Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Hipertensi, atau lebih lazim disebut tekanan darah tinggi, adalah suatu kondisi dimana

pembuluh darah mengalami peningkatan tekanan darah yang persisten. Tekanan darah
didapatkan dari tekanan pada dinding-dinding pembuluh darah arteri yang dipompa dari
jantung. Meningkatnya tekanan darah menandakan adanya peningkatan kerja dari pompa
jantung. (WHO)
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah
kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.
Laporan WHO tahun 2012 menekankan 1 dari 3 orang dewasa di seluruh dunia memiliki
tekanan darah yang meningkat, dimana kondisi ini menyebabkan sekitar setengah dari semua
kematian karena stroke dan penyakit jantung. Laporan ini diterbitkan setiap tahun oleh WHO
dan berisi data dari 194 negara di berbagai indikator sistem kesehatan, termasuk angka
harapan hidup, angka kesakitan, dan angka kematian dari berbagai penyakit, pelayanan
kesehatan dan perawatan, investasi keuangan di bidang kesehatan, serta faktor risiko, dan
perilaku yang mempengaruhi kesehatan.
Kejadian hipertensi meningkat seiring dengan usia: 1 dari 10 orang berusia 20-an
dan 30-an sampai 5 dari 10 orang di usia 50-an. Prevalensi hipertensi di Asia Tenggara
sebanyak 36% pada orang dewasa. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 kejadian hipertensi
akan meningkat sebanyak 7,3% dari perkiraan tahun 2013.
Menurut data yang didapatkan dari Puskesmas Kelurahan Gandaria Selatan, hipertensi
termasuk dalam 10 penyakit terbanyak pada tahun 2014, berada pada posisi ke 2. Di
Kecamatan Cilandak, Hipertensi merupakan penyakit ke 2. Selain itu, jumlah penderita
Hipertensi di Jakarta sendiri menempati peringkat pertama menurut data Lembaga BPJS
Kesehatan tahun 2014 dengan jumlah 4.420 kasus. Penderita hipertensi didominasi oleh
dewasa usia lebih dari 45 tahun. (BPJS)
Permasalahan Hipertensi ini juga ditambah dengan ketidakteraturan pasien untuk
mengontrol tekanan darahnya dan enggan untuk meminum obat secara rutin. Banyak
1

penderita darah tinggi yang hanya mengontrolkan tekanan darah tingginya jika sudah
merasakan keluhan, seperti pusing, dan menghentikan pengobatan tanpa konsultasi dengan
tim medis jika sudah merasa lebih baik dan tidak ada keluhan. Di Kelurahan Gandaria
Selatan, banyak penderita yang merasa lelah untuk mengkonsumsi obat secara terus menerus.
Penderita hipertensi lebih memilih untuk mengkonsumsi pengobatan alternatif lainnya untuk
menurunkan tekanan darahnya.
Banyak informasi yang beredar bahwa salah satu pengobatan alternatif yang dapat
mengatasi hipertensi adalah timun. Timun merupakan tumbuhan suku labu-labuan. Timun
sangat mudah di dapat di Jakarta dan beberapa penelitian menyebutkan bahwa timun dapat
membantu menurunkan tekanan darah tinggi karena kandungan airnya yang tinggi.

1.2

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah yang
akan diteliti adalah :
Apakah ada hubungan antara mengkonsumsi jus mentimun secara rutin untuk
menurunkan tekanan darah tinggi pada lansia ?

1.3
1.3.1

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum
Untuk mendapatkan pengobatan alternatif pada lansia yang menderita tekanan darah

tinggi.
1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui efektifitas Jus Mentimun dalam menurunkan tekanan darah tinggi.

Dapat menemukan cara alternatif untuk menurunkan prevalensi hipertensi terutama di


Kelurahan Gandaria Selatan dengan bahan yang mudah di dapat.

1.4

MANFAAT PENELITIAN

1.4.1

Manfaat penelitian bagi responden :


Responden dapat mengetahui adanya efektivitas penggunaan tambahan timun pada
hipertensi.

1.4.2

Manfaat bagi puskesmas :


Sebagai data atau bahan bagi Puskesmas untuk menentukan program pembinaan atau
penyuluhan tentang hipertensi.
2

1.4.3

Manfaat penelitian bagi peneliti :


Mendapat pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian.
Memperkaya wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat pada umumnya, terutama
yang berkaitan dengan bidang yang diteliti.
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan atau acuan dalam penelitian selanjutnya.

1.5

RUANG LINGKUP

1.5.1

Ruang lingkup tempat


Kelurahan Gandaria Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan, Indonesia

1.5.2

Ruang lingkup waktu


Pada bulan Februari 2015

1.5.3

Ruang lingkup Materi


Materi dibatasi pada hubungan antara mengkonsumsi jus mentimun secara rutin untuk
menurunkan tekanan darah tinggi pada pra lansia sampai lansia, usia lebih dari 45
tahun sampai 69 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1

HIPERTENSI
3

2.1.1

Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal. Sebagai standar untuk tekanan darah, maka digunakan klasifikasi
hipertensi berdasarkan JNC-VII. Diagnosis hipertensi ditegakkan ketika pengukuran
tekanan sistolik 140 mmHg dan atau tekanan diastolik 90 mmHg.
Hipertensi tidak terkendali adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
tingginya tekanan darah (sistolik 140 mmHg dan atau tekanan diastolik 90
mmHg) dimana pasien mengetahui mengenai penyakit hipertensi-nya tersebut dan
sedang menjalani pengobatan dengan obat anti hipertensi.

2.1.2

Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:

1. Hipertensi primer (hipertensi essensial)


Merupakan jenis hipertensi yang penyebabnya belum dapat diketahui dengan
pasti. Mengenai 95% dari seluruh penderita hipertensi.
2. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya. Terdapat sekitar 5%
kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penyakit ginjal, feokromositoma,
hiperaldosteronisme primer, koartatio aorta, dan hipertensi dalam kehamilan.
2.1.3

Patofisiologi Hipertensi
Patogenesis dari hipertensi primer adalah multifaktorial. Dalam hal ini, genetik
memegang peranan penting. Masukan garam yang tinggi dan obesitas telah lama
diketahui dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, walaupun faktor-faktor ini
sendiri tidak bermakna dalam meningkatkan tekanan darah menjadi abnormal, akan
tetapi kerjanya sinergistik dengan adanya faktor genetik. Faktor-faktor lain yang
mungkin berhubungan dengan patogenesis hipertensi primer, antara lain:

1.

Hiperaktivitas saraf simpatis


Pada tahap awal hipertensi esensial, curah jantung meninggi, sedangkan
tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan oleh karena peningkatan aktivitas
tonus simpatis. Pada tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan
4

tahanan perifer meningkat yang disebabkan refleks autoregulasi. Oleh karena


curah

jantung

meningkat,

terjadi

konstriksi

sfingter

prekapiler,

yang

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. Oleh


karena peningkatan tahanan perifer pada hipertensi esensial terjadi secara bertahap
dan dalam waktu yang lama, sedangkan proses autoregulasi seharusnya terjadi
dalam waktu yang singkat, diduga terdapat faktor lain disamping faktor
hemodinamik yang berperan terhadap hipertensi esensial. Secara pasti belum
diketahui apakah faktor hormonal atau perubahan anatomis yang terjadi pada
pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik
tersebut diikuti pula kelainan struktural mengenai pembuluh darah dan jantung.
Pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding sedangkan pada jantung terjadi
penebalan dinding ventrikel.
2.

Sistem renin-angiotensin-aldosteron
Sistem

renin-angiotensin-aldosteron

berkontribusi

terutama

dalam

meregulasi tekanan arteri melalui efek vasokonstriktor dari angiotensin II dan efek
mempertahankan Natrium dari aldosteron. Renin disekresikan oleh sel
jukstaglomerulus sebagai respon dari beberapa stimulus, termasuk penurunan
perfusi ginjal, beredarnya katekolamin, peningkatan aktivitas saraf simpatis, dan
hipokalemi. Renin berperan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II
dengan mengaktifkan angiotensin converting enzyme. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor yang sangat poten dan merupakan stimulan untuk dikeluarkannya
aldosteron dari kelenjar adrenal. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama:

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan


rasa haus. Anti Diuretik Hormone diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume
urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.


Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
Mengenai peran sistem renin-angiotensin-aldosteron terhadap timbulnya

hipertensi esensial masih merupakan perdebatan. Hal ini timbul oleh karena pada
kenyataannya 20-30% penderita hipertensi mempunyai renin rendah, 50-60%
golongan renin normal sedangkan golongan tinggi renin hanya pada 15%.
3.

Defek pada natriuresis


Pada hipertensi esensial, kadar natrium dalam darah dan jaringan lain
meningkat. Hal ini terjadi karena abnormalitas dari pertukaran Na-K dan transpor
lain dari Na. Peningkatan Na intraseluler dapat meningkatkan kontraksi otot polos
dari pembuluh darah. Normalnya ekskresi natrium ditingkatkan oleh ginjal
sebagai respon terhadap peningkatan tekanan arterial dan intake natrium. Pada
orang

hipertensi,

walaupun

tekanan

darah

normal,

kemampuan

untuk

mengekskresikan natrium berkurang.


4.

Natrium dan kalsium intraselular


Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi. Karena itu penderita hipertensi
disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium
yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
(monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur
(mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara
dengan satu sendok teh. Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium)
merupakan ion utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah
6

kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan


konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan
dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah. Dengan demikian,
konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi natrium dan
kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buahbuahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain.
Pada hipertensi primer, kadar natrium dalam darah dan jaringan lain
meningkat. Hal ini terjadi karena abnormalitas dari pertukaran Na-K dan transpor
lain dari Na. Peningkatan Na intraseluler dapat meningkatkan konsentrasi kalsium
sehingga dapat mengakibatkan kontraksi otot polos dari pembuluh darah.
Hipertensi sekunder biasanya diderita oleh orang usia muda tanpa adanya
riwayat keluarga atau yang pertama kali di diagnosa hipertensi pada usia > 50
tahun atau pada orang-orang yang biasanya terkontrol tetapi menjadi refrakter
terhadap terapi. Sedangkan patogenesis dari hipertensi sekunder, antara lain:
1.

Penggunaan estrogen
Penggunaan estrogen mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem
renin (peningkatan sintesis renin di hepar)-angiotensin-aldosteron sehingga
volume darah meningkat. Penggunaan kontrasepsi yang berhubungan dengan
hipertensi biasanya pada wanita > 35 tahun, memakai kontrasepsi > 5 tahun
dan obesitas. Biasanya peningkatan tekanan darah akan reversibel bila obat
dihentikan, tapi hal ini butuh waktu beberapa minggu.

2.

Penyakit ginjal/hipertensi renal


Selain meningkatkan aktivitas sitem renin-angiotensin, diterangkan
juga bahwa ginjal yang rusak memproduksi suatu substrat vasopresor lain
selain renin, gagal untuk memproduksi substansi vasodilator (prostaglandin
atau bradikinin), gagal untuk menginaktivasi substansi vasopresor yang
beredar, dan tidak efektif dalam membuang natrium. Pada nefroblastoma
terjadi sekresi renin yang berlebihan dari jukstaglomerulus.

3.

Hipertensi endokrin/hipertensi adrenal


Pada hiperaldosteronisme primer, telah jelas hubungan antara
aldosteron dengan retensi natrium dan hipertensi. Pada Cushing syndrome,
jumlah besar glukokortikoid mempunyai efek meretensi natrium serta
menginduksi produksi substrat renin. Pada feokromositoma (tumor medula
adrenal), peningkatan sekresi epinefrin dan norepinefrin

menyebabkan
7

stimulasi reseptor sistem adrenergik yang meningkatkan vasokonstriksi perifer


dan stimulasi pada jantung.

4.

Hiperkalsemia
Peningkatan kalsium mempunyai efek vasokonstriksi. Pada beberapa
kasus hipertensi dapat membaik apabila kelebihan kalsium dapat dikoreksi.

5.

Coartatio Aorta
Menyebabkan hipertensi akibat dari penyempitan aorta itu sendiri
ataupun karena perubahan dalam sirkulasi renal.

2.1.4

Klasifikasi Hipertensi
Kategori hipertensi menurut JNC-VII adalah :
Kategori
Normal
Pre-hipertensi
Hipertensi tingkat I
Hipertensi tingkat II

2.1.5

Sistolik
<120 mmHg
120-139 mmHg
140-159 mmHg
160 mmHg

Diastolik
<80 mmHg
80-89 mmHg
90-99 mmHg
100 mmHg

Faktor Risiko Hipertensi Tidak Terkendali

Terapi in-adekuat
Penyebab sering gagalnya pengobatan hipertensi adalah rendahnya dosis obat
antihipertensi yang diberikan. Kesalahan ini dapat dihindari jika dokter lebih
memahami tentang obat-obat antihipertensi dan mengikuti rekomendasi sesuai
dengan standar pemberian terapi yang sudah ditetapkan. Pemberian obat
antihipertensi non-kombinasi akan menyebabkan terapi yang inadekuat sehingga
perlu diberikan tambahan obat antihipertensi golongan lainnya yang dapat
menyebabkan rendahnya kepatuhan pasien dalam meminum obat.

Kurangnya kepatuhan pasien


Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antihipertensi sangat rendah, hal
ini telah diakui secara luas. Hal ini juga sering dianggap oleh banyak dokter

sebagai penyebab utama kegagalan pengobatan.


White-coat effect
Studi menunjukkan ada dampak yang signifikan dari efek white coat (Ketika
tekanan darah di ukur di dalam klinik terjadi peningkatan, tetapi tekanan darah
8

normal ketika diukur di luar klinik atau secara signifikan rendah) adalah sebagai
hal yang umum pada pasien dengan hipertensi tidak terkendali. Hal ini lebih
sering terjadi pada pasien dengan hipertensi tidak terkendali karena efek ini
memiliki resiko yang lebih rendah terhadap kerusakan suatu organ dibandingkan

mereka yang tidak memiliki efek white coat.


Kurangnya aktifitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik akan meningkatkan risiko kelebihan berat badan,
yang berarti meningkatkan risiko terkena tekanan darah tinggi. Mereka yang
kurang beraktivitas cenderung memiliki denyut jantung lebih tinggi dan jantung
bekerja lebih keras untuk memompa darah.

Olahraga dapat meningkatkan

elastisitas dan fungsi endotel dengan cara menghambat pembentukan radikal


bebas dan mempertahankan produksi nitrit oksida yang berperan dalam
melindungi lapisan dalam endotel arteri. Keadaan ini dapat memperlambat
progresi pembentukan arteriosklerosis dan dapat menurunkan kejadian hipertensi
tidak terkendali.
Tipe olahraga yang dianjurkan untuk mencegah dan mengobati hipertensi tidak
terkendali adalah tipe olahraga aerobik yang dilakukan minimal 3 kali per minggu
dengan durasi 30-60 menit.

Obesitas
Kelebihan berat badan dan hipertensi sering berjalan beriringan, karena
tambahan beberapa kilogram membuat jantung bekerja lebih keras. Obesitas
dinyatakan bila berat badan lebih dari 20% berat badan ideal. Saat ini dugaan yang
mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan volume plasma
dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada obesitas berhubungan dengan
hiperinsulinemia, resistensi insulin dan sleep apnea syndrome, akan tetapi pada
tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana diduga terjadi
perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan ini.
Hal ini mungkin disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang
berkembang pada tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya leptin.
Leptin sendiri merupakan asam amino yang disekresi terutama oleh jaringan
adipose. Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu makan dan pengeluaran energi
tubuh melalui pengaturan pada susunan saraf pusat, selain itu leptin juga berperan
pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis,
diuresis dan angiogenesis. Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam
9

kadar yang rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan
kadar leptin dan diduga peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia
melalui aksis adipoinsular. Pada penelitian perbandingan kadar leptin pada orang
gemuk (IMT > 27) dan orang dengan berat badan normal (IMT < 127). Kadar
leptin pada orang gemuk lebih tinggi dibandingkan orang dengan berat badan
normal ( 31,3 + 24,1 mg/ml berbanding 7,5 + 9,3 mg/ml). Hiperleptinemia ini
mungkin terjadi karena adanya resistensi leptin. Beberapa teori menjelaskan
resistensi leptin ini telah dikemukakan, diantaranya adalah karena adanya antibodi
terhadap leptin, peningkatan protein pengikat leptin sehingga leptin yang masuk
ke otak berkurang, adanya kegagalan mekanisme transport pada tingkat reseptor
untuk melewati sawar darah otak dan kegagalan mekanisme signal. Hal ini
didukung oleh penelitian Villareal, dkk yang membandingkan efek leptin pada
binatang percobaan dengan berat badan normal, obesitas, dan hipertensi. Dimana
didapatkan adanya kegagalan fungsi leptin pada obesitas dan hipertensi. Secara
klinis efek resistensi leptin ini tergantung dari lokasi dan derajat keparahan
resistensi tersebut. Resistensi pada ginjal akan menyebabkan gangguan diuresis
dan natriuresis, menimbulkan retensi natrium dan air serta berakibat
meningkatnya volume plasma dan curah jantung, selain itu adanya vasokonstriksi
pembuluh darah ginjal dan perangsangan saraf simpatis akan mengaktivasi jalur
RAAS dan menambah retensi natrium dan air. Pada obesitas cenderung terjadi hal
yang sama, adanya peningkatan volume plasma akan meningkatkan curah jantung
yang berakibat meningkatnya tekanan darah. Sesuai laporan JNC-VII, penurunan

berat badan 1 kg dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 1 mmHg.


Alkohol
Minum alkohol secara berlebihan, yaitu tiga kali atau lebih dalam sehari
merupakan faktor penyebab 7% kasus hipertensi. Wanita dengan hipertensi boleh
minum alkohol tidak lebih dari 1 kali per hari dan pria tidak lebih dari 2 kali.
Konsumsi 10 gram alkohol dapat meningkatan tekanan darah sebanyak 1 mmHg
dan dibutuhkan 2-4 minggu untuk menurunkannya tanpa adanya konsumsi
alkohol. Konsumsi alkohol yang berlebih akan menyebabkan asetaldehida yang
merupakan hasil akhir metabolisme alkohol yang dapat merusak sel-sel hepatosit,
sehingga pada waktu yang lama akan dapat menyebabkan sirosis hepatis yang
bersifat ireversibel, sel-sel hepatosit yang mati digantikan oleh jarigan parut.
Peradangan kronis menyebabkan timbulnya pembengkakan dan edema intertisium
10

yang bermakna yang dapat menyebabkan kolapsnya pembuluh darah dan


meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang melalui hati, yang
menyebabkan hipertensi dan ascites.

Merokok
Sebuah penelitian menemukan bahwa dalam waktu lima menit pengisapan
rokok, tekanan sistolik subjek meningkat secara drastis, rata-rata lebih dari 20
mmHg, sebelum secara bertahap menurun ke tingkat awal tekanan darah setelah
30 menit. Hal ini berarti tekanan darah perokok melonjak berkali-kali sepanjang
hari. Peningkatan ini terjadi karena nikotin menyempitkan pembuluh darah
sehingga memaksa jantung untuk bekerja lebih keras. Sebagai hasilnya, kecepatan
jantung dan tekanan darah meningkat. Bahan kimia dalam rokok tembakau juga
meningkatkan risiko penyakit jantung dengan cara lain. Tembakau dapat
menurunkan suplai oksigen tubuh, menurunkan level HDL dan membuat platelet
darah lebih mungkin untuk tetap bersatu dan membentuk gumpalan yang dapat

memicu serangan jantung atau stroke.


Asupan Natrium berlebih
Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi
konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium
klorida (garam dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan
sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Berbeda halnya
dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di dalam cairan
intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium
yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler,
sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan
tekanan darah. Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan
kalium. Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1.

11

Pada hipertensi primer, kadar natrium dalam darah dan jaringan lain meningkat.
Hal ini terjadi karena abnormalitas dari pertukaran Na-K dan transpor lain dari
Na.

Peningkatan Na intraseluler dapat meningkatkan konsentrasi kalsium

sehingga dapat mengakibatkan kontraksi otot polos dari pembuluh darah.

Pendidikan terakhir
Adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pendidikan
dan hipertensi tidak terkendali yaitu pada mereka yang berpendidikan akan
mengurangi risiko hipertensi tidak terkendali seperlima dari yang tidak
berpendidikan. Pendidikan sampai universitas mengurangi risiko hipertensi tidak
terkendali sepersepuluh dari yang pendidikannya hanya sekolah dasar atau tidak
bersekolah.

2.1.6

Golongan Obat Anti Hipertensi


Dikenal lima kelompok obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi
yang dianjurkan oleh JNC-VII yaitu :

Diuretik

Penyekat reseptor beta adrenergik (-blocker)

Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor)

Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB)

Antagonis kalsium

a. Diuretik
Mekanisme kerja: Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menghancurkan
garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu: (1)
Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung yang menyebabkan
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah jantung kembali ke
ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Hidroklortiazide, Bendroflumetiazid,

12

Bumetanide,

Furosemide,

Hydrochlorothiazide,

Triamterene,

Amiloride,

Chlorothiazide, Chlorthaldion.
b. Beta Bloker
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian -blocker
dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1, antara lain: (1) penurunan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2)
hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan
Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis,
perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan
peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah
Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol,
Penbutolol, Labetalol.
c. ACE Inhibitor
Captopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik
untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme kerja: secara langsung
menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang berkurang,
berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui
bradikinin). Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Captopril, Enalapril,
Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.
d. Angiotensin II Reseptor Antagonis
Mekanisme kerja: inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1).
Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali
tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. Contoh antihipertensi dari
golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan,
Eprosartan, Zolosartan.
Sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEinhibitor atau Angiotensin II
Reseptor Antagonis fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien harus dicek. Monitoring
ini harus terus dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini dapat
mengganggu fungsi ginjal. Baik ACE inhibitor dan Angiotensin II Reseptor Antagonis
dapat menyebabkan hiperkalemia karena menurunkan produksi aldosteron, sehingga
13

suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus dihindari jika
pasien mendapat terapi ACE Inhbitor atau Angiotensin II Reseptor Antagonis.
Batuk kering yang merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien
yang mendapat terapi ACE inhibitor. Angiotensin II Reseptor Antagonis tidak
menyebabkan batuk karena tidak mendegaradasi bradikinin.
e. Calcium channel blocker
Mekanisme kerja: antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot
polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama
menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan
resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila
menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan
Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung
pada jantung. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem,
Verapamil, Nifedipine.
2.1.7

Terapi Herbal Antihipertensi


Timun
Timun adalah salah satu tanaman tertua yang dibudidayakan dan diyakini
berasal dari dataran utara India, timun termasuk dalam Family Cucurbitaceae,
Cucurbitaceae memiliki lebih dari 750 spesies, dan timun merupakan salah satu
spesies yang terpenting. Timun dapat tumbuh di lingkungan beriklim sedang dan
tropis, dan umumnya memerlukan suhu antara 60-90 F / 15-33 C, karena itulah
timun banyak tersebar di seluruh dunia dan mudah didapatkan.
Para peneliti telah lama mengetahui adanya kandungan polifenol unik pada
timun yang disebut lignan dan menguntungkan untuk

kesehatan. Lignan yang

dikandung oleh timun antara lain lariciresinol, pinoresinol, dan secoisolariciresinol


merupakan lignan yang memiliki sejarah yang kuat dari penelitian terkait dengan
penurunan risiko penyakit kardiovaskuler serta beberapa jenis kanker, termasuk
kanker payudara, rahim, ovarium, dan kanker prostat.
Di bagian teratas daftar fitonutrien untuk timun selain lignin yaitu cucurbitacin
serta flavonoid. Ketiga jenis fitonutrien ini berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan anti-kanker.

14

Tabel Kandungan timun per 100 gram

Timun banyak memiliki zat gizi yang berguna oleh tubuh, kalorinya yang sedikit
dan kaya akan serat dapat mengontrol berat badan. Kandungan serat dalam timun juga
dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol serta memberi efek mengenyangkan.
Menurut hasil penelitian dari Food Research Institute, Departement of Food
Microbiology, University of Winconsin, Madison, timun mengandung asam linoleat
terkonjugasi (Conjugated Linoleic Acids/CLA) yang bersifat antioksidan. Antioksidan
berperan mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas penyebab kanker, penyakit
jantung, dan mengurangi kadar lemak dalam tubuh.
15

Kandungan mineral yang terdapat pada timun adalah potasium, magnesium, zat
besi dan fosfor. Karena kandungan potasium, magnesium dan fosfor ini, timun bagus
sebagai obat alami hipertensi, dengan kerja mengikat garam dan mengeluarkannya
bersama urin. Kandungan air yang tinggi juga bersifat diuretik, bekerja meningkatkan
sekresi urin bersama dengan sodium sehingga membantu menurunkan tekanan darah.
Penelitian-penelitian klinis memperlihatkan bahwa pemberian suplemen kalium
dapat menurunkan tekanan darah dengan suplementasi diet kalium 60-120 mmol/hari
dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik 4,4 mmHg dan 2,5 mmHg
pada penderita hipertensi dan 1,8 mmHg serta 1,0 mmHg pada orang normal.
Kandungan air yang tinggi juga bersifat diuretik, bekerja meningkatkan sekresi urin
bersama dengan sodium sehingga membantu menurunkan tekanan darah.

2.2

KERANGKA TEORI

16

Terapi inadekuat
Jenis
Kelamin

Herediter

Asupan
Na
berlebiha
n

Pendidik
an

HIPERTENSI
Merokok

Usia

Alkohol

Olahraga
Obesitas

BAB III
17

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1

KERANGKA KONSEP
Mempertimbangkan banyaknya kasus hipertensi di Puskesmas Kelurahan
Gandaria Selatan dan pentingnya peranan pengobatan hipertensi, maka penelitian ini
dilakukan untuk melihat penurunan tekanan darah dengan menggunakan jus timun
terhadap pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Gandaria Selatan,
Jakarta Selatan.

Karakteristik :

Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Ekonomi Sosial

Variabel

Variabel bebas

tergantung

Tekanan darah

Jus timun

tinggi pada
dewasa usia 45

Rerata selisih

69 tahun

tekanan darah pre

Kelompok kontrol
Pasien dengan
hipertensi,
diberhentikan
pengobatannya dan

dan post
pemberian jus
timun dan dilihat
efektifitas
pemberian timun,

diberikan plasebo

3.2

Hipotesis
Hipotesis penelitian (Ha): Terdapat rerata selisih tekanan darah antara
pemberian jus timun pada penderita hipertensi.

3.3

Definisi Operasional

18

Tabel Definisi Operasional


Alat ukur
No.

Variabel

Definisi

dan cara

Hasil ukur

Skala ukur Referensi

ukur
Variabel Tergantung
Normal
<120/<80
Meningkatnya

Pre

Tekanan

1. Hipertensi Darah, sistol > 120 mmHg Tensimeter


dan Diastol > 80mmHg

120-139 / 80-89
Stage 1

mmHG

JNC-VIII

140-159 / 90-99
Stage 2
>160 / >100

Variabel Bebas
Tumbuhan yang merupakan
suku labu-labuan. Memiliki
sifat diuretik, efek pedingin.
Kandungan air yang tinggi
dan mengandung vitamin A, Alat ukur :
B dan

C serta berbagai Timbangan

2. Mentimun macam mineral.

Cara

ukur Gram (gr)

Perlakuan yaitu pemberian Pengukuran

Nominal

Penelitian
USU

jus mentimun 200gr timun berat Timun


dalam 100cc air per sekali
minum, 2 kali sehari selama 1
minggu,

tanpa

dilakukan

pengobatan hipertensi.

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1

DESAIN PENELITIAN
19

Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan desain studi uji klinis eksperimental
menggunakan tehnik intact-Group Comparison. Terdapat 1 kelompok yang digunakan untuk
penelitian tetapi dibagi 2 yaitu setengah kelompok eksperimen dan setengah kelompok untuk
kontrol. Yang ingin dilihat adalah pengaruh perlakuan jus timun terhadap penurunan tekanan
darah tinggi pada penderita hipertensi usia 45 69 tahun.
4.2

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

4.2.1

Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Kelurahan Gandaria Selatan tahun

2015.
4.2.2

Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari 2015 karena Kepaniteraan Klinik

IKM berjalan hingga pertengahan bulan Maret 2015.


4.3

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.3.1

Populasi Penelitian

Populasi target
Populasi terjangkau

Kelurahan Gandaria Selatan.


Sampel
: Semua penderita hipertensi yang berobat di

: Semua penderita hipertensi usia 45 69 tahun.


: Semua penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas

Puskesmas Kelurahan Gandaria Selatan yang dipilih secara consecutive nonrandom sampling yang memenuhi kriteria inklusi.
4.3.2

Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Kriteria inklusi:

Semua responden penderita Hipertensi Stage I, pada usia 45 69 tahun yang

berobat di Puskesmas Kelurahan Gandaria Selatan.


Bersedia menjadi responden.
Responden yang Kooperatif

Kriteria eksklusi:

Responden yang memiliki penyakit penyerta lainnya, seperti DM, penyakit


Jantung, Stroke, dll
20

Drop Out
o Pada pasien timbul efek yang tidak diinginkan selama pengobatan
o Pasien menolak untuk diteliti lebih lanjut
Loss to follow-up
o Pasien tidak dapat dihubungi melalui telepon
o Alamat pasien tidak sesuai dengan yang diinformasikan pasien

4.4

SAMPLING

4.4.1

Besar Sampel
Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan berdasarkan menurut
FEDERER:
(t-1)(r-1) 15
t = kelompok perlakuan
r = besar sampel
(2-1)(r-1) 15
(r-1) 15 /1
r 16
Besar sample yang dipakai adalah 20 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu kelompok yang mendapat perlakuan dan kelompok kontrol.

4.5

INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen

yang

digunakan

pada

penelitian

ini

adalah

Jus

timun,

Sphygmomanometer digital merk DBN, Stetoscope merk Littmann dan wawancara.


Tabel Instrumen Penelitian
No. INSTRUMEN

FUNGSI INSTRUMEN

1.

Untuk mengetahui :

Wawancara

Usia
Jenis kelamin

Lamanya menderita hipertensi

21

2.

Sphygmomanometer dan
Stetoscope

3.
4.5.1

Jus timus

Riwayat hipertensi di keluarga

Status social ekonomi

Diit sehari-hari

Untuk memeriksa tekanan darah


Sebagai bahan pengobatan

Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Gandaria Selatan. Pemilihan

responden secara random kemudian sampel diambil seluruh penderita hipertensi usia 45-69
tahun. Ukuran-ukuran yang dinilai adalah derajat hipertensi pada responde, penyakit penyerta

yang ada pada responden, dan berat timun.


4.5.1.1 Pengumpulan Data
Data primer
Data yang diperoleh dengan cara langsung yaitu berupa responden yang
Populasi pra lansia sampai lansia usia 45 69 tahun di kelura
datang ke puskesmas Kelurahan Gandaria Selatan, dilakukan pengukuran tekanan
darah dengan menggunakan alat bantu Sphygmomanometer dan Stetoscope.
Data sekunder
Data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, catatan-catatan, arsip resmi yang
4.5.2

terdapat di puskesmas Kelurahan Gandaria Selatan.


Instrumen Pengkajian
Instrumen yang digunakan dalam pengkajian ini yaitu timbangan untuk
Populasi pra lansia sampai lansia usia 45-69 tahun di kelurahan Gan
mengukur berat timun dan Sphygmomanometer serta Stetoscope untuk memnentukan
tekanan darah.

4.6

CARA PENGAMBILAN SAMPEL

Jumlah responden yang memiliki hipertensi tanpa adanya


Jumlah
penyakit
responden
penyerta
yang lainnya,
memilikisetuju
hipertensi
untukd
Skema Cara Pengambilan Sampel

22

Sampel penelitian

Peneliti
Proposal
mengikut
disetujui
program skrining di wilayah

Saringan populasi pasien hipertensi

Mengumpulkan sampel

Peneliti melakukan wawancara, pemeriksaan tekanan darah pre dan post perlakuan jus m

Peneliti mengumpulkan data

4.7

CARA PENGUMPULAN DATA

4.7.1 Alur
Pengumpulan Data
Peneliti mengolah
dan menganalisis
data dalam bentuk tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan
Skema Alur Pengumpulan Data

23
Penyajian data dalam bentuk presentasi

4.8

Rencana Pengolahan dan Analisis Data

4.8.1

Pengolahan Data

1. Cleaning
Data yang tekumpul diperiksa kelengkapannya, apakah data yang terkumpul
sesuai dengan yang dibutuhkan peneliti.
2. Coding and entry
Memberi kode pada hasil pemantauan responden selama dilakukan penelitian.
Pemantauan dilakukan sebanyak 3 ( tiga ) kali. Hasil pengkodean data kemudian
dimasukkan ke dalam komputer untuk dianalisa
24

4.8.2

Analisis Data

1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan frekuensi dan presentase
dari tiap variabel yang diteliti. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel atau
diagram. Dalam hal ini, melihat frekuensi responden yang menderita hipertensi, dan
yang meminum jus timun.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melakukan analisis terhadap dua variabel,
yaitu menilai apakah terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung.
4.8.3

Penyajian Data
Data yang telah terkumpul dan diolah akan disajikan dalam bentuk, yaitu :

a. Tekstular
Penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan kalimat
b. Tabular
Penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan tabel

4.9

Alur Kerja Penelitian


SUBJEK

Penderita Hipertensi Stage 1 usia 45 69 tahun yang berobat di Puskesmas


Gandaria Selatan

Informasi tentang penelitian, informed consent, stop pengobatan, data tekanan darah
pre tindakan

25

Mengganti pengobatan dengan jus mentimun, selama 1 minggu di monitor sebanyak


3 kali

Pengumpulan data post tindakan

analisa data

4.10

Etika Penelitian
Etika penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kerahasiaan data subyek

penelitian yang telah bersedia mengikuti penelitian ini. Data yang dimaksud didapatkan
dengan pemeriksaan tekanan darah responden, yang sebelumnya telah memberi persetujuan
tertulis untuk diikutsertakan sebagai subyek penelitian melalui informed consent. Pengisian
informed consent dilakukan secara sukarela setelah responden mendapatkan informasi serta
penjelasan secara adekuat dari peneliti mengenai penelitian yang sedang dilakukan.

4.11

Jadwal Kegiatan
TAHAP KEGIATAN

Waktu (dalam minggu)


1 2 3 4 5 6 7

10

Perencanaan
1
Pemilihan topik dan judul
2
Penulusuran kepustakaan
3
Pembuatan proposal
4
Konsultasi dengan pembimbing
5
Presentasi proposal
Pelaksanaan
1
2

Pemilihan pasien
Pengumpulan data dan survey

3
Pengolahan data
4
Konsultasi dengan pembimbing
Pelaporan Hasil
26

1
2
3

Penulisan laporan sementara


Revisi
Presentasi hasil penelitian

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO-Europe. Denmark: Noncommunicable Diseases. (updated: 2013; cited: 2013
March

14).

Available

from

http://www.euro.who.int/en/what-we-do/health-

topics/noncommunicable-diseases.
2. Heart.org. Dallas: Statistical Fact Sheet Update 2013. (updated: 2013; cited: 2013
March 14). Available from : http://www.heart.org/idc/groups/heart-public.
3. Global Heart Observatory. Swiss : Raised Blood Pressure, Situation and Trends.
(updated:

2013;

cited

2013

March

14).

Available

from

http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/index.ht
ml.
4. Depkes2012. Jakarta: Masalah Hipertensi di Indonesia. (updated: 2012 May 16 ;
cited:

2013

March

14).

Available

from

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-hipertensi-diindonesia.html.

27

5. The George Mateljan Foundation. Cucumbers. (updated : 2013; cited 2013 March 13).
Available from: http://www.whfoods.com/genpage.php?tname=foodspice&dbid=42.
6. Mohammad Yogiantoro. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV.Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007:599-603
7. Fauci, Anthony S., dkk. Hypertension.In: Harrisons Manual of Medicine, 17th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies, 2008: 693-9.
8. David J., Valory N. Characteristics of Patients with Uncontrolled Hypertension in the
United States. (updated: 2001 August 16; cited : 2013 March 14). Available from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa010273.
9. Karim, Fauziah Rahmah. Pemanfaatan Mentimun (Cucumis Sativus) Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Dusun I Desa Pulau Sejuk
Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara. Medan : Repository USU, 2009.
10. PubMed. gov Italy: Risk Factors for Uncontrolled Hypertension in Italy. (updated:
2004

March

18;

cited

2013

March

14).

Available

from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14973516.
11. Elizabeth Corwin. Buku Saku Patofisiologi Edisi III. Jakarta: EGC, 2009: 664-5
12. Aggie Casey, R.N., M.S., Herbert Benson, M.D. Menurunkan Tekanan Darah.
Panduan Harvard Medical School.
13. Murtagh J. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Hipertensi. (updated:2013; cited
2013 March 25). Available from: http://ebookbrowse.com/hubungan-antara-tingkatpendidikan-dan-hipertensi-pada-wanita-pdf-d411094480/.
14. Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI : Jakarta, 2007.
15. Nutritional Recommendation for Cucumbers. Haifa. 2012
16. Nutrition Facts of Cucumber, Peel, Raw, 100 grams (updated : 2012 March 21; cited
2013 March 14). Available from : http://nutritiondata.self.com/facts/vegetables-andvegetable-products/2439/2.
17. Wright, Cl. Herbal medicines as diuretics: a review of the scientific evidence.
(updated:

2007

October

8;

cited:

2013

March

14).

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17804183.
18. Amran Y dkk,. Pengaruh Tambahan Asupan Kalium Dari Diet Terhadap Penurunan
Hipertensi Sistolik dan Diastolik Tingkat Sedang pada Lanjut Usia, Jakarta : Artikel
Penelitian: Universitas Islam Negeri Syarif Hasanuddin, 2010.

28

19. Sastroasmoro S, Ismael S. Perkiraan Besar Sampel. In : Dasar-dasar Metodologi


Penelitian Klinis, Madiyono B, Mz SM, Sastroasmoro S, Budirman I, Purwanto SH,
Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto. 2010 : 348 82.
20. Sonia N.R. Effect of Cucumber on Blood Pressure Among the Prehypertensive Adults
in A Selected Rural Area Bangalore. Bangalore, 2012

29

Anda mungkin juga menyukai