Anda di halaman 1dari 4

HUKUM DASAR KIMIA

A. HUKUM KEKEKALAN MASSA (HUKUM LAVOISIER)


Pada awalnya para ahli kimia mengamati adanya perubahan massa yang terjadi dalam
reaksi kimia berupa pembakaran. Hal itu memicu tercetusnya ide awal teori phlogiston.
Teori ini berasal dari Johann Joachim Becker (1635-1682) yang menarik perhatian
George Ernst Stahl (1660-1734). Stahl mengamati bahwa jenis materi yang dapat
terbakar bermacam-macam.

Menurut teori phlogiston zat yang mudah terbakar seperti logam mengandung banyak
phlogiston, sementara zat yang tidak mudah terbakar seperti tanah mengandung sedikit
phlogiston. Api sendiri dianggap mengandung phlogiston bebas.
Teori phlogiston tersebut dikemukakan sebagai berikut:
1. Semua materi yang dapat terbakar mengandung zat ringan yang disebut phlogiston
2. Sewaktu materi terbakar, phlogiston akan lepas ke udara dan sisa pembakaran tidak
mengandung phlogiston lagi.
Jadi menurut teori phlogiston, massa produk reaksi akan lebih ringan. Hal ini
berdasarkan pengamatan mereka terhadap pembakaran kayu yang menghasilkan abu
dengan massa yang lebih ringan. Akan tetapi, pengamatan pada pembakaran logam
menunjukkan massanya akan berubah menjadi lebih berat dibandingkan massa logam
awal. Logam akan kehilangan phlogiston sehingga berubah menjadi calx logam
(sekarang disebut oksida logam). Untuk memperoleh kembali logam tersebut, calx harus
dibakar bersama karbon yang kaya phlogiston, karena phlogiston semula sudah hilang di
udara. Calx akan menyerap phlogiston dari udara sehingga berubah menjadi logam
semula.
Hampir satu abad teori phlogiston dianut oleh para ilmuwan. Pada tahun 1774, Joseph
Priestley (1733-1804) dari Inggris melakukan eksperimen dengan memanaskan calx
merkuri (merkuri oksida) yang berupa serbuk merah. Calx merkuri dapat berubah

kembali menjadi logam merkuri hanya dengan pemanasan tanpa penambahan materi
yang kaya akan phlogiston.
Selanjutnya seoang ilmuwan bernama Priestly, melakukan studi
sifat fisis dan kimia berbagai gas. Sayangnya Priestly
merupakan pendukung teori phlogiston sehingga ia melakukan
interpretasi

yang

salah

terhadap

pengamatannya.

Pada

percobaannya serbuk calx merkuri menyerap phlogiston udara


sehingga berubah menjadi logam raksa. Akibatnya udara di
sekitarnya kehabisan phlogiston yang disebut dephlogisticated
air atau udara tanpa phlogiston.
Kegagalan teori phlogiston disebabkan pada waktu itu para ilmuwan belum memahami
keterlibatan gas dalam reaksi kimia. Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) di Paris,
Prancis, menganggap phlogiston adalah suatu zat khayal yang keberadaannya belum
terbukti secara eksperimen. Menurut Lavoisier, suatu eksperimen kimia harus memakai
pengukuran dan perhitungan kuantitatif.
Lavoisier

mengulang

eksperimen

Pristley.

Lavoisier

memanaskan sebanyak 530 gram merkuri dalam wadah tertutup


yang terhubung dengan udara dalam silinder ukur. Di akhir
eksperimen, ternyata volum udara dalam silinder telah
berkurang sebanyak 1/5 bagian. Sedangkan merkuri berubah
menjadi calx merkuri dengan massa seberat 572,4 gram; atau
terjadi pertambahan massa sebesar 42,4 gram. Besarnya
pertambahan ini ternyata sama dengan massa 1/5 bagian udara
yang berkurang dalam silinder.

Logam merkuri +

1/5 bagian udara

530 gram

42,4 gram

calx merkuri
572,4 gram

Dari reaksi ini, lavoiser mengamati bahwa total massa zat-zat sebelum reaksi sama
dengan total massa zat sesudah reaksi.
Kemudian dengan memanaskan kembali calx merkuri yang dihasilkan dengan panas
yang lebih besar. Di akhir reaksi beliau memperoleh kembali logam merkuri dan 1/5
bagian udara yang hilang tadi, dengan total massa sama dengan calx merkuri. Ia
menyadari bahwa 1/5 bagian udara tersebut adalah udara tanpa phlogiston yang dimaksut
oleh Priestley, yang dilepas calx merkuri dalam reaksinya membentuk logam merkuri.

Lavoisier menamakan 1/5 bagian udara yang terbentuk dalam reaksi tersebut sebagai
oksigen.
Calx merkuri

Logam merkuri

572,4 gram
Hasil

lavoisier tersebut

530 gram
berhasil

mengoreksi

Gas Oksigen
42,4 gram

pengamatan Priestley,

sekaligus

meruntuhkan teori phlogiston. Lavoisier pun menemukan bahwa di dalam suatu reaksi
kimia tidak terjadi perubahan massa zat-zat. Berdasarkan hal ini, lavoisier merumuskan
Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier) yang berbunyi :
Di dalam suatu reaksi kimia, massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama.

B. HUKUM PERBANDINGAN TETAP (HUKUM PROUST)


Di akhir abad 18, Lavoisier dan para ilmuwan lainnya mengamati bahwa banyak zat
tersusun dari dua atau lebih unsur berbeda jenis yang dikenal sebagai senyawa.
Di tahun 1799, Joseph Proust berupaya membuktikan
keberlakuan fenomena ini secara umum. Salah satu
eksperimen yang dilakukan adalah mereaksikan unsur
hidrogen dan unsur oksigen. Proust menemukan bahwa
unsur hidrogen dan unsur oksigen selalu bereaksi
membentuk senyawa air dengan perbandingan massa tetap,
yakni 1:8.
Massa hidrogen : massa oksigen = 1:8

Berikut adalah hasil eksperimen Proust


Massa unsur
Massa unsur
Massa senyawa air
Sisa unsur hidrgen
hidrogen yang
oksigen yang
yang terbentuk
atau oksigen (gram)
direaksikan (gram)
direaksikan (gram)
(gram)
1
8
9
0
2
8
9
1 g Hidrogen
1
9
9
1 g Oksigen
2
16
18
0
Proust menemukan bahwa senyawa selalu mengandung usur-unsur dengan perbandingan
tetap dan tertentu. Ia merumuskan hukum yang dikenal sebagai hukum perbandingan
tetap (Hukum Proust) yang berbunyi :
Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tetap.

Anda mungkin juga menyukai