Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR



Disusun Oleh:
Imam Hafiz Rahayuda 260110100087 Data Pengamatan dan
Perhitungan
Dita Apriani 260110110104 Alat Bahan, Prosedur dan
Kesimpulan
Armydha Iga Pambudi 260110110105 Editor, Tujuan dan
Prinsip
Bimo Dwi Patra HS 260110110106 Pembahasan
Gina Fajar Andinia 260110110107 Grafik dan Pembahasan
Grafik
Dilla Wulan Ningrum 260110110108 Teori Dasar
Isni Meisya Adzani 260110110109 Teori Dasar
Aryo Dwi Wicaksono 260110110110 Pembahasan
Agam Maulana 260110110111 Pembahasan



LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013


PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR

I. TUJUAN
Mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang
dimasukkan ke dalam roda putar yang dimasukkan dalam roda putar (wheel
cage),berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda.

II. PRINSIP
Pemberian stimulant dan depresan yang mempengaruhi aktivitas
lokomotor hewan percobaan.

III. TEORI
Sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian dari sistem saraf yang
mengkoordinasi kegiatan dari semua bagian tubuh hewan bilaterian yaitu semua
hewan multiseluler kecuali simetris radial spons dan binatang seperti ubur-ubur.
Pada vertebrata, sistem saraf pusat yang ditutupi dalam meninges ini berisi
sebagian besar sistem saraf dan terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.
Bersama-sama dengan sistem saraf perifer memiliki peran fundamental dalam
kontrol perilaku. Yang termasuk SSP adalah otak dan sumsum tulang belakang.
Otak dilindungi oleh tengkorak, sedangkan sumsum tulang belakang dilindungi
oleh tulang belakang(Neal, 2005).
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau
kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih. Otak dan sumsum tulang belakang
mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat(Neal, 2005).
Dalam sel saraf, energi dialihkan dengan penghantaran saraf yang
melibatkan proses elektrik murni. Proses hantaran sinaptik melibatkan pengalihan
energi dari ujung cabang akson pada neuron yang satu ke neuron yang lain yang
tidak saling berhubungan. Penghantaran impuls saraf melalui sambungan sinaptik
adalah suatu proses kimia. Perubahan aktivitas listrik disebabkan oleh perubahan
permeabilitas membran sel pascasinaptik, dan ini disebabkan pula oleh pelepasan
transmiter. Bila zat transmiter bereaksi dengan reseptor pascasinaptik, zat itu
dapat menimbulkan eksitasi atau hambatan. Kerja transmiter itu meningkatkan
atau menurunkan secara selektif penghantaran ion atau permeabilitas membran
terhadap ion(Sukandar, 2010).
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek
yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas
SSP secara spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan
selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi
pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain.
Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP
yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma.
Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan kelompok yang
menghambat SSP tidak tepat, karena psokofarmaka misalnya menghambat fungsi
bagian SSP tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang
mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dapat bersifat merangsang atau
mendepresi. Berdasarkan kegunaan terapeutiknya, obat SSP dapat dibagi dalam
tiga golongan :
1. Depresi SSP umum
Obat-obat ini menimbulkan efeknya dengan mendepresi secara tak selektif
struktur sinaptik, termasuk jaringan prasinaptik, termasuk jaringan
prasinaptik dan prasinaptik. Obat-obat ini menstabilkan membran neuron
dengan mendepresi struktur pascasinaptik, disertai dengan pengurangan
jumlah transmiter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaptik.
2. Perangsang DDP umum
Obat-obat ini melakukan kerjanya secara tak selektif dengan salah satu
mekanisme berikut : merintangi hambatan pascasinaptik atau mengeksitasi
neuron secara langsung. Eksitasi neuron secara langsung dapat dicapai
dengan mendepolarisasi sel prasinaptik, meningkatkan pelepasan
prasinaptik akan transmiter, melemahkan kerja transmiter, melabilkan
membran neuron atau menurunkan waktu pulih sinaptik.
3. Obat-obat SSP selektif
Obat golongan ini dapat berupa depresan atau perangsang. Kerja melalui
berbagai mekanisme, dan mencakup obat antikejang, pelemas otot yang
bekerja sentral, analgetika dan sedativa(Tjay, 2002).
Obat-obat depresi SSP umum dapat menimbulkan ketergantungan psikis
maupun fisik. Taraf ketergantungan dan toleransinya berbeda-beda, karena
masing-masing memiliki mekanisme kerja sendiri. Pada umumnya,
ketergantungan sudah dapat timbul setelah 2 minggu penggunaan kontinu. Gejala
withdrawal serius terutama timbul pada barbiturat dibandingkan senyawa
benzodiazepam. Insidepresi penyalahgunaan senyawa barbiturat, benzodiazepin,
dan sejenisnya melampaui daripada opioida(Tjay, 2007).
Secara kualitatif benzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama,
namun secara kuantitatif spektrum farmakodinamik serta data farmakokinetik
yang berbeda. Hal ini yang menyebabkan aplikasi terapi golongan ini sangat luas.
Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik dan antikonvulsi
dengan potensi yang berbeda-beda(Andrianto, 2008).
Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini
pada SSP dengan efek utama: sedasi, hiposis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Walaupun benzodiazepin
mempengaruhi aktivitas saraf pada semua tingkatan, namun beberapa derivat yang
lain pengaruhnya lebih besar dari derivatnya yang lain, sedangkan sebagian lagi
memiliki efek yang tak langsung. Penggolongan benzodiazepin :
Obat-obat long-acting antara lain klordiazepoksida, diazepam, nitrazepam,
dan flurazepam. Obat-obat ini dirombak antara lain dengan jalan
demetilasi dan hodrolsilasi menjadi metabolit aktif desmetildiazepam dan
hidroksidiazepam.
Obat-obat short-acting : oksazepam, lorazepam, lormetazepam,
temazepam, loprazolam dan zopiclon. Obat-obat ini dimetabolisasi tanpa
menghasilkan metabolit aktif yang memiliki kerja panjang. Obat ini layak
digunakan sebagai obat tidur karena tidak berkumulasi saat penggunaan
berulang kali dan jarang menimbulkan efek sisa, sebaliknya risiko yang
lebih besar akan reboundinsomnia dan lebih cepat menimbulkan gejala
abstinensi.
Obat-obat ultra-short acting : triazolam, midazolam, dan estazolam. Risiko
akan efek abstinensi dan rebound-insomnia lebih besar lagi pada obat-
obat ini sehingga setidaknya jangan digunakan labih lama dari 2 minggu
(Muchtaridi,2008).
Barbiturat sejak lama digunakan sebagai hipnotika dan sedativa, tetapi
penggunaannya dalam tehun-tahun terakhit sangat menurun karena adanya obat-
obat dari kelompok benzodiazepin yang lebih aman. Yang merupakan
pengecualian adalah fenobarbital, yang memiliki sifat antikonvulsif dan tiopental
yang masih banyak digunakan sebagai anestetikum i.v.(Mutchler, 1991).
Barbital digunakan sebagai obat pereda untuk siang hari dalam dosis yang
lebih rendah dari dosisnya sebagai obat tidur. Faktor-faktor yang membatasi
penggunaan barbiturat dan menyebabkan penggunaannya terdesak oleh
benzodiazepin adalah :
Toleransi dan ketergantungan cepat timbul menyangkut sifat
menidurkannya pada dosis berulang laki dan lebih ringan mengenai
khasiat anti-epilepsinya.
Stadium REM (dengan mimpi) dipersingkat, yang berefek pasien
mengalami tidur kurang nyaman.
Efek paradoksal dapat terjadi dalam dosis rendah pada keadaan nyeri,
yakni justru eksitasi dan kegelisahan.
Overdise barbital menimbulkan depresi sentral, dengan penghambatan
pernapasan berbahaya, koma, dan kematian(Mutchler, 1991).
Ada indikasi kuat bahwa terjadinya toleransi dan ketergantunga berkaitan
erat dengan aktivasi dari sistem dopaminerg di otak. Semua zat yang bersifat
adiksi berkhasiat meningkatkan jumlah dopamin secara akut yang dihubungkan
dengan efek eufori, labilitas emosional, kekacauan dan histeri. Lebih dari sepuluh
neurotransmiter lain antaranya noradrenalin dan serotonin, memegang peranan
pula pada adiksi tetapi pengaruhnya jauh lebih ringan. Kadar dopamin yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan halusinasi dan psikosis akut(Dewoto, 2007).
Kafein
Khasiat : kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek
menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk juga daya
konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertingg,prestasi otak dan
suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan
dan singkat daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop
positif terhadap jantung, vasodilatasi perifer dan diuresis.
Efek samping : bila diminum lebih dari 10 cangkir kopi dapat
berupa debar jantung, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah,
ingatan berkurang dan sukar tidur.
Dosis : pada rasa letih 1-3dd 100-200 mg, sebagai adjuvans
bersama analgetik 50 mg sekali, bersama ergotamin pada migrain
100 mg(Depkes RI,1979).
Obat barbiturat merupakan satu kumpulan obat yang seringkali
dipreskripsikan oleh doctor untuk menciptakan rasa tenang dan membuat
penderita merasa mengantuk agar mudah tidur. Sebanyak lebih kurang 2500
terbitan asid barbiturik telah dapat disintesiskan, tetapi hanya lebih kurang 15
sahaja yang berguna untuk tujuan pengubatan. Dosis terapeutik yang kecil dapat
menenangkan perasaan resah, dan untuk dosis yang lebih besar dapat membantu
sesorang untuk tidur selam 20 hingga 60 menit. Namun, apabila dosis
ditingkatkan lagi, maka akan terjadi koma dan kemudian pernafasan akan terhenti
(Mansjoer, 1999).


IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Alat roda putar (wheel cage)
2. Kandang
3. Stopwatch
4. Sonde oral
5. Timbangan

B. Bahan
1. Obat depresan dan stimulan yang diuji (Fenobarbital dan Kafein)
2. Suspensi PGA 2%

C. Gambar Alat


Alas Roda Putar
Kandang



Stopwatch







Sonde Oral
Timbangan



V. PROSEDUR
Alat dan bahan untuk percobaan, larutan gom, dan larutan obat disiapkan.
Tiga hewan percobaan (mencit) dipilih secara acak. Kemudian masing-masing
hewan ditimbang dan diberi tanda pengenalnya. Hewan percobaan dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok obat uji 1, dan kelompok obat
uji 2. Kelompok kontrol diberi larutan gom arab 2%, kelompok 2 diberi obat uji
kafein, dan kelompok 3 diberi obat uji fenobarbital secara oral dengan sonde oral.
Setelah 30 menit, mencit dimasukkan ke dalam alat roda putar. Aktivitas mencit
dicatat selama 30 menit dengan interval 5 menit. Data yang diperoleh dianalisis
secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan lama
waktu tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok obat uji. Kemudian
data disajikan dalam bentuk tabel dan dibuat grafiknya.

VI. DATA PENGAMATAN
Perlakuan
BB
Mencit
(g)
Volume
Pemberian
(ml)
Jumlah Putaran

Rata-
Rata
5' 10' 15' 20' 25' 30'
Kontrol
(PGA 2%)
1. 16.5 0.41252 44 50 24 9 13 46 186 31
2. 15.5 0.3875 0 0 1 0 2 0 3 0.5
3. 16.2 0.405 2 0 0 24 29 1 56 9.33
Jumlah 46 50 25 33 44 47 245 40.83
Rata-rata 81.67 13.61
Stimulan
(Kafein)

1. 17.3 0.43 43 34 36 54 63 33 263 47.16
2. 18.2 0.455 0 12 24 25 26 30 117 19.5
3. 19.5 0.4875 11 13 19 20 29 32 124 20.67
Jumlah 54 59 79 99 118 95 504 87.33
Rata-rata 168 29.11
(Depresan)
Fenobarbit
al

1. 16.8 0.42 0 0 0 0 0 0 0 0
2. 18.0 0.45 3 0 0 0 0 0 3 0.5
3. 18.2 0.455 0 0 13 0 4 4 21 3.5
Jumlah 3 0 13 0 4 4 24 4

Rata-rata 8 1.67

VII. PERHITUNGAN DAN GRAFIK
1. Perhitungan % aktivitas stimulan dan depresan
a. Volume pemberian obat


- Kelompok Kontrol
1.


2.


3.


- Kelompok Kafein
1.


2.


3.


- Kelompok Fenobarbital
1.


2.


V =


3.



b. Perhitungan % aktivitas lokomotor
- % Aktivitas Kafein (Stimulan)


= 1,057 x 100%
= 105.7%

- % Aktivitas Fenobarbital


= 0.902 x 100%
= 90.2%
2. Perhitungan anava

Perlakuan Jumlah Putaran
5 10 15 20 25 30 n x x
2
PGA 2%
46 50 25 33 44 47 6 245
1047
5
Kafein
(Stimulan)
54 59 79 99 118 95 6 504
4631
4
Fenobarbital
(Depresan)
3 0 13 0 4 4 6 24 210
Jumlah
18 773
5699
9

Tabel Anava
Sumber Variasi Df SS MS F
Obat 1 19240.11 19240.11
42.16696
Error 10
4562.84 456.284

Total 11
23802.95

= 5%
Ho diterima = tidak ada perbedaan efek yang ditimbulkan oleh kafein
dan fenobarbital
Ho ditolak = terdapat perbedaan efek yang ditimbulkan dari kafein
dan fenobarbital
SSobat =


= 19240.11
SStotal =


= 56999


= 56999


= 23802.95
SSerror = SStotal SSobat
= 23802.95 19240.11
= 4562.84
MSobat =


= 19240.11
MSerror =


= 456.284
Fhitung =


= 42.16696
Ftabel =(0,05)(1,10) = 4,96
Maka, F
hitung
> F
tabel
= 42.16696 > 4,96
Maka H0 ditolak, yang berarti ada perbedaan efek yang ditimbulkan dari
kafein dan fenobarbital terhadap hewan percobaan.

Grafik Pengaruh Bahan Uji Terhadap J umlah Putaran pada Tiap Kelompok


VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang berjudul Pengujian Aktivitas Lokomotor
bertujuan untuk mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan
percobaan yang dimasukkan ke dalam roda putar (wheel cage), berdasarkan
pengamatan jumlah putaran roda. Digunakan hewan percobaan berupa mencit
yang akan diberikan beberapa sediaan untuk menguji aktivitas lokomotor. Sediaan
yang digunakan adalah PGA 1-2%, Fenobarbital dan Kafein. Kemudian
digunakan wheel cage sebagai alat yang dapat menjadi acuan dari aktivitas
lokomotor mencit yang telah diberi sediaan uji.
0
10
20
30
40
50
KEL 1
KEL 2
KEL 3
31
0.5
9.33
47.16
19.5
20.6
0
0.5
3.5
PGA KAFEIN Fenobarbital
Terdapat tiga keterampilan motorik dasar seseorang, yaitu gerak
lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif. Gerak lokomotor dapat diartikan
sebagai gerak memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain. Bentuk
gerak lokomotor diantaranya berjalan, berlari, berjingkat melompat dan meloncat,
berderap, merayap dan memanjat. Lokomotor sendiri berasal dari kata loko
gerak, dan motor penggerak. Jadi, lokomotor adalah gerak yang dilakukan
oleh penggerak.
Organ-organ yang terlibat dalam lokomotor adalah tulang, otot, saraf, dan
darah atau pembuluh. Tulang berfungsi sebagai pemberi bentuk tubuh, alat gerak,
melindungi organ-organ tubuh, dan sebagai tempat pembuatan sel-sel darah
terutama sel darah merah. Otot merupakan suatu organ yang memungkinkan
tubuh dapat bergerak, gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk. Saraf
merupakan penghantar informasi, koordinasi dan pengaturan untuk mengontrol
dan mengintegrasikan aktivitas tubuh. Fungsinya adalah menerima stimulus dari
lingkungan, mengubah stimulus menjadi impuls, dan sebagai tempat
berlangsungnya semua proses kejiwaan dan psikis. Darah merupakan suatu
jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang berwarna merah dan
beredar di dalam tubuh karena adanya kerja jantung. Fungsi darah adalah sebagai
alat pengangkut, pertahanan tubuh, dan menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Untuk menguji aktivitas lokomotorik tersebut digunakanlah sediaan uji
yang berupa obat yang bersifat sedative dan stimulan. Obat sedative atau yang
sering disebut obat penenang adalah jenis obat-obatan yang memberikan efek
tidur dengan cara memberikan rasa tenang kepada orang yang mengkonsumsinya.
Sedangkan obat stimulan adalah obat-obatan yang menaikkan tingkat
kewaspadaan di dalam rentang waktu singkat.
Obat-obat sedative biasanya tidak dijual bebas diapotik, melainkan harus
menggunakan resep dokter. Obat-obat sedative biasanya bekerja di sistem saraf
pusat dengan berikatan pada reseptor GABA yang merupakan neurotransmiter
bersifat inhibisi pada sistem saraf pusat manusia. Obat ini juga bekerja
menghambat efek eksistasi pada reseptor glutamate sehingga pada dosis yang
tepat orang yang mengkonsumsinya akan merasa tenang dan dapat tertidur dengan
nyaman. Contoh obat-obat sedative adalah sebagai berikut:
1. Barbiturat seperti: amobarbital, pentobarbital, secobarbital, Phenobarbitol
2. Benzodiazepin seperti : clonazepam, diazepam, estazolam, flunitrazepam,
lorazepam,midazolam, nitrazepam, oxazepam, triazolam, temazepam,
chlordiazepoxide, alprazolam
3. Herbal sedatif seperti : ashwagandha, catnip, kava, mandrake, valerian
4. Nonbenzodiazepin sedatif seperti : eszopiclone, zaleplon, zolpidem,
zopiclone
5. Antihistamin seperti : Diphenhydramine dan Dimenhydrinate.
Fenobarbital yang digunakan dalam praktikum ini termasuk golongan
barbiturat, obat yang bersifat hipnotik sedatif, selain itu juga merupakan anestetik
parenteral, pelemas otot, antiepilepsi dan anticemas (antiansietas). Obat sedative
bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron
GABA. Reseptor barbiturat dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan
kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, barbiturat akan bekerja
sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai
barbiturat dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi
barbiturat, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini
kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion
klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk
ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel
bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Sementara itu, untuk obat-obat stimulan biasanya bekerja merangsang
susunan saraf pusat melalui 2 mekanisme yaitu mengadakan blokade sistem
penghambatan dan meningkatkan perangsangan sinaps. Kafein dapat berfungsi
sebagai stimulan (perangsang) karena kafein bekerja pada susunan saraf pusat
dengan meningkatkan perangsangan sinaps yaitu terutama pada korteks serebri.
Selain itu, kafein yang merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan
alkaloid ini juga dapat memberikan rangsangan pada medula oblongata sehingga
pusat vasomotor dan pusat pernapasan pun ikut terangsang. Akan tetapi tekanan
darah tidak naik, hal ini terjadi karena pada saat bersamaan, terjadi juga dilatasi
pembuluh kulit, ginjal dan koroner, akibat kerjanya di sistem saraf perifer.
Rangsangan pada pusat vasomotor oleh kafein disebabkan adanya kostriksi
pembuluh darah otak dan turunnya tekanan liquor. Meningkatnya perangsangan
sinaps oleh kafein mengakibatkan kondisi tubuh menjadi siaga dan kemampuan
psikis pun akan meningkat. Dengan pemberian secara per oral, kafein akan
diabsorpsi dengan cepat dan sempurna sehingga efek kafein dapat dengan cepat
dirasakan.
Sebagai hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur dan
jenis kelaminnya karena akan mempengaruhi dosisnya. Jenis kelamin mencit yang
digunakan pada percobaan ini adalah mencit jantan karena mencit betina tidak
stabil. Mencit betina mengalami menstruasi dan pada saat menstruasi maka
hormonnya akan meningkat sehingga mempengaruhi kondisi
psikologisnya.Kenaikan hormon ini juga akan berpengaruh pada efek obat.
Dengan alasan inilah mencit betina jarang digunakan sebagai hewan percobaan.
Prosedur yang dilakukan pertama kali dilakukan pada percobaan ini adalah
membagi mencit menjadi tiga kelompok. Setelah dibagi, kemudian mencit
tersebut ditimbang berat badannya menggunakan neraca lengan. Hal tersebut
harus dilakukan agar dapat diketahui dosis pemberian obat pada masing-masing
mencit. Kemudian mencit diberi tanda dengan spidol pada ekornya sesuai dengan
kelompok mencit tersebut. Diketahui bahwa berat mencit adalah sebesar I 16,2 g,
mencit II 19,5 g dan mencit III 18,2 g. Setelah ditimbang, dari data berat mencit
kemudian dihitung dosis masing-masing sediaan yang akan diberikan kepada
mencit. Dosis obat yang diberikan haruslah berbanding lurus terhadap bobot
mencit agar obat memberikan efek yang sesuai. Pada kelompok yang pertama
mencit hanya akan diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 1-2 % secara per
oral, kelompok ini disebut kelompok kontrol. Kelompok yang kedua adalah
kelompok mencit yang diberikan obat kaffein secara per oral. Kelompok ketiga
adalah kelompok mencit yang diberi obat fenobarbital juga secara per oral. Semua
pemberian obat dilakukan pada t = 0. Kemudian setelah t = 30, mencit kemudian
dimasukkan ke dalam wheel cage. Mencit baru dimasukkan setelah 30 menit
pemberian sediaan dikarenakan untuk menunggu sediaan yang masuk telah
diabsorbsi oleh tubuh, sehingga pengamatan dapat dilakukan dengan benar.
Wheel cage kemudian dinyalakan, lalu selama 30 menit mulai dihitung putaran
roda yang dilakukan oleh mencit dengan interval pengamatan tiap 5 menit.
Pada kelompok pertama (I), yaitu kelompok kontrol, pada kelompok ini
mencit hanya diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 2 % saja, sehingga
mencit pada kelompok ini bekerja alami tanpa ada pengaruh obat, sehingga
kelompok-kelompok yang lain dapat dibandingkan dengan kelompok kontrol ini.
Aktivitas mencit (jumlah putarannya) yaitu: menit ke 5= 2, menit ke 10= 0, menit
ke 15= 0, menit ke 20= 24, menit ke 25= 29 dan menit ke 30= 1. Hal ini
menunjukkan aktivitas mencit berlangsung tidak normal (fluktuatif), respon saraf
terhadap gerak pada otot yang di aplikasikan dalam bentuk gerak berlari dalam
roda putar. Kelompok kontrol dibuat agar dapat dijadikan pembanding dengan
kelompok lainnya dimana mencit tersebut tidak diberikan sediaan obat sehingga
dapat diketahui efek obat mana yang dapat menimbulkan efek yang cukup kuat.
Pada mencit kedua yang diberikan obat uji depresan yaitu kafein.
Didapatkan jumlah putarannya yaitu: menit ke 5= 11, menit ke 10= 13, menit ke
15= 19, menit ke 20= 20, menit ke 25= 29 dan menit ke 30= 32. Sedangkan pada
mencit ketiga yang diberi fenobarbital, menunjukkan aktivitas yang lebih rendah
dibandingkan mencit kontrol negatif yang diberi PGA. Jumlah putaran yang
dilakukan mencit pada roda putar yaitu: menit ke 5= 0, menit ke 10= 0, menit ke
15= 13, menit ke 20= 0, menit ke 25= 4 dan menit ke 30= 4. Jumlah putarannya
menunjukkan aktivitas mencit menurun dengan pemberian fenobarbital.
Setelah didapat hasil pengamatan percobaan, dilihat pengaruh pemberian
obat fenobarbital maupun kaffein pada mencit dengan perhitungan persentasi
aktivitas masing-masing obat. Setelah dilakukan perhitungan % aktivitas stimulan
untuk mengukur efek dari kafein yang diberikan dengan rumus:
% Aktivitas timulan =



Didapatkan hasil % aktivitas stimulan sebesar 113,87%. Kemudian
dilakukan juga perhitungan % aktivitas depresan untuk mengukur efek dari
fenobarbital yang diberikan dengan rumus :
%Aktivitas epresan=



Setelah dihitung, didapatkan hasil % aktivitas depresan sebesar 90,20%.
Hal ini menunjukkan baik obat stimulan (kafein) maupun depresan (fenobarbital)
memiliki efek yang cukup signifikan terhadap kontrol uji. Kemudian dilakukan
pengujian dengan tudents t-test. Berdasarkan pengujian data secara statistika,
dapat dilihat bahwa pemberian fenobarbital ataupun kafein memberikan efek
terhadap mencit apabila dibandingkan dengan kontrol sesuai dengan fungsinya.
Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan terhadap 3 kelompok uji,
yaitu kelompok kontrol (I), dengan pemberian larutan suspensi gom arab (PGA)
2% sehingga mencit pada kelompok ini bekerja alami tanpa ada pengaruh obat.
Pada kelompok kedua (II) adalah kelompok mencit yang telah diberikan obat
kafein, sedangkan pada kelompok ketiga (III), mencit diberikan obat fenobarbital.
Setelah diamati, mencit yang tidak diberikan obat uji (kelompok kontrol)
memberikan efek atau pengaruh yang fluktuatif terhadap perubahan aktivitas yang
ditunjukkan dengan peningkatan atau penurunan jumlah putaran roda putar yang
seringkali tidak konstan, dimana aktivitas yang dilakukan mencit tiap selang
waktu pengamatan tidak memberikan angka yang tetap (penurunan aktivitas
seiring lamanya waktu pengamatan). Hal ini dapat disebabkan perbedaan perilaku
dan sifat dari mencit uji saat ditempatkan ke dalam wheel cage sehingga dapat
mempengaruhi jumlah perputaran roda yang diamati. Sedangkan untuk mencit
yang diberikan obat uji berupa fenobarbital, seiring dengan berjalannya waktu
pengamatan, ternyata aktivitas mencit perlahan mengalami penurunan. Hal
tersebut di tunjukkan dengan berkurangnya jumlah putaran roda putarnya.
Penurunan aktivitas pada mencit ini disebabkan karena fenobarbital termasuk
golongan barbiturate dimana termasuk obat yang bersifat hipnotik sedatif
sehingga mengakibatkan mencit perlahan mengalami rasa sedasi yang cukup kuat
dan apabila dosisnya ditingkatkan maka kemungkinan mencit tersebut akan
tertidur atau tidak melakukan aktivitas apapun.
Untuk mencit yang diberikan obat kafein ternyata mengalami peningkatan
aktivitas yang cukup signifikan yang ditandai dengan peningkatan jumlah putaran
rodanya. Kafein meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan
memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Dengan demikian maka
mencit akan terus aktif bergerak selama efek obat tersebut masih ada namun
seiring dengan berjalannya waktu pengamatan maka lama-lama efeknya akan
menurun karena ketersediaan obat makin berkurang di dalam tubuh mencit karena
terjadinya metabolisme obat dalam tubuh. Hal ini ditandai dengan berkurangnya
jumlah putaran roda.
Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi jumlah putaran selain
pemberian obat uji. Salah satunya yang sangat mempengaruhi adalah
keseragaman berat badan dari mencit uji yang digunakan. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, adanya metabolisme obat dalam tubuh dapat menurunkan
aktivitas obat. Kemampuan metabolisme obat dalam tubuh dipengaruhi oleh luas
permukaan daerah absorpsi obat, yang berkaitan dengan berat badan mencit
karena semakin berat mencit maka luas permukaan daerah absorpsi obat akan
semakin besar.
Hal tersebut mempengaruhi bagaimana ketersediaan obat dalam mencit.
Semakin lama obat dalam mencit akan bekerja sampai puncaknya dan kemudian
lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat makin berkurang,
sehingga efek obat uji yang diberikan baik berupa depresan (fenobarbital) maupun
stimulan (kafein) dapat berkurang aktivitasnya. Maka dari itu mencit yang
digunakan diusahakan memiliki keseragaman bobot antar mencit yang sama atau
tidak terlalu berbeda agar efek dari obat uji yang diamati dapat diteliti lebih
akurat. Selain itu, pemberian jeda waktu yang diperlukan obat untuk mencapai
efek kerja setelah diberikan sebelum mencit dimasukkan dalam wheel cage dapat
mempengaruhi. Hal ini disebabkan obat uji yang diberikan mencit yang memiliki
bobot berat akan lebih mudah termetabolisme daripada mencit yang memiliki
bobot yang lebih ringan, sehingga efek yang ditimbulkan pun lebih cepat.
Sehingga dikhawatirkan efek obat yang ditimbulkan dapat tidak sesuai dengan
literatur.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dituangkan dalam penyajian data
berupa grafik, dapat dilihat perbedaan yang signifikan antara ketiga bahan uji
PGA, Kafein, dan Fenobarbital terhadap jumlah putaran roda. Pada kelompok
mencit dengan pemberian PGA seharusnya aktivitas mencit dalam memutar roda
akan berjalan normal. Sehingga, mencit akan bergerak tidak terlalu aktif namun
juga tidak pasif. Pada kelompok 1, mencit memiliki aktivitas yang cukup tinggi,
namun masih berada di kategori normal. Hal itu dapat dilihat ketika mencit pada
kelompok 1 memiliki aktivitas lebih rendah dibandingakan mencit 2 pada
kelompok yang sama yang diberi stimulan kafein dan lebih tinggi dibandingkan
mencit ketiga pada kelompok 1 pula yang diberi obat depresan fenobarbital.Pada
mencit pertama kelompok 2 yang diberi PGA, yang seharusnya tidak memberi
efek apa-apa dan aktivitas mencit seharusnya berjalan normal, mencit ini malah
memiliki aktivitas yang cukup rendah dalam memutar roda atau dapat dikatakan
cukup pasif. Ini terlihat dari jumlah putaran roda selama 30 menit yang rata-rata
hanya berkisar 0,5 atau setengah putaran.Sedangkan pada mencit pertama di
kelompok 3, jumlah putaran roda tergolong normal. Pada ketiga kelompok,
mencit yang diberi kafein sebagai stimulan, menunjukkan peningkatan aktivitas
yang signifikan, ini menunjukkan bahwa aktivitas stimultan dari kafein tergolong
baik. Begitu pula pada mencit yang diberikan fenobarbital pada ketiga kelompok,
dari grafik dapat terlihat jumlah putaran rata-rata pada tiap kelompok memiliki
jumlah yang rendah, bahkan pada mencit ketiga di kelompok 1 jumlah putaran
rodanya sama sekali tidak ada atau dapat diakatakan selama 30 menit tikus tidak
mealkukan aktivitas atau bergerak pasif. Sehingga ini menunjukkan aktivitas
depresan fenobarbital tergolong baik pula. Sebenarnya, pengamatan dilakukan
harusnya selama 90 menit untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dari setiap
aktivitas bahan uji.



IX. KESIMPULAN
Efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang
dimasukkan ke dalam roda putar (wheel cage) dapat diketahui yang didasarkan
pada persen aktivitas stimulan yaitu sebesar 113,873% pada kafein dan persen
aktivitas depresan yaitu sebesar 90,20448% pada fenobarbital.

















DAFTAR PUSTAKA

Andrianto. 2008. Sistem Saraf Pusat. Dapat diakses pada http://medicastore.com/
[diakses tanggal 20 April 2013].
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ke 3. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Dewoto, Hedi R. 2007. Analgesik Opiod dan Antagonis-Farmakologi dan Terapi
edisi 5. Fakultas kedokteran-UI. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aescullapius. Jakarta.
Muchtaridi. 2008. Lokomotor Mencit. Dapat diakses pada
http://farmasi.ugm.ac.id/ [diakses tanggal 20 April 2013].
Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Penerbit ITB. Bandung.
Neal, M.J. 2005. At A Glance Farmakologi Medis. Penerbit Buku EGC. Jakarta.
Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2010. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI. Jakarta.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting edisi keenam.
PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya edisi kelima. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai