seks itu boleh dimaknakan sebagai obyek instrumental guna pemuas nafsu seksual
itu.
Pelecehan seksual secara umum menurut Guntoro Utamadi & Paramitha
Utamadi (2001) adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau 7
mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, sehingga menimbulkan reaksi
negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu
yang menjadi korban pelecehan tersebut. Sedangkan secara operasional,
pelecehan seksual di definisikan berdasarkan hukum sebagai adanya bentuk dari
diskriminasi seksual (Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadhi, 2001).
Menurut Collier (1992) pengertian pelecehan seksual disini merupakan
segala bentuk perilaku bersifat seksual yang tidak diinginkan oleh yang mendapat
perlakuan tersebut, dan pelecehan seksual yang dapat terjadi atau dialami oleh
semua perempuan. Sedangkan menurut Rubenstein (dalam collier, 1992)
pelecehan seksual sebagai sifat perilaku seksual yang tidak diinginkan atau
tindakan yang didasarkan pada seks yang menyinggung penerima.
Pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku yang melecehkan atau
merendahkan yang berhubungan dengan dorongan seksual, yang merugikan atau
membuat tidak senang pada orang yang dikenai perlakuan itu. Atau bisa juga
diartikan setiap perbuatan yang memaksa seseorang terlibat dalam suatu
hubungan seksual atau menempatkan seseorang sebagai objek perhatian seksual
yang tidak diinginkannya. Pada dasarnya perbuatan itu dipahami sebagai
merendahkan dan menghinakan pihak yang dilecehkan sebagai manusia (Guntoro
Utamadi & Paramitha Utamadhi, 2001).
dalam bidang seksual yang tidak disukai oleh wanita. Sebab ia merasa terhina,
tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruknya.
Dari beberapa definisi pelecehan seksual diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian pelecehan seksual itu sendiri merupakan perilaku atau tindakan yang
mengganggu, menjengkelkan, dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang terhadap pihak lain yang berkaitan langsung dengan jenis
kelamin pihak yang diganggunya dan diraskan menurunkan martabat dan harkat
diri orang yang diganggunya. Pelecehan seksual itu sendiri bertindak sebagai
tindakan yang bersifat seksual atau kecenderungan bertindak seksual yang
terimtimidasi non fisik (kata-kata, bahasa, gambar) atau fisik (gerakan kasat mata
dengan memegang, menyentuh, meraba atau mencium) yang dilakukan seorang
laki-laki terhadap perempuan.
2. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual mencakup perilaku menetap, berbicara mengenai
seksualitas, menyentuh tubuh perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk
melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan, mengajak kencan berulang
kali hingga sampai dengan pemerkosaan (Matlin, 1987).
Selain itu secara lebih jelas, bentuk-bentuk yang dianggap sebagai
pelecehan seksual (Collier, 1992) adalah sebagai berikut :
a. Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.
b. Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya
sebagai merendahkan martabat.
c. Mempertunjukan gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, atau buku
bergambar porno kepada orang yang tidak menyukainya.
diduga bahwa lelaki itulah yang berkemungkinan lebih besar sebagai pelaku
jahatnya. Sedangkan perempuan itulah yang lebih berkemungkinan untuk
diposisikan sebagai korbannya.
Selain itu, atribut pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan
kelemahan laki-laki dalam mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki
melakukan pelecehan seksual untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu
melakukan rangsangan erotis untuk menutupi dan mengatasi kelemahannya.
Ketidakmampuannya
dalam
menahan
keinginan
dan
dorongan-dorongan
gedung bioskop atau sering pula terjadi di jalan umum dimana banyak laki-laki
bergerombol duduk-duduk.
Pelaku pelecehan seksual menurut Collier (1992) terbagi dalam :
a. Normal dari sisi kejiwaan, karena baru berani melakukan pelecehan seksual
apabila beramai-ramai dan tidak punya keberanian mental apabila sendirian.
b. Abnormal atau mempunyai kelainan kejiwaan dari sisi kejiwaan, karena berani
melakukan tindak pelecehan walaupun hanya seorang diri yang biasannya dalam
golongan ini tindak pelecehan yang dilakukannya langsung mengarah pada
masalah seksualitas dan bahkan berani melakukan pelecehan secara fisik seperti
memegang-megang bagian terlarang dari tubuh perempuan atau memperlihatkan
secara fisik bagian terlarang dari dirinya (si pelaku) terhadap perempuan yang
menjadi sasaran pelecehannya.
hal
yang
kurang
mengancam,
memaafkan
peleceh
atau
ganizational
relief),
mengkonsultasikannya
pertentangan/perlawanan.
yaitu
dengan
seseorang
bantuan
melaporkan
administrator,
dan
kejadian,
berkas
frustasi. Ini tentunya juga tergantung seberapa parah dan jauh pelecehan itu
mengganggu kinerja korban. Semakin parah gangguan yang dialaminya, semakin
tinggi taraf frustasi dan semakin parah kerusakan psikologisnya.
Secara umum, menurut Kelly (1998) dampak utama psikologis pelecehan
seksual yang paling sering tampil adalah:
a. Jengkel, senewen, marah, stress hingga breakdown
b. Ketakutan, frustasi, rasa tidak berdaya dan menarik diri
c. Kehilangan rasa percaya diri
d. Merasa berdosa atau merasa dirinya sebagai penyebab
e. Kebencian pribadi hingga generalisasi kebencian pada pelaku atau mereka dari
jenis kelamin yang sama dengan pelaku.
Menurut Rumini & Sundari (2004) wanita yang mengalami pelecehan
seksual dapat mengalami akibat fisik seperti gangguan perut, nyeri tulang
belakang, gangguan makan, gangguan tidur rasa cemas dan mudah marah.
Sedangkan akibat psikologis ynag dirasakan antara lain adalah perasaan terhina,
terancam dan tidak berdaya. Hasil ini diperkiat oleh penelitian Goodman (dalam
Rumini & Sundari, 2004) yang menyatakan bahwa wanita korban pelecehan
seksual sebagian besar mengalami simtom-simtom fisik dan stress emosional.
Beberapa peneliti mencoba menyimpulkan akibat dari pelecehan seksual pada
kehidupan perempuan dan kesejahteraannya dapat diperiksa dari tiga perspektif
utama yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan atau pendidikan, faktor psikologis
dan fisik yang berkaitan dengan masalah kesehatan (Basri, 1994).
2.2. Kajian Pustaka
2.2.1. Remaja
dorongan seksual ini harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua
insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan
(Mutadin, 2002).
2.2.2. Jenis Kelamin
Setiap individu sejak dilahirkan mempunyai perbedaan yang disebut
perbedaan individual. Perbedaan itu diantaranya perbedaan intelektual, watak,
fisik, dan jenis kelamin. Purwanto (2002:20) mengungkapkan bahwa setiap
manusia normal sejak lahir telah membawa pembawaan jenis kelamin masingmasing yaitu laki-laki dan perempuan. Pada kedua jenis kelamin itu terdapat
perbedaan sikap dan sifat terhadap dunia luar.
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan
dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma,
sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk
menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki
dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap
dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.
2.2.3. Nilai Sosial
Nilai sosial menurut Kimball Young ( dalam Koentjaraningrat,
1990 ) yakni sebagai unsur-unsur abstrak yang sering tidak
disadari
tentang
apa
yang
dianggap
penting
di
dalam
karena
tidak
adanya
peraturan
tertulis
yang
setiap
dapat tercapai.
kesusilaan,
norma
kesopanan,
norma
hukum
yang
anak
yang
sedang
menghadapi
masa
peralihan,
anak
paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang dilukai
(Usman dan Nachrowi, 2004).
2.2.7. Seksualitas
Defenisi seksualitas yang dihasilkan dari Konferensi APNET (Asia Pasific
Network For Social Health) di Cebu, Filipina 1996 mengatakan seksualitas adalah
sekpresi seksual seseorang yang secara sosial dianggap dapat diterima serta
mengandung aspek-aspek kepribadian yang luas dan mendalam. Seksualitas
merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku seseorang yang tidak hanya
didasarkan pada ciri seks secara biologis, tetapi juga merupakan suatu aspek
kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain
(Semaoen, 2000).
Menurut Depkes RI pengertian seksualitas adalah suatu kekuatan dan
dorongan hidup yang ada diantara laki-laki dan perempuan, dimana kedua
makhluk ini merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya keturunan
yang sambung menyambung sehingga eksistensi manusia tidak punah (Abineno,
1999).