Anda di halaman 1dari 6

PBL gastritis 1. Definisi Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosalambung.

Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi selsel radang pada daerah tersebut. Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya (Herlan,2002). http://books.google.co.id/books?id=iAgY9vp46O4C&pg=PA69&dq=definisi+gastritis+adalah&hl= id&sa=X&ei=WPoFU_zzKoSWrAeY2oCIDg&redir_esc=y#v=onepage&q=definisi%20gastritis%20a dalah&f=false klasifikasi
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu (David Ovedorf 2002) : 1. 1. Gastritis akut

Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu : 1. Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan kimiamisal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung) ). 2. Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan ).

Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : a. Gastritis akut Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial. b. Gastritis kronik Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik dan gastritis hipertrofik. 1) Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan dan erosi mukosa. 2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada perkembangannya dihubingkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dal sel chief. 3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan

hemoragik. 2.Factor resiko + etiologi Etiologi a. Gastritis akut Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung (Muttaqin, 2011). 1) Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2-deoxyuridine), Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Gelfand, 1999). 2) Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin (Kang, 1985). 3) Infeksi bakteri; seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis (Anderson, 2007) 4) Infeksi virus oleh Sitomegalovirus (Giannkis, 2008). 5) Infeksi jamur; seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan Phycomycosis (Feldman,1999). 6) Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim 10 gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009). 7) Iskemia, akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung (Wehbi, 2008). Sedangkan penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan makanan, minuman. 1) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kersusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung. 2) Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alcohol merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung. b. Gastritis kronik Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui, tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis

kronik, yaitu: infeksi dan non infeksi menurut Wehbi (tahun 2008 dalam Muttaqin, 2011) 1) Gastritis infeksi a) H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007) b) Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis (Wehbi, 2008) c) Infeksi parasit. d) Infeksi virus. 11 2) Gastritis non-infeksi a) Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan, terdapat kira-kira 60% serum pasien gastritis kronik mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya (Genta, 1996). b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009) c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi, 2008). d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan kanker lambung (Shapiro, 2006). e) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri radiasi pada lambung (Sepulveda, 2004) pdf bab 2 3. Patofisiologi http://www.scribd.com/doc/87469850/Patofisiologi-Gastritis 4. Manifestasi klinis Bab2 pdf Menurut Mansjoer (2001), manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan gastritis.

a. Manifestasi klinik gastritis akut Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obatobatan atau bahan kimia tertentu. 13 b. Manifestasi klinik gastritis kronik Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan. 5. Pemeriksaan diag

Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan darah Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis. b. Uji napas urea Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh ureaseH. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi. c. Pemeriksaan feces Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung. d. Endoskopi saluran cerna bagian atas Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop. e. Rontgen saluran cerna bagian atas

Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen. f. Analisis Lambung Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata). g. Analisis stimulasi Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak.

Bab2 pdf 6. Penatalaksanaan Chapter ii_6 Bab2 pdf 7. Komplikasi Menurut Mansjoer (2001), komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik. b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia. 8. Pencegahan Chapter ii_6 Daftar pustaka Herlan. 2002. Angka Kejadian Penyakit Gastritis Di Indonesia http://www.mahalo.com Kumala Sari Muttaqin Arief. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer Arief. M, dkk. Kapita Selekta Kedikteran, edisi 3. media ausculapius FKUI 2001 : 49

Prince, Sylvia A. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi

6, buku 2. Jakarta : EGC. pp:1259-1267

Anda mungkin juga menyukai