Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

Epistaksis Anterior
Oleh: Laili Khairani H1A 007 033

Pendahuluan
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung dan merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan penyakit. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya.

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang mendasari epistaksis.

Tinjauan Pustaka
Anatomi Perdarahan Hidung Suplai vaskular yang kaya pada bagian atas rongga hidung berasal dari arteri etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina.

Bagian depan hidung juga mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Sebagian besar kasus epistaksis terjadi pada bagian anterior dari hidung, karena pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatine mayor, yang disebut Pleksus Kiesselbach. letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada anak-anak.

Perdarahan pada bagian posterior dari hidung berasal dari arteri sfenopalatina.

Epistaksis
Perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik).

Etiologi
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik.

Kelainan lokal
Trauma Infeksi lokal Tumor Kelainan Kongenital Pengaruh efek perubahan tekanan udara atau atmosfer

Kelainan sistemik
Penyakit kardiovaskuler Kelainan darah Infeksi sistemik

Patofisiologi
Perdarahan pada epistaksis anterior bersumber dari pleksus Kiesselbach (little area), yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat di ujung postero superior vestibulum nasi. Perdarahan juga dapat berasal dari bagian depan konkha inferior. Mukosa pada daerah ini sangat rapuh dan melekat erat pada tulang rawan dibawahnya.

Bagian septum nasi anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan.

Sumber Perdarahan
1. Epistaksis anterior Merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak-anak dan biasanya dapat berhenti sendiri. Perdarahan pada lokasi ini bersumber dari pleksus Kiesselbach (little area), yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat di ujung postero superior vestibulum nasi. Perdarahan juga dapat berasal dari bagian depan konkha inferior.

2. Epistaksis posterior Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. Pendarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler.

Diagnosis
Pada anamnesis pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan atau belakang hidung. Perhatian dituju pada tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah. Pada epistaksis anterior perdarahan berasal dari bagian depan hidung

Evaluasi Sumber dan Penyebab Penyakit


Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior Pengukuran tekanan darah Rontgen sinus Skrining terhadap koagulopati Skrining riwayat penyakit

Tatalaksana
Perbaiki keadaan umum Cari sumber perdarahan Hentikan perdarahan untuk epistaksis anterior dengan menggunakan Kauterisasi & Tampon anterior.

Laporan Kasus
Identitas Pasien: Nama : Ny. M Usia : 23 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jatiwangi, Kota Bima Tanggal Pemeriksaan: 26 November 2012

Anamnesis
Keluhan Utama : Keluar darah dari lubang hidung sebelah kiri Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke POLI THT mengeluhkan keluar darah dari lubang hidung sebelah kiri sejak 13 tahun yang lalu (Usia 10 tahun). Pasien mengeluhkan darah yang keluar berwarna merah segar, dengan jumlah 20 cc. Darah yang keluar tidak menentu waktunya, terkadang saat pasien lelah bekerja, duduk santai dan beristirahat ataupun setelah bangun tidur. Pasien mengaku dalam 1 bulan dapat keluar darah 4 5 kali, namun keluar darah yang terakhir pada 3 minggu yang lalu hanya 1 kali selama bulan ini.

Darah akan berhenti mengucur setelah pasien menyumbat lubang hidungnya menggunakan kapas atau kassa dalam waktu yang agak lama. Riwayat trauma sebelumnya disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak pernah mengorekngorek hidungnya, tidak ada keluhan hidung seperti pilek, hidung tersumbat, hidung terasa gatal, ataupun merasa kering dan panas. Riwayat perdarahan gusi atau perdarahan pada bagian tubuh lainnya disangkal oleh pasien. Pasien terkadang mengeluhkan pusing saat darah keluar dari hidungnya, dan badannya sedikit lemas. Tidak ada mual muntah, makan minum seharihari normal dan untuk BAB serta BAK setiap harinya lancer.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat mimisan sebelumnya (+), riwayat hipertensi (-), riwayat penyakit jantung (-), diabetes mellitus (-), sakit ginjal (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Didalam keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti pasien.

Riwayat alergi
Pasien tidak ada alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan. Riwayat Pengobatan : Setiap perdarahan keluar biasanya pasien memberikan tampon pada hidungnya untuk menghentikan perdarahan, dan terkadang pasien minum Asam Traneksamat untuk menghentika perdarahannya.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis Tanda vital : TD : 110/70 mmHg Nadi : 84 x/menit Respirasi : 20 x/menit Temperatur : 36,4 oC

Pemeriksaan Hidung

Rencana Pemeriksaan
Darah Lengkap BT, CT CT-Scan

Diagnosis
Epistaksis Anterior

Terapi
Menjaga kestabilan Air way, breathing, circulation. Pemasangan tampon anterior Posisi kepala ditinggikan 45 Pemberian antibiotik

KIE
Epistaksis yang terjadi pada pasien belum diketahui secara pasti penyebabnya, oleh karena itu pasien diberitahukan suatu saat nanti kejadian seperti ini akan sering terjadi lagi. Dari etiologi yang memungkinkan pada pasien ini mengalami epistaksi dikarenakan kelainan pada pembuluh darah, sehingga pasien disarankan untuk jangan mengucek-ngucek terlalu keras pada hidungnya. Diet bebas

Pembahasan
Pada pasien didiagnosis dengan epistaksis anterior, berdasarkan sumber perdarahannya. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach. Pada pasien ini didapatkan dari hasil pemeriksaan terlihat focus perdarahan pada septum nasi anterior sepertiga daerah septum dekat dengan vestibulum nasi. Hal ini menguatkan diagnosis, perdarahan yang terjadi pada pasien ini adalah epistaksis anterior.

Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, terjadi epistaksis karena idiopatik. Dikarenakan dari anamnesis yang didapatkan tidak ada yang menjurus langsung ke etiologi dari terjadinya epistaksis sendiri. Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pasang tampon anterior, ini dilakukan untuk menekan dan menutup Pleksus Kiesselbach agar perdarahan dapat berhenti, disamping tetap menjaga kestabilan Airway, breathing, circulation. Pemberian antibiotic bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi karena tampon dipasang selama 2 x 24 jam.

Daftar Pustaka
Mangunkusumo, E. dan Wardani, R. 2007. Perdarahan Hidung dan Gangguan Penghidu. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 155-159. Ichsan, M. 2001. Penatalaksanaan Epistaksis. Cermin Dunia Kedokteran No. 132. [Accessed from: http://www.kalbe.co.id/ files/cdk/files/PenatalaksanaanEpistaksis.pdf/] Munir, D., Haryono, Y., Rambe, A.Y.M. 2006. Epistaksis. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 39 No. 3. Library of USU. [Accessed from: http://repository.usu.ac.id] Kucik, CJ. and Clenney, T. 2005. Management of Epistaxis. American Family Physician, Vol. 71, No. 2. [Accessed from: http://www.aafp.org/] Schlosser, RJ. 2009. Epistaxis: Clinical Practice. The New England Journal of Medicine 360;8. [Accessed from: http://www.nejm.org/] Mansjoer A, dkk, 2008. Epistaksis. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 cetakan 9, Jakarta FKUI. Hal 95-97

Anda mungkin juga menyukai