Penulisan Huruf
A. Penulisan Huruf
Dalam ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, penulisan huruf menyangkut dua masalah, yaitu (1) penulisan huruf besar atau huruf kapital dan (2) penulisan huruf miring.
Penulisan Huruf
1. Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
Penulisan huruf besar atau kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi kadang-kadang menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku. Kaidah penulisan huruf kapital itu adalah sebagai berikut: a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kalimat yang berupa petikan langsung. Tanda baca sebelum tanda petik awal adalah tanda koma (,), bukan titik dua (:). Tanda baca akhir (tanda titik, tanda seru, dan tanda tanya) dibubuhkan sebelum tanda petik penutup. Misalnya: - Adik bertanya, Kapan kita pulang? - Kemarin Engkau terlambat, katanya. - Pak Guru menasihatkan, Rajin-rajinlah belajar agar lulus dalam ujian.
Penulisan Huruf
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan: nama agama (seperti Islam, Kristen, dan Budha) kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata ganti Nya. Huruf pertama pada kata ganti ku, mu dan nya, sebagai kata Tuhan, harus dituliskan dengan huruf kapital, dirangkaikan dengan tanda hubung (-). Hal-hal keagamaan itu hanya terbatas pada jenis, seperti jin, iblis, surga, malaikat, mahsyar, zakat, dan puasa meskipun bertalian dengan keagamaan tidak diawali dengan huruf kapital. Misalnya - Limpahkanlah rahmat-Mu, ya Allah. - Alquran mengajarkan manusia berakhlak mulia.
Penulisan Huruf
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, agama), jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang. Akan tetapi, jika di dalam rangkaian tulisan itu sudah ditafsirkan bahwa penyebutan yang tanpa nama mengacu kepada orangnya, hal itu harus menggunakan huruf kapital. Misalnya: 1. Pergerakan itu dipimpin oleh Haji Agus Salim. 2. Calon jemaah haji Sumsel berjumlah 525 orang. 3. Seorang presiden akan diperhatikan rakyatnya. 4. Pagi ini Menteri Perdagangan terbang ke Nusa Penida. Di Nusa Penida menteri beristirahat.
Penulisan Huruf
d. Kata-kata seperti van, den, bin dan ibnu yang digunakan sebagai nama orang, tetap ditulis dengan huruf kecil, kecuali kata-kata itu terletak pada awal kalimat. Misalnya: - Tokoh Tanam Paksa adalah Van den Bosch. - Pergerakan itu dipimpin oleh Mursid bin Hatim.
Penulisan Huruf
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Akan tetapi, jika hal itu menunjukkan nama jenis (seperti petai cina, jeruk bali, dodol garut) atau mendapat awalan dan akhiran sekalaigus (seperti kesunda-sundaan), harus ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: - Dalam bahasa Sunda terdapat kata lahan. - Kita harus bertekad menyukseskannya. - Saya prihatin melihat suku Kubu di Jambi.
Penulisan Huruf
f. Huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: Kemerdekaan yang terjadi pada hari Jumat itu diperingati setiap bulan Agustus.
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas geografi. Akan tetapi, jika tidak menunjukkan nama khas geografi, kata-kata seperti selat teluk, terusan, gunung, kali, danau, dan bukit ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: - Danau Toba terletak di Pulau Sumatera. - Nelayan itu berlayar sampai ke teluk.
Penulisan Huruf
h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintah, dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi. Akan tetapi, jika tidak menunjukkan nama resmi, kata-kata seperti itu ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: - Program Orang Tua Asuh dikampanyekan oleh Departemen Pendidikan Nasional. - Menurut undang-undang dasar kita, semua warga negara mempunyai hak yang sama. i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel seperti: di, ke, dari, untuk, yang, dan sejenisnya, yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Idrus mengarang buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Penulisan Huruf
j. Huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan, kecuali gelar dokter. Misalnya: (lihat contoh C.1.b.) Catatan: Ada perbedaan antara gelar Dr. dan dr. (doktor dituliskan dengan D kapital dan r kecil jadi Dr., sedangkan dokter, singkatannya ditulis dengan d dan r kecil jadi dr.). k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. Kata Anda juga diawali huruf kapital. Misalnya: - Surat Saudara sudah saya terima. - Samsi bertanya kepada ibunya,Pagi tadi Ibu menjemput siapa di pelabuhan? - Kita harus menghormati ibu dan bapak kita.
Penulisan Huruf
2. Penulisan Huruf Miring
a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama baku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam karangan. Dalam tulisan tangan atau ketikan, kata yang harus ditulis dengan huruf miring ditandai oleh garis bawah satu yang terputus-putus, kata demi kata. Misalnya: Majalah Pusat Bahasa adalah Bahasa dan Kesusastraan. b. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata. Misalnya: Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf besar. c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Apakah tidak sebaiknya kita menggunakan kata penataran daripada upgrading? Catatan: Penulisan huruf miring ataupun penandaan suatu maksud dengan memakai bentuk huruf tertentu (ditebalkan dan sebagainya) merupakan masalah tipografi pencetakan.
Penulisan Kata
B. Penulisan Kata
a. Kata dasar ditulis sebagai satu satuan yang berdiri sendiri, sedangkan pada kata turunan, imbuhan (awalan, sisipan, atau akhiran) dituliskan serangkai dengan kata dasarnya. Kalau gabungan kata, hanya mendapat awalan atau akhiran saja, awalan atau akhiran itu dituliskan serangkai dengan kata yang bersangkutan saja. Misalnya:
Penulisan Kata
b. Kalau gabungan kata sekaligus mendapat awalan dan akhiran, bentuk kata turunannya itu harus dituliskan serangkai. Misalnya: Bentuk Tidak Baku menghancur leburkan pemberi tahuan dianak-tirikan menguji-cobakan Bentuk Baku menghancurleburkan pemberitahuan dianaktirikan mengujicobakan
Penulisan Kata
c. Kata ulang pada tulisan resmi ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Pemakaian angka dua untuk menyatakan bentuk perulangan, hendaknya dibatasi pada tulisan cepat atau pencatatan saja. d. Gabungan kata, termasuk yang lazim disebut kata majemuk, bagian-bagiannya ditulis terpisah. Misalnya: Bentuk Tidak Baku ibukota tatabahasa kerjasama Lokakarya
Bentuk Baku ibu kota tata bahasa kerja sama loka karya
Penulisan Kata
e. Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai. Misalnya: Bentuk Tidak Baku mana kala sekali gus bila mana dari pada apa bila Bentuk Baku manakala sekaligus bilamana daripada Apabila
Penulisan Kata
f. Kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu kata yang mengandung arti penuh, hanya muncul dalam kombinasi, haruslah dituliskan serangkai dengan unsur lainnya. Misalnya: Bentuk Tidak Baku a moral antar warga antar pulau catur tunggal dasa darma Bentuk Baku amoral antarwarga antarpulau caturtunggal dasadarma
Penulisan Kata
g. Penulisan ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahului atau mengikutinya .Misalnya: Sepatuku, sepatumu, dan sepatunya boleh kau ambil. h. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali jika berupa gabungan kata yang sudah padu benar seperti kepada dan daripada. Misalnya: (1) Ia telah diungsikan ditempat yang aman . (2) Saya pergi ke Jakarta menghadiri wisudanya. (3) Surat itu sudah saya sampaikan kepadanya.
Penulisan Kata
i. Partikel pun dipisahkan dari kata yang mendahuluinya karena pun sudah hampir seperti kata lepas. Akan tetapi, kelompok kata berikut ini, yang sudah dianggap padu benar, ditulis serangkai. Jumlah kata seperti itu terbatas, hanya dua belas kata, yaitu adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun (yang berarti walaupun), sungguhpun, dan walupun. Misalnya: (1) Jika saya berangkat, ia pun ingin berangkat. (2) Siapa pun yang terpilih harus kita dukung. (3) Sekalipun rumah kami berdekatan, tak sekali pun kami bertegur sapa. (4) Bagaimanapun juga akan dicobanya. (5) Walaupun tidak beruang, Ia tetap gembira.
Penulisan Kata
j. Partikel per yang berarti mulai, demi atau tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendampinginya. Misalnya: (1) Harga kain itu Rp 10.000,00 per meter. (2) Saya diangkat pegawai negeri per Oktober 1987. (3) Calon kepala Sekolah itu dipanggil satu per satu.
k. Angka lazim dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat dan digunakan juga menomori karangan atau bagianbagian karangan. Misalnya: Hotel Swarna Dwipa, Kamar 13 Bab XV, Pasal 26 Surat Ali Imron, Ayat 12
Penulisan Kata
l. Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. (1) Abad XX ini dikenal juga dengan abad teknologi. (2) Abad ke-20 ini adalah abad perempuan. (3) Abad kedua puluh ini adalah abad kebangkitan.
m. Cara penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran an adalah sebagai berikut: (1) A. A. Navis adalah pujangga angkatan 60-an. (2) Saya memiliki sepuluh lembaran 1.000-an.
Penulisan Kata
n. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian atau pemaparan. (1) Dia memesan dua ratus batang bibit kayu jati. (2) Republika memberitakan 70 perkara, yaitu 20 perkara pencurian, 25 perkara tanah, dan 25 perkara waris.
o. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu susunan kalimat diubah sehingga yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat lagi pada awal kalimat. (1) Dua belas orang luka dalam kecelakaan itu. (2) Sebanyak 150 orang tamu telah hadir.
p. Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi, bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus. Contoh berikut salah: (1) Jumlah pegawai kami 12 (dua belas) orang. (2) Kami membeli 100 (seratus) judul buku.
h. Tanda titik tidak digunakan di belakang alamat pengirim dan tanggal surat dan di belakang nama dan alamat penerima surat. Misalnya: 1) Jalan Jenderal A. Yani Nomor 70 Palembang 2) Palembang, 7 Mei 1960 3) Yth. Sdr. Eduwar Jaya Kesuma Jalan R. Soeprapto 13 Palembang