjang hitam dan sepatu hitam (digunakan pada saat
Persidangan dan acara resmi)
TERIMA KASIH
.... .
Drs. Yusri Tahir, M.Si
081315151618
yusritahir@gmail.com
Kementerian Dalam Negeri, Gd. H Lantai 4
Jl. Medan Merdeka Utara No. 7, Jakpus.

Anda mungkin juga menyukai