adisi sampel, adisi standar, dan titrasi potensiometri. Pada metode potensiometri langsung,
elektroda indikator selalu dianggap sebagai katoda dan elektroda referensi sebagai anoda,
yang dibutuhkan hanyalah pengukuran potensial sebuah indikator elektron ketika dicelupkan
dalam larutan yang konsentrasinya tidak diketahui dan ketika dicelupkan dalam larutan yang
konsentrasinya diketahui. Sedangkan pada metode adisi sampel yang dilakukan adalah
sejumlah LARUTAN STANDAR YANG TELAH DIKETAHUI POTENSIALNYA ditambahkan
sedikit larutan sampel sehingga terjadi beda potensial. Kemudian untuk menentukan konsentrasinya
digunakan persamaan:
(
.. (2)
Keterangan:
Cu = Konsentrasi sampel yang tidak diketahui;
Cs = Konsetrasi ion dari larutan standar;
Vu = Volume larutan sampel yang digunakan;
Vs = Volume larutan standar yang digunakan;
E1 = Potensial sel terukur tanpa ada larutan sampel;
E2 = Potensial sel terukur setelah ada tambahan larutan sampel;
S = Slope elektroda (yang diukur dengan menggunakan larutan standar).
Sebaliknya pada metode adisi standar, sejumlah LARUTAN SAMPEL YANG INGIN
DIKETAHUI POTENSIALNYA ditambahkan dengan sedikit larutan standar sehingga
terjadi beda potensial dan selanjutnya mengikuti persamaan (2). Dan terakhir, metode titrasi
potensiometri, pada metoda ini dilakukan proses titrasi terhadap larutan asam oleh larutan
bersifat basa atau sebaliknya dan kemudian potensial diukur setelah penambahan sejumlah
kecil volume titran secara kontinu dengan perangkat automatik. Titik akhir titrasi adalah
ketika terjadi perubahan potensial yang tajam, ini dapat dilihat dari kemiringan kurva (slop).
Reaksi yang terjadi pada titrasi potensiometri ini meliputi reaksi netralisasi, reaksi
pembentukan kompleks, dan pengendapan.
POTENSIOMETRI LANGSUNG
langsung merupakan
yang
memanfaatkan prinsip perbedaan potensial antara sampel yang ingin diukur kadar ion
natriumnya dengan suatu analit lain yang telah diketahui potensial dan konsentrasinya.
Analit tersebut merupakan merupakan hasil kalibrasi. Secara umum, potensial sel
dirumuskan dengan:
Esel = Eind. - ( Eref + Eja ) (1)
Dimana Esel adalah potensial sel, Eind adalah potensial pada elektroda indicator yang
digunakan, dalam kasus ini Eind=EISE dan Eja adalah potensial liquid junction. Untuk
menganalisis ion kromm dalam perhiasan, kita perlu menentukan elektroda yang akan
digunakan. Untuk elektroda indicator sebaiknya digunakan elektroda ion selektif (ISE).
Hal ini dikarenakan konsentrasi ion yang akan kita ukur adalah tertentu yaitu ion
Natrium. Elektroda ion selektif yang digunakan untuk hasil yang akurat ada 2 yaitu glass
membrane ISE dan Polymer membrane ISE. Notasi selnya:
Elektroda ion selektif | sample || jembatan garam | elektroda pembanding
lebih akurat dari metode potensiometri langsung yaitu dengan menggunakan metode
adisi baik adisi standar maupun adisi sampel.
Adapun, metode adisi ini mempunyai beberapa keunggulan dibanding metode
potensiometri langsung. Keunggulan-keunggulan tersebut, antara lain :
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa metode adisi ini dapat memberikan hasil
yang lebih tepat dibandingkan dengan metode potensiometri langsung, meski
menggunakan larutan sampel dengan kekuatan ionik yang lemah.
Adapun kelemahan utama dari metode adisi ini adalah
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa metode penambahan ini terdiri
dari 2 jenis, yaitu :
CuVu
Cs
Dimana:
Cu = konsentrasi analit dalam sampel yang tidak diketahui
Cs = konsentrasi larutan standar
Vs
= volume standar
Vu
= volume sampel
= slop elektroda
C V C 2V2
E 2 E1
C3 1 1
V1 V2
Log C 3 Log C1 , dan
Dengan:
Perbedaannya hanya terdapat pada jenis larutan dengan volume yang lebih besar, atau
lebih spesifiknya pada sejumlah kecil volume sampel (misalnya 1-10 ml) yang
ditambahkan ke dalam volume standar yang lebih besar (25-100 ml).
Metode ini paling baik digunakan ketika volume sampel yang kita miliki terbatas
atau sampel dengan konsentrasi yang sangat tinggi (pada umumnya untuk bekerja
dengan baik konsentrasi larutan harus di bawah 100ppm). Yang perlu diperhatikan ialah
perlunya dilakukan pengenceran matriks sampel yang cukup sehingga sampel tersebut
tidak secara signifikan memengaruhi kekuatan ionik larutan standar, tetapi perlu
dipastikan juga bahwa konsentrasi sampel tersebut cukup untuk dideteksi dalam
pembacaan mV dalam standar murni karena pada banyak kasus metoda ini tidak sesuai
untuk sampel yang lebih kecil dari 100 ppm.
,(
,(
)
*(
)+-
Cu =
Cs =
Vs =
Vu =
volume sampel
E1 =
E2 =
m =
kemiringan
)-
KURVA KALIBRASI
Pada metode potensiometri, hubungan antara konsenterasi larutan standar dapat
dijelaskan dengan persamaan Nernst. Persamaan Nernst menyatakan bahwa berbanding
secara dengan nilai logaritmik (basis 10) dari konsenterasi larutan.
(Persamaan Nernst)
Dengan membandingkan persamaan garis lurus dasar,
, nilai log C
(nilai logaritmik dari konsenterasi larutan standar) adalah x (variable bebas) , E (bacaan
pada pengukur tegangan) adalah y adalah Eo adalah sebagai konstanta c, sedangkan nilai
adalah nilai m, yang bisa juga disebut kemiringan atau slope dari kurva
analitikal,dalam kasus ini yaitu kurva kalibrasi.
Dengan nilai n=1 (konstanta electron yang terlibat adalah 1 buah seperti (Na+)
nilai m adalah -59.16. Karena S hanya dipengaruhi oleh nilai R, T, n, dan F yang
merupakan konstan, akurasi dari suatu elektroda potensiometri, termasuk ISE (IONSELECTIVE ELECTRODES), dapat diukur dengan cara mengitung kemiringannya Pada
kasus ini, penambahan nilai logaritmik dari volume akan mengasilkan nilai slope yang
sama.. Jika nilai dari S mendekati nilai standar, maka ISE dalam kondisi yang baik dan
kurang terpengaruh oleh ion yang tidak terlibat (intervensi ion minim).
Pada kasus ini, kation pada larutan standar yang digunakan adalah Cr. Adapun
data dari penambahan volume (dalam mL), dan bacaan tegangan (dalam mV) adalah
sebagai berikut:
(mL)
Log C)
200
2.30103
-35.6
100
-17.8
50
1.69897
0.4
25
1.39794
16.8
12.5
1.09691
34.9
6.25
0.79588
52.8
3.125
0.49485
70.4
1.563
0.193959
89.3
0.781
-0.10735
107.1
0.391
-0.40782
125.5
0.195
-0.70997
142.9
KURVA KALIBRASI
200
TEGANGAN (MV)
150
-1
y = -59.377x + 100.59
R = 0.9999
100
50
0
-0.5
0
-50
0.5
1.5
2.5
Nilai S pada ISE adalah -59.377, dengan nilai R2 adalah 0.9999 Dengan
mengansumsikan nilai n pada kasus ini adalah 1, maka presisi dari ISE pada kasus ini
mendekati sempurna karena nilai dari slope mendekati -59.16, dan pernyataan ini
didukung dengan nilai R2 yang mendekati 1, yang berarti penyimpangan yang terjadi
pada data sangat kecil.
Cara kurva kalibrasi ini dilakukan jika tidak ada gangguan, karena hanya akan
memberikan hasil yang baik jika tidak ada gangguan, yang disebut gangguan disini
adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi intensitas pancaran unsur x (unsur
yang akan dianalisis) sehingga nilai intensitas yang dibaca pada alat tidak lagi sesuai
dengan konsentrasi yang sebenarnya. Selain itu, cara kurva kalibrasi dilakukan jika
larutan standar dapat dibuat mendekati komposisi sampel.
B. Titrasi Potensiometri
Proses titrasi potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan elektroda
indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian, kurva titrasi yang
diperoleh dengan menggambarkan grafik potensial terhadap volume pentiter yang
ditambahkan, mempunyai kenaikan yang tajam di sekitar titik kesetaraan. Dari grafik
itu dapat diperkirakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri ini bermanfaat bila tidak
ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya dalam hal
larutan keruh atau bila daerah kesetaran sangat pendek dan tidak cocok untuk
penetapan titik akhir titrasi dengan indikator.
Titik akhir dalam titrasi potensiometri dapat dideteksi dengan menetapkan
volume pada mana terjadi perubahan potensial yang relatif besar ketika ditambahkan
titran. Dalam titrasi secara manual, potensial diukur setelah penambahan titran secara
berurutan, dan hasil pengamatan digambarkan pada suatu kertas grafik terhadap
volum titran untuk diperoleh suatu kurva titrasi. Dalam banyak hal, suatu
potensiometer sederhana dapat digunakan, namun jika tersangkut elektroda gelas,
maka akan digunakan pH meter khusus. Karena pH meter ini telah menjadi demikian
biasa, maka pH meter ini dipergunakan untuk semua jenis titrasi, bahkan apabila
penggunaannya tidak diwajibkan.
Prinsip yang dimanfaatkan pada metode ini ialah stoikiometri reaksi dua zat
dalam larutan. Kita tahu bahwa akhir dari suatu reaksi ditandai dengan habisnya salah
satu reaktan. Contoh rekasi ini adalah titrasi Ca2+ dengan EDTA.
Pada titik akhir titrasi semua ion Ca2+ habis bereaksi dengan EDTA
membentuk Ca-EDTA (Gb.1). Pada Gb.2 terlihat pula, bahwa pada titik akhir tersebut
potensial elektrode turun secara drastis. Dengan mengukur konsentrasi dan volume
EDTA yang digunakan pada titik akhir, konsentrasi Ca bisa ditentukan.
Gb.1
Gb.2
yaitu
reaksi pembentukan kompleks reaksi netralisasi dan pengendapan dan reaksi redoks.
Pada reaksi pembentukan kompleks dan pengendapan, endapan yang terbentuk akan
membebaskan ion terhidrasi dari larutan. Umumnya digunakan elektroda Ag dan Hg,
sehingga berbagai logam dapat dititrasi dengan EDTA. Reaksi netralisasi terjadi pada
titrasi asam basa dapat diikuti dengan elektroda indikatornya elektroda gelas. Tetapan
ionisasi
harus kurang dari 10-8. Sedangkan reaksi redoks dengan elektroda Pt atau
elektroda inert dapat digunakan pada titrasi redoks. Oksidator kuat (KMnO4,
K2Cr2O7, Co(NO3)3) membentuk lapisan logam-oksida yang harus dibebaskan
dengan reduksi secara katoda dalam larutan encer.
Potensial dalam titrasi potensiometri dapat diukur sesudah penambahan
sejumlah kecil volume titran secara berturut-turut atau secara kontinu dengan
perangkat automatik. Presisi dapat dipertinggi dengan sel konsentrasi. Elektroda
indikator yang digunakan dalam titrasi potensiometri tentu saja akan bergantung pada
macam reaksi yang sedang diselidiki. Jadi untuk suatu titrasi asam basa, elektroda
indikator dapat berupa elektroda hidrogen atau sesuatu elektroda lain yang peka akan
ion hidrogen, untuk titrasi pengendapan halida dengan perak nitrat, atau perak dengan
klorida akan digunakan elektroda perak, dan untuk titrasi redoks (misalnya, besi(II))
dengan dikromat digunakan kawat platinum semata-mata sebagai elektroda redoks.
DAFTAR PUSTAKA
A. Skoog, Douglas, dkk. Fundamentals of Analytical Chemistry. New York: Saunders
College Publishing.
Basset, J, et al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.