Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC) ATAU KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA (KID)

Oleh : Kadek Anggun D.L 05-070 Ariyo Riyadi R.P 08-028 Pembimbing : Dr. Eleazar, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI PERIODE 14 MEI 2012 9 JUNI 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

2012 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1 PEMBAHASAN I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII. 2 Definisi Etiologi 5 Gejala Klinis 7 Diagnosa Banding.................................................................................. 9 Pemeriksaan Laboratorium Penatalaksaan .......................................................... 10 ................................................................................... 13 ............................................................................................... ............................................................................................... 2 ............................................................................................... 2 ............................................................................................... .............................................................................................. 2 .............................................................................................. Pendahuluan

Patofisiologi

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

PEMBAHASAN
I. Pendahuluan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan medik karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. KID yang merupakan kedaruratan medik terutama KID fulminan atau akut, sedangkan KID derajat rendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu diwaspadai KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan sehingga harus diantisipasi. Gejala klinik KID dapat sangat bervariasi tergantung penyakit penyebabnya (underlying disease). Hal ini merupakan sebab mengapa banyak istilah lain yang dipakai untuk KID, misalnya konsumsi koagulopati, hiperfibrinolisis, defibrinasi dan sindrom trombo-hemoragik. Keberhasilan pengobatan selain ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID, juga ditentukan akibat KID itu sendiri. II. Definisi KID merupakan suatu sindrom patologiklinis yang menyebabkan berbagai komplikasi. Hal ini ditandai dengan aktivasi sistemik jalur menuju dan mengatur koagulasi, yang dapat mengakibatkan generasi bekuan fibrin yang dapat menyebabkan kegagalan organ bersamaan dengan konsumsi trombosit dan faktor koagulasi yang dapat mengakibatkan klinis perdarahan. III. Etiologi Telah diketahui berbagai penyakit yang dapat mencetuskan KID seperti dibawah ini :

1. Penyakit yang mencetuskan KID fulminan : a. Hematologi : reaksi transfusi, hemolisis berat, transfusi masif, leukemia. b. Infeksi : i. Septikemia : gram negatif (endotoksin), gram positif (lipopolisakarida) ii. Viremia : HIV, hepatitis, varisela, CMV, DHF iii. Parasit : malaria iv. Trauma v. Penyakit hati akut : gagal hati akut, obstructive jaundice. vi. Luka bakar vii. Alat protese : Leveen atau Denver shunt, alat bantu balon aorta. viii. Kelainan vaskuler. 2. Penyakit disertai KID derajat rendah : a. Keganasan b. Penyakit kardiovaskuler c. Penyakit autoimun d. Penyakit ginjal menahun e. Peradangan f. Penyakit hati menahun Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga terjadi KID. Akibat hemolisis, eritrosit melepaskan ADP atau membran fosfolipid eritrosit yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan KID. Pada septikemia, KID terjadi akibat endotoksin atau mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan Faktor XII menjadi F XIIa, menginduksi pelepasan reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi XII menjadi XIIa atau X-XIa, dan pelepasan materi prokoagulan dari granulosit, dan semuanya ini dapat mencetuskan KID. Terakhir dilaporkan bahwa

organisme gram positif dapat menyebabkan KID dengan mekanisme seperti endotoksin yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mikropolisakarida menginduksi KID. Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus sitomegalo, demam berdarah dengue, dapat disertai KID. Mekanisme tidak jelas tetapi mungkin atas dasar antigen antibodi mengaktifkan F XII, reaksi pelepasan trombosit atau endotel terkelupas dan terpapar kolagen subendotel dan membran basalis. Hepatitis virus berat dan gagal hati akut ataupun etiologinya termasuk obat, toksin atau infeksi dapat menyebabkan KID sukar dibedakan dengan koagulasi karena gangguan fungsi hati yang berat. Kolestasis intrahepatik atau ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5 hari bisa disertai KID. Pada penderita keganasan, terutama yang sudah menyebar sering ditemukan KID dengan atau tanpa gejala klinik, dengan bukti laboratorium. Pada kasus hematologi selain keganasan, penyakit lain sering disertai KID derajat rendah seperti polisitemia vera, sedang pada paroksimal noktural hemoglobinuria (PNH) ditemukan KID yang lebih bermanifestasi sebagai trombosis. Asidosis dan alkalosis walaupun jarang tetapi dapat memicu KID. Pada asidosis yang menjadi pemicu, kemungkinan adalah endotel terkelupas mengaktifkan F XII menjadi F XIIa, dan atau XI-XIa dan reaksi pelepasan trombosit yang diakhiri dengan aktivasi sistem prokoagulan. Pada alkalosis mekanismenya belum jelas. Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan KID disebabkan mikrohemolisis eritrosit melepaskan ADP dan fosfolipid. Selain itu nekrosis jaringan yang terbakar melepaskan material tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan memicu KID. Pada trauma, nekrosis jaringan merupakan materi tromboplastin atau material menyerupai fosfolipid masuk ke sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem koagulasi sehingga terjadi KID. Kelainan pembuluh darah seperti sindrom Kasabach-Merrit yang disertai hemangioma cavernosa raksasa pada + 25% kasus ditemukan KID derajat rendah atau kompensasi yang dapat berubah menjadi KID fulminan tanpa ada petunjuk yang jelas. Lebih kurang 50% pasien dengan telangiektasis hemoragik herediter disertai KID derajat rendah yang kadang-kadang dapat menjadi fulminan.

Penyakit sistemik pembuluh darah kecil seperti fenomena vasospastik termasuk sindrom Raynaud, angiopati diabetes berat, atau angiopati pada penyakit autoimun atau sindrom Leriche yang disertai KID kompensasi sering berkembang menjadi KID fulminan. Penyakit vaskular kolagen terutama apabila mengenai pembuluh darah kecil dapat disertai KID. KID kompensasi juga terlihat pada pasien rematoid artritis berat, SLE, sindrom Sjorgen dermatosis, penyakit hati kronis dan ginjal kronis. IV. PATOFISIOLOGI

Pada pasien dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID), fibrin terbentuk sebagai hasil dari generasi dimediasi oleh trombin faktor jaringan. Faktor jaringan, diekspresikan pada permukaan sel-sel mononuklear dan sel endotel teraktivasi, mengikat dan mengaktifkan faktor VII. Kompleks faktor jaringan dan VIIA faktor dapat mengaktifkan faktor X langsung (panah hitam) atau tidak langsung (panah putih) dengan cara diaktifkan faktor IX dan faktor VIII. Faktor X diaktifkan, dalam kombinasi dengan faktor V, dapat mengkonversi protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Secara

bersamaan, ketiga cara fisiologis dari antikoagulasi - antitrombin III, protein C, dan faktor jaringan-jalur inhibitor (TFPI) - terganggu. Pembentukan intravaskular yang dihasilkan dari fibrin tidak seimbang dengan penghapusan memadai fibrin karena fibrinolisis endogen ditekan oleh kadar plasma tinggi plasminogen aktivator tipe-inhibitor 1 (PAI-1). Tingginya tingkat PAI-1 menghambat plasminogen aktivator-aktivitas dan akibatnya mengurangi tingkat pembentukan plasmin. Kombinasi peningkatan pembentukan fibrin dan penghapusan tidak memadai hasil fibrin dalam trombosis intravaskular diseminata. FDPs menunjukkan fibrin-degradasi. Apabila sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal misalnya tromboplastin yang dikeluarkan akibat kerusakan jaringan, maka trombin dari plasma beredar dalam sirkulasi darah. Trombin memecah fibrinogen hingga terbentuk fibrinopeptida A dan B dan fibrin monomer. Fibrin monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin yang beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskuler dan makrovaskuler sehingga meng-ganggu aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia perifer dan berakhir dengan kerusakan organ. Karena fibrin dideposit dalam mikrosirkulasi, trombosit terperangkap dan diikuti trombositopenia. Selain itu plasmin juga beredar dalam sirkulasi dan memecahkan terminal akhir karboksi fibrinogen menjadi fibrin degradation product (FDP; hasil degradasi fibrin), membentuk fragmen yang dikenal dengan X, Y, D dan E. Hasil degradasi fibrinogen (FDP) dapat bergabung dengan fibrinogen monomer dan kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrin monomer larut. Fibrin monomer larut ini merupakan dasar reaksi para-koagulasi untuk uji gelasi etanol dan uji protamin sulfat. Apabila protamin sulfat atau etanol ditambahkan pada plasma pasien yang berisikan fibrin monomer larut, maka etanol atau protamin sulfat akan membersihkan FDP dan fibrin monomer, dan fibrin monomer mengalami polimerisasi dan membentuk benang fibrin dalam tabung dan inilah yang diartikan sebagai protamin sulfat atau gelation test positif. Jadi FDP dalam sistem sirkulasi akan mengganggu polimerisasi monomer, yang selanjutnya mengganggu pembekuan dan menyebabkan perdarahan. Fragmen D dan E mempunyai afinitas terhadap membran trombosit dan menyebabkan

fungsi trombosit terganggu. Hal ini akan menyebabkan atau memperberat perdarahan yang sudah ada pada KID. Berbeda dengan trombin, plasmin adalah suatu enzim proteolitik global dan mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrinogen dan trombin. Plasmin juga efektif menghancurkan (biodegradasi) faktor V, VIII, IX dan X dan plasma protein lain termasuk hormon pertumbuhan, kortikotropin dan insulin. Plasmin menghancurkan fibrin ikat silang (cross-linked fibrin) dan menghasilkan D-Dimer. Jadi bila D-Dimer positif berarti terjadi fibrin-olisis sekunder yang secara klinis ada trombosis atau KID.
XII Kerusakan endotel kolagen XIIa Kompleks Ag-Ab kalikrein

prekalikrein

kininogens

kinins

XI XIa plasminogen PLASMIN

Endotoksin X Kerusakan jaringan

Xa Protrombin

Kerusakan trombosit

Aktivitas tromboplastin VII fosfolipid TROMBIN

P-F. 1-2 Fibrinogen

Aktivasi komplemen

ADP

FDP Fibrin D-Dimer

Kerusakan eritrosit (release)

Gambar : Mekanisme pencetusan KID Plasmin juga mengaktifkan komplemen C1 sampai C8-C9 dan aktivitas komplemen ini akan meningkatkan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan hipotensi dan syok. Selain itu faktor XIIa mengubah prekalikrein menjadi kalikrein yang kemudian mengubah kininogen dengan BM tinggi menjadi kinin. Kinin beredar dalam 8

sirkulasi akan mening-katkan permeabilitas vaskuler sehingga dapat menyebabkan hipotensi dan syok. Sebagai ke-simpulan, pada KID trombin yang beredar dalam sistem sirkulasi darah menyebabkan terjadi deposit fibrin monomer dan fibrin ikat silang yang membentuk trombosis pada mikrosirkulasi dan kadang dalam pembuluh besar sehingga terjadi hipoksia atau kerusakan organ, sedangkan plasmin yang beredar dalam sirkulasi darah dalam tubuh menyebabkan terbentuk FDP yang mengganggu polimerasi fibrin monomer dan fungsi trombosit, sehingga terjadi gangguan pembekuan yang menyebabkan perdarahan. Selain itu plasmin juga menyebabkan lisis faktor V, VIII dan X. Terjadi defisiensi faktor pembekuan menyebabkan perdarahan. Dari konsep patofisiologi ini dapat dimengerti bahwa mengapa pasien dengan KID dapat terjadi trombosis dan perdarahan dalam waktu yang bersamaan. Para klinisi sering lebih menaruh perhatian pada gejala perdarahan, tapi kurang perhatian terhadap trombosis. Padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak diten-tukan oleh trombosis. Untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal perlu memperhatikan kedua gejala ini yaitu perdarahan yang nyata maupun trombosis yang difus. Dari penjelasan patofisiologi KID sebelumnya dapat disimpulkan pada KID terjadi : 1. Aktivasi sistem pembekuan darah 2. Aktivasi sistem fibrinolisis 3. Konsumsi penghambat 4. Hipoksia atau keruskan organ. Keempat patofisiologi tersebut perlu diingat dan dicatat sebagai tolak ukur laboratorik yang tepat untuk suatu diagnosis KID secara objektif.

V. GEJALA KLINIS Gejala klinis KID tergantung penyakit dasar, akut atau kronis dan proses patologis mana yang lebih utama, apakah akibat trombosis mikrovaskular atau diatesis hemoragik.

Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan. Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat, dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis, atau hematoma di kulit, hematuria, melena, epistaksis, perdarahan gusi, hemoptisis dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat trombosis mikrovaskuler dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma, gagal ginjal akut, gagal nafas akut dan iskemia fokal serta gangren pada kulit. Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat trombosis pada mikrovaskuler yang menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ dan kematian.

VI. DIAGNOSA BANDING Manifestasi klinis atau kelainan laboratorium dari beberapa kondisi dapat menyerupai atau dibedakan dari yang ada di DIC, dan penting untuk membedakan kondisi ini dari DIC akut. Empat dari kondisi yang lebih umum adalah : thrombocytopenic purpura trombotik 10

kronis DIC (Trousseau sindrom) Gagal hati fulminan HELLP syndrome (hemolisis, tes fungsi hati yang tinggi, dan trombosit rendah).

VII.PEMERIKSAAN LABORATORIUM Rumitnya patofisiologi KID menyebabkan hasil laboratorium yang didapatkan ber-variasi. Rumit dan sulit diinterpretasi bila patofisiologi tidak jelas dimengerti dan pemerik-saan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika pemeriksaan yang diminta cukup dan interpre-tasi tepat akan dapat memberikan kriteria diagnosis yang objektif. Saat ini banyak metode baru tersedia untuk uji laboratorium yang memudahkan pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah ini dijelaskan kriteria laboratorik yang objektif yang diperlukan untuk diagnosis KID yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologinya. 1. Masa Protrombin (protrombin time) Masa protrombin bisa abnormal pada KID karena beberapa hal. Oleh karena masa protrombin tergantung dari perubahan fibrinogen menjadi fibrin maka dapat dimengerti pada pasien KID masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien KID sedang pada <50% pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau memendeknya masa protrombin ini terjadi karena (1) beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau faktor Xa yang dapat mempercepat pembentukan fibrin; (2) hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh trombin dan sistem pembentukan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi KID. 2. Partial Thrombin Time (PTT) PTT yang diaktifkan seharusnya juga memanjang pada KID fulminan karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna daripada masa protrombin. Plasmin 11

menginduksi biodegradasi faktor V, VIII, IX, Xi yang seharusnya menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen <100 mg/dl. PTT juga memanjang pada KID karena FDP menghambat polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang hanya ditemukan pada 50-60% pasien KID dan oleh sebab itu PTT yang normal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan KID. Mekanisme terjadinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien KID sama seperti pada masa protrombin. 3. Kadar Faktor Pembekuan Pemeriksaan kadar faktor pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti pada pasien KID. Sebagaimana sudah disebut sebelumnya pada kebanyakan pasien KID fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama faktor Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan defisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika faktor VIII diperiksa sedang pada penderita KID disertai faktor Xa maka jelas faktor VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem ini faktor Xa meminta kebutuhan faktor VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek dan ini akan diinterpretasi sebagai kadar faktor VIII yang tinggi. 4. FDP Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini adalah akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, sehingga secara tidak langsung menunjukkan jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer solubel. Tetapi sama seperti FDP, ini bukan sebagai diagnostik karena fibrin monomer solubel lain dapat dijumpai pada keadaan klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien penyakit ginjal tertentu, trombosis vena atau arteri serta tromboembolik.

12

5. D-Dimer Tes terbaru untuk KID adalah D-Dimer yang merupakan hasil degradasi dari fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan oleh faktor XIII. Dari pemeriksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID, tampak-nya D-Dimer merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan KID. Analisis beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada KID, ditemukan D-Dimer abnormal pada 93% kasus, kadar AT III abnormal pada 89% kasus, kadar fibrinopeptida abnormal pada 88% kasus dan titer FDP abnormal pada 75% kasus. Kadang titer FDP dan reaksi parakoagulasi dapat negatif pada KID. Hal ini disebab-kan pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sangat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi fragmen D dan E, padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu pelepasan yang berlebihan dari protease-granulosit, kolagenase dan elastase dapat juga melakukan degradasi pada semua sisa fragmen D dan E dan akhirnya memberikan hasil FDP negatif. Jadi FDP negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis KID. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas dalam diagnosis KID. 6. Plasmin Pemeriksaan sistem fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam lab klinik yang berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisis sekunder merupakan respons tubuh mencegah trombosis dalam upaya tubuh menghindari kerusakan organ yang ireversibel pada pasien KID. kerusakan organ. Jika terjadi gangguan sistem fibrinolisis, morbiditas dan mortal-itas akan meningkat sebagai akibat terjadinya Aktivasi sistem fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar Masa lisis euglobin plasminogen dan plasmin dengan teknik substrat sinte-tis.

memberikan sedikit manfaat untuk menilai sistem fibrinolisis pada KID. 7. Trombosit Trombositopenia khas pada KID; jumlah trombosit bervariasi mulai yang paling rendah 2000-3000/mm3 hingga >100.000/mm3. Pada kebanyakan pasien KID trombosit

13

yang diperiksa dalam sediaan apus darah tepi pada umumnya jumlahnya rata-rat 6000/mm3. Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya bergantung pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji trombosit pada KID. Faktor 4 trombosit (PF4) dan beta-tromboglobulin merupakan petanda terjadinya re-aktivitas dan pelepasan trombosit dan biasanya meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4 dan beta-tromboglobulin meningkat dan kemudia menurun sesudah pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan betatromboglobulin pada KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivasi prokoagulan, juga bermanfaat pada pemantauan pengobatan. Berdasarkan patofisiologi KID dapat dibagi menjadi 4 kelompok : (1) aktivasi sistem prokoagulan; (2) aktivasi sistem fibrinolisis; (3) konsumsi penghambat; (4) kerusakan atau kegagalan organ. (1) Aktivasi sistem prokoagulan meliputi protrombin, fragmen 1+2, fibrinopeptida A dan B, kompleks trombin-antitrombin (TAT) dan D-Dimer. meningkat pada KID. (2) Aktivasi sistem fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, plasmin dan plasmin antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada KID. (3) Konsumsi penghambat ada yang meningkat ada yang menurun. antiplasmin, heparin, kofaktor II, protein C dan S. (4) Kerusakan atau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat dehidrogenase, kreatinin dan yang menurun : pH dan PaO2. VIII. PENATALAKSANAAN Dalam mengobati pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan : 1. Khusus : pengobatan KID bersifat individual, 14 Yang meningkat : kompleks TAT, kompleks PAP. Yang menurun : antitrombin, alfa-2Semuanya ini

2. Umum : mengobati pembekuan darah dan mengatasi perdarahan. 1. Terapi Individu Berhubungan dengan banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat penyakit maupun KID bervariasi. perhatian yang besar. Maka pengobatan kasus demi kasus mendapat Kadang pemberian heparin pada kasus yang satu sangat

diperlukan, sebaliknya pada kasus yang lain sama sekali tidak. Jadi setiap individu harus dilihat keuntungan dan kerugian dari pengobatan. 2. Terapi Umum Didasarkan atas etiologi KID, umur, keadaan hemodinamik, beratnya perdarahan, beratnya trombus dan gejala klinis. a. Pengobatan faktor pencetus Pengobatan pada KID fulminan yaitu mengobati secara progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID. b. Menghentikan proses koagulasi. Dapat dilakukan dengan memberikan antikoagulan misalnya heparin. Indikasi pemberian heparin : (1) bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu singkat; (2) penderita yang masih perdarahan bila penyakit dasar sudah dihilangkan; (3) bila ada tanda terjadi trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati. Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis awal 100-200 U/ kgBB iv, selanjutnya pemberian dosis ditentukan dari hasil APTT atau masa pembekuan dan diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin. Target APTT 1,5-2,5 kontrol atau masa pem-bekuan 2-3 kali kontrol. Bila APTT kurang dari 1,5 kali kontrol atau MP kurang 2 kali kon-trol dosis heparin dinaikkan. Bila APTT lebih dari 2,5 kali kontrol atau MP lebih dari 3 kali kontrol maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5 atau 3 kali kontrol dosis dinaikkan, sedang bila kurang dosis diturunkan. Bila APTT 1,5-2,5 kali kontrol atau MP 2-3 kali kontrol, dosis heparin diteruskan.

15

Heparin diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 100.000 200.000 U/ hari. Akhir-akhir ini dianjurkan heparin subkutan dosis 80-100 U/kg tiap 4-6 jam. Kontraindikasi pemberian heparin subkutan maupun intravena pada KID yaitu pasien dengan perdarahan SSP dan gagal hati fulminan. KID fulminan berhasil diobati dengan pemberian AT III tiap 8 jam. Dosis yang dibutuhkan dapat dihitung dengan jumlah total yang dibutuhkan = kenaikan kadar yang diinginkan kadar permulaan x 0,6 x BB. Kadar yang diinginkan biasanya > 125%. 3. Terapi Substitusi Bila perdarahan masih terus berlangsung sesudah penyakit dasar diobati dan sesudah antikoagulan diberikan, untuk ini dapat diberikan plasma beku segar ( fresh frozen plasma; FFP). Bila trombosit turun sampai <25.000/mm3 pemberian trombosit konsentrat perlu diberikan. 4. Anti Fibrinolisis Asam traneksamat atau epsilon-asam amino kaproat hanya diberikan bila trombosis tidak ada dan terjadi fibrinolisis. Menurut penelitian lain penatalaksanaan KID secara teoritis, intervensi pada langkah patofisiologis yang terlibat dalam asal-usul KID dapat bermanfaat, tetapi uji klinis telah mengungkapkan hanya beberapa langkah-langkah untuk digunakan sebagai terapi. 1. Pengobatan Penyebab Utama dan Perawatan Umum Para penyebab penyakit KID harus diperlakukan dengan penuh waspada untuk membalikkan proses. Misalnya, dalam kasus sepsis, antibiotik harus dimulai, dan jika gigitan ular adalah faktor pencetus, anti racun harus dimulai. Jaringan perfusi dan fungsi pernafasan harus dijaga dengan mengganti cairan intravena dan memberikan dukungan oksigen untuk memperbaiki hipoksia. Kekurangan asam folat akut dapat terjadi seiring perjalanan KID kronis dan mengarah ke produksi platelet terganggu, dan harus segera 16 Heparin juga dapat diberikan dengan kombinasi AT III atau anti agregasi trombosit.

diatasi. Koagulopati dapat diatasi oleh pemberian vitamin K 10mg pada dua hari berturutturut. 2. Dukungan hemostatik (Replacement Therapy) Pada pasien yang memiliki tingkat rendah trombosit, fibrinogen dan faktor pembekuan lain seperti yang ditunjukkan oleh PT berkepanjangan, APTT, TT, penggantian faktor ini berguna. Meskipun ada beberapa kekhawatiran bahwa penggantian ini menyediakan 'bahan bakar ke api', tidak ada data klinis untuk mendukung kekhawatiran ini. Terapi penggantian tidak diindikasikan jika tidak ada perdarahan klinis dan ada prosedur invasif yang direncanakan. Jika pasien mengalami perdarahan atau prosedur diperlukan, maka upaya untuk mengembalikan kapasitas hemostatik dengan mengganti trombosit dan faktor koagulasi ditunjukkan. Mengukur konsentrasi trombosit dan fibrinogen dan menilai waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi sangat penting untuk membimbing manajemen. Penggantian dipantau oleh efek langsung setelah transfusi dan beberapa jam kemudian untuk menentukan kebutuhan untuk melanjutkan penggantian lebih lanjut. Komponen darah yang tersedia ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Komponen umum digunakan dalam LPS adalah: plasma beku segar (FFP), kriopresipitat, trombosit konsentrat dan dikemas sel darah merah atau darah. Dosis awal yang diberikan dalam tabel 3 adalah panduan kasar dan dosis lanjutan akan bervariasi tergantung pada tingkat konsumsi dan apakah DIC akan datang terkendali. Penggantian dapat dihentikan bila ada kenaikan jumlah trombosit, kadar fibrinogen dan penurunan FDPs.

17

3.Terapi heparin Penggunaan heparin secara teori menarik karena harus berhenti pembentukan trombin dan proses DIC, tapi dalam prakteknya manfaat ini jarang terlihat. Untuk pasien yang secara aktif perdarahan, heparin akan memperburuk pendarahan sebelum manfaat potensial. Dalam sebagian besar situasi khas DIC akut (yang mencakup 95% atau lebih pasien) terapi heparin belum terbukti berguna dan mungkin berbahaya. Heparin telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan dalam kecil, studi terkontrol pasien dengan koagulasi intravaskular diseminata, tetapi tidak dalam uji klinis terkontrol. Namun ada 18

beberapa indikasi terbatas terapi heparin, seperti pendarahan yang berlebihan terkait dengan hemangioma raksasa. 4. Baru terapeutik strategi Activated Protein C Karena berperan penting pada jalur APC dalam patogenesis sepsis, substitusi APC tampaknya menjadi pengobatan yang menjanjikan. Dalam uji coba fase III klinis APC rekombinan (rAPC) pada pasien dengan sepsis berat dalam dosis 24 mg / Kg / jam selama 96 jam, penurunan yang signifikan dalam mortalitas 28 hari terlihat. Namun, kejadian terjadinya pendarahan serius lebih tinggi pada kelompok rAPC dibandingkan kelompok plasebo. Pedoman untuk penggunaan protein C aktif yang tersedia dan dianjurkan pada pasien dengan sepsis berat dan penilaian klinis dari risiko kematian. 5.Antithrombin (AT III) Tingkat beredar dari AT yang rendah DIC, oleh karena itu suplementasi harus meningkatkan hasilnya. Dalam plasebo buta ganda terkontrol multisenter besar fase III percobaan (Kybersept percobaan) AT digunakan dalam dosis 30.000 IU selama 4 hari. Tidak ada perbedaan angka kematian antara pengobatan dan kelompok plasebo. Selain itu, pasien yang dirawat dengan AT mengalami komplikasi perdarahan lebih lanjut. Ia berspekulasi bahwa seiring penggunaan heparin dengan AT bertanggung jawab atas komplikasi perdarahan lebih lanjut. Studi lain dievaluasi peran AT tanpa heparin bersamaan pada pasien dengan sepsis berat dengan atau tanpa DIC. Ditemukan bahwa AT secara signifikan mengurangi angka kematian pada pasien dengan DIC.14 Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini. 6.Faktor jaringan jalur inhibitor (TFPI) Karena TF / faktor VIIA jalur memainkan peran utama dalam aktivasi koagulasi pada sepsis, substitusi TFPI tampaknya menjadi pilihan yang masuk akal. Hal ini diuji dalam percobaan fase III pada pasien dengan sepsis berat. Tifacogin (TFPI) diberikan dalam dosis .025mg/kg/hr selama 96 jam. Ada yang tidak berpengaruh pada mortalitas dan

19

risiko perdarahan meningkat. Protease Inhibitor Mesylate Gabexate adalah inhibitor protease serin sintetis, termasuk trombin dan plasmin. Oleh karena itu tampaknya akan menjadi agen potensial berguna untuk mengobati koagulasi intravaskular diseminata. Dalam sejumlah terbatas pasien, obat (2mg/kg/hr x 7 hari) tidak mampu menghambat koagulasi atau fibrinolisis, meningkatkan skor DIC atau mengurangi angka kematian pada LPS pra atau ringan. 7. C1-Inhibitor (C1-Inh) Aktivasi faktor Xia menyebabkan ledakan trombin, oleh karena itu penghambatan Xia faktor dengan inhibitor C1 mungkin akan bermanfaat. Dalam sebuah studi pilot dengan jumlah terbatas C1-inhibitor pasien, C1-Inh diberikan kepada pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Disfungsi organ meningkat secara signifikan tetapi tidak berpengaruh pada mortalitas diamati karena sejumlah kecil pasien. 8. Inhibitor Sintetis Pengobatan heparin mungkin tidak efektif karena memerlukan antithrombin untuk aktivitas antikoagulan dan ini biasanya berkurang pada DIC. Langsung inhibitor trombin mungkin lebih efektif karena mereka tidak memerlukan antithrombin. Hirudin rekombinan mengurangi aktivitas trombin di DIC, tapi manfaat klinis belum dievaluasi. Novel antitrombin III - inhibitor trombin independen seperti desirudin dan senyawa terkait, mungkin akan lebih efektif daripada heparin, dan peneliti juga telah menjanjikan hasil. Namun, ada belum pernah ada uji klinis terkontrol obat ini pada pasien dengan DIC dan risiko yang relatif tinggi perdarahan berhubungan dengan penggunaan senyawa ini dapat menjadi faktor pembatas.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Tambunan KL. Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam : Hadinegoro SRH, Satari HI (penyunting). Demam Berdarah Dengue : Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak Dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. 1999:167-79. 2. Levi M, ten Cate H. Disseminated Intravascular Coagulation : Current concept. N Engl J Med. 1999;341:586-91. 3. Furlong MA, Furlong BR. Disseminated Intravascular Coagulation. E-medicine. 2005. Available at http://www.emedicine.com/emerg/HEMATOLOGY_AND_ONCOLOGY.htm 4. http://inet.uni2.dk/%7Eiirrh/IIR/08vasc/+SepCK.htm 5. Blackwell Publishing Ltd, British Journal of Haematology, 145, 2433 25 Guidelines for the diagnosis and management of disseminated intravascular coagulation.2009.

21

6. Labelle Carrie Ann, Kitchens Craig S.Disseminated intravascular coagulation:Treat the cause, not the lab values, on Cleaveland Clinic Journal of Medicine Volume 72 Number 5.2005. 7. Kumar R, Gupta1 V, Disseminated Intravascular Coagulation: Current Concepts, on Indian Journal of Pediatrics Volume 75.2008.

22

Anda mungkin juga menyukai