Pai
Pai
Memelihara agama
Dalam
tingkat
dharriyyah,
memelihara
agama
yaitu
primer,
contoh,
mendirikan
shalat
lima
waktu
dan
agama
ketentuan
dalam
agama
tingkat
untuk
hjiyyah,
menghindari
yaitu
kesulitan,
yang
sedang
berpergian.
Apabila
ketentuan
ini
tidak
memelihara
agama
dalam
tingkat
tahsniyyah
keagamaan,
misalnya
melaksanakan
shalat
di
awal
menikmati
makanan
dan
minuman
yang
lezat,
Sedangkan
memelihara
jiwa
dalam
tingkat
tahsniyyah
adalah seperti mengatur cara dan tata cara makan dan minum
sesuai
dengan
etika
yang
diatur
agama.
Umpamanya,
sebelum
bagi
istri
manakala
masing-masingnya
merasa
tidak
adalah,
memelihara
seperti,
keturunan
dalam
disyariatkannya
tingkat
meminang
dan
aturan
syariat
tentang
cara
memperoleh
hak
milik
harta
dalam
tingkat
hjiyyah,
seperti
akan
mengancam
eksistensi
harta,
tetapi
hanya
tingkat
tahsniyyah
pemeliharaan
harta
dapat
tingkat
hjiyyah,
pemeliharaan
terhadap
akal
kaitannya
dengan
peningkatan
potensi
diri
dan
pemeliharaan
menjaga
kesehatan
akal
dengan
dalam
tingkat
mengkonsumsi
tahsniyyah,
makanan
atau
A. AL-QURAN
1. Pengertian Al-Quran
Menurut bahasa, Al-Quran berasal dari kata dasar Qara-Yaqrau, Qiraatan-Wa
quranan, yang artinya bacaan. Sedangkan meurut istilah, Al-Quran adalah firman Allah swt.
Yang merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara
Malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada manusia secara
mutawatir yang diperintahkan untuk mempelajarinya. Al-Quran tediri dari 114 surat dan 30
juz.
Ada dua cara turun Al Quran, pertama secara mujmal (30 juz sekaligus) yaitu
diturunkannya Al Quran dari Arsy ke Lauh Mahfudh, kedua secara bertahap (Tadriij) sesuai
dengan peristiwa / masalah yang dihadapi Nabi yaitu dari Lauh Mahfudh ke dunia yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril.
2. Kedudukan Al-Quran
Sebagai kitab suci, Al-Quran merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Sebab di
dalamnya terkandung aturan da kaidah-kaidah kehidupan yang harus dijalankan oleh umat
manusia. Allah swt. Menetapkan Al-Quran sebagai sumber pertama dan utama bagi hukum
Islam. Sebagaimana firman-Nya :
)501(
3. Fungsi Al-Quran
a. Sebagai pedoman hidup manusia
b. Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa
c. Sebagai mukjizat atas kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
d. Sebagai sumber hidayah dan syariah
e. Sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil
B. AL HADITS
1. Pengertian Hadits
Menurut bahasa, hadits artinya baru, dekat dan berita. Sedangkan menurut istilah,
hadits adalah perkataan (qaul), perbuatan (fiil) dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad saw.
yang berkaitan dengan hukum. Hadits disebut juga Sunnah, yang menurut bahasa artinya
jalan yang terpuji atau cara yang dibiasakan. Menurut istilah, sunnah sama dengan pengertian
hadits, yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. yang harus
diterima sebagai ketentuan hukum oleh kaum muslimin dan segala yang bertentangan
dengannya harus ditolak.
2. Kedudukan Hadits
Sebagaimana Al-Quran, hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya
menduduki urutan kedua setelah Al-Quran. Hal ini merupakan ketentuan Allah swt.
Sebagaimana firman-Nya :
) (
Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)
3. Fungsi Hadits
Sebagai sumber hukum Islam yang kedua, Al-Hadits mempunyai beberapa fungsi
yang sangat penting bagi ditegakkannya hukum Islam, diantaranya sebagai berikut :
a. Sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Quran/Bayan At Tauhid
b. Sebagai penjelas atas hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Quran. Dalam hal ini tiga
fungsi yang diperankan Al Hadits adalah sebagai berikut :
-
Menjelaskan dan merinci hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran secara global
(ijmali).
Memberi batasan atas hukum-hukum dalam Al-Quran yang belum jelas batasannya.
c. Menetapkan hukum-hukum tambahan atas hukum-hukum yang belum terdapat di dalam AlQuran.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Al Hadits sebagai sumber hukum Islam yang
kedua tidak dapat dipisahkan dari Al-Quran. Barangsiapa yang mengakui Al-Quran sebagai
sumber hukum Islam dan mengingkari Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua, berarti ia
termasuk golongan ingkar Sunnah, golongan orang-orang yang sesat. Sebab, hakikatnya ia
juga mengingkari isi kandungan Al- Quran itu sendiri.
4. Macam-macam Hadits
a.
Hadits Qauliyah
Muhammad saw.
b.
Hadits Filiyah
Muhammad saw.
c. Hadits Taqririyah : hadits yang didasarkan pada persetujuan Nabi Muhammad saw. terhadap
apa yang dilakukan sahabatnya.
Selain itu dikenal hadits lain yang disebut Hadits Hammiyah yaitu hadits yang berupa
keinginan Rasulullah saw. yang belum terlaksana.
C. IJTIHAD
Al-Quran dan hadits tidak akan berubah dan mengalami penambahan isi bersama dengan
berakhirnya wahyu, sementara permasalahan dan problematika kehidupan senantiasa muncul
sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Untuk menjawab permasalahan tersebut,
Islam menggariskan ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga.
1. Pengertian
a.
Menurut arti bahasa Ijtihad berarti : memeras pikiran/berusaha dengan giat dan sungguhsungguh, mencurahkan tenaga maksimal atau berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh.
b. Menurut istilah Ijtihad berarti : berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu
masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam Al-Quran maupun Hadits, dengan
)(
Artinya :" Maka ambilah (kejadian) itu menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang
mempunyai pandangan. (QS. Al Hasyr : 2)
Juga hadits Rasulullah saw. yang dikutip oleh Ibnu Umar berikut :
) ( ...
Artinya : Kamu lebih mengerti mengenai urusan kehidupan duniamu. (HR. Muslim)
4. Metode-metode Ijtihad
Ada beberapa cara atau metode yang telah dirumuskan oleh para mujtahid dalam melakukan
ijtihad yang juga merupakan bentuk dari ijtihad itu sendiri, antara lain adalah :
a. Ijma
Menggunakan bahasa Ijma berarti menghimpun, mengumpulkan dan menyatukan
pendapat. Menurut istilah ijma adalah kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah
yang tidak tercantum di dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
b. Qiyas
Menurut bahasa Qiyas berarti mengukur sesuatu dengan contoh yang lain, kemudian
menyamakannya. Menurut istilah, Qiyas adalah menentukan hukum suatu maslaah yang tidak
ditentukan hukumnya dalam Al-Quran dan Al-Hadits dengan cara menganalogikan suatu
masalah dengan masalah yang lain karena terdapat kesamaan illat (alasan).
c. Istihsan
Menurut bahasa, Istihsan berarti menganggap/mengambil yang terbaik dari suatu hal.
Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang jelas (jali) untuk menjalankan qiyas
yang tidak jelas (khafi), atau meninggalkan hukum umum (universal/kulli) untuk
menjalankan hukum khusus (pengecualian/istitsna), karena adanya alasan yang menurut
pertimbangan logika menguatkannya. Contoh: menurut istihsan sisa minuman dari burungburung yang buas seperti elang, gagak, rajawali dan lain-lain itu tetap suci berbeda dengan
sisa minuman dari binatang-binatang buas seperti harimau, singa, serigala dan lain-lain yang
haram dagingnya karena sisa makanan binatang-binatnag buas ini mengikuti hukum
dagingnya, maka sisa minumannya juga haram (najis). Alasan kesucian dari sisa minuman
burung-burung buas tadi : meskipun haram dagingnya, karena burung-burung itu mengambil
air minumnya dengan paruh yang berupa tulang (dimanan hukum tulang itu sendiri suci) dan
tidak dimungkinkan air liur / ludah yang keluar dari perutnya (dagingnya) itu bercampur
dengan sisa minuman tadi. Sedangkan binatang-binatang buas mengambil air minum dengan
mulutnya yang sejenis daging sehingga dimungkinkan sekali sisa minumannya bercampur
dengan ludahnya.
d. Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, Masalihul Mursalah berarti pertimbangan untuk mengambil kebaikan.
Menurut istilah, Masalihul Mursalah yaitu penetapan hukum yang didasarkan atas
kemaslahatan umum atau kepentingan bersama dimana hokum pasti dari maslah tersebut
tidak ditetapkan oleh oleh syarI (al Quran dan Hadits) dan tidak ada perintah
memperhatikan
atau
mengabaikannya.
Contoh
penggunaan
masalihul
mursalah
kebijaksanaan yang diambil sahabat Abu Bakar shiddiq mengenai pengumpulan al Quran
dalam suatu mush-haf, penggunaan ijazah, surat-surat berharga dsb.
Dengan perkembangan zaman yang terus semakin maju, muncul berbagai masalah baru
yang belum dijumpai ketetapan hukumnya di dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Masalahmasalah baru tersebut membutuhkan ijtihad, sehingga menjadi hukum bagi kaum muslimin.
Hal ini menuntut kita semua untuk selalu memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan
keagamaan kita, sehingga kita mampu menjadi para mujtahid yang memiliki syarat-syarat
ijtihad dengan benar. Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi setiap umat muslim yang
memiliki syarat-syarat ijtihad. Islam sangat mendorong kaum muslimin untuk melakukan
ijtihad. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya yag diriwayatkan Muaz bin Jabal
:
Artinya :" Apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian
benar, maka ia mendapat dua pahala, dan apabila dia memutuskan dengan jalan ijtihad
kemudian keliru, maka dia memperoleh satu pahala. (HR. Bukhari Muslim).
e. Istish-hab
Melanjutkan berlakunya hokum yang telah ada dan telah diterapkan karena adanya suatu dalil
sampai datangnya dalil lain yang mengubah kedudukan hokum tersebut. Misalnya apa yang
diyakini ada, tidak akan hilang oleh adanya keragu-raguan, contoh : orang yang telah
berwudlu, lalu dia ragu-ragu apakah sudah batal atau belum, maka yang dipakai adalah dia
tetap dalam keadaan wudlu dalam pengertian wudlunya tetap sah. Seperti itu juga dalam hal
menentukan suatu masalah yang hukum pokoknya mubah (boleh), maka hukumnya tetap
mubah sampai dating dalil yang mnegharuskan meninggalkan hokum tersebut.
f. Urf, yaitu berlakunya adat / kebiasaan seseorang atau sekelompok orang / masyarakat baik
dalam kata-kata maupun perbuatan yang bisa menjadi dasar hukum dalam menetapkan suatu
hukum, misalnya : kebiasaan jual beli dengan serah terima barang dengan uang tanpa harus
memerincikan dalam kata-kata secara detail, peringatan mauled Nabi dsb.
g. Madhab Shahabi, yaitu fatwa sahabat secara perorangan, kesepakatan seluruh sahabat atau
sahabat lainya (ijma sahabat), contoh Ijtihad sahabat Umar secara pribadi/perorangan.
h.
Syaru man qablana, yaitu berlakunya hukum-hukum syariat pada umat yang telah
diajarkan oleh para Nabi dan Rasul Allah terdahulu sebelum adanya syariat nabi Muhammad
SAW. Contoh ; berlakunya syariat Nabi Dawud, Nabi Musa dan Nabi-Nabi lainnya yang
disebutkan dalam Al Quran.
i.
Saddu az Zaraiyah, yaitu menutup jalan yang menuju kepada kesesatan atau perbuatan
terlarang. Contoh : berjudi haram, maka mempelajari cara-cara agar mahir dalam berjudi juga
dilarang, berzina itu dosa besar dan jelas dilarang, maka melakukan hal-hal yang bisa
mengarah kepada perzinaan juga dilarang (haram).
D. HUKUM TAKLIFI
1. Pengertian Hukum Taklifi
Hukum taklifi ialah hukum yang menghendaki dilakukannya suatu pekerjaan oleh
mukallaf (orang dewasa dan berakal sehat), atau melarang mengerjakannya, atau melakukan
pilihan antara melakukan dan meninggalkannya. Para ulama ilmu fiqh membedakan hukum
taklifi ke dalam lima macam, yaitu Wajib, Haram, Sunat, Makruh dan Mubah.
Untuk dapat membedakan kelima hukum taklifi tersebut, para ulama telah
menjelaskannya sebagai berikut :
a. Wajib (Al Ijab)
Menurut bahasa, wajib berarti harus. Menurut istilah ilmu fiqh, wajib ialah suatu
perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat
dosa.
b. Haram (At Tahrim)
Menurut bahasa berarti larangan. Menurut istilah, haram ialah suatu perbuatan yang
apabila dilaksanakan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala. Setiap orang
yang beriman wajib meninggalkan hal-hal yang diharamkan, agar tidak mendapat dosa dari
apa yang dilakukannya. Allah swt. Mengharamkan sesuatu, karena sesuatu tersebut
mengandung bahaya, kerusakan, bencana, bahkan kehancuran bagi dirinya maupun orang
lain.
c. Sunat (An Nadbu)
Menurut bahasa, sunat berarti kebiasaan. Menurut istilah ilmu fiqh, sunat ialah perbuatan
yang apabila dilaksanakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa.
Allah menyariatkan hal-hal yang bersifat sunat ini untuk menambah amal baik kita kepada
Allah swt., dan juga untuk menyempurnakan ibadah-ibadah kita yang kurang sempurna.
d. Mubah (Al Ibaahah)
Menurut bahasa, mubah berarti boleh. Menurut istilah, mubah yaitu suatu perbuatan
yang apabila dilaksanakan atau ditinggalkan tidak memperoleh dosa atau pahala.
e. Makruh (al Karaahah)
Menurut bahasa, makruh berarti tidak disenangi. Menurut istilah, makruh ialah suatu
perbuatan yang apabila dilaksanakan tidak mendapat dosa dan apabila ditinggalkan
memperoleh pahala.
Tanamkan iman yang kuat dalam hati sanubari, sehingga tidak mudah terbawa arus sesat
dalam pergaulan.
b. Tanamkan keyakinan bahwa tugas utama manusia di muka bumi ini adalah beribadah kepada
Allah swt., berbuat baik sesama, dan senantiasa taat kepada hukum-hukum Allah swt.
c. Tanamkan keyakinan bahwa hukum taklifi adalah hukum Allah swt. Yang harus dijalankan
oleh setiap umat muslim yang beriman, agar dalam menjalani kehidupannya selalu dalam
kedamaian dan kebahagiaan.
d. Pahami dengan benar pengertian dan kaidah-kaidah hukum taklifi,agar kita tidak keliru atau
salah mengamalkannya.
e.
Niatkan ibadah karena Allah, agar dalam menerapkan hukum taklifi kita tidak keliru atau
salah mengamalkannya.
f.
Mulailah menerapkan hukum taklifi sekarang juga,dari yang paling rendah dan mudah,
misalnya menjalankan hukum yang wajib seperti shalat lima waktu, puasa di bulan
Ramadhan dan sebagainya. Baru setelah terbiasa, tingganlkan yang haram dan laksanakan
anjuran atau sunnah.
4. Pengertian Puasa
Puasa adalah salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang berarti menahan diri dari segala
perbuatan yang membatalkan yang dilakukan oleh mukallaf pada siang hari, sejak terbit fajar
hingga terbenam matahari.
5. Hikmah Ibadah
-
Memahami bahwa dirinya adalah makhluk Allah swt. Yang mempunyai kewajiban untuk
beribadah, menyembah, mengabdi dan menyerahkan diri kepada-Nya.
Memahami bahwa semua tujuan akhir semua aktivitasnya adalah pengabdiannya kepada
Allah swt.
Memahami bahwa dirinya adalah pusat ala mini dan kehidupannya tidak hanya menjadi
pelengkap.
6. Hikmah shalat
-
Terhapus dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil kecuali dosa syirik.
7. Hikmah puasa
-
Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Bagi orang yang menjalankannya.
Mengendalikan hawa nafsu, khususnya nafsu syetaniyah yang dapat menjerumuskan manusia
ke jurang kebinasaan.
Membiasakan orang yang berpuasa bersabar dan tabah menghadapi berbagai kesukaran dan
ujian.
Mendidik jiwa agar senantiasa amanah, sebab puasa pada hakikatnya melaksanakan amanah
tidak makan dan minum.
Melatih kedisiplinan yang tinggi, sebab dalam puasa terdapat disiplin tidak makan dan
minum pada waktu yang telah ditentukan.
Meningkatkan kesehatan, sebab dalam tenggang waktu satu tahun organ pencerna kita diberi
istirahat beberapa hari ketika melaksanakan ibadah puasa wajib maupun sunat.
.2 Ruang Lingkup Ajaran Islam
Ruang lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syariah dan akhlak
a.
Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqaid. Arti aqidah
menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini
yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang
harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah
ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya,
kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qadadan
qadar.
b.
Syariah
Syariah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan
Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur
hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun
Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah
dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen
dan
rinci
dalam
al-Quran
dan
sunnah
Rasululah
Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat
Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang,
wakaf.
Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam
Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina, merampok, mencuri dan
minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan
pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan, dalam
tinayat berlaku qishas yaitu hukum balas
Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari khuluq yang artinya perangai atau
tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur
tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan fikiran.
Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri,
kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.
Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3)
Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya dengan sengaja
dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu
termasuk perbuatan baik atau buruk.
Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan
bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil
akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan
dibiasakan menggunakan berpakaian berciri khas perempuan seperti jil
ASAS-ASAS HUKUM ISLAM
A. Pengertian
Asas berasal dari kta asasun yang artinya dasar, basis, pondasi. Secara terminologi asas
adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Jika dihubungkan dengan hukum, asas
adalah kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan berpendapat, terutama
dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum berfungsi sebagai rujukan untuk
mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.
B. Beberapa Asas Hukum Islam
Menurut Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman bahwa asas hukum islam terdi-ri dari (1) bersifat umum, (2)lapangan hukum
pidana, (3) lapangan hukum perdata. Mengenai asas-asas hukum yang lain seperti lapangan
tata negara, internasional dan lain-lain tidak disebutkan dalam laporan mereka.
Asas-asas umum
a. Asas keadilan
Dalam al quran, kata ini disebut 1000 kali. term keadilan pada umumnya berkonotasi dalam
penetapan hukum atau kebijakan pemwrintah. Konsep keadilan meliputi berbagai hubungan,
misalanya; hubungan individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dan yang
berpekara serta hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang terkait. Keadilan dalam
hukum islam berarti keseimbangan antara kewajiban dan harus dipenuhi oleh manusia
dengan kemammpuan manusia untuk menuanaikan kewajiban itu.
Etika keadilan; berlaku adil dlam menjatuhi hukuman, menjauhi suap dan hadiah, keburukan
tyergesa-gesa dalam menjatuhi hukuman, keputusan hukum bersandar pada apa yang
nampak, kewajiban menggunakan hukum agama.
b. Asas kepastian hukum
Dalam syariat Islam asas ini disebut artinya sebelum
ada nas, tidak ada hukum bagi perbuatan orang-orang yang berakal sehat. Bahwa pada
dasarnya semua perbuatan dan perkara diperbolehkan. Jadi selama belum ada nas yang
melarang, maka tidak ada tuntutan ataupun hukuman atas pelakunya. Dasar hukumnya asas
ini ialah QS Al Isro' 15 ;
". Dan kami tidak akan menyiksa sebelum kami mengutus seorang rasul."
c. Asas kemanfatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi keadilan dan kepastian hukum tersebut diatas.
Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastiann hukum hendaknya memperhatikan
manfaat bagi terpidana atau masyarakat umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam
pertimbangan hukuman mati lebih bermanfaat bagi masyarakat, misal efek jera, maka
hukuman itu dijatuhkan. Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka hukuman mati itu
dapat diganti dgengan denda.
Azas-azas Hukum Islam
Azas secara etimologi memiliki makna dalah dasar, alas, pondamen (Muhammad Ali, TT :
18). Adapun secara terminologinya Hasbi Ash-Shiddiqie mengungkapkan bahwa hukum
Islam sebagai hukum yang lain mempunyai azas dan tiang pokok sebagai berikut :
1. Azas Nafyul Haraji meniadakan kepicikan, artinya hukum Islam dibuat dan
diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan
berarti tidak ada kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga tatkala
ada kesukaran yang muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan
hukum Rukhsah.
2. Azas Qillatu Taklif tidak membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu tidak
memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
3. Azas Tadarruj bertahap (gradual), artinya pembinaan hukum Islam berjalan
setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
4. Azas Kemuslihatan Manusia Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu
yang ada dilingkungannya.
5. Azas Keadilan Merata artinya hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi
bagi yang satu terhadap yang lainnya.
6. Azas Estetika artinya hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk
mempergunakan/memperhatiakn segala sesuatu yang indah.
7. Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat
Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan suatu
masyarakat.
8. Azas Syara Menjadi Dzatiyah Islam artinya Hukum yang diturunkan secara
mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filusuf untuk berijtihad dan
guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya
hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.
Hukum Islam
Posted on 26/07/2009 by dewa
Hukum Islam dalam bahasa Arab yaitu ALFIQHI AL ISLAMI atau AL SYARI AL
ISLAMI dan dalam bahasa Inggris disebut ISLAM LAW
Secara etimologi Syariah berarti jalan ketempat mata air / tempat yang dilalui air.
Secara terminologi syariah berarti seperangkat norma ilahi untuk mengatur manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya.
Menurut Saltuf
1. Syariah itu diturunkan Allah.
2. Syariah menjadi pedoman manusia.
3. Pedoman dalam lingkungan atau masyarakat dimanapun berada.
Pengertian etimologi Fiqhi adalah faham, pengertian, pengetahuan sedangkan
Secara terminologi Fiqhi berarti Hukum-hukum syariah yang bersifat praktis atau alamiah
dan dalil-dalil yang terinci.
Perbedaan dari Syariah dan Fiqhi yaitu :
SYARIAH
Sumbernya dari Allah
FIQHI
Sumbernya dari manusia
Kebenarannya mutlak
Kebenarannya relatif
Satu saja
Bermacam-macam
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Hukum Islam adalah
peraturan yang berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rassul tentang tingkah laku mukalah yang
diyakini dan diakui mengikat bagi setiap pemeluk agama Islam.
Ciri-ciri dan tujuan Hukum Islam :
Ruang lingkup hukum Islam :
1. Aqidah
2. Syariah
Hukum Ibadah(Mahdah)
a). Syahadat
b). Shalat
c). Zakat
d). Puasa
e). Haji
Hukum Muamalah
a). Pernikahan (terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 40 & 44)
b). Jual-beli, Sewa-menyewa, dll
c). Inayah (Pidana Islam)
d). Siyasah
3. Akhlaq
Ciri-ciri hukum Islam yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
4. Memelihara keturunan
5. Memelihara harta
Dalam memelihara keturunan dalam hukum islam dikenal golongan anak sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Anak musuh
Anak fitnah
Anak hiasan / hiasan dunia
Anak saleh
Alkitab
Furqon pemisah
Huda Penunjuk
Asikir peringatan
Menjadi petunjuk bagi umat manusia (untuk dipelajari isinya = Al Bhagarah ayat 25)
Sebagai pemisah atau pembeda antara hak dan yang batal
Sebagai peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa Al haqah ayat 48
sebagai obat atau penawar
5.
6.
7.
8.
9.
Azas Keadilan
Azas Kepastian Umum
Azas Kemamfaatan
Azas kepastian hukum terdapat dalam surat Bani Israil yang berbunyi tidaklah kami
menjatuhi suatu hukuman kecuali kami mengutus seorang rasul untuk menjelaskan aturan
dan ancaman.
2. Azas dalam lapangan hukum pidana
a. Azas legalitas
tidak ada pelanggaran dan hukuman sebelum ada peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya.
b. Azas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain
setiap jiwa terikat pada apa yang ia kerjakan dan setiap orang tidak akan memikul dosa
atau kesalahan yang dibuat oleh orang lain (surat Al Mudasir 38).
c. Azas praduga tidak bersalah
seorang tidak boleh serta merta menuduh orang lain melakukan kesalahan.
3. Azas hukum perdata
a. Azas kebolehan atau mubah.
b. Azas kemaslahatan hidup
c. Azas kebebasan dan kesukarelaan
d. Azas menolak mudarat mengambil mamfaat (mudarat = keburukan)
e. Azas kebajikan
f.
Azas kekeluargaan
j.