PENYUSUN:
ABDUROHIM, S.Ag.
FATAH SULAEMAN, S.T., M.T.
M. FAKHRURIZA PRADANA, S.T.
Visi
Menjadikan nilai-nilai Relijius sebagai pedoman hidup yang
mengantarkan mahasiswa dalam pengembangan profesi dan
berkepribadian yang baik (insan kamil).
Misi
Terbinanya Mahasiswa yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berwawasan luas dan luwes serta berakhlak mulia
yang menjadikan ajaran agamanya sebagai landasan berpikir dan
berperilaku dalam pengembangan kepribadian dan profesinya.
1. Pengantar Kuliah
1.1. Konsep General Education (MPK)
1.2. Kedudukan MPK PAI dalam Kurikulum Perguruan tinggi
1.3. Tujuan MPK PAI
1.4. Proses Pembelajaran MPK PAI
Dari sejak permulaan zaman batu tua (paleolithicum) manusia telah memuja
patung-patung batu (totem) sebagai manifestasi dari rasa kebutuhannya akan
sesuatu yang bersifat super dan berada di luar dirinya. Sejarah kemanusiaan telah
mencatat perkembangan proses mencari Tuhan ini dari sejak animisme dengan
penyembahan terhadap berhala. Lalu dinamisme, yaitu kepercayaan terhadap
benda-benda yang memiliki kekuatan magis, sampai kepada kepercayaan kepada
agama samawi.
Terdapat berbagai cara yang dilakukan manusia untuk mengenal Tuhan. Secara
umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, sebagai berikut:
a. Cara yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang tidak beriman kepada
Tuhan, dan adanya pembalasan amal. Mereka berusaha mencari jawaban
tentang keberadaan Tuhan melalui panca indera dan hawa nafsunya.
Akibatnya ketika Tuhan tersebut tidak dapat mereka lihat, tidak dapat
didengar, tidak dapat diraba, tidak dapat dirasa, dan tidak dapat dicium,
maka mereka berkesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada, atau paling tidak
mereka menerima keberadaan Tuhan dengan dihantui oleh keraguan yang
besar. (Q.S. 24:50).
b. Cara kedua adalah cara Islam dalam mengenal Tuhan YME, yaitu dengan
meneliti dan mentafakkuri alam semesta beserta segala keindahan,
kerapihan dan kedahsyatannya. (Q.S. 41:53, 3:190). Lalu
menggabungkannya dengan isyarat-isyarat yang ada dalam Al Qur’an (Q.S.
95:1-5). Apakah mungkin alam yang demikian rapih, indah, dan luar biasa
ini dapat terjadi secara kebetulan, tentu merupakan sesuatu yang tidak
mungkin? Sehingga ia sampai kepada sikap membenarkan tentang adanya
sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur (Q.S 3:191). Maka ia menjadi
seorang yang mengenal Tuhan YME dan beriman secara benar.
Mungkinkah kita dapat melihat Tuhan di dunia ini? Tuhan sangat mengetahui rasa
penasaran hamba-Nya ini, sehingga Dia menceritakan di dalam Al Qur’an tentang
seorang hamba yang dikasihi-Nya (Musa as) yang juga pernah bertanya demikian.
Dengan halus Tuhan telah membuat hamba-Nya (Musa as) sadar atas dirinya yang
begitu lemah untuk sanggup melihat Sang Maha Pencipta (Q.S. 7:143).
Dalam Dalil Logika Statistika, sebagian ilmuwan yang atheis telah membuat suatu
premis bahwa alam ini semuanya tercipta secara kebetulan. Pendapat mereka
berdasarkan pada teori big bang tentang asal mula alam, dan teori Stanley Miller
tentang asal mula kehidupan. Untuk meruntuhkan pijakan mereka dapat
diketengahkan teori propalistic dalam statistika berikut: jika dimisalkan bahwa
secara berturut-turut A adalah penciptaan nebula (kabut cikal bakal galaksi). B
adalah penciptaan nebula menjadi milyaran galaksi (kumpulan bermilyar bintang).
C adalah berpisahnya milyaran galaksi tersebut menjadi berkelompok-kelompok.
D adalah terjadinya sistem Tata Surya didalam galaksi Bima Sakti (milky way). E
terpilihnya bumi sebagai planet yang cocok untuk kehidupan. F adalah terciptanya
tumbuh-tumbuhan. G adalah terdiferensiasinya tumbuhan tersebut menjadi jutaan
jenis yang berbeda-beda, dan seterusnya. Jika diasumsikan bahwa A,B,C,D,E,F,G,
dan seterusnya adalah semuanya itu terjadi secara kebetulan. Sementara
Ậ,B,C,D,E,F,G, dan seterusnya (aksen) adalah kesemuanya itu diciptakan oleh
Tuhan YME maka peluangnya dapat dihitung sebagai berikut:
Demikian seterusnya, sehingga jika ada 100 tingkat kebetulan maka peluangnya
menjadi = 0,5 x 10100. Sementara dialam semesta ini, banyaknya keteraturan yang
terjadi melebihi dari sejuta tingkatan, maka peluang bahwa kejadian tersebut
merupakan sebuah kebetulan adalah 0,5 x 101000000 = 0, artinya mustahil. Sehingga
kesimpulannya, semua keteraturan menunjukkan adanya Tuhan YME sebagai
yang menciptakan (al-Khalik) dan sekaligus senantiasa mengatur ciptaannya
setiap waktu (al-Qayyum).
Dalam Islam, cinta dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu cinta yang
berpahala (syar’i) dan menghasilkan iman (Q.S 3:15) dan cinta yang tidak syar’i
dan menghasilkan syahwat (Q.S. 3:14).
Urutan cinta:
a. Cinta tertinggi adalah cinta yang disebut cinta menghamba. Cinta ini
dalam Islam hanyalah diberikan kepada Tuhan YME dan tidak boleh
diarahkan kepada selain-Nya. Mengapa? Karena cinta jenis ini akan
melahirkan penghambaan dan perbudakan. Kata-kata ”hidup matiku hanya
untukmu” menunjukkan cinta jenis ini. Jadi, cinta jenis ini hanya ditujukan
kepada Tuhan YME.
b. Peringkat kedua adalah cinta kepada Nabi Muhammad saw dan Islam.
Cinta yang mesra kepada Rasul saw dan Islam ini akan menghasilkan
sikap mengikuti dan meneladani Rasul saw dalam segala aspek kehidupan.
c. Peringkat ketiga adalah cinta kepada orang-orang beriman dan bertakwa.
Cinta jenis ini akan melahirkan sikap menolong dan mengutamakan
sehingga cinta kepada orang-orang yang bertakwa lebih dari cintanya
kepada dirinya maupun keluarganya.
d. Peringkat keempat berupa perhatian mendalam kepada sesama muslim
sehingga melahirkan persaudaraan Islam.
e. Peringkat kelima berbentuk rasa simpati kepada umat manusia secara
umum. Cinta ini diwujudkan dalam bentuk, mengajak kepada kebenaran
dan kebaikan.
f. Cinta peringkat terakhir hanyalah berbentuk lintasan-lintasan dalam
pikiran dan tidak sampai masuk ke dalam hati. Cinta jenis ini harus
diarahkan kepada materi, yaitu semata-mata dimanfaatkan demi
kepentingan umat manusia.
Konsekuensi cinta
Seseorang yang benar-benar mencintai Tuhan YME akan mencintai apa-apa dan
siapa-siapa yang dicintai-Nya. Hal ini akan melahirkan loyalitas mutlak (al
walaa’) dan membenci apa-apa, siapa-siapa yang dibenci oleh-Nya hal ini akan
melahirkan pemutusan hubungan (al baraa’) terhadap semua yang dibenci-Nya.
2. AKHLAK, IHSAN, ETIKA, DAN MORAL
Akhlak atau sistem perilaku ini terjadi melalui suatu konsep tentang apa dan
bagaimana sebaiknya akhlak itu harus terwujud. Konsep tentang apa dan
bagaimana sebaiknya akhlak itu seharusnya disusun oleh manusia didalam sistem
idenya yang merupakan hasil penjabaran dari kaidah-kaidah yang bersifat
normatif dan deskriptif yang bersumber pada nilai-nilai al-Qur’an dan al-Hadits.
Maka akhlak yang baik adalah pola perilaku yang dilandaskan dan manifestasi
dari nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Ihsan berarti berbuat baik dan pelakunya
disebut muhsin. Dalam al-Qur’an kata-kata ihsan dipakai antara lain untuk
perbuatan seperti: berinfak, menguasai amarah,mema’afkan manusia, bersabar,
bersungguh-sungguh dan bertakwa. Jadi akhlak yang berkualitas ihsan disebut
akhlakul karimah (Zakiah Daradjatdkk, 1984:255).
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilm u atau filsafat,
karenanya yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia (Rahmat
Jatnika, 1992:26).
3.4. Bertaubat
Kata taubat memiliki pengertian yang tersusun dari tiga perkara, yaitu ilmu,
keadaan dan perbuatan. Ilmu ialah mengetahui dengan sebenar-benarnya betapa
besarnya bahaya dosa jika dilakukan dan dosa-dosa itu sendiri merupakan racun
yang sangat merusak jiwa, hati dan agama juga merupakan tabir antara seseorang
dengan apa saja yang dianggap sebagai kekasihnya.
Syarat Taubat
Menyesali atas dosa yang telah dilakukan
Mohon ampun atas dosa yang telah dilakukan
Berjanji untuk tidak mengulangi dosa tersebut
Mengganti dengan amal kebaikan
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, dkk akhlak terhadap Tuhan YME adalah
sebagai berikut:
a. Mengesakan Tuhan
b. Taat dan patuh (bertakwa) kepada Tuhan
c. Berdoa
d. Selalu mengingat-Nya
e. Berserah diri kepada-Nya
4. AKHLAK TERHADAP MAKHLUK
Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam semesta
yang tersusun dan teratur berdasarkan fakta-fakta yang membuka rahasia alam
semesta dengan segala keajaiban dan keanekaragamannya dan langsung
menghayati penciptanya dengan bukti yang nyata. Bahkan ilmu pengetahuan yang
memberikan dasar-dasar pokok tentang adanya kesatuan hidup yang saling
membutuhkan di alam semesta ini.
Kalau kita perhatikan ayat Qouliyah, maka akan kita dapatkan bahwa ia
sesungguhnya merupakan pedoman hidup bagi manusia yang sifatnya mutlak.
Penyimpangan manusia terhadapnya akan menyebabkan kesesatan dan
kegoncangan dalam kehidupan di dunia ini. Sedangkan ayat Kauniyah merupakan
sarana hidup bagi manusia. Sebagai sarana ia memerlukan pembaharuan setiap
saat agar manusia dapat mengelola bumi dan isinya lebih efektif dan efisien. Bila
manusia statis dalam sarana hidupnya, ia akan tetap primitif dan tidak akan
mampu mengelola alam ini dengan baik.
Dengan berpegang kepada kedua bentuk ilmu itulah, maka manusia akan dapat
menjalankan tugas dan kewajibannya di muka bumi ini sehingga akan tercapai
kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.
Tetapi suatu hal yang memprihatinkan sebagian besar umat Islam dewasa ini
bahwa mereka kurang mempelajari ayat Qouliyah dan juga ayat Kauniyah.
Sebagai akibatnya maka umat Islam banyak berpaling dari petunjuk Tuhan dan
memilih petunjuk selain Tuhan, disamping itu juga mereka tertinggal dari umat
lain “ bangsa barat” dibidang sarana hidup (science dan teknologi). Hal ini harus
segera disadari dan diikuti dengan tindakan konkret. Tetapi harus diingat bahwa
dalam mengejar, ketertinggalan prinsip keseimbangan antara ayat Qouliyah dan
ayat Kauniyah harus sangat diperhatikan.
Satu hal yang perlu diingat bahwa umat Islam tidak mungkin untuk mengejar
ketinggalan-ketinggalan dari bangsa barat sebelum terlebih dahulu kita
mengambil apa-apa yang telah kita tinggalkan selama ini yaitu Aqidah Islam,
Akhlak Islam dan sebagainya. Karena yang terpenting di sini bukanlah
teknologinya tetapi siapa orang yang berada di belakang teknologi tersebut.
Ayat yang membicarakan tentang ilmu dalam Al Qur’an tidak kurang dari 580
tempat. Hal ini menunjukkan, bahwa betapa pentingnya ilmu itu. Agama Islam
benar-benar menempatkan ilmu itu pada tempat yang terhormat. Sebagai bukti
nyata adalah wahyu yang pertama yang diturunkan bukan ayat yang berhubungan
dengan ibadat shalat, puasa, menunaikan zakat, naik haji, dan kewajiban-
kewajiban lainnya, tetapi justru ayat yang berhubungan dengan baca tulis
sebagaimana dikemukakan di atas. Di samping itu kita lihat pula, bahwa Tuhan
menjadikan ilmu itu menjadi sifat-Nya yang diulang-ulang dalam Al Qur’an, tidak
kurang dari 162 kali.
Lain lagi halnya yang dialami oleh Jacques Yves Costeau. Ia adalah ahli kelautan
(oceanografer) dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Mr. Costeau sepanjang
hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia, dan membuat
film dokumenter tentang keindahan alam bawah laut untuk ditonton jutaan
pemirsa di seluruh dunia melalui acara “Discovery”. Pada suatu hari ketika sedang
melakukan eksplorasi di bawah laut seolah-olah ada dinding atau membran yang
membatasi keduanya. Apa yang disaksikannya ini benar-benar kejutan besar
selama kariernya yang panjang di kelautan. Bagaimana mungkin hal ini dapat
terjadi?
a. Teknik Irigasi
Ilmu teknik irigasi tumbuh dengan pesatnya di Mesopotamia. Di sana ada
aliran sungai Tigris dan Dajlah menjadi tempat praktek yang baik. Banyak
buku-buku tentang itu, umpamanya: ilmu menaikkan air, kincir air, imbangan
air dan jam air. Inilah jam pertama dipergunakan oleh umat manusia.
Buku mekanika tertua dikarang dalam tahun 860 M. Pengarangnya tiga orang
yaitu: Muhammad, Ahmad dan Hasan. Ketiga-tiganya adalah putra Musa Ibn
Sakir. Karangan mereka sekarang dikenal di Eropa dengan nama Book of
Artificies. Dalam buku ini terdapat 100 model konstruksi teknik, 20 cara
praktek. Di antara ilmu praktek ini, terdapat bagaimana caranya membuat bak
yang memuat air dingin dan panas (teori tiga orang barsaudara ini sudah dapat
membuat es dan alat pendingin rumah).
b. Geology
Ada sebuah buku yang istimewa hasil buah tangan Ibnu Sina. Buku tersebut
membicarakan tentang gunung-gunung, batu-batu, dan barang-barang
tambang. Buku ini sebagai pembuka jalan sejarah geology. Di dalam buku itu
diterangkan tentang pengaruh yang didatangkan oleh adanya gempa bumi,
angin, air, temperatur, endapan, pengeringan, dan akibat-akibat lain dari
pengerasan benda. Buku ini pun tidak kurang pentingnya sebagai pengantar
Ilmu Pertambangan Internasional.
c. Meteorology
Meteorology ialah ilmu yang membahas tentang kepadatan atsmosfir. Dalam
bidang inipun orang Islam ternama pula. Seorang yang terkemuka yang
bernama Al Khazini telah mengarang berjilid-jilid buku tentang meteorology.
Bukunya yang ternama adalah timbangan bijaksana (Mizan Al Hikmah).
Dalam bukunya ini Al Khazini menerangkan, bahwa air dan hawa bertambah
padat apabila bertambah dekat dengan bumi. Roger Bacon melanjutkan teori
Al Khazini karena ia rajin mempelajari buku-buku pengetahuan Islam.
d. At Thib (Kedokteran)
Pada masa Daulah Abbasiyah, ilmu kedokteran di kalangan umat Islam telah
mencapai puncak tertinggi dan melahirkan dokter-dokter ternama. Banyak
sekali rumah sakit besar yang didirikan dan sekolah tinggi kedokteran.
Diantara dokter yang sangat terkemuka adalah: Ibnu Masiwaihi (wafat 243 H),
Ibnu Sahal (wafat 255 H), Abu Bakar Ar Razy (wafat 320 H), Ali bin Abbas
(wafat 354 H), Ibnu Sina (wafat 428 H), Izzaudin As Suwaidy (wafat 690 H)
dan Alauddin bin Fafis (wafat 687 H).
g. Ilmu Teknik
Diantara para ahli atau pengarangnya adalah: Abd. Rahman bin Daud Al
Andalusy, Tibagha Al Jarkasy (hidup abad 8 H), Ridlwan bin Muhammad Al
Khurasany, Abul Iz bin Ismail bin Razaz Al Jurury dan Kamaluddin
Muhammad bin Isa Ad Damiry (wafat 808 H).
Umat Islam sekarang hendaknya menyadari bahwa mutiara yang terpendam itu
harus diusahakan untuk ditemukan kembali. Mutiara-mutiara berharga itu
sekarang berada di dunia barat selama berabad-abad. Berdasarkan kenyataan yang
kita lihat saat ini, kita harus memiliki kembali sesuai dengan panggilang yang
tercantum dalam kitab suci.
6. PERANAN AGAMA DALAM ILMU PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI DAN SENI
Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk
dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai
bentuknya terulang sebanyak 854 kali dalam al-Qur’an. Kata in digunakan dalam
arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan Quraish Shihab:434).
Setiap ilmu dibatasi pada salah satu bidang kajian. Karena itu seseorang yang
memperdalam ilmu-ilmu tertentu disebut spesialis. Sedangkan dari sudut pandang
filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan.
Teknologi merupakan salah satu budaya yang dihasilkan dari penerapan praktis
ilmu pengetahuan. Teknologi dapat berdampak positif berupa kemajuan dan
kesejasteraan bagi manusia tetapi juga dapat berakibat negatif berupa
penyalahgunaan teknologi seperti nuklir yang dapat berakibat kehancuran dan
kebinasaan bagi umat manusia dan alam semesta. Karena itu teknologi bersifat
netral. Adapun seni termasuk bagian dari budaya manusia dengan segala
prosesnya. Seni merupakan hasil ekspresi, kreasi jiwa manusia yang berkembang
menjadi bagian dari budaya manusia itu sendiri.
Dalam pandangan Islam ada sumber ilmu itu terbagi dua, yaitu wahyu dan akal.
Manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk mengembangkan segala daya, upaya,
potensi diri dan akalnya dengan catatan dalam pengembangannya tetap terikat dan
tidak bertentangan dengan wahyu dan rambu-rambu hukum Tuhan. Atas dasar
itulah ilmu terbagi menjadi dua bagian, yaitu ilmu yang bersifat abadi (perennial
knowledge) yang memiliki tingkat kebenaran yang absolut (mutlak) karena ia
berasal dari wahyu ilahi. Dan yang kedua adlah ilmu yang bersifataquired
knowledge (perolehan) yang tingkat kebenarannya bersifat relatif (nisbi) karena ia
berasal dari akal pikiran manusia sebagai makhluk yang memiliki berbagai
keterbatasan. Kalau terjadi ketidaksamaan/pertentangan antara ilmu pengetahuan
dan wahyu, maka ketahuilah bahwa akal dan pengetahuan kita yang lemahlah
yang belum mampu mengungkapkan rahasia ilmu dari wahyu ilahi tersebut.
Karenanya Islam mengajarkan ada hal-hal yang bisa dipahami oleh logika akal
dan ada hal-hal gaib yang harus dipahami oleh logika iman. Hamka pernah
menyatakan: Dengan Seni Hidup jadi Indah, Dengan IPTEK Hidup jadi Mudah
dan Dengan Iman Hidup jadi Terarah.
Telah digambarkan oleh Tuhan didalam Q.S. 14 ayat 24 dan 25 bahwa Dinul
Islam itu bagaikan sebuah pohon Rindang yang berakar kokoh menghujam
kedalam bumi, cabangnya menjulang tinggi kelangit, dahannya yang rindang
dapat menaungi setiap yang berlalulalang dan senantiasa berbuah yang dapat
dinikmati oleh setiap orang. Iman diidentikkan dengan diidentikan dengan akar
yang menopang tegaknya Dinul Islam, Ilmu bagaikan batang dan dahan yang
selalu mengeluarkan cabang-cabang Ipteks yang baru. Sedangkan amal ibarat
buah yang sangat bermanfaat. Maka apabila Ipteks dikembangkan diats nilai-nilai
iman dan takwa kepada Tuhan YME, pasti akan menghasilkan amal kebaikan
yang berlimpah manfaat, bukannya kerusakan dan kehancuran alam dan
peradaban umat manusia.
Demikian pula yang diabadikan dalam kitab suci, bagaimana potret pemuda
ashabul kahfi, kisah pemuda ashabul ukhdud dan mayoritas dari assabiqunal
awwalun. Mereka semua adalah orang-orang yang akan senantisa mengobarkan
api semangat perjuangan untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan
kesejahteraan dibawah naungan dan keridhaan, dan kecintaan Tuhan.
Didalam ayat-ayat yang paling terkenal sejak zaman Syarikat Islam yang selalu
diengung-dengungkan oleh Agus Salim, Cokroaminoto dan disitir oleh Soekarno;
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Q.S:13 ayat 11).
Ternyata bahwa dinamika Islam itu harus lahir dari diri mereka sendiri yang
kemudian akan keluar sebagai satu materialisasi.
Dan juga dalam ayat yang lain: “andaikan penduduk suatu negeri beriman dan
bertaqwa, maka sesungguhnya Kami akan membukakan kepada mereka pintu-
pintu keberkahan dari langit dan bumi”. (Q.S:7:96). Hal ini berarti bahwa
pertama-tama umat dan bangsa ini harus benar-benar beriman dan bertaqwa
kepada Allah swt, maka Allah swt akan memberikan perubahan-perubahan dalam
sejarah umat manusia.
Dapatlah disimpulkan secara ringkas bahwa imitasi, inovasi dan asimilasi ini
dapat dan senantiasa harus kita jelaskan untuk menjaga dinamika perkembangan
budaya Islam. Dengan demikian para generasi muda Islam tidak akan khawatir
dalam menghadapi tatanan masyarakat baru yang bagaimanapun warna dan
coraknya sepanjang kita tetap berpegang tyeguh pada nilai-nilai yang telah
diwariskan dalam wasiat Rasul saw yaitu tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an
dan al-Hadits yang sosih. (Sukamto, Ph.D, 1985:24).
Karena pada awalnya kesenian menjadi bagian integral dari kehidupan. Bahwa
dikesenian itu ada komposisi, ada balans dipanggung, dikanvas, blocking mesti
seimbang, dan sebagainya. Itu adalah hal yang sangat jelas. Tuhan berfirman:
“Kalian harus harus menghitung dengan neraca yang benar, harus berlaku
seimbang, harus adil”.
Didalam Islam tidaklah demikian. Dunia didalam Islam adalah dunia jamaah.
Yang diatas panggung dan penonton sama saja. Bagaimana sebuah kesenian itu
bisa menempatkan dirinya ditengah-tengah persoalan jamaah (persoalan bersama).
Seniman muslim yang memperagakan karyanya diatas panggung baik sebagai
orator, da’i, penyanyi, pelukis, ekonom, politikus, birokrat, anggota dewan, dan
sebagainya, bukanlah seorang peragawan yang memperagakan kemunafikan. Ia
adalah seorang anggota jamaah yang kebetulan naik keatas mimbar untuk
mengajak anda mempersoalkan masalah yang ada pada jamaah kita.
Sikap amar ma’ruf nahi munkar juga masih sangat lemah. Hal itu dapat dilihat
dari fenomena-fenomena sosial yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti
angka kriminalitas yang tinggi, korupsi yang terjadi disemua sektor, kurangnya
rasa aman dan lain sebagainya. Bila umat Islam Indonesia benar-benar
mencerminkan sikap hidup yang Islami, pasti bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang kuat dan sejahtera.
Zakat ada dua macam yaitu zakat Mal dan zakat Fitrah. Zakal Mal adalah bagian
dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada
orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah
dimiliki selama jangka waktu tertentu pula. Sedangkan zakat Fitrah adalah zakat
yang diwajibkan pada akhir puasa Ramadhan. Hukumnya wajib atas setiap orang
muslim, kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan, budak atau merdeka (Yusuf
Al Qardlawi, 162).
Zakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan di kalangan umat Islam sendiri,
dari golongan umat yang kaya kepada golongan umat yang miskin, agar tidak
terjadi jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin serta untuk
menghindari penumpukan kekayaan pada golongan kaya saja.
Untuk melaksanakan lembaga zakat itu dengan baik dan sesuai dengan fungsi dan
tujuannya tentu harus ada aturan-aturan yang harus dilakukan dalam
pengelolaannya. Pengelolaan zakat yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
pengaturan yang baik, jelas akan lebih meningkatkan manfaatnya yang nyata bagi
kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan pengelolaan zakat yang kurang
optimal, pada tanggal 23 September 1999 Presiden RI, BJ Habibie mengesahkan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Untuk
melaksanakan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
tersebut, menteri Agama RI menetapkan Keputusan Meneteri Agam Republik
Indonesia Nomor 581 Tahun 1999.
Berhasilnya pengelolaan zakat tidak hanya tergantung pada banyaknya zakat yang
terkumpul, tetapi sangat tergantung pada dampak dari pengelolaan zakat tesebut
dalam masyarakat. Zakat baru dapat dikatakan berhasil dalam pengelolaanya
apabila zakat tesebut benar-benar dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan
sosial dalam masyarakat. Keadaan yang demikian sangat bergantung dari
manajemen yang diterapkan oleh amil zakat dan political will dari pemerintah.
Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam
bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang
memerlukan termasuk fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial
khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya
kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Apabila
peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan
wakaf yang dapat dikelola secara produktif, maka wakaf sebagai salah satu sarana
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan dapat
terealisasi secara optimal.
Menurut ajaran Islam manusia diserahi amanat untuk menjadi khalifah (wakil
Tuhan) dalam mengelola bumi harus bisa menciptakan kemaslahatan bagi sesama
makhluk Tuhan. Artinya bahwa, setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus
memberikan kebaikan dan tidak bolehmerugikan atau menyakiti pihak lain dengan
cara menegakkan aturan Tuhan. Itulah wujud kasih sayang dari agama Islam
sebagaimana dinyatakan dalam Q.S:21: 107 ketika menjelaskan misi Rasulullah
untuk menyampaikan agama Islam bagi umat manusia, yang artinya: “Dan
tiadalah kami mengutus mu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi
semesta alam”.
Prinsip agar saling tolong menolong dengan sesama manusia memberikan makna
universalisme nilai-nilai kebaikan yang diinginkan oleh setiap manusia. Nilai-nilai
tersebut didalam al-Qur’an diformulasikan dalam “amar ma’ruf nahi munkar”.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiah, dkk. 1984. Dasar-Dasar Agama Islam (Buku Teks Pendidikan
Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum). Bulan Bintang. Jakarta
Fuad Almusawa, Nabiel. 2005. Pendidikan Agama Islam. Syaamil Cipta Media.
Bandung
Shihab, M Quraish. 1997. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Mizan.
Bandung
Suryana Af, Toto, dkk. 1997. Pendidikan Agama Islam (untuk Perguruan Tinggi).
Tiga Mutiara. Bandung