Anda di halaman 1dari 11

Pengertian Landasan Pendidikan Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan

tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi. Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan. Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

Jenis-jenis Landasan Pendidikan Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya kita dapat mengidentifikasi jenis landasan pendidikan menjadi: 1. Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. 2. Landasan filosofis pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. 3. Landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau landasan faktual pendidikan. 4. Landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

Fungsi Landasan Pendidikan Misi utama mata kuliah landasan-landasan pendidikan dalam pendidikan tenaga kependidikan tidak tertuju kepada pengembangan aspek keterampilan khusus mengenai pendidikan sesuai spesialisasi jurusan atau program pendidikan, melainkan tertuju kepada pengembangan wawasan kependidikan, yaitu berkenaan dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya. Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih dan diadopsi oleh seseorang tenaga kependidikan akan berfungsi memberikan dasar rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, fungsi landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

FILSAFAT DAN HAKEKAT MANUSIA (sebuah pengantar)


JIKA kita mendengar kata filsafat maka konotasi kita akan segera pada sesuatu yang besifat prinsip yang juga sering dikaitkan pada pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar (Zuhairini, 1991: 3). Pada hakekatnya semua yang ada di alam ini sudah sejak awal menjadi pemikiran dan teka-teki yang tak habis-habisnya diselidiki dan inilah yang menjadi fundamen timbulnya filsafat. Jadi, filsafat adalah hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahani secara radikal, integral dan universal tentang hakikat sarwa yang ada (hakekat Tuhan, alam dan hakekat manusia), serta sikap manusia termasuk sebagai konsekwensinya dari pemahamannya tersebut (Anshari, 19984: 12), dan manusia tentu mempersoalkan dirinya sendiri, bahkan boleh dikatakan ia adalah teka-teki bagai dirinya sendiri, siapakah sebenarnya aku ini ? (Salam, 1988:12) Kalau demikian maka jelaslah bahwa hal ini memerlukan perenungan yang mendalam dan meng-asas pada usaha akal dan pekerjaan pikiran manusia. Karenanya filsafat-lah yang bertugas untuk mencari jawaban dengan cara ilmiah, obyektif, memberikan pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada akal budi manusia. Karenanya filsafat itu timbul dari kodrat manusia. Manusia mempunyai keistimewahan dari makhluk-makhluk yang lain, ia diciptakan oleh Allah SWT begitu sempurna dan kesempurnaan ini manusia dapat meningkatkan kehidupannya. Dengan berpikir atau bernalar, merupakan satu bentuk kegiatan akan manusia melalui pengetahuan yang kita terima melalui panca indra diolag dan ditunjukan untuk diri sendiri dengan manifestasinya, ialah mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis,

menunjukan alasan-asalan, membuktukan sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pemikiran, mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan lain-lain (Salam, 1988:1). Sesuai dengan makna filsafat, yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, maka berfilosofis memerlukan suatu ilmu dalam mewujudkan pemahaman tersebut. PEMBAHASAN
ARTI KATA FILSAFAT Sebagai manusia yang dibekali akal untuk berpikir dan mencari ilmu pengetahuan. Makin banyak manusia tahu, makin banyak pertanyaan timbul, tentang dia sendiri, tentang nasibnya, tentang kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Sikap ini sudah menghasilkan pengetahuan yang sangat luas, yang secara metodis dan sistematis dibagi atas banyak jenis ilmu. Namun, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sejumlah pertanyaan masih tetap terbuka dan sama aktualnya seperti pada ribuan tahun yang lalu.

Pertanyaan-pertanyaan tentang asal dan tujuan, tentang hidup dan kematian, tentang hakekat manusia, tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan pertanyaanpertanyaan ini mungkin juga tidak pernah terjawab oleh filsafat. Namun, berfilsafat adalah tempat di mana pertanyaan-pertanyaan ini dikumpulkan, diterangkan dan diteruskan. Berfilsafat adalah suatu ilmu tanpa batas. Filsafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa-apa yang menarik perhatian manusia. Selanjutnya mengenai arti kata filsafat itu sendiri : Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani dan berarti cinta-akan hikmat atau cinta akan ilmu pengetahuan. Seseorang filsafat adalah seorang pecinta , pencari (philos). Hikmat atau pengetahuan (sophia). Kata philosophos diciptakan untuk menekankan sesuatu. Pemikir-pemikir Yunani Pythagoras (582-496) dan Plato (428-348). (Harri Hamersma, 1992 : 10) ASAL FILSAFAT
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat: keheranan, kesangsian dan kesedaran keterbatasan. (Harri Hamersma, 1992 : 11)

Keheranan: Banyak filsafat menunjukan rasa heran (dalam bahasa Yunani: Thaumasia) sebagai asal filsafat. Plato umpamanya mengatakan : Mata kita memberikan pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan untuk menyelidiki dan dari penyelidikan ini berasal dari fisafat. Kesangsian : Filsafat-filsafat lain, seperti umpamanya Agustinus (354-430) dan Poscartes (1596-1650) menunjukan sebagai kesangsian sebagai sumber utama pemikiran. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia ditipu oleh panca indranya lalu ia heran? Apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat ? Di mana dapat menemuka kepastian ? Karena dunia ini

penuh dengan macam-macam pendapat, keyakinan dan interpretasi. Sikap ini sikap skeptis (dari kata Yunani Skepsis, penyelidikan). Sangat berguna untuk mengemukakan satu titik pangkal yang tidak diragukan lagi titik pangkal ini dapat berfungsi sebagai dasar untuk semua pengetahuan lebih lanjut Kesadaran akan keterbatasan : Filsafat-filsafat lain juga mengatakan bahwa manusia mulai berfilsafat kalau ia menyadari betapa kecil dan lemah ia, dibandingka dengan alam semesta sekelilingnya. BEBERAPA TOKOH FILSAFAT
Socrates (469 399 SM) Pandangan Socrates yang terpenting adalah pada diri setiap manusia terdapat jawaban mengenai beberapa persoalan dalam dunia nyata. Hanya saja dari kebanyakan manusia tidak menyadari bahwa dalam dirinya terdapat jawaban dari berbagai persoalan yang dihadapinya. Karena itu, diperlukan orang lain yang membantu atau ikut mendorong menggunakan ide-ide atau jawaban yang masih terpendam itu. Dan untuk diperlukan metode tanya jawab yang disebut metode sokratis (socratis mothod) yang akan menimbulkan pengertian yang disebut maieutics (menarik keluar seperti bidan).

Plato (427 347 SM)


Plato adalah murid setia Socrates. Ia menyatakan bahwa dunia kejiwaan berisi ideide yang berdiri sendiri dan terlepas dari pangalaman-pengalaman hidup sehari-hari. pada orang dewasa dan intelektual, orang dapat membedakan antara jiwa dan badan, namun pada anak-anak jiwa masih tercampur dengan badan belum dapat dipisahkan ide dari benda-benda konkret. Jiwa yang berisi ide-ide ini oleh Plato diberi nama Psyche yang terdiri dari tiga bagian (trichotomi), yaitu:

Berpikir (logistion), berpusat di otak.


Berkehendak (thumeticon), berpusat di dada. Berkeinginan (abdomen), berpusat di perut. Psyche yang terdiri dari tiga bagian berhubungan dengan pembagian kelas dalam masyarakat. Dalam bukunya Republik, Plato mengatakan bahwa masyarakat terbagi atas tiga kelas, yaitu :

Filsuf, berfungsi berpikir dalam masyarakat.


Serdadu, berfungsi berperan untuk memenuhi berbagai dorongan dan kehendak masyarakat terhadap bangsa lain.

Pekerja, berfungsi bekerja untuk memenuhi keinginan-keinginan masyarakat akan pakaian, makanan, dan sebagainya, guna memenuhi kebutuhan seharihari. Selain itu, Plato juga berpaham determinisme dan nativisme dengan berkeyakinan bahwa setiap orang sudah ditetapkan status dan kedudukannya

kelak dalam masyarakat sejak lahir. Manusia mempunyai kekhususan tersendiri dan tidak sama, dengan demikian Plato dapat pula dikatakan sebagai tokoh pemula dari paham individual difference (manusia berbeda dengan manusia lainnya). Ia juga merupakan seorang rasionalis yang lebih mementingkan rasio (akal) daripada fungsi-fungsi jiwa lainnya. Aristoteles (384 322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato yang terkenal dengan pemikiran yang berbeda dengan gurunya. Ia berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang berbentuk kejiwaan (form) harus menempati wujud tertentu (matter). Wujud ini pada hakikatnya merupakan ekspresi dari jiwa. Hanya Tuhanlah yang tak terwujud, Tuhan adalah From saja, tanpa matter. Dengan pandangannya ini Aritoteles sering disebut penganut empirisme ia juga disebut sebagai Bapak Psikologi karena berpendapat bahwa segala sesuatu harus tertitik tolak dari satu realita, yaitu matter dan pengalaman empiris merupakan sumber utama dari pengetahuan. (Abdul Rahmat Shaleh-Muhbib Abdul Wahab, 2004 : 10)

TEORI KEBENARAN MENURUT PANDANGAN FILSAFAT DALAM BIDANG ONTOLOGIS, EPISTIMOLOGIS DAN AKSIOLOGI Ontologi
Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika yang juga disebut dengan Protofilsafat atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasannya adalah Hakekat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi atau segala sesuatu yang ada dibumi dengan tenaga-tenaga yang di langit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala dan surga.

Bramel menjelaskan bahwa interpretasi tentang satu realitas itu dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat menganai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah meja itu subtansi dengan kualitas materi. Itulah yang dimaksud dari setiap orang bahwa meja itu suatu realitas yang konkrit. (kebenaran adalah kenyataan karena kenyataan mendekatkan pada kebenaran dan bisa ditangkap oleh panca indra) Jadi realitas yang dibahas pada ontologis ini dipergunakan untuk membedakan apa yang hanya nampak saja atau nyata, sebagai contoh, sebuah tongkat yang lurus, menurut perasaan kita masih lurus bila diceburkan ke air menurut penglihatan tongkat itu bengkok dan setelah diangkat tongaktnya itu kembali lurus. Untuk mengetahui relitas semesta ini di dalam ruang lingkup ontologi secara jelas, disini dibedakan antara metafisika dengan kosmologi: Ontologi, secara etimologi yang berarti di balik atau dibelakang fisika, maka yang diselidiki adalah hakekat realita menjangkau sesuatu dibalik realita karena metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.

Kosmologi tentang realita. Kosmos yakni tentang keseluruhan sistem semesta raya dan kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisika yang material dalam memperkaya kepribadian manusia di dunia tidaklah di alam raya dan isinya. Dalam arti sebagai pangalaman sehari-hari akan tetapi suatu yang luas, realita fisi spiritual yang tetap dinamis. Di dalam pendidikan, pandangan ontologi secara praktis akan menjadi masalah yang utama. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak, baik di masyarakat maupun di sekolah selalu dihadapi relaita, obyek pengalaman; benda mati, benda hidup dan sebagainya. Membimbing dan membina kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita itu, adalah tahap pertama, sebagai stimulasi untuk meyelami kebenaran itu. Secara sistematis anak-anak telah dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran itu. Kewajiban pendidik melalui latar belakang ontologis ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis. Implikasi manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari, malainkan sesuatu yang tak terbatas. Epistemologi
Epistemologi pertama kali dipakai oleh J.F. Ferier di abad 19 di dalam Institut of metaphisics (1854). Pencipta sesungguhnya adalah Plato sebab beliau telah berusaha membahas pertanyan dasar, seperti apakah panca indra dapat memberikan pengetahuan, dapatkah akal menyediakan pengetahuan. The Encyclopedia of Philosophi mendefinisikan epistemologi sebagai cabanga filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan praanggapan-pra-anggapan dan dasar-dasarnya serta realitas umum, dari tuntunan akan pengetahuan sebenarnya. Epistemologi ini adalah nama lain dari logika meterial atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran manusia yakni pengetahuan (Dardini, 1986: 18). Sementara itu, Bramedl mendefinisikan epistemologi It is epistemologi that gives the teacher the assurance that he is conveying the truht to his student. Artinya Epistemologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada muri-muridnya.

Definisi lain, epistemologi ialah studi tentang pengetahuan, bagaimana kita mengetahui tentang benda-benda. (mengetahui sesuatu kerena ada penyebabnya atau alasannya). Untuk lebih jelas pengertian tentang epistemologi ini ada beberapa contoh peryataan-peryataan, yang menggunakan kata tahu dan mengandung pengertian yang berbeda-beda baik sumbernya maupun validitasnya. Kau tak dapat mempermainkan saya, karena saya tahu siapa yang mempermainkan dan yang tidak mempermainkan. Tentu saja saya tahu ia sakit, kerena saya melihatnya. Percayalah saya tahu apa yang saya bicarakan.

Kami tahu mobilnya baru, karena baru kemarin kami menaikinya (Ali, 1990:50) Aksiologi
Aksiologi, yaitu suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld membedakan tiga bagian di dalam aksiologi, yaitu: Moral Conduct, tindakan moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika. Esthetic Expression, ekspresi keindahan; yang melahirkan estetika. Socio-political Life, kehidupan sosial-politik, bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosiopolitik (Syam, 1986:34-36).

Nilai dan implikasi aksiologi ialah menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian manusia. Kerena untuk mengatakan sesuatu itu bernilai baik, bukanlah suatu yang mudah. Apa lagi menilai dalam arti yang mendalam untuk membina dalam kepribadian ideal. Berikut ini beberapa contoh yang dapat kita pergunakan untuk menilai seseorang itu baik, yaitu: Baiklah, Bu. Saya akan selalu baik dan taat kepada ibu ! Nak, bukankah ini bacaan yang baik untukmu ? Baiklah Pak, aku akan mengamalkan ilmuku ! Dengan contoh-contoh di atas, kita dapat memahami baik itu secara komprehensif, karena dimasyarakat kita nila-nilai itu sedemikain terintegrasi dan berintegrasi. PANDANGAN FILSAFAT TENTANG HAKEKAT MANUSIA
Ilmu yang mempelajari tentang hakekat mansia disebut Antropologi Filsafat. Hakikat berarti adanya berbicara menganai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.

Aliran Serba Zat


Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada, itu hanyalah zat materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.

Aliran Serba Ruh


Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh di atas dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, peubahan atau

penjelmaan dari ruh (Gazalba, 1992: 288). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada meteri. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya.

Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan. Aliran Dualisme
Aliran ini menggangap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani. Keduanya subtansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak bersal dari ruh dan tidak bersal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasad dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling mempengaruhi.

Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafatr modern berpikir tentang hakikat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu, yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Di sini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi itu sendiri didunia ini.

Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah subtansi alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah, dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam material. Pendirian Islam bahwa manusia terdiri dari subtansi, yaitu meteri dari ilmu dan ruh yang berasal dari Tuhan, maka hakikat pada manusia adalah ruh sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja, tanpa kedua subtansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.

1.1. Hakekat Manusia dengan dimensi-dimensinya Untuk memahami hakekat manusia berturut2 dibahas beberapa pengertian berdasarkan: Pandangan berbagai agama, filsafat kuno maupun modern, terutama menurut pandangan filsafat Pancasila. Pandangan para pakar biologi, psikologi dan perdagogi. Dimensi keindividuan, kesosiialan, kesusilaan dan keberagamaan manusia Dimensi-dimensi Manusia 1.1.1. Dimensi keindividuan

Manusia adalah mahluk monodualis ciptaan Tuhan yang dikaruniai status sebagai Khalifah Allah di atas bumi. Bayi dianugerahi keadaan jasmani yang lemah tetapi memiliki potensi-potensi jasmaniah berupa konstruksi tubuh lengkap serta rokhaniah berupa daya cipta, rasa, karsa, intuisi, bakat. Faktor-faktor potensi bawaan inilah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainya yg bersifat unik yang dapat berkembang dengan adanya pengaruh lingkungan. 1.1.2. Dimensi kesosialan Manusia disamping mahluk mono-dualis sekaligus mahluk mono-pluralis. Manusia dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu dengan adat kebudayaan tertentu pula. Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat. Manusia dan masyarakat merupakan realitas yang saling memajukan & saling memperkembangkan. Manusia pada dasarnya memiliki dimensi kesosialan. 1.1.3. Dimensi kesusilaan Manusia dengan kemampuan akalnya memungkinkan untuk menentukan sesuatu manakah yang baik dan manakah yang buruk, manakah yang pantas dan manakah yang tidak pantas. Dengan pertimbangan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya memungkinkan manusia untuk berbuat dan bertindak secara susila. 1.1.4. Dimensi keberagamaan

Manusia

adalah

mahluk

religius

yang

dianugerahi

ajaran-ajaran

yg

dipercayainya yang didapatkan melalui bimbingan nabi demi kemaslahatan dan keselamatannya. Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing. Pemahaman agama diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi, komitmen aktif & praktek ritual. Manusia utuh hubungannya dg Tuhan Jauh dekatnya hubungan ditandai dengan tinggi rendahnya keimanan dan ketaqwaan manusia yang bersangkutan. Di dalam masyarakat Pancasila, meskipun agama dan kepercayaan yang dianutnya berbeda-beda, diupayakan terciptanya kehidupan beragama yang mencerminkan adanya saling pengertian, menghargai, kedamaian, ketentraman, & persahabatan. 1.3. Pengembangan Dimensi Hakekat Manusia Usaha pengembangan hakekat manusia dalam dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan, & keberagamaan berangkat dari anggapan dasar bahwa manusia secara potensial memiliki semua dimensi tersebut, yang memungkinkan dan harus dapat dikembangkan secara bertahap, terarah dan terpadu melalui pendidikan sehingga dapat menjadi aktual. Konsep dasar pengembangan manusia sebagai makhluk individu Manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kesemestaan mampu mengembangkan interelasi dan interaksi dengan orang lain secara selaras serasi seimbang tanpa kehilangan jati dirinya. Pengembangannya sebagai peserta didik diselenggarakan dalam lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, & masyarakat pengembangan self extence menyangkut keindividuan. aspek jasmani-rohani, cipta-rasa-karsa sebagai dimensi

Anda mungkin juga menyukai