Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

Beberapa

kelainan

inflamatori

maupun

non-inflamatori

dapat

mempengaruhi glomerulus dan menyebabkan perubahan permeabilitas, struktur, dan fungsinya. Istilah glomerulonefritis (GN) atau glomerulopati digunakan untuk menunjukkan adanya kelainan atau jejas di gromeruler, walaupun beberapa ahli menggunakan istilah tersebut untuk jejas di gromeruler dengan bukti adanya inflamasi, seperti infiltrasi leukosit, deposisi antibodi, dan atau aktivasi komplemen (Yogiantoro et al, 2007). Menurut Prodjosudjadi (2009) Pada praktek klinik sehari-hari GN merupakan penyebab penting terjadinya penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) (end stage renal disease). Di Indonesia presentase GN masih merupakan penyebab utama PGTA (39,64% pada tahun 2000) yang menjalani terapi pengganti dialisis. Hal ini berbeda dengan negara maju yang terutama disebabkan oleh nefropati diabetik. Penyakit-penyakit gromeruler diklasifikasikan primer apabila proses patologinya terbatas pada ginjal, dan adanya gambaran sistemik merupakan akibat langsung dari disfungsi gromeruler. Sedangkan penyakit gromeruler yang diklasifikasikan sekunder adalah yang merupakan bagian dari kelainan multisistem (Yogiantoro et al, 2007). Penulisan refrat ini bertujuan untuk mengetahui secara umum tentang glomerulonefritis penatalaksanaan. dalam hal ini definisi, etiologi, patogenesis, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit autoimun dimana terjadi proses inflamasi dan proliferasi sel glomerulus dengan manifestasi klinis dan pola histopatologik yang multipel. Mekanisme terjadinya GN umumnya berdasarkan reaksi imunologik dan proses ini diatur oleh berbagai faktor imunogenetik yang akan menentukan bagaimana individu merespon suatu kejadian (Rasyid et al, 2009).

B. ETIOLOGI Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain: adanya zat yang berasal dari luar yang bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan autoimun, dan induksi pelepasan sitokin/ aktifasi komplemen lokal yang menyebabkan kerusakan glomerular. Pada umumnya kerusakan glomerular (glomerular injury) tidak diakibatkan secara langsung oleh endapan kompleks imun di glomerulus, akan tetapi hasil interaksi dari sistem komplemen, mediator humoral dan selular. Tiga mekanisme imunologik yang menjelaskan terjadinya GN adalah ikatan langsung antara antibodi (Ab) dengan Ag glomerulus (fixed antigen), terjebaknya kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi (circulating immune complexes) dan endapan kompleks imun in-situ (planted antigen) (Rasyid et al, 2009).

C. KLASIFIKASI Menurut kejadiannya GN dibedakan atas GN primer dan GN sekunder. Dikatakan GN primer jika penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri dan GN sekunder jika kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti penyakit autoimun tertentu, infeksi, keganasan atau penyakit metabolik (Rasyid et al, 2007). Menurut Prodjosudjadi (2009) GN primer

secara gambaran histopatologis dibagi menjadi glomerulonefritis nonproliferatif dan glomerulonefritis proliferatif. 1. Glomerulonephritis non-proliferatif a. Glomerulonefritis lesi minimal Merupakan lesi khas sindrom nefrotik pada anak-anak (<15 tahun), berjumlah sekitar 70% hingga 80% kasus. Istilah lama yang digunakan pada penyakit ini adalah nefrosis lipoid, penyakit nil, atau penykait podosit (Willson, 2006). Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF menunjukkkan gambaran glomerulus yang normal tetapi dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan hilangnya foot processes sel epitel visceral glomerulus (Prodjosudjadi, 2009). b. Glomerulosklerosis fokal dan segmental Terdapat pada 10% hingga 15% dari kasus sindrom nefrotik idiopatik pada anak dan 10% hingga 20% pada dewasa. Lesi ditandai dengan skelrosis dan hialinosis pada glomerulus (oleh karena itu disebut fokal) (Willson, 2006). Pada pemeriksaan mikroskop cahaya menunjukkan sklerosis glomerulus yang mengenai bagian atau segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerulus terajsi pada segmen glomerulus dan dinding kapiler mengaalmi kolaps. Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan komponen C3 (Prodjosudjadi, 2009). c. Glomerulonefritis membranosa Menurut Willson (2006) glomerulonefritis membranosa

merupakan penyebab tersering sindrom nefrotik idiopatik pada orang dewasa tetapi jarang pada anak-anak. Lesi tersebar secara difus dan menyerang semua glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya adalah adanya penebalan pada membrana basalis serta terlihat IgG dan C3 dalam pola granular sepanjang membaran basalis glomerulus. 2. Glomerulonephritis proliferatif a. Glomerulonefritis mesangioproliferatif Ditandai dengan keterlibatan glomerulus secara difus dan proliferasi sel mesangial dan sel endotel (Willson, 2006).

b.

Glomerulonefritis membranoproliferatif Ditandai dengan penebalan kapiler dan hiperselularitas mesangial (Willson, 2006).

c.

Glomerulonefritis kresentik (Prodjosudjadi, 2009).

Sedangkan untuk GN sekunder menurut Susalit et al(2006) meliputi nefropati diabetik, nefritis lupus, GN pasca infeksi streptococcus, GN yang terkait dengan hepatitis, dan GN yang terkait HIV.

D. PATOGENESIS Menurut Rasyid et al (2009) terdapat tiga hal penting dalam proses terjadinya glomerulonefritis. 1. Mekanisme Kerusakan Glomerular Glomerulonefritis merupakan suatu inflamasi pada glomerulus. Secara histologi, glomerulus terdiri dari 3 lapisan yaitu, lapisan endotel kapiler, membran basal glomerulus (MBG) dan lapisan podosit (sel epitel). Jika salah satu atau lebih dari ketiga lapisan tersebut mengalami kerusakan maka akan terjadi kerusakan glomerular. Kerusakan glomerular

merupakan konsekuensi dari interaksi berbagai faktor seperti aktivasi komplemen dan pengaruh mediator humoral dan selular akibat adanya endapan kompleks imun pada glomerulus. Komplemen merupakan komponen imunitas humoral yang mencegah masuknya Ag dan menginduksi reaksi inflamasi di glomerulus. Selain itu, endapan kompleks imun akan menstimulasi pelepasan mediator inflamasi. Dua molekul penting yang berperan pada proses inflamasi yaitu molekul adhesi dan kemokin. Dalam keadaan normal molekul adhesi mempunyai peran mengatur dan mempertahankan integritas selular.

2. Imunopatogenesis GN Glomerulus merupakan bagian rentan sebagai target endapan komplek imun karena 25% curah jantung melewati sirkulasi ginjal. Glomerulonefritis dapat terjadi akibat komplek imun dalam sirkulasi

terjebak di glomerulus. Tekanan intraglomerulus yang tinggi dan muatan negatif dinding kapiler glomerulus berperan pada pembentukan endapan komplek imun. Komplek imun dalam sirkulasi mengendap di mesangium dan atau di sub-endotel. Umumnya komplek imun ini terlalu besar untuk dapat menembus membrane basalis glomerulus (MBG), namun pada keadaan tertentu, endapan yang terdapat di subendotel dapat mengalami disosiasi menjadi molekul kecil sehingga dapat menembus MBG dan mengendap di subepitel. Endapan imun dapat pula terjadi in-situ dimana terjadi ikatan Ab dengan struktur glomerulus (yang dikenali sebagai Ag) atau ikatan antara Ab dengan Ag terlarut yang terjebak di glomerulus. Komplek imun in-situ ini mengendap di sub-epitel, sub endotel, dan atau mesangium. Kedua respon imun humoral dan selular berperan terhadap glomerulonefritis dan respon individu terhadap stimulasi ditentukan oleh faktor genetik. Respon imunitas humoral diregulasi Th2 dan ditandai dengan terjadinya endapan immunoglobulin (Ig) bersama komplemen yang menjadi dasar kerusakan glomerulus. Endapan imun diinduksi oleh ikatan Ab dan Ag yang berasal dari glomerulus atau Ag nonrenal misalnya DNA nucleosome, glicosylated IgA yang terjebak pasif. Dapat pula terjadi ikatan Ab dengan Ag eksogen atau agregat imun yang mengendap karena afinitas muatan listrik, terjebak pasif atau presipitasi lokal. Respon imunitas selular diregulasi sel Th1 yang berkontribusi pada infiltrasi sel mononuklear dan makrofag glomerulus dan pembentukan kresen. Respon efektor Th1 pada glomerulus sering tanpa disertai endapan Ab yang secara tidak langsung menunjukkan peran mediasi selular.

3. Perubahan Glomerulus Akibat Endapan Imun Kerusakan glomerulus terjadi akibat adanya endapan komplek imun yang terdiri dari imunoglobulin, komplemen dan protein lain. Lokasi, komposisi, mekanisme dan jumlah endapan imun menentukan

perubahan fungsi dan struktur glomerulus. Selain itu, pelepasan mediator inflamasi juga bertanggung jawab pada perubahan glomerulus. Endapan kompleks imun yang terdapat pada glomerulus dapat berasal dari sirkulasi maupun endapan in-situ. Namun kerusakan glomerulus akibat endapan komplek imun yang berasal dari sirkulasi tidak seberat jika kompleks tersebut terjadi secara in-situ, baik melalui ikatan Ab dengan Ag glomerulus atau antara Ab dengan planted-Ag. Endapan imun di mesangium menginduksi proliferasi dan perubahan fenotif sel mesangial, melepaskan mediator dan akumulasi matrik mesangium, sementara endapan imun sub-endotel mengaktifasi sel efektor neutrofil dan makrofag melalui faktor kemotaktik dan molekul adesi. Endapan sub-epitel ini menginduksi GN tanpa inflamasi karena terletak pada sisi yang tidak dicapai oleh sel sirkulasi dan faktor kemotaktik komplemen bergerak menuju ruang urin. Kerusakan podosit (disfungsi podosit) menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dan struktur gromelurus sehingga terjadi proteinuri dan glomerulosklerosis. Kerusakan podosit tanpa perubahan jumlah sel glomerulus ditemukan pada GNLM sedangkan kerusakan podosit dimana jumlah sel glomerulus berkurang ditemukan pada GSFS karena pada keadaan ini podosit terangkat dari dasarnya dan terjadi kematian sel. Proliferasi podosit ringan menyebabkan sklerosis mesangial difus dan proliferasi berat menyebabkan kolaps kapiler glomerulus. Membrane attack complex (MAC) atau komplek C5b-9 adalah mediator imun yang menyebabkan lisis epitel pada NM. Pada NM idiopatik endapan imun subepitel mengandung IgG, C3 dan C5b-9 yang menyebabkan gangguan permeabilitas kapiler. Jalur aktifasi komplemen tergantung pada komponen imuglobulin pada komplek imun. Komplek imun yang mengandung IgG akan mengaktivasi komplemen jalur klasik sedangkan IgA mengaktivasi jalur alternatif. Kerusakan glomerulus akibat endapan imun mengandung IgG lebih berat dibanding dengan IgA atau IgM. Kerusakan glomerulus dapat pula

terjadi akibat endapan imun tanpa keterlibatan mediator sekunder. Kerusakan glomerulus terjadi melalui sel T tersensitisasi yang dapat melepaskan zat proteolitik, aktifasi makriofag dan meningkatkan permeabilitas kapiler.

Reaksi Antigen-Antibodi

Terbentuk kompleks endapan pada mebrana basalis gromerular Proliferasi dan kerusakan glomerulus

Aktivitas vasodepresor meningkat

GFR menurun

Kerusakan kapiler secara general

Vasospasme

Aldosteron meningkat

Retensi Na+ Retensi H2O Volume Cairan ekstrasel Meningkat

Albuminuria Hematuria (silinder)

Hipertensi

Edema

Hipoalbuminemia

Gambar 1. Skema Mekanisme Terjadinya Signs and Symtomps pada Glomerulonefritis

E. MANIFESTASI KLINIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Manifestasi klinis penyakit GN ditandai dengan riwayat atau adanya penurunan fungsi ginjal dengan akibat kelainan urin berupa hematuria dismorfik, silinder eitrosit, lipiduria, dan proteinuria, perubahan ekskresi garam dengan akibat edema (Projosudjadi, 2009; Rasyid et al, 2009). Penegakkan diagnosis GN sampai sekarang masih sulit oleh karena manifestasi klinis yang tidak khas sehingga dibutuhkan pemeriksaan histopatologi untuk diagnosis pasti. Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal atau riwayat yang bisa dikaitkan dengan sindroma nefrotik, infeksi virus/streptokokus dan adanya penyakit keganasan. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan edema, arthritis, ruam, purpura, vaskulitis atau hipertensi. Pada pemeriksaan laboratorium mungkin ditemukan dislipidemia, protenuria, gangguan elektrolit, hematuria, atau RBC casts. Pemeriksaan tes khusus untuk masing masing presentasi klinis penyakit glomerular, antara lain : HIV, elektroforesis protein, (ASTO), anti dsDNA, komplemen C3 dan C4 ataupun kultur darah. (Rasyid et al, 2009). Ultrasonografi ginjal diperlukan untuk menilai ukuran ginjal dan menyingkirkan kelainan seperti obstruksi sistema pelvikokalises. Biopsi ginjal dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara histopatologi dapat digunakan sebagai pedoman pengobatan (Prodjosudjadi, 2009). Menurut Projosudjadi (2009) glomerulonefritis merupakan sindrom klinik yang bermanifestasi klinis berupa kelainan urin asimtomatik, sindrom nefrotik, GN progresif cepat, sindrom nefritik, GN kronik. Sehingga dengan klasifikasi sederhana ini mudah diaplikasikan walaupun setiap gambaran klinik dapat diasosiasikan dengan berbagai jenis GN baik peneyebab maupun kelainan histopatologinya.

Tabel 1. Klasifikasi glomerulonefritis berdasarkan gejala klinis No Klasifikasi 1 Kelainan-kelainan urinalisis Asimtomatik 2 Gejala Klinis Proteinuria subnefrotik, dan/atau hematuria mikroskopik, tanpa adanya gangguan ginjal, edema, atau hipertensi. Sindrom Nefritik Onset baru hematuria dan proteinuria, gangguan ginjal, dan retensi air dan garam, menyebabkan hipertensi. RPGN (Rapidly Progressive Progresi menjadi gagal ginjal dalam Glomerulonefritis) hitungan hari hingga minggu, pada kebanyakan kasus dalam konteks sebuah gambaran nefritis, secara khas dikaitkan dengan temuan patologi bentuk formasi crescent pada biopsy ginjal Sindroma Nefrotik Proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema Glomerulonefritis Kronik Proteinuria tanpa/atau disertai hematuria

4 5

F. PENATALAKSANAAN Menurut Prodjosujadi, (2009) Pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab sedangkan yang non-spesifik ditujukan untuk

menghambat progresivitas penyakit. Pengontrolan tekanan darah dan proteinuria dengan ACE inhibitor atau ARB terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat membantu progresivitas GN. Penggunaan immunosupresif dipertimbangkan dengan dasar diagnosis, faktor pasien, efek samping serta prognosis. Selain itu penggunaan kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN, karena dapat menghambat sitokin proinflamasi yang berperan pada proses patogenesis. Pengobatan immunosupresif terbukti memberikan keuntungan pada GN kresentik, GSFS, GNLM, GNMN, dan pada nefropati IgA (Prodjosudjadi, 2009).

Menurut Susalit et al (2006) pengobatan pada penyakit gromeruler primer didasarkan sesuai etiologi dan gambaran histopatologisnya, yakni sebagai berikut : 1. GN Lesi Minimal : Diberikan steroid yang setara dengan Prednison 60mg/m2 (maksimal 80mg) selama 4-6 minggu, setelah 4-6 minggu dosis prednison diberikan 40mg/m2. 2. GN Fokal Segmental : Diberikan steroid yang setara dengan Prednison 60mg/hari selama 6 bulan. 3. GN Membranosa : Diberikan metil prednisolon bolus intravena 1gr/hari selama 3hari, kemudian diberikan steroid yang setara dengan prednison

0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2mg/kgBB/hari atau siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari selama 1 bulan. 4. GN Membranoproliferatif : Diberikan aspirin 325 mg/hari atau dipiridamol 3x75-100mg/hari atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon, pengobatan dihentikan sama sekali. 5. Nefropati IgA a. Proteinuria <1 gram hanya diobservasi. b. Proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya diobservasi. Bila terdapat gangguan fungsi ginjal diberikan minyak ikan. c. Proteinuria >3 gram dengan CCT >70ml/menit, diberikan steroid setara dengan prednison 1mg/kgBB selama 2 bulan lalu tappering offsecara perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT <70ml/menit, hanya diberikan minyak ikan

10

G. PROGNOSIS Prognosis penyakit gromeruler bergantung pada jenis kelainan gromuler yang terjadi (Susalit, 2006). Menurut Prodjosujadi (2009) sebagian besar GN berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) ( end stage renal disease).

11

BAB III PENUTUP

Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit autoimun dimana terjadi proses inflamasi dan proliferasi sel glomerulus dengan manifestasi klinis dan pola histopatologik yang multipel. Kemungkinan penyebab GN antara lai, adanya zat yang berasal dari luar yang bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan autoimun dan induksi pelepasan sitokin/aktifasi komplemen lokal yang menyebabkan kerusakan glomerular. Manifestasi klinis penyakit GN bergantung pada tipe dan klasifikasi tetapi umumnya ditandai dengan riwayat atau adanya penurunan fungsi ginjal dengan akibat kelainan urin berupa hematuria dismorfik, silinder eitrosit, lipiduria, dan proteinuria, perubahan ekskresi garam dengan akibat edema. Penegakan diagnosis GN masih tergolong sulit selain dengan pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan biopsi ginjal, dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara histopatologi serta dapat digunakan sebagai pedoman pengobatan. Pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab sedangkan yang non-spesifik ditujukan untuk menghambat progresivitas penyakit.

Pengontrolan tekanan darah dan proteinuria, penggunaan immunosupresif dan penggunaan kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN. Prognosis penyakit gromeruler bergantung pada jenis kelainan gromuler yang terjadi, tetapi sebagian besar berlanjut pada gagal ginjal tahap akhir.

12

DAFTAR PUSTAKA

Jayne, D., 2010. Role of Rituximab Therapy in Glomerulonephritis. Journal American Society of Nephrology Vol. 21. pp: 14-17 Prodjosudjadi, W., 2009. Glomerulonefritis. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Editor Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K., M., Setiati, S. Interna Publishing. Jakarta. pp: 969-974 Rasyid, H., Wahyuni, S., 2009. Review Immunomechanism of Glomerulonephritis. The Indonesian Journal of Medical Science Vol. 1 No.5 Juli 2009. pp: 289-297 Susalit, E., Nainggolan, G., 2006. Penyakit Gromeruler. Panduan Pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Rani, A. A., Soegondo, S., Nasir, A. U. Z., Wijaya, I. P., Nafrialdi, Mansjoer, A. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu penyakit Dalam FK UI. Jakarta. pp: 162-164 Wilson, L. M., Price, S. A., 2006. Gagal Ginjal Kronik. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Editor : Hartanto, H., Susi, N., Wulansari, P., Mahanani, D. A. EGC. Jakarta. pp: 912 Yogiantoro, M., 2007. Sindroma Gromeruler. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RS. Dr. Soetomo. Editor : Tjokroprawiro, A., Setiawan, P. B., Santoso, D., Soegiarto, G. Airlangga University Press. Surabaya. pp: 202-209

13

Anda mungkin juga menyukai