Anda di halaman 1dari 0

10

BAB II
KURIKULUM VOKASIONAL DAN SENI KRIYA TEKSTIL

A. KURIKULUM VOKASIONAL
1. Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari kata curriculum (Bahasa Ingris)menurut Prof.
Dr. S. Nasution, M. A (Nasution, 2003). Kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang wajib ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Pada tahun 1956
terbit buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning oleh J. Galen
dan William M. Alexander. Dalam buku tersebut menjelaskan arti kurikulum
sebagai berikut:
The Curriculum is the sum total of schools efforts to influence learning, whether
in classroom, on the playground, or out of school. Jadi segala usaha sekolah
untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman
sekolah atau luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang
disebut kegiatan ekstra-kurikuler (dalam Nasution, 2003).

Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)
No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 19, ditegaskan arti kurikulum dalam lingkup
pendidikan di Indonesia sebagai berikut:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, sisi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Depdiknas,
2004).



11
Di Indonesia saat ini kurikulum disusun berdasarkan pedoman dari Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk tingkat dasar dan menengah, sesuai
dengan PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 16 ayat
1. Dalam PP yang sama pasal 7 ayat 2, menyatakan bahwa, sekolah dan komite
sekolah mengembangkan kurikulum di bawah supervisi Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota.

2. Pengertian Vokasional
Vokasional adalah kemampuan dalam melakukan eksplorasi terhadap
masalah pendidikan dan pekerjaan, penilaian terhadap kemampuan diri yang
dikaitkan dengan masalah pekerjaan, perencanaan masalah pekerjaan,
pengambilan keputusan dalam pemilihan pekerjaan.
Pendidikan vokasional merupakan penggabungan antara teori dan praktik
secara seimbang dengan orientasi pada kesiapan kerja lulusannya. Kurikulum
dalam pendidikan vokasional, terkonsentrasi pada sistem pembelajaran keahlian
(apprenticeship of learning) pada kejuruan-kejuruan khusus (specific trades).
Kelebihan pendidikan vokasional ini, antara lain, peserta didik secara langsung
dapat mengembangkan keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atau
bidang tugas yang akan dihadapinya.
Tujuan penting diselenggarakan pendidikan secara luas menurut Finch and
Crunkliton (1979), yaitu : (a) pendidikan untuk hidup, (b) pendidikan untuk
mencari penghidupan Dimensi pendidikan vokasional menurut Finch & Mc
Gough (1982), meliputi :


12
1. Dimensi manusia (human), meliputi hubungan manusiawi,_kreativitas,
komitment (tanggung jawab), fleksibilitas, dan orientasi jauh kedepan.
2. Dimensi tugas (task) meliputi perencanaan, pengembangan, manajemen, dan
penilaian.
3. Dimensi lingkungan (environment) meliputi sekolah, masyarakat, dan
penyediaan tenaga kerja (tersedia online, http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0204/30/dikbud/pend40.htm).

Bahwa secara teori Pendidikan Vocational menurut Rupert Evans (1978)
bertujuan untuk : a) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, b)
Meningkatkan pilihan pendidikan pendidikan bagi setiap individu dan c)
Mendorong motivasi untuk belajar terus Pendidikan vokasional adalah program
pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang untuk
suatu pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier seseorang (United
States Congress, 1976)

3. Perkembangan Kurikulum Vokasional di Indonesia
Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan beberapa kali.
Perubahan kurikulum khususnya untuk Kurikulum Vokasional di SMK dimulai
dari tahun 1964 sampai tahun 2006.
TABEL 2.1
PERKEMBANGAN ORIENTASI KURIKULUM DIKMENJUR
Periode (Tahun) Nama Kurikulum Orientasi
1964 1975 Kurikulum 1964 Pendekatan kebutuhan
masyarakat akan
pendidikan (Social
Demand approach)
1976 1984 Kurikulum 1976 Pendekatan kebutuhan
tenaga kerja untuk


13
pembangunan (Man
Power Demand
approach)
1984 1994 Kurikulum 1984 Pendekatan Humaniora
yaitu keseimbangan
ranah kognitif, afektif,
psikomotorik, mengacu
pada keterampilan
proses.
1994 2004 Kurikulum SMK 1994 Pendekatan kompetensi
berdasarkan kebutuhan
pasar kerja (Competency-
based approach, demand
driven)
Kurikulum SMK Edisi
1999
Pendekatan kompetensi
berdasarkan kebutuhan
pasar kerja (Competency-
based approach) dan
pendidikan berbasis luas
dan mendasar (Broad
based Education)
2004 2006 Kurikulum SMK edisi
2004
Pendekatan kompetensi
berdasarkan kebutuhan
pasar kerja (Competency-
based approach),
kecakapan hidup (Life
Skills), pendidikan
berbasis luas dan
mendaasar (Broad-based
Education)
2006 sekarang Kurikulum Tingkat
satuan Pendidikan
(KTSP)
Pendekatan kompetensi
berdasarkan kebutuhan
pasar kerja (Competency-
based approach),
kecakapan hidup (Life
Skills), pendidikan
berbasis keunggulan
local dan global

Sumber: http://kurikulumsmk.freehosting.net/




14
4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah,
sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik peserta didik. Saat ini,
sebagai perkembangan terakhir kurikulum di Indonesia diarahkan pada
penggunaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengertian KTSP
menurut PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 ayat
15 adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan. Dengan KTSP ini setiap tingkatan sekolah di setiap
kota atau kabupaten dapat mengembangkan kurikulumnya sendiri dengan
pengawasan Dinas Pendidikan setempat. Pengembangan KTSP ini juga hasrus
berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
Berkaitan dengan standar nasional pendidikan, pemerintah telah
menetapkan beberapa aspek pendidikan yang harus distandarkan, yakni Standar
Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah telah disahkan Menteri dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei Tahun 2006.
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah telah
disahkan Menteri dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun
2006 tanggal 23 Mei 2006.
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan mengacu kepada tujuan
umum pendidikan berikut:


15
1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya (E.
Mulyasa, 2006: 13).

5. Struktur Kurikulum Pendidikan Vokasional
Mengacu pada tujuan pendidikan menengah vokasional agar peserta didik
dapat bekerja secara efektif dan efesien serta mengembangkan keahlian dan
keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang
keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja
yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya,
serta memiliki kemampuan mengembangkan diri.
Struktur kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK) meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai dari kelas X sampai dengan kelas
XII. Struktur kurikulum SMK atau MAK disusun berdasarkan standar kompetensi
lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.







16

TABEL 2.2
STRUKTUR KURIKULUM SMK/MAK

KOMPONEN
ALOKASI WAKTU
Kelas X, XI, XII
Jam Pelajaran
Per Minggu
Durasi waktu
(jam)
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 192
2. Pendidikan
Kewarganegaraan 2 192
3. Bahasa Indonesia 2 192
4. Bahasa Inggris 4 440
5. Matematika 4 440
6. Ilmu Pengetahuan Alam 2 192
7. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 192
8. Seni Budaya 2 192
9. Pendidikan jasmani,
Olahraga dan kesehatan 2 192
10. Kejuruan
10.1 Keterampilan Komputer
dan Pengelolaan Informasi 2 202
10.2 Kewirausahaan 2 192
10.3 Dasar Kompetensi
Kejuruan 2 140
10.4 Kompetensi Kejuruan 6 1000
B. Muatan Lokal 2 192
C. pengembangan diri 2 192
Jumlah 36 3950

Sumber: BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Seperti dilihat dalam tabel di atas kurikulum SMK/MAK berisi mata
pelajaran wajib, mata pelajaran dasar kejuruan, muatan lokal dan pengembangan
diri.
Implikasi kurikulum di atas adalah sebagai berikut.


17
1. Di dalam penyusunan kurikulum SMK/MAK mata pelajaran dibagi ke dalam
tiga kelompok, yaitu kelompok normatif, adatif, dan produktif. Kelompok
normatif adalah mata pelajaran yang dialokasikan secara tetap yang meliputi
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, dan Seni Budaya. Kelompok
adaptif terdiri dari atas mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika,
Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi, Kewirausahaan, IPA, dan
IPS. Kelompok produktif terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang
dikelompokkan dalam Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan.
2. Materi pembelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan
disesuaikan dengan kebutuhan program keahlian untuk memenuhi standar
kompetensi kerja di dunia kerja.
3. Pendidikan di SMK/MAK diselenggarakan dalam bentuk pendidikan sistem
ganda.
4. Alokasi waktu satu jam pelajaran tatap muka adalah 45 menit.
5. Beban belajar di SMK/MAK meliputi kegiatan pembelajaran tatap muka,
praktik di sekolah dan kegiatan kerja praktik di dunia usaha atau industri
ekuivalen dengan jam 36 jam pelajaran per minggu.
6. Minggu efektif pada SMK/MAK adalah 38 minggu dalam satu tahun
pelajaran.
7. Lama penyelenggaraan pendidikan pada SMK/MAK tiga tahun, maksimum
empat tahun sesuai dengan tuntutan program keahlian.



18
B. Kompetensi dan Standar Kompetensi
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Kompetensi yang
ada dalam Bahasa Inggris adalah competency atau competence merupakan kata
benda. Menurut William D. Powell dalam aplikasi Linguist Version 1.0 (1997)
diartikan: 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata sifat dari
kompetensi adalah kompeten yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.
Robert A. Roe (2001) mengemukakan definisi kompetensi yaitu
competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role.
Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes.
Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work
experience and learning by doing (tersedia online,
http://www.docstoc.com/docs/26564667/Pengertian-Kompetensi).
Definisi di atas menggambarkan kompetensi sebagai kemampuan untuk
melaksanakan suatu tugas, peran, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan,
keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan
untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada
pengalaman dan pembelajaran yang sudah dilakukan.
Dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005
dikemukakan tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), bahwa Standar
kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup, sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) SMK/MAK
adalah


19
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
perkembangan remaja.
2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri
serta memperbaiki kekurangannya.
3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,
perbuatan, dan pekerjaannya.
4. Berpartisipasi dalam menegakkan aturan-aturan sosial.
5. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi dalam lingkup global.
6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis,
kreatif, dan inovatif.
7. Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam
pengambilan keputusan.
8. Menunjukkan kemampuan budaya belajar untuk pemberdayaan diri.
9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang
terbaik.
10. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks.
11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial.
12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
13. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya.
15. Mengapresiasi karya seni dan budaya.
16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok.
17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan
lingkungan.
18. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat.
20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
21. Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis
dan estetis.
22. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
23. Menguasai kompetensi Program Keahlian dan Kewirausahaan baik untuk
memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi
sesuai dengan kejuruannya.

Sumber: BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.





20
C. PENDIDIKAN SENI RUPA
1. Proses Belajar Mengajar Seni Rupa
Disadari atau tidak, sepanjang kehidupan manusia tak dapat dipisahkan
dengan seni karena menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak zaman purba
sampai sekarang dan nanti. Seni adalah salah satu kebutuhan manusia yang sama
pentingnya dengan kebutuhan primer lainnya seperti sandang, pangan, dan papan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, seni merupakan perbuatan manusia yang timbul
dari hidup perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa
perasaan manusia. Seni diklasifikasikan menjadi seni rupa, musik, tari dan
drama/teater. Seni musik, seni tari, dan seni drama/teater termasuk dalam satu
jenis seni pertunjukan.
Hasil karya seni rupa dalam kehidupan sehari-hari dapat kita nyata
rasakan, mulai dari gambar pada sampul sebuah buku, patung di jalanan, iklan di
televisi, peralatan rumah tangga hingga pakaian yang dikenakan.
Pembelajaran seni rupa dewasa ini sudah menjadi bagian dari program
pendidikan umum di sekolah-sekolah dan juga perguruan tinggi. Dasar dan
sasaran pembelajaran melalui kegiatan seni rupa adalah membantu siswa untuk
dapat mengungkapkan gagasan, sikap, perasaan, nilai, dan imajinasi yang
melibatkan pertumbuhan pribadinya. Selain itu dalam pembelajaran seni rupa
siswa dapat memperoleh pemahaman mengenai warisan budaya dan peranan
seniman serta perajin. Di Indonesia, istilah Pendidikan Seni Rupa mulai
diperkenalkan kepada masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan pada tahun
1970-an (Enday Tarjo, 2004: 11).


21
Pendidikan seni rupa dapat bermanfaat bagi kehidupan pribadi maupun
bermasyarakat karena melalui pendidikan tersebut membantu anak untuk dapat
menggunakan kecerdasan dalam menilai karya seni, mencerap lingkungan
hidupnya, dan dapat mengekspresikan diri dengan bantuan keterampilan yang
didapat dalam pendidikan, sehingga bentuk karya yang sesuai dengan bakat yang
dimilikinya dapat disumbangkan bagi kesejahteraan hidup.
Pembelajaran seni rupa disampaikan mulai dari masa kanak-kanak baik
dalam pendidikan di sekolah formal maupun informal. Sekolah merupakan tempat
membina dan melatih diri melalui pengajaran dan pendidikan untuk mengatasi
segala masalah di masyarakat kelak setelah anak menyelsaikan sekolah. Bagi
pendidikan seni rupa, peranan sekolah adalah memberikan fasilitas berbentuk
prasarana, sarana, alat, bahan, dan bimbingan untuk tempat berlatih, berkarya, dan
mengukur kemampuan. Siswa dilatih menghadapi tantangan dalam mengelola
bahan, menyesuaikan pendapat dan pemahaman mengenai berkarya dan karya
seni melalui diskusi dengan guru dan temannya, termasuk mengukur kemampuan
dan bakatnya melalui ujian.
Secara umum kegiatan seni rupa bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan berekspresi, berkreasi, dan apresiatif dalam rangka menunjang
perkembangan pribadi yang utuh. Sasaran dalam kegiatan seni rupa disamping
tujuan utama pendidikan adalah untuk mencapai kepuasan. Tetapi adakalanya
dengan bimbingan guru disekolah, menghasilkan karya-karya bermutu menyamai
karya seni para seniman. Beberapa karya seni yang dibuat oleh siswa secara
spontan, didalamnya ditemukan nilai-nilai psikologi dan estetis, serta nilai


22
formalitas atau intuitif. Wujudnya terlihat pada kesatuan konsepsi dan penyajian,
ketegasan garis, kecocokan penempatan, vitalitas warna, juga keluguan dan
ketulusannya yang digambarkan melalui karyanya.

2. Metode Belajar Mengajar di SMK Jurusan Tekstil
Metode pembelajaran seni bukanlah sekedar langkah-langkah dari sebuah
proses atau cara bagaimana kita melaksanakan sesuatu. Metode pembelajaran seni
memiliki wawasan luas, melebihi yang dapat dijangkau oleh pikiran dan perasaan.
Yang utama dalam metode ini pada dasarnya, jenis tugas dan inti dari pelajaran
yang akan diajarkan.
Method doesnt means step by step of a process, nor how to do it. It is
broader, deeper, farther teaching than all that di kemukakan oleh Fransesco
(1958) Metode bukan sekedar cara atau tahapan-tahapan langkah dari suatu proses
tetapi lebih luas dari itu (Enday tarjo, 2004: 126).
Beberapa metode belajar mengajar yang biasa digunakan pada Sekolah
Menengah Kejuruan diantaranya adalah
a. Metode Kelompok Kecil (Metode KK)
Metode kelompok Kecil (Metode KK) digunakan dalam proses belajar
mengajar yang menekankan pada kemampuan berdiskusi dan kemampuan analitis
untuk memecahkan suatu masalah. Setiap kelompok terdiri antara 4 sampai 8
orang.


23
Metode KK dipilih karena dalam pendidikan keterampilan metode klasikal
dianggap kurang cocok, sedangkan metode pendekatan individual membutuhkan
waktu relative lama.







Gambar 2.1
Skema Belajar Mengajar Metode Kelompok Kecil
Sumber: Desain Kerajinan Tekstil (1995:2)
Dari skema di atas terlihat peranan anggota dalam proses belajar mengajar
melalui diskusi tentang materi atau peragaan yang terlebih dahulu diberikan oleh
guru. Bila ada hal-hal yang masih belum dipahami guru tidak harus selalu yang
menjawabnya, namun bisa juga oleh sesama anggota kelompok kecil tersebut.

b. Metode Latihan Partisipasi (Metode LP)
Metode Latihan Partisipasi (Metode LP) banyak di terapkan pada praktek
dalam penataran dan pendidikan keterampilan. Metode LP tidak mementingkan
pengetahuan melainkan bagaimana menguasai teori melalui latihan, praktek dan
simulasi. Proses belajar mengajar yang menggunakan Metode LP merupakan
perputaran (siklus) yang bisa diawali dari mana.

ANGGOTA KELOMPOK
HASIL
BELAJAR
PROSES
BELAJAR


24
MENGERJAKAN
MEMPERHATIKAN

MENERAPKAN
MENGUNGKAPKAN

MENYIMPULKAN MENGOLAH/
MENGANALISIS



Gambar 2.2
Skema Belajar Mengajar Metode Latihan Partisipasi
Sumber: Desain Kerajinan Tekstil (1995:3)
c. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Dengan menggunakan Metode Cara Belajar Siswa Aktif (Metode CBSA)
diharapkan siswa mampu mengembangkan keterampilan dan memahami proses
dalam praktek. Metode ini sebenarnya bukan pengalihan pengetahuan kepada
siswa, melainkan pelatihan konsep berfikir siswa. Dengan demikian siswa tidak
diharuskan hanya mengahafal teori tetapi bisa menerapkan dalam praktek.









Gambar 2.3
Skema Belajar Mengajar Metode CBSA
Sumber : Desain Kerajinan Tekstil (1995:4)

KONSEP

KETERA-
MPILAN

SIKAP


25


d. Metode Pembinaan Kreativitas (Metode PK)
Metode Pembinaan Kreativitas (Metode PK) pada intinya memadukan tiga
potensi siswa, yaitu potensi fisik, kreativitas dan rasio. Pengetahuan apapun yang
diberikan dan keterampilan apapun yang dipraktikan seyogyanya tidak mendesak
kretivitas siswa, apalagi sampai mematikannya. Kreativitas siswa perlu diberi
kesempatan untuk selalu berkembang sehingga mampu berimprovisasi dalam olah
teknik, prosedur pembuatan desain dan pemecahan berbagai masalah dalam
lingkup industri kerajinan.








Gambar 2.4
Skema Metode Pembinaan Kreativitas
Sumber : Desain Kerajinan Tekstil (1995:4)


3. Kompetensi Jurusan Kriya Tekstil
Pengetahuan dasar tentang tekstil perlu dikuasai oleh siswa SMK Jurusan
Seni Rupa dan Kriya sebagai suatu landasan pengetahuan dalam mempelajari
berbagai keterampilan kriya tekstil. Dengan suatu dasar pemahaman yang baik,


26
proses pelatihan keterampilan akan menjadi lebih mudah dan juga untuk
mengantisipasi perkembangan berbagai teknik baru dalam Kompetensi Kriya
Tekstil:
a. Dasar Kompetensi Kejuruan Kriya tekstil:
1. Kompetensi Umum
2. Kompetensi Umum Bidang Kriya Tekstil
b. Kompetensi Kejuruan Kriya Tekstil:
1. Kriya Tekstil Batik
2. Kriya Tekstil Sulam
3. Kriya Tekstil Jahit Perca
4. Kriya Tekstil Jahit Tindas dan Aplikasi
5. Kriya Tekstil Cetak Saring
6. Kriya Tenun/Tapestry
7. Kriya Tekstil Makrame

4. Tujuan Jurusan Keahlian Tekstil Sekolah Menengah Kejuruan
Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Keahlian Tekstil merupakan bagian
dari pendidikan menengah kejuruan dalam sistem pendidikan nasional yang
memiliki tujuan menyiapkan peserta didik agar:
a. Siap memasuki lapangan kerja sector formal dan informal serta
mengembangkan sikap professional di bidang kriya tekstil.
b. Mampu memilih karir, mampu berkompetensi dan mampu mengembangkan
diri di bidang kriya tekstil.


27
c. Menjadi tenaga kerja kriya tekstil tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan
dunia usaha dan industri pada saat ini dan masa yang akan datang.
d. Menjadi warga Negara yang normatif, adatif, produktif, kreatif dan inovatif di
bidang kriya tekstil. (GBPP SMK Program Keahlian Kriya Tekstil, 2000: 2)

5. Fungsi Jurusan Keahlian Tekstil
Jurusan Keahlian Tekstil memiliki peranan dalam membentuk siswa yang
memiliki kompetensi sesuai dengan jurusannya yaitu menguasai teknik dan
keterampilan dasar dalam pembuatan benda kerajinan tekstil serta memiliki
wawasan materi dan praktek mengenai benda kerajinan tekstil.
Fungsi Jurusan Keahlian Tekstil menurut GBPP SMK (1994:37) adalah
sebagai berikut:
a. Mata Pelajaran inti pada program studi keahlian kriya tekstil.
b. Wahana penyiapan penguasaan keteknikan dan keterampilan dasar pembuatan
benda kerajinan tekstil.
c. Wahana pembentukan sikap professional dan pembekalan kemampuan
pengembangan pembuatan benda kerajinan.

D. SENI KRIYA TEKSTIL
1. Seni Kriya
Seni kriya merupakan cabang dari seni rupa terapan yaitu seni yang
mengutamakan fungsi pakainya selain juga dinikmati mutu seninya. Istilah seni
kriya berasal dari kata kr (bahasa sansekerta) yang berarti mengerjakan. Seni


28
kriya adalah menciptakan sesuatu dengan kesadaran dan rasa keindahan,
dikerjakan oleh perorangan dengan telaten, untuk dipakai atau dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah kriya dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1995: 531)
adalah pekerjaan (kerajinan tangan) dan pengertian seni kriya menurut kamus
besar Bahasa Indonesia (1993) menjelaskan bahwa Kriya adalah pekerjaan
tangan atau kerajinan,
Sementara menurut Timbul Haryono (2002), dalam arti khusus seni kriya
adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau objek yang bernilai
seni.
Dengan mengkaji pengertian kriya dari beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa kata kunci dari kriya adalah pekerjaan, mengerjakan karya
seni.
Secara umum seni kriya lebih dipahami masyarakat dengan istilah seni
kerajinan. Namun antara kriya dan seni kerajinan memiliki perbedaan apabila
dilihat dari segi keprofesiannya, diungkapkan oleh Gustami (2002):
Perbedaan antara kriya dan kerajinan dapat disimak dari keprofesiannya,
kriya di masa lalu yang berada dalam lingkungan istana untuk pembuatnya
diberikan gelar Empu. Dalam perwujudannya sangat mementingkan nilai
estetika dan kualitas skill. Sementara kerajinan yang tumbuh di luar
lingkungan istana, si pembuatnya disebut dengan Pandhe. Perwujudan
benda-benda kerajinan hanya mengutamakan fungsi dan kegunaan yang
diperuntukkan untuk mendukung kebutuhan praktis bagi masyarakat
(rakyat).

Berdasarkan kutipan di atas seni kriya telah ada sejak masa lalu.
Pemisahan berdasarkan kedudukan mencerminkan posisi dan eksistensi seni kriya


29
pada masa itu. Seni kriya dalam sejarahnya tercatat telah ada sejak zaman batu.
Perkembangan kehidupan ekonomi terjadilah persinggungan antara kegiatan seni
di istana. Maka terjadilah pergeseran nilai seni kriya dari benda upacara menjadi
benda pakai dengan pertimbangan ekonomi.
Pada dasarnya, ketika manusia untuk pertama kalinya ingin memenuhi
kebutuhan hidupnya yang mendesak maka timbulah tanda-tanda perbuatan yang
dapat digolongkan dalam kegiatan kriya.
Kebutuhan untuk melindungi diri dari gangguan alam, dari gangguan
binatang buas dan kebutuhan untuk makan adalah kebutuhan pokok manusia
untuk melestarikan hidupnya. Sejak itu manusia mulai berusaha untuk berteduh,
membuat pakaian, membuat peralatan untuk mengumpulkan makanan, berburu
dan untuk membela diri. Semua kegiatan tersebut melibatkan manusia dalam
kegiatan kriya.
Kekayaan Kekhasanah seni kria tumbuh dan berkembang karena
kesinambungan tradisi sebelumnya seperti dan karena pengaruh dari kebudayaan
luar. Seni kriya tidak lepas dari kondisi di lingkungan budaya setempat. Bentuk
dan fungsi dari setiap hasil karya seni kriya yang dihasilkan setiap tempat akan
ada perbedaan yang dipengaruhi oleh beragam jenis lingkungan alam, sosial,
budaya, dan mata pencaharian.
Seni kriya mengutamakan terapan atau fungsi sesuai dengan pendapat
Soedarso (1997: 2) yaitu
Membuat barang pakai tidak dapat dibuat sembarangan saja. Tidak boleh
semata-mata merupakan cetusan emosi seperti membuat lukisan.
Sebaliknya untuk membuat suatu barang pakai betapapun kecilnya dan


30
sederhananya, memerlukan pemikiran dan pertimbangan serius dan
menyeluruh, lebih-lebih barang itu akan dipasarkan.

Dengan memaknai pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
dalam membuat suatu benda seni kriya diperlukan syarat-syarat yang menjadi
tuntunan dalam proses pembuatan benda tersebut. Adapun syarat-syarat tersebut
adalah
1. Utility atau aspek kegunaan Security yaitu jaminan tentang keamanan orang
menggunakan barang-barang itu.
a. Comfortable, yaitu enaknya digunakan. Barang yang baik digunakan disebut
barang terap. Barang-barang terapan adalah barang yang memiliki nilai praktis
yang tinggi.
b. Flexibility, yaitu keluwesan penggunaan. Barang-barang seni kriya adalah
barang terap yaitu barang yang wujudnya sesuai dengan kegunaan atau
terapannya. Barang terap dipersyaratkan memberi kemudahan dan keluwesan
penggunaan agar pemakai tidak mengalami kesulitan dalam penggunaannya.
2. Estetika atau syarat keindahan
Sebuah barang terapan betapapun enaknya dipakai jika tidak enak
dipandang maka pemakai barang itu tidak merasa puas. Keindahan dapat
menambah rasa senang, nyaman dan puas bagi pemakainya. Dorongan orang
memakai, memiliki, dan menyenangi menjadi lebih tinggi jika barang itu
diperindah dan berwujud estetik.


31
Indonesia memiliki beraneka ragam hasil karya seni kriya dan setiap hasil
karyanya memiliki ciri khas serta keunikannya masing-masing. Jenis-jenis seni
kriya Indonesia adalah:
1. Seni kriya kayu, adalah seni kriya yang menggunakan bahan baku dari kayu
yang dikerjakan atau dibentuk menggunakan tatah ukir.
2. Seni kriya kulit, adalah seni kriya yang menggunakan bahan baku dari kulit
yang sudah dimasak, kulit mentah atau kulit sintesis.
3. Seni kriya tekstil, adalah seni kriya yang menggunakan bahan baku serat,
berupa kain dengan proses menjahit, membatik, membordir, menenun, dan
lain-lainl.
4. Seni kriya keramik, adalah seni kriya yang menggunakan bahan baku dari
tanah liat yang melalui proses sedemikian rupa (dipijit, butsir, pilin,
pembakaran, dan glasir).
5. Seni kriya logam, adalah seni kriya yang menggunakan bahan logam seperti
besi, perunggu, emas, perak. Sedangkan teknik yang digunakan biasanya
menggunakan teknik cor, ukir, tempa atau sesuai dengan bentuk yang
diinginkan.
Ada beberapa unsur yang menjadi dasar terbentuknya wujud seni rupa,
yaitu titik, garis, bidang, bentuk, warna dan tekstur. Dalam penciptaan sebuah
karya seni diperlukan ilmu yang mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan
persepsi, ruang, bentuk, warna dan bahan berwujud dua dimensi dan tiga dimensi
yang dikenal dengan ilmu nirmana. Selain pengetahuan diatas untuk menciptakan


32
suatu seni kriya perlu diperhatikan prinsip-prinsip dalam mengolah unsur seni
rupa yaitu
a. Kesatuan (unity), merupakan paduan dari berbagai unsur seni rupa yang
membentuk suatu konsep sehingga memberikan kesan satu bentuk yang utuh
dan merupakan akhir dari seluruh prinsip penyusunan unsur seni rupa.
b. Simmetri (symmetry), menggambarkan dua atau lebih unsur yang sama dalam
suatu susunan yang diletakkan sejajar atau unsur-unsur di bagian kiri sama
dengan bagian kanan.
c. Irama (rhythm), merupakan suatu pengulangan unsur-unsur seni rupa (garis,
bentuk, atau warna) secara berulang (terus menerus), teratur, dan dinamis.
d. Keseimbangan (balance), atau balans merupakan penempatan unsur-unsur seni
rupa ( warna, bidang, bentuk) dalam suatu bidang baik secara teratur maupun
acak. Keseimbangan dapat diwujudkan melalaui penyusunan unsur seni rupa
yang simetris maupun asimetris. Keseimbangan memberikan tekanan pada
stabilitas.
Ada tiga jenis keseimbangan yaitu: keseimbangan mendatar,
keseimbangan tegak lurus dan keseimbangan radial/kesimbangan kombinasi
(keseimbangan antarakeseimbangan mendatar dan tegak lurus).
e. Harmoni (harmony), merupakan keselarasan paduan unsur-unsur seni rupa
yang berdampingan, sedang hal sebaliknya (bertentangan) disebut kontras.
Harmoni terbentuk karena adanya unsur keseimbanganm keteraturan, kesatuan,
dan keterpaduan yang masing-masing saling mengisi.


33
Seni kriya merupakan seni terapan yang selain mempunyai aspek-aspek
keindahan juga menekankan aspek kegunaan atau fungsi. Seni kriya memiliki
bermacam-macam fungsi di antaranya sebagai berikut.
a. Seni kriya sebagai benda pakai, adalah seni kriya yang diciptakan
mengutamakan fungsinya, adapun unsur keindahannya hanyalah sebagai
pendukung.
b. Seni kriya sebagai benda hias, yaitu seni kriya yang dibuat sebagai benda
pajangan atau hiasan. Jenis ini lebih menonjolkan aspek keindahan daripada
aspek kegunaan atau segi fungsinya.
c. Seni kriya sebagai mainan, yaitu seni kriya yang dibuat untuk digunakan
sebagai alat permainan.

2. Tekstil
Sejak masa prasejarah, awal dikenalnya tekstil berfungsi sebagai
pelindung, disamping fungsi-fungsi lainnya. Indonesia memiliki corak tekstil
beraneka ragam dilihat dari ragam hias, ragam warna, bangun anyaman, dan
ragam teknik tekstilnya.
Barang-barang tekstil merupakan hasil akhir dari serangkaian proses yang
berkesinambungan. Pembuatan tekstil dimulai dari satuan terkecilnya, yaitu serat.
Pembuatan tekstil sangat erat kaitannya dengan proses pengolahan selanjutnya,
yaitu pemintalan serat menjadi benang, benang menjadi kain, hingga akhirnya
terwujud kain sebagai suatu produk akhir.



34

















Gambar 2.5
Skema Pengolahan Bahan Dasar Tekstil
Sumber : Kriya Tekstil (2008:3)


Pada dasarnya corak tekstil diolah melalui jalinan bangun anyaman atau
terjadi di luar proses panjalinan (penenunan). Pembentukan corak di luar jalinan
dilakukan dengan teknik rintang warna, pewarna langsung (lukisan dan prada),
sulam bordir, dan tempelan (aplikasi dan manik-manik). Kain putih hasil
Barang jadi
Membatik Mencelup
kain
Menyablon/Mencetak
saring
Menjahit Menyulam
Kain Barang jadi
Teknik hias Latar
Barang jadi
Serat
Memintal
Mencelup Benang
Tekstil Struktur
Benang
Menenun Merajut Merenda Membuat Makrame


35
penenunan lusi putih dan pakan putih. Putih merupakan warna dasar (alami) yang
bersifat netral. Kain putih biasanya dipakai untuk tritik, plangi, batik.















Gambar 2.6
Klasifikasi Desain Tekstil
Sumber: Kriya Tekstil (2008:7)



a. Batik
1. Sejarah singkat Batik
Batik merupakan salah satu kesenian Indonesia yang ada sejak zaman
dahulu. Ada berbagai pendapat mengenai asal-usul sejarah batik. Beberapa
pendapat pendapat diantaranya mengatakan bahwa batik datang bersamaan
dengan pengaruh agama Hindu dari India dan adapula yang berpendapat bahwa
berdasarkan bukti-bukti bahwa teknik batik tidak hanya dikenal di daerah-daerah
yang langsung terkena kebudayaan Hindu saja (Jawa dan Madura), Tetapi batik
diproduksi juga di Toraja, Flores, Halmahera, bahkan di Irian (Departemen
DESAIN
TEKSTIL
STRUKTUR
(Dilaksanakan pada
waktu pembuatan
kain)
DESAIN APLIKASI
PRODUK TEKSTIL
PERMUKAAN
(Dilaksanakan
setelah pembuatan
kain selesai)
Anyaman tenun
Jeratan Knitting
Jalinan Renda
Braiding Anyaman Pita
Batik
Printing
Sulaman
Bordir
Songket

Pakaian
Tekstil Kebutuhan Rumah Tinggal
Kain Kebutuhan Rumah Tangga
Tekstil Pada Bidang Lain



36
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995:71). Pendapat lain yang dapat memperkuat
bahwa batik merupakan kesenian Indonesia terdapat pada alat seni batik di
Indonesia yaitu canting tulis. Pemakaian canting tulis memberi corak tersendiri
pada seni batik Indonesia karena canting merupakan faktor utama yang
membedakan antara hasil seni batik Indonesia dan kain-kain berwarna dari India
yang memakai stempel atau pena kayu.
Ragam Hias adalah bagian yang tak terpisahkan dari ciri tekstil Indonesia.
Ragam hias yang biasa digunakan dalam batik Indonesia kebanyakan
menggunakan pola dari dunia flora dan fauna di Indonesia. Di Indonesia batik
dibuat di berbagai daerah, setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan ciri
khas masing-masing, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Namun dari
ciri khas tersebut tentunya terdapat beberapa persamaan ataupun perbedaan dari
setiap batik yang dihasilkan suatu daerah karena adanya gaya, selera, kepercayaan
yang dianut, tata kehidupan, dan alam geografis yang berbeda. Adanya perbedaan
teknik dan proses menandai perbedaan ragam hias tekstil sejak masa prasejarah
sampai sekarang. Dari teknik rintang warna kita mengenal kain tritik, plangi, ikat,
dan batik. Dari teknik tenun kita mengenal kelim, sungkit, pilih, dan teknik
sisipan pakan atau lusi dan selain itu masih banyak teknik lainnya.







37
TABEL 2.3
PERKEMBANGAN TEKNIK RINTANG WARNA
ZAMAN PRASEJARAH HINGGA KEMERDEKAAN

Masa
Teknik Rintang
Warna
Bahan
Tujuan
Pewarna Perintang Media
P
r
a
s
e
j
a
r
a
h

Lukisan Gua
kapur
tanah
merah
tangan
dinding
gua
magis dan
pemujaan
terhadap
nenek
moyang
Celup ikat
tanah
merah dan
pewarna
alam
tali
manik-
manik,
biji-bijian
kain katun
pintal
tangan
dan tenun
tangan
magis dan
pemujaan
terhadap
nenek
moyang

tenun ikat
pewarna
alam
tali
benang
lusi atau
pakan
magis dan
pemujaan
terhadap
nenek
moyang
Batik
pewarna
alam
bubur
ketan,
malam
kain katun
pintal
tangan
dan tenun
tangan
magis dan
pemujaan
terhadap
nenek
moyang
K
e
r
a
j
a
a
n

H
i
n
d
u
/
B
u
d
h
a

Batik tulis (dukun)
pewarna
alam (nila)
bubur
ketan,
malam,
kuas
bambu
kain katun
pintal
tangan
dan tenun
tangan
Persembahan
kepada dewa
dan magis
Batik tulis
(kalangan keraton)
pewarna
alam (nila)
malam
(malam
tawon),
canting)
kain katun
pintal
tangan
dan tenun
tangan
persembahan
kepada raja
Batik tulis (rakyat)
pewarna
alam (nila
dan
mengkudu)
malam
(malam
tawon),
canting)
kain katun
pintal
tangan
dan tenun
tangan
sandang
untuk sendiri
dan barter





38
Masa
Teknik Rintang
Warna
Bahan
Tujuan
Pewarna Perintang Media
I
s
l
a
m

Batik tulis (rakyat)
pewarna
alam dan
bahan
olahan
malam
dengan
tambahan
elemen alam
lainnya,
canting tulis
kain katun
pintal
tangan
dan tenun
tangan,
bahan
impor
pembuatan
sandang,
dijual di
pasar local
Batik tulis (kalangan
keraton)
pewarna
alam dan
bahan
olahan
malam
dengan
tambahan
elemen alam
lainnya
(damar,
gondorukem,
gajih, dan
minyak
kelapa,
canting tulis
kain katun
impor dan
produk
massal
pembuatan
sandang
untuk raja
dan
golongan
bangsawan,
dibuat atas
dasar
pesanan
P
e
n
j
a
j
a
h
a
n

Batik tulis dan cap
(kalangan
wirausahawan santri)
pewarna
sintesis
dan
pewarna
olahan
(buatan)
malam
dengan
unsur
tambahan,
seperti
parafin,
malam
mikro, cap,
canting tulis
kain katun
impor dan
produk
massal
dijual
dipasar
lokal dan
manca
untuk
keperluan
sandang
tradisional
Batik tulis dan cap
(Cina dan Belanda)
pewarna
sintesis
malam
dengan
unsur baru,
cap, canting
kain
impor
dengan
berbagai
tingkat
kualitas
dijual ke
pasar
manca dan
pesanan,
dibuat
untuk
fungsi yang
lain





39
Masa
Teknik Rintang
Warna
Bahan
Tujuan
Pewarna Perintang Media
K
e
m
e
r
d
e
k
a
a
n

Batik tulis, cap dan
inovasi baru (oleh
lapisan masyarakat,
pedagang, seniman,
dll)
pewarna
olahan,
naftol,
indigosol,
rapid,
reaktif
malam
dengan
elemen
baru,
terdapat
klasifikasi
malam,
cap,
canting,
inovasi
produk
manufaktur
dari katun,
sutera,
rayon, dll
untuk
pakaian
keperluan
rumah
tangga,
pelengkap
interior,
estetik,
elemen, dll
serta untuk
berbagai
segmen
pembeli

Sumber : Kriya Tekstil, 2008.

2. Pengertian Batik
Kata batik sendiri sudah dikenal dalam buku Babad Sengkala (1633)
dan dalam Pandji Djaja Lengkara (1770). Menurut etimologis kata batik
berasal dari bahasa Jawa, dari kata tik berarti kecil dapat diartikan sebagai
gambar yang serba rumit.
Batik merupakan teknik rintang warna dan zat perintangnya adalah malam.
Batik adalah suatu teknik pembuatan desain atau gambar pada permukaan kain
dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan malam (lilin)
yang dituangkan ke canting sehingga menghasilkan tapak garis atau titik yang
ukurannya sesuai dengan lubang carat canting yang dipakai. Setelah selesai baru
diberi warna dengan cara dicelup atau dicolet memakai kuas. Namun sekarang ini
batik tidak hanya pada permukaan kain saja, batik sudah banyak mengalami
perkembangan yaitu salah satunya pada kayu.


40
3. Pembagian Pola Batik
Pola batik dapat dibagi menjadi dua yaitu: pola geometris dan pola non-geometris.
a. Pola geometris
1. Pola banji
Pola Banji termasuk salah satu pola batik yang tertua, berupa silang yang
diberi tambahan garis-garis pada ujungnya dengan gaya melingkar kekanan atau
kekiri. Motif yang seperti ini terkenal di berbagai kebudayaan kuno di dunia ini
dan sering disebut swastika. Di Nusantara pola ini tidak terbatas pada seni batik
saja, tetapi dapat dijumpai pula sebagai hiasan benda-benda lain yang tersebar
dibanyak pulau.
Nama Banji berasal dari kata-kata Tionghoa Ban berarti sepuluh, dan
Dzi yang artinya ribu, perlambang murah rejeki atau kebahagiaan yang berlipat
ganda. Melihat atau mendengar nama ini, maka dapat diperkirakan bahwa pola
banji masuk ke dalam seni batik sebagai akibat pengaruh kebudayaan Tionghoa.

2. Pola ceplok atau ceplokan
Pola yang sangat digemari, terdiri atas garis-garis yang membentuk
persegi-persegi, lingkaran-lingkaran, jajaran-jajaran genjang, binatang-binatang
atau bentuk-bentuk lain bersegi banyak. Bila diteliti benar-benar maka terlihat
bahwa pola ceplok ini berupa stiliring atau abstraksi berbagai benda, misalnya
saja bunga-bunga kuncup, belahan-belahan buah, bahkan binatang-binatang.
Itulah sebabnya banyak diantara motif-motif ini memakai nama kembang atau
binatang. Selain sangat digemari pola ini juga sangat tua usianya, hal ini terlihat


41
pada beberapa peninggalan candi terdapat hiasan-hiasan yang menyerupai atau
mengingatkan kita pada pola ceplok ini. Dalam golongan pola ceplokan ini dapat
juga dimasukkan pola yang lazim dikenal dengan nama pola ganggong.
Pola kawung sebenarnya dapat digolongkan dalam motif ceplokan, tetapi
karena kunonya dan juga karena sifat-sifatnya yang tersendiri dijadikan golongan
yang terpisah. Pola ini tergolong kuno, hal ini dapat dilihat pada pahatan/ukiran
Candi Prambanan yang didirikan kira-kira pada abad VIII Masehi dan juga pada
beberapa peninggalan lain. Mengenai asal-usul pola ini terdapat perbedaan faham.
Ada yang mengembalikan pola ini kepada buah pohon aren atau kawung, karena
belahan buah aren itulah yang menjadi dasar pola kawung. Pola kawungan
bermacam-macam ragamnya, berbeda menurut besar kecilnya ukuran yang
dipakai, sangast digemari di kalangan Kraton Yogyakarta tempat ia pernah
menjadi pola larangan, artinya yang dalam bentuk murninya hanya boleh dipakai
oleh Sri Sultan serta keluarganya yang terdekat.







Gambar 2.7
Pola Kawung
Sumber: Kriya Tekstil (2008:7)





42
3. Pola nitik
Dari nama pola ini orang akan mendapat kesan sifat atau rupanya, yaitu
titik-titik atau garis-garis pendek yang tersusun secara geometris, membentuk pola
yang meniru tenunan atau anyaman. Mereka yang mencari asal-usul teknik batik
pada tetesan atau titik-titik lilin (kata tik), menganggap pola ini sebagai pola yang
tertua. Di antara sekian banyak pola nitik, yang terkenal ialah pola Cakar Ayam
dan Tirtateja.

4. Pola garis miring
Merupakan pola yang susunannya miring atau diagonal secara tegas. Ada
dua macam pola yang termasuk golongan ini yaitu pola parang dan lereng. Pola
yang paling terkenal serta digemari di antara pola garis miring ini adalah pola
parang. Adapun tanda atau ciri pola parang ini ialah lajurlajur yang terbentuk oleh
garis-garis miring yang sejajar berisikan garis garis pengisi tegak, dan setiap lajur
terpisah dari yang lain oleh deretan ornamen yang bergaya miring juga,
dinamakan mlinjon. Kata mlinjon dipakai disini oleh karena motif pemisah tadi
berbentuk jajaran genjang kecil, menyerupai buah mlinjo. Nama parang ialah
nama pencakup, sebab motif inipun mempunyai banyak ragam. Yang termasyur di
antaranya ialah pola Parang Rusak. Parang rusak dengan ukuran yang terkecil
dinamakan Parang Rusak Klitik, yang agak besar dinamakan Parang Rusak
Gendreh, dan yang terbesar Parang Rusak
Barong.



43
5. Pola Tumpal
Motif tumpal adalah motif yang memiliki bentuk dasar bidang segitiga
dengan pola berderet/berjajar, motif tumpal biasanya digunakan sebagai hiasan
pinggir pada kain batik dan tenun. Motif tumpal juga bisa disebut sebagai motif
pucuk rebung, seperti di daerah Sumatera Barat.






Gambar 2.8
Pola tumpal
Sumber: elyshashalies1.blogspot.com

6. Pola Non-Geometris
Pembuatan pola-pola non-geometris ini tidak terbatas karena si pencipta
pola tidak begitu terikat oleh ukuran atau gaya-gaya tertentu. Walaupun demikian
akan terlihat bahwa tradisi masih memegang peranan yang penting mengenai tata
susunan pola.
a. Motif Flora
Motif tumbuh-tumbuhan atau flora pada zaman prasejarah belum
berkembang. Pada zaman prasejarah di Indonesia tidak terdapat ornamen
tanaman, tetapi kemudian pada zaman pengaruh Hindu yang datang dari India,
ornamen tumbuh-tumbuhan menjadi semakin berkembang (Sunarya, 2009:153).
Motif flora adalah motif-motif yang muncul karena alam adalah hal yang paling


44
dekat dengan masyarakat, sehingga member pengaruh besar yang
menginspirasikan para pembatik untuk membuat motif-motif flora.
Motif-motif flora yang terdapat pada batik biasanya tercipta dari berbagai
jenis flora yang tumbuh di daerah batik tersebut dibuat. Motif-motif yang dibuat
biasanya berbentuk naturalis dan stilasi. Bentuk-bentuk motif yang bersifat
naturalis akan menghasilkan bentuk-bentuk yang sesuai dengan kondisi alam,
sedangkan bentuk stilasi menghasilkan bentuk menurut konsep pemahaman
pencipta terhadap objek yang akan digambar, sehingga bentuk-bentuk stilasi
jumlahnya sangat banyak. Tumbuhan dengan segala strukturnya mampu
memberikan berbagai bentuk sebagai garapan pada sekian banyak motif hias.
Yang sering dijadikan sebagai ragam hias yaitu bagian bunga, daun, buah, batang,
ranting, dan akar (Taruna, 1999:85).
Semen merupakan salah satu motif tumbuhan berasal dari kata semi+an
yang berarti kuncup-kuncup, daun dan bunga-bunga. Untuk memberi pegangan
dalam membedakan sekian banyak macam pola semen, para penyelidik batik
membuat pembagian berdasarkan beberapa persamaan yang terlihat, yaitu:
a. Pola semen yang hanya terdiri atas kuncup daun-daunan serta bunga-bunga
(misalnya pola pisang Bali, kepetan).
b. Pola semen yang terdiri atas kuncup-kuncup, daun serta bunga-bungaan
dikombinasikan dengan motif binatang (misalnya pakis, peksi, endol-endol,
merak kesimpir).
Pola semen yang terdiri atas gambaran tumbuh-tumbuhan, binatang-
binatang, ditambah dengan motif sayap atau Lar. Motif Lar atau sayap ini


45
merupakan pelengkap pada pola semen, dan dalam perbendaharaan ornamen batik
mengenal tiga bentuk yaitu Lar, Mirong dan Sawat. Lar berupa sayap tunggal,
sedangkan Mirong ialah sayap kembar. Motif Sawat yang sejak dahulu kala
dianggap sebagai pola raja-raja adalah sayap kembar lengkap dengan ekor yang
terbuka. Asal-usul motif sawat tidak jelas.

b. Motif Fauna
Motif fauna atau binatang telah dikenal sejak zaman prasejarah. Fungsi
dari motif hias fauna adalah sebagai perlambangan dan hiasan. Fungsi motif hias
fauna sebagai perlambangan dimaksudkan untuk melambangkan kekuatan,
keperkasaan, angkuh, cerdik, dan lain sebagainya. Motif-motif hewan yang
digambarkan sangat beragam, diantaranya yaitu jenis hewan yang hidup di darat,
air, udara, hewan yang bersifat imajinatif, dan mitologi seperti naga, dan lain
sebagainya. Motif-motif hewan biasanya digambarkan dalam bentuk yang
naturalis dan stilasi atau penggubahan, dan jumlahnya sangat banyak. Motif
binatang banyak diterapkan untuk menghiasi benda-benda yang terbuat dari
perunggu, kayu, emas, perak, ukiran pada bangunan, tekstil pada batik, tenun, dan
sulam. Pada batik, motif-motif fauna sangat banyak digunakan. Jenis-jenis
burung, kupu-kupu, serangga, kijang, gajah, macan, singa, ikan, naga, hingga
motif binatang yang sulit diidentifikasi serta binatang imajinatif. Motif-motif
hewan pada batik dapat ditemui contohnya pada batik Yogya, Solo, dan batik
pesisiran. Pada batik pesisiran motif hewan digambarkan secara realistis,


46
sedangkan pada batik Solo dan Yogyakarta motif-motif hewan digambarkan
dalam bentuk stilasi (Sunaryo, 2009:66).

c. Motif Bentuk Manusia
Motif bentuk manusia telah ada sejak zaman prasejarah, banyak bukti-
bukti peninggalan zaman prasejarah yang menggambarkan sosok manusia.
Munculnya motif manusia pada umumnya melambangkan dua hal, yaitu sebagai
penggambaran nenek moyang dalam ornamen Nusantara, dan sebagai simbol
kekuatan gaib.
Penggambaran nenek moyang dalam ornamen Nusantara terkait dengan
pemujaan leluhur dan dimaksudkan untuk persembahan. Kepercayaan ini sangat
mengakar dan masih dapat dilacak jejak-jejaknya pada sebagian suku-suku bangsa
yang mendiami kepulauan Nusantara. Simbol kekuatan gaib untuk penolak bala,
karena manusia dalam seni hias dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat
melindungi pemiliknya dari gangguan setan atau roh jahat.
Ornamen motif manusia hampir dapat ditemui di seluruh wilayah
Nusantara, diterapkan benda-benda berukir dari kayu, logam, gading atau tulang,
misalnya perisai kayu dari Kalimanatan, hiasan haluan perahu dari Papua, dan
hulu keris dari Jawa dan Bali, contohnya yaitu Batu Gajah sisa peninggalan
zaman megalitikum yang berasal dari Sumatera Selatan, menggambarkan sosok
mausia yang membawa nekara sambil menunggangi gajah. Ornamen fauna juga
dapat ditemukan pada kain tenun, misalnya tenun Sumba, Batak, Toraja, dan batik
di Jawa (Sunaryo, 2009:39).


47
Penggambaran motif manusia dapat dalam bentuk sosok manusia
seutuhnya atau bentuk sebagian saja. Penggambaran sosok manusia secara utuh
antara lain dapat dilihat pada ukir kayu Asmat, ukir batu dan tenun Sumba, dan
relief pada dinding candi. Penggambaran manusia berbentuk sebagian, dalam arti
tidak utuh, misalnya motif wajah atau topeng, matam telapak tangan, atau bagian
tubuh yang lain, bahkan ada pula yang menggambarkan bagian-bagian vital.
Dalam hubungan ini, motif wayang termasuk motif manusia karena pada dasarnya
wayang merupakan penggambaran tokoh nenek moyang atau manusia (Sunaryo,
2009:39).

d. Motif Dekoratif
Motif hias dekoratif tercipta sebagai akibat dari kebutuhan-kebutuhan
yang praktis. Motif hias dekoratif tidak terpatok pada ukuran-ukuran dalam
menciptaannya, hal tersebut memberikan ruang yang bebas kepada para seniman
dan desainer untuk menuangkan ide-idenya. Motif dekoratif terlepas dari makna-
makna simbolis, dan biasanya memiliki fungsi sebagai elemen estetis dari suatu
benda.

4. Alat Batik
a. Canting
Canting merupakan alat utama dalam membatik tulis yang terbuat dari
tembaga yang memiliki sifat ringan, lentur, dan kuat meskipun tipis. Canting
dipakai untuk menulis atau melukiskan cairan malam (lilin) dan membentuk


48
motif-motif batik dengan pola yang diinginkan, dan hasilnya disebut batik tulis.
Canting terdiri dari tiga bagian yaitu
1. Gagang terong, yaitu tangkai canting yang terletak di bagian belakang dan
umumnya terbuat dari bambu.
2. Nyamplungan, yaitu badan utama canting berbentuk oval agak pipih.
Berfungsi untuk mengambil dan sebagai tempat cairan malam. Dinamakan
nyamplungan karena bentuk dan besarnya menyerupai nyamplung yaitu nama
buah-buahan. Nyamplungan umumnya terbuat dari tembaga.
3. Carat atau cucuk, yaitu bagian paling depan canting yang berbentuk seperti
pipa melengkung. Berfungsi sebagai jalan keluarnya cairan malam. Sama
seperti nyamplungan, carat umumnya terbuat dari tembaga.







Gambar 2.9
Bagian-bagian canting
Sumber : Desain Kerajinan Tekstil (1995: 72)

Klasifikasi canting menurut jumlah carat
1. Canting Cecekan
Bercucuk satu, caratnya kecil digunakan untuk membuat titik-titik kecil atau
garis-garis kecil. Aktivitas membuat titik-titik dengan canting cecekan
disebut nyeceki.



49
2. Canting Loron
Loron berasal dari kata loro yang berarti dua. Canting ini bercucuk dua,
berjajar atas dan bawah digunakan untuk membuat garis rangkap atau titik
dua.
3. Canting Telon
Telon berasal dari kata telu yang berarti tiga. Canting bercucuk tiga dengan
susunan bentuk segi tiga yang terdiri dari tiga titik.
4. Canting Prapatan
Prapatan dari kata yang berarti empat. Canting bercucuk empat ini digunakan
untuk membuat empat buah titik yang membentuk bujur sangkar dan sebagai
pengisi bidang.
5. Canting Liman
Liman berasal dari kata lima. Canting ini bercucuk lima untuk membuat bujur
sangkar yang dibentuk oleh empat buah titik dan sebuah titik ditengahnya.
6. Canting Byok
Canting bercucuk tujuh atau lebih digunakan untuk membentuk lingkaran
kecil yang terdiri dari titik-titik sesuai dengan banyaknya cucuk atau besar
kecilnya lingkaran. Canting Byok biasanya bercucuk ganjil.
7. Canting Renteng atau Galaran
Galaran berasal dari kata galar yaitu alas tempat tidur yang terbuat dari
bambu dan dicacah membujur. Renteng adalah rangkaian sesuatu yang
berjejer. Canting galaran dan renteng selalu bercucuk genap biasanya paling
banyak enam buah tersusun dari bawah ke atas.


50




Gambar 2.10
Canting Cecekan
Sumber: Desain Kerajinan tekstil (1995: 72)






Gambar 2.11
Canting Loron
Sumber: Desain Kerajinan tekstil (1995: 72)







Gambar 2.12
Canting Telon
Sumber: Desain Kerajinan tekstil (1995: 72)


Klasifikasi canting menurut fungsi tulisnya (Canting Tulis)
1. Canting Tulis Klowong
Canting ini digunakan untuk membatik bagian-bagian yang sudah merupakan
bentuk pokok dari pola.
2. Canting Tulis Cecek
Canting ini digunakan untuk membuat cecek (titik-titik) dalam isen-isen.
Cucuk dari canting ini bentuknya lebih kecil daripada canting klowong.
3. Canting Tulis Isen


51
Canting ini digunakan untuk membatik bagian isen atau isian pada motif.
Besar cucukan canting ini antara canting klowong dan canting cecek.
4. Canting Tulis Tembokan
Canting ini digunakan untuk menutup bidang yang lebar pada motif maupun
pada bidang luar motif. Lubang cucuk canting ini paling besar dibandingkan
dengan canting lainnya.

b. Kuas
Kuas digunakan dalam proses mencolet. Ukuran kuas yang dipakai
disesuaikan dengan kebutuhan.







Gambar 2.13
Macam-macam kuas
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 107)


7. Gawangan
Gawangan adalah alat yang digunakan untuk menggantung dan
mengembangkan kain yang sedang dibatik. Umumnya gawangan terbuat dari
kayu atau bamboo. Tinggi rendahnya gawangan disesuaikan dengan tinggi
rendahnya tempat duduk dan posisi pembatik.


52





Gambar 2.14
Gawangan
Sumber: Kriya tekstil (2008: 102)

8. Anglo/Kompor
Anglo/kompor digunakan untuk mencairkan malam. Saat ini yang banyak
digunakan adalah kompor karena untuk membesarkan atau mengecilkan api,
kompor lebih mudah dan cepat dikendalikan daripada anglo.





Gambar 2.15
Anglo/Kompor
Sumber: Dokumentasi pribadi


9. Wajan
Wajan adalah alat yang digunakan untuk tempat mencairkan malam.
Wajan sebaiknya terbuat dari logam baja/besi cor, karena wajan yang terbuat dari
aluminium sangat cepat panas dan akan merusak lilin batik karena bereaksi
dengan bahan aluminium.



53



Gambar 2.16
Wajan
Sumber: Dokumentasi pribadi



10. Panci dan ceret
Alat yang biasa digunakan untuk merebus air yang akan dipakai untuk
melakukan pewarnaan dan pelorodan malam.





Gambar 2.17
Ceret
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 106)

11. Timbangan
Timbangan dipakai untuk menimbang pewarna yang akan dipakai dalam
pewarnaan batik.


Gambar 2.18
Timbangan
Sumber: Kriya tekstil (2008: 101)




54
12. Stik Besi
Stik Besi dipakai untuk menghilangkan tetesan lilin atau malam yang tidak
diinginkan.




Gambar 2.19
Stik besi
Sumber: Kriya tekstil (2008: 101)

13. Dingklik
Dingklik dipakai sebagai tempat duduk pada waktu membatik tulis,
bentuknya kecil dan rendahnya disesuaikan dengan pembatik. Dingklik umunya
dibuat dari kayu, bambu, rotan dan sekarang banyak digunakan tempat duduk
yang dibuat dari plastik.






Gambar 2.20
Dingklik
Sumber: Kriya tekstil (2008: 102)






55

14. Meja Pola
Meja yang digunakan untuk memindahkan dari kertas yang telah di beri
pola ke kain.






Gambar 2.21
Meja pola
Sumber: Kriya tekstil (2008: 102)


15. Ember
Ember digunakan sebagai alat untuk pencucian, pewarnaan kain ataupun
pelorodan kain yang sudah diberi malam atau lilin.





Gambar 2.22
Ember
Sumber: Kriya tekstil (2008: 103)





56
16. Gelas Ukur
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kebutuhan air atau larutan.





Gambar 2.23
Gelas Ukur
Sumber: Kriya tekstil (2008: 103)

17. Sarung Tangan
Sarung tangan digunakan sebagai pelindung tangan pada saat proses
pewarnaan batik sehingga tangan tidak kotor oleh zat pewarna.






Gambar 2.24
Sarung tangan
Sumber: Kriya tekstil (2008: 103)

18. Mangkung, gelas dan sendok
Alat-alat tersebut biasanya digunakan sebagai tempat untuk melarutkan
warna batik. Alat ini banyak terlibat dalam proses pewarnaan batik dengan teknik
colet.


57




Gambar 2.25
Mangkung, gelas dan sendok
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 103)

19. Pensil, spidol, penghapus, penggaris dan rautan
Alat-alat yang digunakan untuk menggambar pola batik.




Gambar 2.26
Pensil, spidol, penghapus, penggaris dan rautan
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 104)

20. Gunting
Digunakan untuk memotong kain sesuai dengan pola yang diinginkan.




Gambar 2.27
Gunting
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 104)

21. Meteran
Digunakan untuk mengukur panjang atau lebat kain sesuai dengan pola
yang diinginkan.


58



Gambar 2.28
Meteran
Sumber: Kriya tekstil (2008: 104)

22. Scrap
Digunakan untuk membersihkan malam/lilin yang menetes ke lantai.





Gambar 2.29
Scrap
Sumber: Kriya tekstil (2008: 104)


23. Seterika dan meja seterika
Alat yang digunakan untuk menghaluskan, merapihkan kain setelah selesai
melalui proses pembatikan.





(a) (b)
Gambar 2.30
(a) Seterika, (b) Meja Seterika
Sumber: Kriya tekstil (2008: 105)


59
24. Jemuran
Jemuran dipakai untuk menjemur kain yang telah selesai mengalami
proses pembatikan, pewarnaan, pelorodan dan pencucian.






Gambar 2.31
Jemuran
Sumber: Kriya tekstil (2008: 105)






5. Bahan Batik
a. Kain
Bahan yang biasa digunakan dalam pembatikan adalah kain mori. Kain
mori dapat dibedakan menjadi empat golongan menurut kehalusannya. Golongan
yang paling halus disebut Primissima, golongan kedua disebut Prima, golongan
ketiga disebut biru, dan yang keempat serta yang paling kasar disebut kain mori
blacu. Mori batik ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan
karena jenis kain mori ikut menentukan hasil dan nilai dari kain batik yang sudah
jadi.



60
b. Malam atau Lilin
Malam atau lilin batik adalah bahan yang digunakan untuk menutup
bagian-bagian tertentu dari motif batik agar tidak terkena larutan warna pada
proses pencelupan atau pencoletan.







Gambar 2.32
Malam
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 109)


c. Parafin
Parafin memiliki warna putih atau kuning muda. Parafin umumnya
digunakan untuk membuat motif pecahan pada kain batik.




Gambar 2.33
Parafin
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 109)

d. Soda abu


61
Soda abu adalah obat bantu untuk melorodkan kain yang sudah dibatik,
bentuknya berupa serbuk dan digunakan dengan cara dicampurkan pada air
mendidih.
e. Soda api
Soda api adalah bahan campuran pada air untuk mencuci kain, agar tidak
terlalu keras atau kasar pada kain yang akan dibatik.
f. Kostik
Kostik adalah obat bantu untuk zat warna napthol.
g. Natrium nitrit
Natrium nitrit adalah obat bantu untuk zat warna indigosol.
h. HCl
HCl digunakan untuk pembangkit warna indogosol.
i. Waterglass
Waterglass adalah obat bantu yang dipakai pada proses pelorodan agar
malam atau lilin yang dilorod akan lebih cepat lepas dari kain.
j. Kertas roti
Kertas roti digunakan untuk membuat pola batik. Dipakai kertas roti untuk
mempermudah ketika pola batik akan dipindahkan kepada kain karena kertas roti
tipis dibandingkan kertas gambar biasanya.
k. Pewarna
Sebelum zat warna sintesis masuk ke Indonesia,batik yang bahan pewarna
yang dipakai dalam proses pembatikan diambil dari tumbuh-tumbuhan. Warna-


62
warna yang dipakai pada batik yang menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan
yaitu:
1. Warna hitam dihasilkan dari indigo ditumpangi soga.
2. Warna biru tua didapat dari daun nila.
3. Warna soga atau coklat didapat dari pohon jambal, tegeran dan tingi.
4. Warna merah tua dihasilkan dari pohon mengkudu.
5. Warna kuning dihasilkan dari campuran kunir, cuka, atau tegeran, tawas dan
jeruk.
6. Warna violet atau ungu dihasilkan dari indigo ditumpani campuran soga atau
mengkudu.
7. Warna hijau didapat dari biru indigo ditumpangi warna kunir.
Namun sekarang ini dalam pembatikan lebih banyak digunakan pewarna
sintesis karena lebih praktis digunakan dibandingkan bahan pewarna dari tumbuh-
tumbuhan. Pewarna sintesis yang sering digunakan dalam pembatikan yaitu
a. Naphtol
Warna napthol juga dapat digunakan untuk pencelupan dalam keadaan
dingin. Zat warna napthol terdiri dari dua komponen dasar, yaitu golongan
napthol AS yang meliputi napthol AS, ASD, ASG, ASDL, ASBO, ASLB, biasa,
ASLB ekstra, ASKN dan ASBR. Untuk pembangkit warna digunakan jenis
diazonium yang biasa disebut garam, antara lain, biru B, biru BB, Hitam B, Merah
B, Merah GG, Merah R, Merah 3GL, Merah 3GL special, Orange GG, Kuning
GG dan Biru Hijau B. Bahan pembangkitnya adalah kostik soda atau Turkish Red
Oil (TRO) yang memudahkan napthol larut dalam air.


63
b. Indigosol
Cat warna indigosol termasuk dalam golongan warna bejana larut dalam
air akan variasi warna. Pewarna indigosol memiliki kelebihan yaitu warnanya
tahan dan warnanya rata. Cat warna indigosol dapat dilakukan dalam proses
pembatikan dengan cara coletan maupun celupan. Proses pewarnaan akan
bereaksi dengan menggunakan natrium nitrit atau asam atau dioksidakan langsung
di bawah sinar Matahari.
c. Procion
Procion merupakan cat warna yang termasuk dalam golongan pewarna
reaktif. Cat warna ini jarang digunakan dalam pembatikan karena daya tahannya
yang kurang baik, meskipun memiliki warna-warna yang bagus dan mengkilat.
Untuk melarutkannya cukup dengan air dingin ditambahkan obat pembantu soda
abu, garam dapur, malexil dan lisapol.
d. Rapid
Cat warna ini juga jarang digunakan dalam pembatikan karena memiliki
banyak kelemahan, diantaranya sukar rata, ketahanannya kurang baik (mudah
luntur) sehingga sangat mempengaruhi kualitas hasil pembatikan.

6. Proses Membatik
a. Mengolah mori sebelum dibatik
Kain mori yang akan dibatik harus diolah terlebih dahulu. Mori dipotong
sesuai dengan ukuran yang diinginkan setelah itu mori dicuci dengan air sampai
bersih sampai kotoran dan kanji hilang agar tidak menghalangi proses perembesan


64
malam (lilin) dan peresapan cairan warna pada proses pencelupan warna. Setelah
itu kain dikeringkan.

b. Membuat pola
Membuat pola adalah menggambar bentuk ornament batik sebagai langkah
awal untuk membuat pola motif batik secara menyeluruh. Rencana pembuatan
pola batik biasanya digambarkan di atas kertas roti atau kertas gambar sebelum
nantinya dipindahkan di atas kain. Proses pembuatan pola dibantu dengan alat
meja kaca.
Membatik dengan menggunakan pola selalu dimulai dari ujung kain mori
dan letak pola harus menyisakan pinggiran kain yang tidak ikut dibatik, kurang
lebih 3cm. Ada dua unsur motif yang harus digambarkan pada pembuatan pola,
yaitu motif pokok dan motif isian (isen-isen).

c. Menyiapkan malam (lilin)
Malam batik memiliki beberapa jenis dan kualitas. Umumnya malam yang
dijual dipasaran adalah malam yang sudah dicampur dengan beberapa jenis bahan
untuk memudahkan proses kerja.
Ciri-ciri malam batik yang baik adalah
1. Dapat melekat pada kain dan tidak mudah patah.
2. Cepat kering (membeku) dan tahan soda.
3. Tidak tembus bahan pewarna (cat celup).
4. Ulet/liat/lunas setelah melekat pada kain.


65
5. Titik leleh (titik cair) rendah sehingga mudah keluar dari canting.
6. Mudah dikerok.
7. Mudah dilorod (penghilangan malam).

d. Persiapan alat
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan disiapkan antara lain:
1. Untuk memanaskan malam (lilin) gunakan kompor yang nyala apinya baik dan
stabil.
2. Siapkan gawangan untuk menggantungkkan kain.
3. Siapkan kursi (dingklik) diantara gawangan dan kompor sehingga pada saat
memulai kerja pembatik berada di tengah, antara gawangan dan kompor.
4. Celemek sebagai pelindung dari tetesan malam panas.
5. Canting berbagai jenis dan ukuran harus sudah disiapkan dan dalam kondisi
baik dan bersih.
6. Alat bantu yang lain, air dalam ember, sehelai injuk untuk membuka cucuk
canting yang tersumbat, stik besi untuk menghilangkan tetesan malam.

e. Tahap-tahap membatik
Setelah semua kebutuhan proses kerja membatik disiapkan, maka langkah
selanjutnya adalah mulai membatik. Tahap-tahap tersebut adalah
1. Membatik kerangka
Membatik garis-garis terluar dari pola motif. Dalam pembatikan pekerjaan
ini disebut kosongan atau klowongan sedang.


66
2. Ngisen-isen
Mengisi bagian pola motif dengan menggunakan canting cucuk kecil atau
canting isen.
3. Nerusi
Membatik mengikuti motif pembatikan pertama bekas tembusannya.
Nerusi bertujuan untuk mempertebal batik pertama serta untuk memperjelas.
4. Nembok
Bagian-bagian tertentu dari pola motif yang akan tetap dibiarkan berwarna
putih dilapisi malam pada permukaannya menggunakan canting tembokan.
Umumnya kualitas malam yang digunakan adalah yang berkualitas rendah.

5. Bliriki
Proses kelanjutan dari nerusi yaitu menutupi bagian-bagian kecil yang
belum tertutupi pada proses nembok. Apabila tahap terakhir ini selesai, maka
proses membatik selesai.

6) Proses Pewarnaan
Mewarna adalah memberikan warna pada kain yang sudah dibatik. Bagian
yang tertutup malam nantinya akan tetap berwarna putih dan yang tidak tertutup
malam akan kena warna. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa cat warna
untuk batik terdiri dari zat warna alam dan sintetis.

7) Nglorod atau menghilangkan lilin


67
Menghilangkan lilin secara keseluruhan pada akhir proses pembuatan
batik disebut nglorod. Proses ini dilakukan dalam air yang mendidih. Untuk
mempermudah proses nglorod maka dalam air panas ditambahkan obat pembantu
yaitu waterglass atau soda abu. Cara nglorod adalah kain yang sudah dibatik
dibasahi terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam air mendidih yang sudah
diberi obat pembantu. Setelah malamnya terlepas, kemudian diangkat dan
langsung dicuci sampai bersih. Selanjutnya dijemur ditempat yang teduh tidak
langsung kena sinar matahari dan terakhir kain kain diseterika agar rapih.

Daftar pedoman penggunaan warna indigosol dan napthol


(a)Pedoman Penggunaan Warna Indigosol


68



(b) Pedoman Penggunaan Warna Napthol
Gambar 2. 34
Pedoman penggunaan warna indigosol dan napthol
Sumber: Kriya Tekstil (2008: 139)




7. Motif Batik
Indonesia memiliki beraneka ragam macam motif batik seperti yang
digambarkan dalam buku ragam motif terdapat 170 motif (Senisen) dan setiap
motif memiliki kegunaan, unsur motif dan filosofi berbeda-beda. Motif-motif hias
batik hadir dalam ungkapan seni rupa yang sangat beragam, baik dalam variasi
warna maupun bentuk. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan latar belakang yang
mendasari pembuatan kain batik seperti letak geografis, kepercayaan, adat
istiadat, tatanan sosial, gaya hidup masyarakat secara lingkungan alam setempat.


69
Motif batik menurut Utoro dan Kuwat (1979:77) dalam buku yang
berjudul pola-pola batik dan pewarnaan, bahwa :
1. Motif batik klasik adalah motif yang dipakai oleh raja-raja, dan memiliki
warna sederhana yaitu warna gelap seperti biru dan coklat. Motif ini terdiri
dari macam isen-isen, motif Hias Tepi, motif Bentuk Garuda, motif Bantuk
Tumpal, motif Geometris, motif Semen, dan motif Parang. Pengamatan pada
tata warna batik klasik, pada umumnya menunjukkan bahwa warna biru tua
(wulung). Coklat tua (dragemsogan) dan putih lebih banyak disukai orang
sebagai latar belakang ornamennya. Dalam beberapa hal memang warna-
warna tersebut mudah didapatkan dari bahan tumbuj-tumbuhan sacara
alamiah.
Kaitannya dengan kesenian, motif-motif batik klasik mengandung beberapa
arti yang dipandang cukup berarti bagi orang-orang Jawa. Ornamen-ornamen
batik klasik harus dapat melahirkan rasa keindahan, indah dalam arti dapat
memberikan perpaduan yang harmoni antara tatawarna dengan susunan
bentuk pada ornamennya lengkap dengan isinya. Dalam visualisasi ornamen
tersebut akan memberikan lambing-lambang dari sebuah kehidupan.
2. Motif batik semi klasik adalah motif batik pengembangan dari motif batik
klasik, contohnya motif Parang dan motif Kawung, pada batik klasik
motifnya dibuat kecil-kecil, sedangkan pada batik semi klasik motifnya
dibuat besar-besar.
3. Motif batik kreasi baru atau batik lukis adalah batik yang dikembangkan dari
motif sebelumnya, tetapi masih menonjolkan motif tersebut.


70
4. Motif batik kontemporer, Arti kata kontemporer itu sendiri adalah masa ini.
Sehingga dapat dikatakan bahwa motif batik kontemporer adalah batik yang
diciptakan untuk keperluan dekorasi, pola batiknya bebas mengambil dari
seni primitif, bentuk patung dari alam, dari kesenian daerah, tekniknya seperti
melukis. Motif batik kontemporer biasanya diciptakan oleh para seniman dan
juga oleh para desainer batik.

Beberapa motif batik tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Parang rusak barong (batik tulis)





Gambar 2.35
Parang rusak barong (batik tulis)
Sumber: Kriya tekstil (2008: 95)

Kegunaan : Kain Panjang
Unsur Motif : Parang, Mlinjon
Filosofi : Parang berarti senjata yang menggambarkan kekuasaan, kekuatan, dan
kecepatan gerak. Ksatria yang menggunakan batik ini kuat dan limpat (dapat
bergerak dengan gesit).




71
b. Truntum (Batik Tulis)




Gambar 2.36
Truntum (batik tulis)
Sumber: Kriya tekstil (2008: 96)

Kegunaan : Dipakai saat upacara pernikahan
Filosofi : Truntum berarti menuntun. Diharapkan si pemakai (orang tua mempelai
berdua) mampu member petunjuk/contoh kepada kedua putra-putrinya untuk
memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh liku-liku.

c. Kawung




Gambar 2.37
Kawung (batik tulis)
Sumber: Kriya tekstil (2008: 96)

Kegunaan : Sebagai kain panjang
Unsur motif : Geometris
Filosofi : Kain ini dipakai oleh raja dan keluarga dekatnya


72
Sebagai lambang keperkasaan dan keadilan. Empat bulatan dengan sebuah titik
pusat juga melambangkan raja yang didampingi pembantunya.

d. Sidomukti






Gambar 2.38
Sidomukti (batik tulis)
Sumber: Kriya tekstil (2008: 97)

Kegunaan : Kain panjang
Unsur motif : Lar, candi
Filosofi : Motif ini berarti darma, kemakmuran dan melindungi buminya, yang
mempunyai harapan/tujuan baik. Digunakan dalam upacara panggih pengantin.
e. Semen Romo






Gambar 2.39
Semen Romo (batik tulis)
Sumber: Kriya tekstil (2008: 97)



73
Kegunaan : Kain panjang
Unsur motif : Lar, meru
Filosofi : Motif ini berarti bersifat darma, adil terhadap sesama, teguh hati,
berjiwa luhur, tidak adigang-adigung dan ada kesaksian melawan musuh.

8. Motif Batik berbagai Daerah di Indonesia
Batik Indonesia sangat kaya akan motifnya, karena setiap daerah memiliki
kekhasan masing-masing, ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia pada zaman
dulu adalah orang-orang yangkreatif dan memiliki kepribadian yang kokoh,
sehingga setiap motif yang tampil dari sebuah batik akan bisa dikenali asal daerah
produksi dari batik tersebut. Untuk lebih jelasnya akan kita bahas motif dari
beberapa daerah di Indonesia.

a. Motif Pekalongan
Menurut berbagai hasil penelitian para ahli batik, motif khas Pekalongan
mendapat pengaruh dari Jogjakarta, Surakarta, Cina (Tiongkok), bahkan Arab.
Hal ini disebabkan oleh karena para pembuat batik di Pekalongan bukan hanya
orang asli Pekalongan, melainkan banyak pula mereka yang berasal/keturunan
Cina dan Arab. Perkembangan Batik Pekalongan (termasuk motif) tergolong
paling cepat dari daerah-daerah lain, namun demikian motif yang paling khas
adalah bentuk tumbuhan realistis dan jlamprang dengan warna-warna yang
cerah.
Beberapa ornamen khas pekalongan adalah sebagai berikut :


74
1. Ornamen Garuda atau Sawut
Ragam hias bentuk Garuda atau sawut pada susunan dasarnya masih ada
persamaan dengan ornamen dari daerah Solo-Yogya, terdiri dari dua sayap dan
ekor, atau dua sayap saja, atau satu sayap. Namun bagian-bagian yang menyusun
sawutnya bentuknya sudah berubah. Pada pangkal dari sawut itu sudah
menyerupai bagian dari tumbuhan, pada sawut dengan dua sayap dan ekor
berbentuk seperti dasar bunga, demikian pula sawut dengan dua sayap, sedangkan
sawut dengan satu sayap bentuknya menyerupai daun atau daun bunga. Jadi
Garuda atau sawut bentuk Pekalongan ini tidak lagi sebagai stilasi dari burung
garuda atau burung merak, melainkan lebih condong kepada bentuk dari bagian
tumbuhan atau rangkaian dari daun-daun dan daun bunga serta bunganya.


a. Ornamen Tumbuhan
Ornamen tumbuhan ini sangat umum dan berperan penting dalam motif
batik Pekalongan.
Ragam hias tumbuhan ini menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi
dua bentuk, yaitu :
1. Bentuk yang tesusun semacam bunga (ornamen inti) dikelilingi oleh daun
bunga dan daun. Tetapi ada yang serupa sawut dan ada juga yang menyerupai
bunga nyata (realistis).
2. Rangkaian yang berbentuk bagian atau cabang dari tumbuhan, rangkaian ini
terdiri dari batang dan daun, atau batang, daun dan bunga.


75
b. Ornamen Binatang
Ornamen binatang berupa kijang atau menjangan yang sudah mengalami
stilasi, baik berupa perubahan bentuk anggota tubuhnya ataupun penambahan
dengan bagian dari tumbuhan (daun dan batang).





Gambar 2.40
Ornamen binatang kupu-kupu
Sumber: http://artscraftindonesia.com

2. Ornamen Meru
Ornamen Meru merupakan tiruan dari Gunung Mahameru, terutama
terdapat pada motif Cuwiri. Meru Pekalongan ini bentuknya gemuk dan
dirangkaikan dengan tumbuhan yaitu daun-daunan dan ranting/dahan.





Gambar 2.41
Ornamen Meru
Sumber: http://artscraftindonesia.com






76














Gambar 2.42
Salah satu contoh Batik Pekalongan
Sumber: http://artscraftindonesia.com



b. Motif Batik dari Tasikmalaya
Batik dari Tasikmalaya ini merupakan pengaruh dari Yogyakarta pada
masa perang Diponegoro, yang pada waktu itu banyak prajurit dari Yogyakarta
yang pindah ke Tasikmalaya dan memperkenalkan batik disana. Pada masa
selanjutnya batik di Tasikmalaya ini mengalami penyesuaian dengan selera dan
kreativitas dari penduduk setempat, terutama dari penggunaan warna cerah serta
motif yang tampil. Batik klasik Tasikmalaya semula menggunakan warna alam
seperti hitam dan merah tua (mengkudu). Perkembangan warna sangat cepat
mengikuti daerah pekalongan, yang khas dengan warna-warna cerah, dan
beraneka ragam warna. Cat yang dipakai untuk pewarnaan batik di Tasikmalaya
umumnya adalah cat naphtol dan indigosol.
Secara umum, batik dari Tasiklamaya ini memiliki ciri-ciri:
a. Ornamen motif merupakan gabungan abstrak realistis.


77
b. Isen motif terdiri dari cecek, sawut dan cecek sawut.
c. Pada umumnya termasuk motif Semen.
d. Menggambarkan keadaan alam di tatar Pasundan, misalnya rawa dan
tumbuhan.
Beberapa ornamen-ornamen motif batik dari Tasikmalaya diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Ornamen garuda atau lar-laran
Digambarkan bentuk sayap satu dan sayap dua, yang dilengkapi dengan
ekor dengan posisi terbalik dari arah sayap. Ada pula yang digambarkan sebagai
daun bunga sayap yang besar sehingga hampir menyerupai rangkaian bunga.





Gambar 2.43
Ornamen Garuda
Sumber: http://artscraftindonesia.com

2. Ornamen Binatang
Ornamen yang dimaksud disini adalah binatang lain berupa serangga
kupu-kupu, juga burung merak dan cendrawasih, bahkan binatang berkaki empat
yang sudah mengalami modifikasi.



78





Gambar 2.44
Batik Binatang Burung Merak
Sumber: http://artscraftindonesia.com








Gambar 2.45
Batik Lereng Pagi-Sore
Sumber: dokumen pribadi

c. Motif Batik dari Indramayu
Daerah penghasil batik Indramayu adalah desa Paoman. Batik Indramayu
dikerjakan dengan cara dicanting. Batik Indramayu dibuat dengan teknik babar
pisan, yaitu hanya mengalami proses pelodoran satu kali saja, tanpa proses ulang
untuk sogan. Produk yang dihasilkan kebanyakan untuk jarit dan sarung. Batik
Indramayu umumnya berwarna gelap (warna tua), dan terang (putih). Ragam hias


79
geometris batik Indramayu diantaranya yaitu motif banji, kembang kapas, pintu
Raja, kawung, dan lain-lain.
Ragam hias flora dan fauna disusun secara dekoratif dan stilasi. Ragam
hias batik Indramayu disusun secara dinamis, ritmis. Ciri khas yag menonjol pada
batik Indramayu adalah flora dan fauna uang diungkap secara datar, banyak
bentuk lengkung dan garis yang meruncing, berlatar putih dan warna gelap, dan
banyak titik yang dibuat dengan teknik tusukan jarum, serta bentuk isen-
isen(sawut) yang pendek dan kaku (Hasanudin, 2001:156).



Gambar 2.46
Batik Kembang Kapasdari Indramayu
Sumber: picasaweb.google.com


d. Motif Batik dari Cirebon
Daerah penghasil batik di Cirebon yaitu desa Trusmi dan Kalitengah.
Trusmi dan Kalitengah adalah daerah pembatikan di Cirebon. Di kedua daerah ini
para wirausahawan santri membangun usaha pembatikan kecil dan besar, karena
itu status perusahaan mereka dapat digolongkan sebagai perusahaan kecil dan
menengah (Hasanudin, 2001:157). Para pengusaha batik Trusmi umumnya


80
membuat batik untuk jarit, sarung ikat kepala, dan keperluan sandang yang
lainnya, juga barang keperluan rumah tangga seperti taplak, sarung bantal, dan
lain-lain. Cirri yang menonjol pada ragam hias batik Cirebon adalah garis-garis
lengkung bergelombang, yang banyak dipakai untuk menggambarkan bentuk
awan, dan wadasan (cadas) yang tersusun secara ritmis.
Ada dua ciri yang sangat menonjol pada batik Cirebon, yaitu batik Keraton
dan batik bang biron. Batik keraton Cirebon memiliki cirri warna dasar putih, biru
(indigo), dan coklat (soga). Ragam hias biasanya berkaitan dengan mitologi yang
berkembang di Cirebon, seperti paksi naga liman, singa barong, taman arum,
naga seba, dan sebaginya. Batik bang biron atau batik yang berwarna merah
(mengkudu), dan biru (nila), menjadi ciri utama batik pesisiran (Hasanudin,
2001:158). Tata letak batik keraton khas Cirebon umumnya tersusun secara
horizontal tiga saf, yang menggambarkan jajaran atas, tengah, dan bawah. Ragam
hias batik Cirebon umumnya menggambarkan pemandangan alam yang
berhubungan dengan mitologi tempat yang dianggap penting.
Ragam hias pada batik bang biron umumnya menggambarkan flora dan
fauna dalam bentuk stilasi. Batik bang biron dikerjakan dalam dua kali babaran,
langkah pertama kain yang telah dibatik dibabar dengan warna merah, kemudian
dibatik lagi, lalu dicelup dengan warna biru, bahkan kadang dicelup dengan warna
kuning (tageran). Dengan demikian akan terjadi persilangan warna yang beragam
seperti merah, biru, hitam, dan hijau, dengan dasar warna putih (Hasanudin,
2001:159).



81













Gambar 2.47
Batik Mega Mendungdari Cirebon
Sumber: picasaweb.google.com

e. Motif Batik dari Ciamis
Batik Ciamis dibedakan menjadi dua, yaitu batik cap dan tulis. Batik cap
Ciamis dibuat dengan proses bedesan, yaitu dengan warna hitam dan coklat,
dengan urutan pengerjaan sebagai berikut; kain yang siap dibatik mula-mula dicap
tembok, dicelup warna soga atau coklat, dikanji, dicap klowong, dicelup dengan
warna hitam atau biru tua. Motif batik cap Ciamis biasanya yaitu berupa garis-
garis miring, atau lereng. Batik tulis Ciamis dibuat dengan menggunakan canting.
Gaya batik tulis Ciamis seperti batik tulis Tasik, atau menyerupai batik
Pekalongan, dengan menggunakan banyak titik-titik (cecek). Motif batik tulis
Ciamis biasanya berupa motif tumbuh-tumbuhan berukuran besar dengan bagian
lengkap, motif parang, dan semen. Zat pewarna yang digunakan untuk batik
Ciamis biasanya menggunakan pewarna buatan.




82




Gambar 2.48
Motif Batik Lereng dari Ciamis
Sumber: kolomkita.detik.com

f. Motif Batik dari Garut
Perkembangan batik Garut dipengaruhi oleh daerah perbatikan di
Tasikmalaya dan Ciamis, serta daerah pesisiran seperti Cirebon dan Pekalongan.
Pengauh batik Tasik dan Ciamis terlihat dari bentuk motif lereng dan kawung
dengan babaran mengarah pada warna gading. Warna batik Garut berupa krem
dan soga sebagai warna dasar, sedangkan warna motifnya yaitu biru tua, hijau,
merah, dan ungu, diatas warna putih yang kekuningan yang menjadi khas batik
Garut. Teknik pewarnaan yang digunakan oleh perajin batik Garut umumnya
menggunakan teknik celup. Motif hias batik Garut cenderung menonjolkan
kesederhanaan. Motif hias batik Garut yang terkenal diantaranya yaitu rereng
bilik, rereng jaksa, batu, dan sebagainya.





Gambar 2.49
Batik Sekar Jagad dari Garut
Sumber: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/



83
g. Motif Batik dari Lasem
Daerah Lasem merupakan daerah pembatikan yang memiliki cirri khas
yang terletak pada kerumitan ragam hiasnya. Pada beberapa ragam hias batik
Lasem lama terdapat kecenderungan memadukan beberapa ragam hias Cina
dengan ragam hias tradisional. Kepopuleran batik Lasem terutama disebabkan
karena pemasaran yang luas, pembabarannya yang selektif, dan tata warnanya
yang berasal dari zat pewarna buatan. Pewarnaan yang digunakan adalah warna-
warna alam, seperti nila, merah mengkudu, dan soga alam.
Batik Lasem dipasarkan ke seluruh Nusantara, terutama kota-kota di
daerah pesisir. Ragam hias batik Lasem sekarang banyak menampilkan ragam
hias flora, misalnya buket yang disusun memnuhi ruang pada kain, di bagian latar
buket tersebut dipenuhi isen-isen. Pembabaran batik Lasem mengenal empat
tingkatan proses (empat kali babaran) yang disebut empat negeri (Hasanudin,
2001). Satu kali babaran meliputi proses pembatikan, pencelupan, dan pelodoran.
Empat kali babaran berarti proses babaran pertama diulang hingga empat kali, dan
proses pembabaran empat negeri memakan waktu yang cukup lama (Hasanudin,
2001:163). Akibat proses pengulangan tersebut terjadilah kerumitan dan keunikan
dan titik. Karena paduan corak yang rumit tersebut membuat sulit untuk
mengetahui bagian latar, dan ragam hias utama.
Batik Lasem dibuat di atas kain yang paling halus, yaitu kain katun
primisima. Pemilihan kain ini dimaksudkan untuk mengimbangi kerumitan
proses, sehingga tercapai hasil yang maksimal. Karena proses pembuatan yang
begitu rumit, batik Lasem memiliki harga yang mahal. Konsumen batik Lasem


84
umumnya berasal dari kalangan menengah ke atas, yang menghargai kerumitan
corak. Jenis-jenis produk Batik Lasem yaitu kain panjang, sarung, selendang, ikat
kepala, dan taplak.






Gambar 2.50
Batik Lasem
Sumber: batiklasemida.blogspot.com


E. KOMPARASI PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan ini karena
melalui pendidikan masyarakat menyadari akan pentingnya pembangunan yang
memerlukan tenaga ahli dan terampil, baik tenaga kerja maupun pemikir. Melalui
pendidikan kelancaran pembangunan dapat tercapai dengan terbentuknya bangsa
Indonesia berkualitas yang memiliki pengetahuan, tekonologi dan seni serta iman
dan takwa yang baik.
Sejalan dengan pemikiran di atas maka diperlukan inovasi dalam
pendidikan karena ini merupakan suatu tuntutan yang harus dijalani mengikuti
perkembangan zaman yang dari waktu ke waktunya selalu mengalami perubahan.
Inovasi itu sendiri adalah perubahan, tetapi hanya mengandung sesuatu yang baru.
Beberapa hal yang diperlukan dalam inovasi pendidikan antara lain adalah


85
perubahan, perbaikan, pengembangan dan pembaharuan kurikulum pendidikan
yang meliputi: relevansi, kualitas lulusan, efisiensi, efektivitas serta struktur
pendidikan guru. Mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan
oleh mutu siswa, sarana, dan intrumen lainnya. Tetapi semua itu pada akhirnya
tergantung kepada mutu pengajaran, dan mutu pengajaran tergantung pada
kualitas guru, mutu sumber daya manusia.
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan salah satunya dapat dilakukan
studi perbandingan pendidikan atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan
studi komparasi pendidikan dengan pengertian upaya kegiatan membandingkan
dua sistem pendidikan yang berbeda baik antardaerah maupun antarnegara (Arif
Rohman, 2010: 6). Dalam studi komparasi pendidikan yang menjadi inti pokok
dalam studi ini adalah studi tentang sebab-sebab yang menimbulkan problematika
kependidikan dan pengajaran serta sebab-sebab yang dapat menimbulkan
persamaan dan perbedaan antarsistem yang berada di daerah atau negara berbeda.
Adapun tentang sejauh mana sistem tersebut mampu berperan dalam masyarakat
sebagai sarana mencapai cita citanya adalah bergantung pada berbagai faktor yang
mendukungnya. Faktor-faktor itu antara lain kesesuaian organisasi dan
administrasinya dengan para pelaksana yang mendukungnya, di samping sarana
dan prasarana kependidikan yang disediakan.
Dengan melakukan studi komparasi pendidikan suatu sistem yang
digunakan oleh suatu pendidikan dapat saling bercermin antar satu sistem dan
yang lainnya, karena dalam kehidupan tidak ada sesuatu yang sempurna begitu
pula dalam kehidupan berpendidikan. Dengan saling membandingkan suatu


86
sistem akan terlihat perbedaan dan persamaan yang dimilikinya, terdapatnya
perbedaan dapat dijadikan suatu kelebihan pada satu sistem maupun yang
dijadikan kekurangan pada sistem lainnya.
Menurut William W. Brickman dalam Postlethwaite (Arif Rohman, 2010:
7) disebutkan bahwa umat manusia telah saling bertukar informasi tentang
pendidikan sudah berlangsung sejak zaman kuno, yaitu sejak manusia antarbangsa
di dunia ini saling berinteraksi dan melakukan kontak sosial (social contact)
dalam suatu wadah yang disebut perdagangan (trade), peperangan (warfare), dan
misi keagamaan (religion missionary).
Adapun manfaat melakukan studi komparasi pendidikan adalah 1) Dapat
memiliki konsep-konsep dasar dan metode membandingkan aneka system
pendidikan baik yang ada dalam satu daerah atau negara maupun antar daerah
atau negara, 2) Dapat menilai keberhasilan dan kekurangan atau hal-hal positif
dan negatif tentang sistem pendidikan kita sendiri, 3) Dapat menilai isu-isu dan
mengikuti perkembangan pendidikan secara global sekaligus dapat terhindar dari
penilaian dengan kacamata etnosentrisme sempit, 4) Memperoleh pengetahuan
tentang model-model sistem pendidikan di beberapa daerah atau Negara dalam
lingkup dunia, antara lain dipengaruhi oleh latar belakang daerah atau Negara
tersebut (Arif Rohman, 2010: 14).

Anda mungkin juga menyukai