Anda di halaman 1dari 36

8.

PENGGUNAAN OKSIGEN ADA KASUS EMERGENSI DI RUMAH


SAKIT
Manajemen dari penangan hypoxaemic dirumah sakit biasanya sudah
diberikan sebelum masuk rumah sakit karena itu merupakan waktu yang tepat
dalam pengangan pasien hypoxemic. Beberapa

pembaca mungkin harus

mengetahui bagian 9 (Prehospital care) karena banyak pasien yang menerima


perawatan sebelum di rumah sakit (Prehospital care) sebelum perawatan di rumah
sakit (hospital care) tetapipada Guidline Development Grouplebih dahulu
menjelaskan manajemen ideal terlebih dahulu.
8.1 Penilaian Dan Tindakan Segera Pada Pasien Sesak Nafas Dalam
Perjalanan Ke Rumah Sakit
Pasien sesak nafasdatang sendiri ke rumah sakit atau pada saat di mobil
ambulan selalu menerima tindakan dari paramedis

yang juga memberikan

tindakan emergensi berupa terapi oxygen. Semua pasien kritis dan pasien yang
memiliki resiko gagal nafas hiperkapnu akan akan sangat membutuhkan Triase
dan membutuhkan analisa gas darah saat tiba di rumah sakit. Kedepanya, semua
pasien dengan kegawatan akan di tangani oleh dokter spesialis segera jika
memungkinkan.

8.2

Pembaca mengetahui bagian 7.1.1 dan penyakit spesifik untuk melakukan

tindakan concering dengan segera dan menajemen dengan kegawatan


Pembaca mengetahui bagian 10 untuk dapat memberikan advisedalam

pemilihan sistem dan alat oksigen yang digunakan.


Pembaca mengetahui tabel 1-4 dan chart 1 and 2(Figs 1 and 2) untuk

mengetahui kunci penggunaan oksigen terapi pada kasus emergensi.


Ingat untuk segera meminta advise dari dokter spesialis.
Perbedaan Manajemen di Rumah sakit dibandingkan dengan kondisi

Prehospital
Manajemen segera dari kegawatan daruratan di rumah sakit sebelum hasil
analisa gas darah ada maka prinsip dari penanangan sama dengan prehospital.
1

Prioritas utama adalah menghindari hipoksemia dan hiperkapnue sehingga


mencegah komplikasi. Bagaimanapun, informasi yang didapat akan lebih cepat
dilakukan di rumah sakit. manajemen sebelum masuk rumah sakit merupakan
menajemen ideal dalam kasus kegawatdaruratan akan tetapi manajemen sebelum
masuk rumah sakit selalu memiliki informasi yang kurang lengkap tentang
riwayat pasien dan psikologi dan alat yang tersedia untuk mengobati pasien.
Perbedaan antara kondisi di rumah sakit dan sebelum rumah sakit meliputi :
1. Pulse oximetry selalu ada di rumah sakit. Pada guideline ini
merekomendasi adanya pulse oximetry
2. Analisa gas darah dapat dinilai beberapa menit dalam perjalanan ke rumah
sakit.
3. Untuk informasi diagnosis mungkin tersedia dari riwat penyakit,
pemeriksaan fisik dan hasil tes di dapatkan dari rekam medis di rumah
sakit.
4. Beberapa alat dan tenaga medis serta informasi tersedia dirumah sakit.
8.3 Kapan Pasien Membutuhkan Oksigen Terapi?
Pemberian terapi oksigen dibutuhkan pada semua pasien hipoksemia akut dan
pasien lainnya seperti trauma berat dan shock. Banyak pasien dengan sesak nafas
membutuhkan terapi oksigen akan tetapi terkadang beberapa kondisi seperti akut
hiperventilasi atau ketoasidosis diabetes dimana kondisi sesak pada pasien tidak
akan membaik ketika diberikan oksigen terapi. Pada kondisi klinis lainnya seperti
keracunan karbon monoksida, pasien akan mendapat keuntungan dari terapi
oksigen walaupun karbon monoksida memiliki afinitas yang tinggi pada
hemoglobin.
Rekomendasi

Saturasi oksigen dapat di berikan pada pasien sesak nafas dan

kegawatdaruratan.
Terapi oksigen dapat diberikan pada hipoksia. Pasien tidak membutuhkan
terapi oksigen jika saturasi oksigen 94% (kecuali pada keracunan karbon

monoksida dan pneumothorak). Pasien dengan oksigen (SpO2) > 98%

mungkin tidak memerlukan terapi oksigen.


Semua pasien dengan shock, trauma berat, sepsis atau keadaan kritis

lainnya.
Semua pasien dengan shock, trauma berat, sepsis atau keadaan kritis
lainnya membutuhkan inisiasi oksigen dengan konsenrasi tinggi dengan
menggunakan masker oksigen. Estimasi dosis oksigen diberikan sesuai
dengan hasil analisa gas darah.

8.4 Kapan Pengukuran Analisa Gas Darah Diperlukan?


Gas darah dapat diukur pada kondisi emergensi seperti pasien dengan
hipoksia dan retensi karbon dioksida dengan resiko asidosis respiratorik. Gas
darah dapat di periksa jika saturasi oksigen turun lebih dari 3 persen. Contoh,
saturasi oksigen turun dari 98% ke 93% memiliki resiko emboli paru. Pada situasi
saturasi oksigen 93 % yang memiliki resiko emboli paru biasanya digunakan
sebagai penegakkan diagnosis dan rencana pengobatan. Jika pada oximetry
menunjukan hipoksia, pemberian oksigen tidak boleh di tunda sementara
menunggu hasil analisa gas darah.
Pengukuran analisa gas darah tidak selalu dilakukan pada pasien yang
tidak memilik resiko hiperkapnu, suspek asidosis metabolik dan diabetis
ketoasidosis . BTS asthma guideline merekomendasi kan analisa gas darah arteri
tidak dibutuhkan pada pasien dengan asma akut. Pengulangan analisa gas darah
dilakukan berdasarkan indikasi waktu pemberian oksigen. Pada umumnya,
saturasi oksigen akan stabil dalam beberapa menit setelah penambahan dosis
oksigen tetapi PaCO2 bisa stabil dalam 30-60 menit. Kenaikan kadar gas darah
dapat dimonitor dengan oximetry, jadi pengulangan analisa gas darah harus
dilakukan setelah tindakan, waktu terbaik pemeriksaan analisa gas darah adalah
30-60 menit setelah dosis oksigen dinaikan.
Rekomendasi
Gas darah dapat diperiksa pada kondisi

Semua pasien dengan kegawatdaruratan


Hipoksia yang tidak diketahui (SpO2 <94% pada pasien yang sudah

diberikan oksigen)
Pasien yang memiliki hipoksia yang stabil (PPOK) dan setelah diberikan
terapi oksigen tetapi keadaan semakin memburuk.

8.5 Dapatkan Arteriolised Earlobe Gases Digunakan Untuk Mengantikan


Gas Darah Arteri
Pembaca dapat mengetahui pada bagian 7.1.3 untuk kapan digunakan
tindakan gas garah arteri dan kapan menggunakan arteriolised earlobe blood
gases.
8.6 Bagaimana Menentukan Dosis Tetap Atau Mencapai Target Saturasi
Oksigen
Dahulu , oksigen ditentukan FIO2 melalui kanula nasal atau masker wajah.
Namun, beberapa perlakuan menunjukkan bahwa banyak (atau sebagian
besar)pasien tidak menerima dosis yang oksigen yang tepat. Selain itu, kebutuhan
oksigen pasien dapat bervariasi sehingga dosis oksigen yang ditentukan mungkin
terlalu tinggi atau terlalu rendah. Karena itu dianjurkan bahwa oksigen harus
diresepkan untuk kisaran target saturasi. Hal ini analog dengan sebuah insulin '' di
mana resep yang menentukan variabel 'sliding scale'dosis insulin untuk mencapai
berbagai sasaran glukosa darah lebih dari resep dosis tetap insulin. Hal ini akan
memungkinkan tenaga medis seperti dokter, perawat atau fisioterapis-untuk
menyesuaikan dosis masing-masing pasien oksigen kemencapai paling aman
oksigen kisaran saturasi untuk setiap pasien. Sebaliknya, pasien memburuk
mungkin perlu peningkatan dosis oksigen. Peningkatan ini dapat dimulai dengan
staf perawat atau fisioterapi, namun kebutuhan untuk peningkatan dosis oksigen
merupakan indikasi untuk penilaian ulang klinis kegawatdarutan pasein
(pengukuran ulang analisa gas darah dalam kebanyakan kasus).

Disarankan bahwa oksigen harus diresepkan untuk kisaran target saturasi daripada
meresepkan dosis tetap oksigen atau fraksi terinspirasi oksigen (lihat rekomendasi
1, 2, 4 dan 5).
8.7 Berapa Range Terapi Oksigen Pada Pasien Yang Menerima Bantuan
Oksigen?
Pada bagian 4-6 guidline ini, berdasarkan penelitian tidak terdapat
keuntunggan dari pemberian oksigen pada kebanyakan kasus emergensi dengan
saturasi oksigen yang normal dan terdapat bukti bahwa pemberian oksigen
berlebihan memiliki efek samping. Pasien yang memilik saturasi oksigen 94-98%
pada kasus emergensi, kebanyakan tidak memiliki faktor resiko gagal nafas.
8.8 Pentingnya Analisa Gas Darah Dalam Menentukan Terapi Oksigen
Segera ketika hasil analisa gas darah ada. Pasien dilakukan perawatan
sesuai dengan hasil analisa gas darah. Untuk pasien dengan normal atau kuran
PaCO2 dan tidak memiliki faktor resiko hiperkapnue, target terapi oksigen yang
aman sebesar (94-98%). Untuk pasien dengan peningkatan PaCO2, saturasi
oksigen yang rendah (88-92%), terlebih pasien mengalami asidosis. Non-Invasive
ventilationmerupakan pilihan pada pasien dengan PPOK dan pH <7,35 dan
dilakukan pemantauan setiap 1 jam untuk mengkontrol terapi oksigen.
8.9 Apa Pilihan Instrumen Yang Digunakan Untuk Terapi Oksigen Di Rumah
Sakit?
Untuk pasien dengan kasus trauma berat dan hipoksia berat tanpa faktor
resiko hiperkapnue digunakan reservoir mask selama 10-15 liter/menit merupakan
pilihan pertama jika pasien memburuk dapat dilakukan dengan ventilator.
Kebanyakan pasien menggunakan cannul oksigen dalam maintence pada pasien
yang stabil.
8.9.1 Perangkat yang digunakan dalam terapi oksigen darurat di rumah
sakit (lihat bagian 10 untuk informasi lebih lanjut)

Tinggi konsentrasi oksigen dari sungkup muka reservoi (10-15 l / min)


atau kantong katup sungkup muka untuk penyakit kritis atau berat
hipoksemia atau selama resusitasi.
Nasal kanul (2-6 l / min) atau sungkup muka sederhana (5-10 l / min)
untuk terapi oksigen menengah-dosis.
24% sungkup muka venturi aliran 2 l / menit atau 28% sungkup muka
venturi aliran 4 l / min untuk pasien yang berisiko hiperkapnia kegagalan
pernapasan (perubahan kanul hidung aliran 1-2 l / menit ketika pasien
mulai stabil).
Sungkup muka trakeostomi untuk dipakai pasien sebelum trakeostomi
(menyesuaikan aliran untuk mencapai saturasi yang diinginkan).
8.10 Direkomendasikan Terapi Oksigen Untuk Keadaan Darurat Medis Dan
Penyakit Kritis
Ada beberapa Kedaruratan medis di mana pasien sangat mungkin untuk
menderita hipoksemia. Dosis tinggi terapi oksigen dari cadangan sungkup muka
aliran 10-15 l / min dianjurkan dalam terapi awal pada semua pasien tersebut
sebelum stabil. Setelah kondisinya stabil, dosis oksigen dapat diturunkan untuk
mempertahankan saturasi target 94-98%. Disarankan bahwa pasien dengan COPD
atau faktor risiko lain dengan hiperkapnia yang bisa menjadi penyakit kritis harus
ditangani oleh UGD dengan cara yang sama seperti pasien dengan sakit kritis
lainnya sampai hasil O2 dalam darah normal kembali karena itu masalah utama
pada penyakit kritis. Pasien kritis dengan hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis
akan memerlukan penilaian langsung melalui perawatan intensif dan biasanya
akan memerlukan intubasi dan ventilasi mekanis.
8.10.1 Cardiac arrest dan kondisi lainnyayang membutuhkan resusitasi
cardiopulmonary (CPR)
Guidline for Adult Advanced Life Support issued by Resuscitation Council
UK tahun 2005 merekomendasikan penggunaan non rebreathing sungkup muka
(atau 100% oksigen melalui sistem kantong masker menggembungkan diri) untuk
memberikan tingkat oksigen inspirasi tertinggi secara tepat untuk pasien yang
6

membutuhkan resusitasi.189 Ini mendukung rekomendasi tersebut selama masa


resusitasi. Manajemen selanjutnya akan tergantung pada kondisi yang mendasari
dan tingkat kesembuhan pasien. Ada bukti teori bahwa pasien yang telah selamat
dari tahap awal resusitasi dapat dikelola lebih aman dengan 30% oksigen
dibandingkan dengan 100% oxygen.77

78

Beberapa pasien akan membutuhkan

ventilasi invasif termasuk CPR, tetapi yang lain akan cepat pulih dan target
saturasi oksigen dari 94-98% dianjurkan selama periode penyembuhan.
Rekomendasi (lihat tabel 1)
Gunakan dosis tinggi oksigen dari sungkup muka pada 15 l / menit atau
kantong katup selama resusitasi. [Kelas D]
8.10.2 Pasien Dengan Sakit Kritis Termasuk Trauma Besar, Shock Dan
Sepsis.
Ada bukti bahwa intervensi dini untuk menormalkan masuknya oksigen ke
jaringan dengan menggunakan ekspansi volume dan agen vasoaktif yang
bermanfaat dalam pengelolaan pasien kritis dengan syok atau sepsis, tetapi tidak
ada bukti manfaat dari upaya tersebut untuk mencapai pasokan oksigen atas
normal.56-

58 190-194

Bahkan, ada bukti bahwa hyperosia dapat menyebabkan

penurunan oksigen ke seluruh tubuh pada pasien dengan sakit kritis,

195

dan telah

menunjukkan bahwa baru-baru ini hyperoxia dapat mengganggu pasokan oksigen


pada pasien sepsis.196 Kebanyakan pasien akan berrisiko kegagalan multiorgan
dan karenanya memerlukan perawatan intensif sebagai hal yang mendesak.
Pedoman umum perawatan untuk kasus kritis menetapkan 90% saturasi sebagai
tingkat minimum saturasi oksigen tidak boleh dibiarkan turun dibawah itu, dan
pedoman Surviving Sepsis merekomendasikan target saturasi oksigen arteri 8895% untuk pasien dengan sepsis.23 24 194 Namun, rekomendasi ini didasarkan pada
pengukuran langsung saturasi oksigen arteri dalam pengaturan perawatan kritis
dalam perawatan intensif dan monitoring. Pedoman ini menyarankan kisaran
target saturasi sedikit lebih tinggi sebelum pasien sakit serius pindah ke fasilitas
perawatan kritis.

Untuk pasien yang lebih kritis atau sangat hypoxaemic, terapi oksigen
awal harus melibatkan penggunaan masker reservoir, bertujuan agar saturasi
oksigen 94-98%. Jika pasien mengalami COPD bersamaan dengan faktor risiko
lain untuk gagal napas hiperkapnia, target saturasi awal jugaharus 94-98% dan
menunggu hasil estimasi O2 darah dan penilaian oleh dokter spesialis. Jika pasien
COPD kritis memiliki hiperkapnia dan asidosis, koreksi hipoksemia harus
seimbang

terhadap

risiko

asidosis

pernapasan

dan

dukungan

ventilasi

menggunakan ventilasi non-invasif atau invasif harus dipertimbangkan. Hal ini


juga diakui bahwa banyak pasien dengan fraktur tulang panjang dapat menjadi
hipoksemia bahkan tanpa adanya cedera pada saluran napas atau dada (mungkin
karena pengobatan opiat dan lemak emboli) dan mereka harus dipantau dengan
oksimetri dan diberikan oksigen jika perlu.30

197-199

Pasien tidak gawat, harus

memiliki saturasi oksigen sasaran dari 94-98% atau 88-92% jika mereka memiliki
keadaan COPD atau faktor risiko lain untuk gagal napas hiperkapnia. Pada
penyakit kritis, termasuk trauma besar dan sepsis, memulai pengobatan dengan
sungkup muka reservoir sekitar 10-15 l / min dan targen saturasi pada kisaran 9498%. [Kelas D]

8.10.3 Pasien Tenggelam


Pasien tenggelam mungkin menderita inhalasi segar atau air laut ke dalam
paru-paru dan dapat menjadi hypoxaemic. Oksigen harus diberikan kepada semua
pasien ini dengan saturasi di bawah 94%, bertujuan mencapai target saturasi 9498%. Dalam kasus tenggelam, bertujuan agar saturasi oksigen 94-98%. [Kelas D]
8.10.4 Anafilaksis
Pasien dengan anafilaksis cenderung menderita hipoksia jaringan akibat
kombinasi obstruksi jalan napas atas dan / atau bawah bersama-sama dengan
hipotensi. Selain pengobatan khusus pada pasien ini, Resuscitation Council
Inggris merekomendasikan oksigen konsentrasi tinggi (10-15 l / min, mungkin
dengan masker reservoar jika tersedia) untuk pasien dengan anafilaksis.189
8

Resuscitation Council Inggris mendukung praktek ini dalam pengelolaan segera


anafilaksis untuk mencapai target 94-98% setelah kondisi pasien stabil. Dalam
anafilaksis, memulai pengobatan dengan topeng reservoar pada 10-15 l / min dan
bertujuan pada kisaran 94-98% saturasi. [Kelas D]
8.10.5 Perdarahan paru mayor atau perdarahan hemoptisis masif
Perdarahan paru mayor dan hemoptisis masif dapat terjadi karena
sejumlah besar alasan, mulai dari vaskulitis paru akut, erosi pembuluh darah oleh
tumor paru- paru. Selain pengobatan khusus dari faktor penyebab, sebagian besar
pasien tersebut memerlukan perawatan oksigen tambahan. Target saturasi yang
dianjurkan 94-98%. Pengobatan harus dimulai dengan oksigen konsentrasi tinggi
melalui masker reservoar dan selanjutnya disesuaikan dengan Bagan 2 (gambar 2)
untuk mempertahankan saturasi 94- 98% dan menunggu hasil pengukuran O2
dalam darah. Pada perdarahan paru, bertujuan agar saturasi oksigen 94-98%.
[Kelas D]
8.10.6 Pasien dengan cedera kepala
Cedera kepala besar beresiko hipoksemia dan hiperkapnia. Mereka
membutuhkan penilaian cepat dan pemeliharaan pembebasan jalan napas, baik
melalui posisi, intubasi atau ventilasi tambahan yang sederhana dari awal
perawatan untuk menghindari cedera otak lebih lanjut karena edema otak yang
dapat diperburuk oleh hiperkapnia. Pasien-pasien ini harus dirujuk segera ke
spesialis yang terlatih, bahkan jika perlu dirujuk ke RS lain. Pengobatan awal
harus mencakup oksigen konsentrasi tinggi melalui sungkup muka reservoir
hingga pengukuran analisa gas darah memuaskan atau sampai jalan napas bebas
dengan intubasi. Meskipun hipoksemia umumnya terjadi pada pasien dengan
cedera kepala, hasil kontribusi relatif belum terbukti pada hipoksemia.29

200-204

Semua penulis sependapat hipoksemia harus diperbaiki, tapi tinjauan literatur


baru-baru ini menyimpulkan bahwa tidak ada bukti klinis manfaat dari hyperoxia
pada pasien brain -injured dan studi klinis selanjutnya menunjukkan bahwa
hyperoxia normobaric tidak meningkatkan metabolisme otak pada lima pasien

dengan cedera kepala berat.205 206 Tidak ada Guideline UK untuk terapi oksigen
dalam fase segera setelah cedera kepala, tapi Guideline AS merekomendasikan
mempertahankan saturasi oksigen diatas 90% untuk pasien dengan cedera kepala
berat.22 Guideline ini menyarankan pemberian tambahan oksigen jika diperlukan
untuk menjaga saturasi oksigen dalam kisaran 94-98%.
Rekomendasi
Dalam kasus cedera kepala berat, bertujuan agar saturasi oksigen 94-98%.
Pengobatan awal harus diberikam oksigen konsentrasi tinggi dari sungkup
muka reservoar sekitar 10-15 l / min menunggu hasil aliran gas darah
memuaskan atau sampai jalan napas bebas dengan intubasi. [Kelas D]
8.10.7 Keracunan Karbon Monoksida
Pasien dengan keracunan karbon monoksida PaO2 menunjukkan nilai
normal tetapi oksigen yang terikat pada hemoglobin sangat berkurang digantikan
oleh carbon monoxida.207 Tekanan oximetry tidak dapat menyaring paparan
karbon monoksida karena tidak membedakan carboxyhaemoglobin

dari

oksihemoglobin dan analisa gas darah akan menunjukkan PaO2 normal pada
pasien ini. Tingkat carboxyhaemoglobin darah harus diukur untuk menilai tingkat
keracunan karbon monoksida. Waktu paruh dari carboxyhaemoglobin di udara
dalam saluran nafas pasien adalah sekitar 300 menit, menurun hingga 90 menit
oksigen dengan konsentrasi tinggi melalui masker reservoir. Oleh karena itu,
perawatan yang paling penting bagi pasien dengan keracunan karbon monoksida
adalah memberikan dosis tinggi oksigen melalui masker resevoir. Pasien koma
atau pasien dengan kerusakan mental yang berat harus diintubasi dan ventilasi
dengan 100% oksigen. Peran oksigen hiperbaric masih kontroversial. Menurut
penelitian oleh Cochrae tahun 2005 menyimpulkan bahwa penelitian secara
random tidak membuktikan apakah pemberian oksigen hiperbaric pada pasien
dengan keracunan karbon monoksida mengurangi angka kejadian hasil neurologis
yang menurun.208 Namun, sebuah penelitian secara random yang diterbitkan pada
tahun 2007 telah menyarankan bahwa pasien dengan kehilangan kesadaran atau

10

nilai carboxyhaemoglobin tinggi mungkin memiliki gejala kognitif yang kurang


jika diberi oksigen hiperbaric.209
Rekomendasi
Dalam kasus keracunan karbon monoksida, yang tampaknya '' normal ''
dalam pembacaan oksimetri dapat diproduksi oleh carboxyhaemoglobin,
sehingga tujuan pada saturasi oksigen 100% dan menggunakan masker
reservoir sekitar 15 l / menit terlepas dari hasil oksimeter dan PaO2. [Kelas
C]

8.11 Penyakit Serius Yang Membutuhkan Oksigen Tingkat Moderat


Pasien yang datang dengan kegawatdaruratan yang tidak sakit kritis atau
terlalu hipoksia dapat diobati dengan dosis sedang terapi oksigen dari kanula nasal
atau sungkup muka wajah sederhana dengan target saturasi 94-98%. Beberapa
pasien (misalnya, pasien dengan pneumonia) mungkin selanjutnya memburuk,
membutuhkan oksigen konsentrasi tinggi dari masker reservoir atau memerlukan
dukungan pernapasan seperti ventilasi invasif. Pasien laindengan kemungkinan
memiliki diagnosis tambahan PPOK atau penyakit neuromuskuler dengan risiko
kegagalan pernapasan hiperkapnia mereka harus terapi dengan sungkup muka
Venturi atau 2 liter oksigen melalui kanula nasal, bertujuan mencapai target
saturasi sekitar 88-92%. Tidak ada penelitian yang diterbitkan mendukung
penggunaan oksigen untuk meringankan sesak napas pada pasien nonhypoxaemic, dan ada bukti dari studi random bahwa oksigen tidak membebaskan
sesak napas dibandingkan dengan udara pada pasien non-hypoxaemic dengan
PPOK yang sesak nafas.129
8.11.1 Pasien Dengan Hipoksemia Berat Dengan Penyebab Yang Tidak
Diketahui Dan Tanpa Gangguan Pernapasan Yang Sudah Ada Sebelumnya
Hal ini umum untuk pasien sesak napas dan hypoxaemic tidak memiliki
diagnosis yang kuat pada saat pemeriksaan. Untuk sebagian besar pasien akut

11

hypoxaemic dengan masalah medis belum terdiagnosis, diberikan saturasi oksigen


94-98% untuk menghindari potensi bahaya yang berhubungan dengan hipoksemia
atau hyperoxia (lihat bagian 4-6 dan tabel 1). Bertujuan untuk saturasi oksigen
dalam batas normal (bukan oksigen tinggi yang tidak normal

8.11.2 Asma Akut


Pedoman BTS / SIGN untuk pengelolaan asma akut merekomendasikan
bahwa saturasi oksigen harus dipertahankan di atas 92%. Pedoman ini
menunjukkan kondisi penyakit 94-98%, termasuk asma. Dengan batas bawah
94% dan ini dianjurkan untuk menjaga konsistensi. Pada saturasi di atas 90%
tidak ada bahaya hipoksia pada jaringan, sedangkan penurunan saturasi oksigen
di bawah 94% dapat menunjukkan kerusakan dan harus segera ditindaklanjuti.
Oksigen tambahan harus mulai menggunakan kanul nasal pada 2-4 l / menit atau
masker wajah yang sederhana pada 5 l / menit atau 35-40% Venturi masker dan
disesuaikan seperlunya untuk mempertahankan sebesar 94-98%. Pedoman asma
BTS merekomendasikan untuk memberikan oksigen aliran tinggi pada semua
pasien asma akut. Namun, aspek pedoman ditulis dalam tahun 1990-an, sebelum
oksimetri dalam penggunaan rutin. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun
2003 menunjukkan bahwa pemberian100% oksigen pada pasien dengan asma
akut yang berat menghasilkan peningkatan PaCO2 dan arus puncak ekspirasi
menurun dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan 28% oxygen. Menurut
Penelitian penggunaan terapi oksigen yang lebih ditargetkan selain memberikan
oksigen konsentrasi tinggi untuk semua pasien dengan asma akut yang berat.
Untuk memberikan oksigen ke pasien dengan asma akut yang berat tanpa adanya
oksimetri atau hasil gas darah, tetapi tidak ada bukti manfaat dari pemberian
oksigen ke pasien yang tidak hypoxaemic. Oksigen harus tidak dihentikan dari
pasien hypoxaemic dengan asma berat karena kekhawatiran tentang kemungkinan
hiperkapnia, meskipun ada beberapa bukti bahwa fenomena ini tidak akurat.
Hiperkapnia pada asma akut menunjukkan serangan yang fatal dan menunjukkan

12

perlunya perawatan yang intensif dan ventilation. Pada asma akut, pemberian
saturasi oksigen sebesar 94-98%. [Kelas C]

8.11.3 Pneumonia
Pedoman BTS pneumonia merekomendasikan bertujuan memberikan
saturasi oksigen di atas 92% dan PaO2 0,8 kPa (60 mm Hg) pada pneumonia
tanpa komplikasi dengan penyesuaian pada pasien dengan COPD, dengan
diberikan gas darah sesuai ukuran.

Pedoman ini mendukung prinsip-prinsip.

Untuk konsistensi internal, saturasi rata-rata 94-98% direkomendasikan untuk


sebagian besar orang dewasa dan dianjurkan untuk pasien pneumonia deengan
komplikasi COPD harus dikelola sesuai dengan penanganan COPD dari pedoman
ini.Dalam kasus pneumonia, bertujuan pada pemberian saturasi oksigen dari 9498%.

[Kelas

D]

8.11.4 Kanker Paru-Paru Dan Kanker Lainnya Dengan Keterlibatan Organ


Paru
Kebanyakan pasien dengan kanker yang hadir dengan sesak napas
akutmemiliki faktor penyebab yang spesifik seperti efusi pleura, pneumonia,
COPD, anemia atau colleps nya lobus pada paru kiri dan kanan. Pada sebagian
kecil double blind trial melaporkan pasien hypoxaemic dengan kanker stadium
lanjut(SpO2, <90%) telah mengurangi sesak napas oksigen dibandingkan dengan
udara, tapi sebuah penelitian terbaru yang lebih besar gagal untuk menunjukkan
manfaat dari oksigen dibandingkan dengan udara, bahkan ketika sedang terjadi
hipoksemia. Sebuah penelitian single bilnd melibatkan 38 pasien rumah sakit
dengan sesak saat istirahat menunjukkan pengurangan dalam sesak napas ketika
oksigen atau udara diberikan. Penelitian lainnya telah menunjukkan perbaikan
dalam sesak napas pada pasien dengan kanker yang diberikan opiat atau
benzodiazepin tetapi tidak dengan oxygen. Sebuah tinjauan sistematis oksigen dan
aliran udara diberikan bantuan pada pasien yang sesak saat istirahat dengan pasien

13

dengan penyakit lanjut beserta penyebab yang ditemukan pada kelas ilmiah
rendah bukti bahwa oksigen dan aliran udara meningkatkan dyspnoea di beberapa
pasien dengan penyakit lanjut saat istirahat. Ulasan sistematis hanya bisa
menemukan bukti yang melibatkan 83 pasien dan sebagian besar hypoxaemic dan
sudah menerima terapi oksigen. Berdasarkan bukti yang ada, ada kemungkinan
bahwa pasien yang terkena kanker dengan hipoksemia yang signifikan mungkin
memiliki beberapa bantuan dari penanganan sesak napas jika diberi oksigen, tapi
tidak ada bukti untuk manfaat pada pasien yang sesak nafas tapi tidak
hypoxaemic, dan ada bukti bahwa opiat yang efektif dalam bantuan sesak napas
pada kelompok pasien. Selain manajemen yang spesifik dari berbagai faktor
penyebab, oksigen harus diberikan untuk mempertahankan saturasi 94-98%
kecuali untuk pasien dengan COPD yang harus diperlakukan sesuai dengan
pedoman COPD.
Pemantauan saturasi oksigen tidak diperlukan bila pasien dalam beberapa
hari terakhir kehidupan. Pada sesak napas akibat kanker paru-paru, terapi oksigen
mungkin menguntungkan dan percobaan terapi oksigen dianjurkan. Bertujuan
pada saturasi oksigen 94-98% kecuali pada pasien COPD. Namun, pemantauan
saturasi oksigen tidak diperlukan bila pasien dalam beberapa hari terakhir hidup.
[Kelas D]

8.11.5 Penurunan Kondisi Paru-Paru Fibrotik serta Kondisi Lain Melibatkan


Parenkim Atau Alveolitis
Hal ini diakui bahwa pasien dengan kondisi paru-paru seperti fibrosing
paru idiopatik mungkin mengalami kerusakan akut atau eksaserbasi, sering selama
infeksi dada saat penyembuhan.Pasien lain bisa menjadi akut dengan sesak napas
karena alveolitis alergi ekstrinsik, sarcoidosis atau jenis gangguan parenkim paruparu yang lain. Pasien-pasien ini sering memiliki derajat V / Q yang tinggi dan
persyaratan untuk oksigen dengan konsentrasi yang tinggi untuk mencapai
konsentrasi gas darah yang memuaskan dan tidak berisiko hiperkapnia.

14

Disarankan bahwa pengobatan dimulai dengan 60% oksigen dari masker Venturi
atau 6 l / min melalui kanula nasal jika pasien dapat mentolerir laju aliran nasal
yang tinggi. Tingkat oksigen harus disesuaikan atas atau bawah untuk
mempertahankan saturasi oksigen di kisaran 94-98%, tapi tingkat ini mungkin
tidak dapat dicapai atau hanya dapat dicapai dengan masker penampung. Pasien
dengan stadium akhir fibrosis paru jarang cocok untuk ventilasi invasif atau noninvasif karena sifat progresif.Dalam kerusakan akut fibrosis paru atau penyakit
parenkim paru-paru lainnya, bertujuan pada saturasi oksigen 94-98% atau
tertinggi jika target tersebut tidak dapat dicapai. [Kelas D]
8.11.6 Pneumotoraks
Seperti efusi pleura, pasien dengan pneumotoraks berat mungkin sesak dan
hypoxaemic dan mungkin memerlukan tambahan oksigen untuk meredakan gejala
pengobatan definitif dengan aspirasi atau drainase. Namun, konsentrasi tinggi
oksigen yang di hirup juga dapat meningkatkan laju reabsorpsi udara dari
pneumotoraks hingga empat kali lipat. Untuk alasan ini, BTS ditetapkan dalam
pedoman pada manajemen pneumotoraks yang merekomendasikan penggunaan
oksigen dengan konsentrasi tinggi (masker reservoar) semua pasien non-COPD
yang memerlukan perawatan di rumah sakit untuk observasi karena pneumotoraks
berukuran sedang yang tidak memerlukan drainage. Setelah pneumotoraks
dikeringkan atau aspirasi berhasil, pasien seharusnya tidak memerlukan terapi
oksigen kecuali ada patologi tambahan seperti pneumonia, asma atau COPD yang
memerlukan pengobatan khusus. Dalam kebanyakan kasus pneumotoraks,
pemberian oksigen 94-98% jika pasien berisiko hiperkapnia atau gagal napas.
[Kelas D]
Pada pasien yang memiliki pengawasan rumah sakit tanpa drainase,
penggunaan konsentrasi tinggi oksigen (15 l / min laju alir melalui masker
reservoir) dianjurkan.[KelasC]
8.11.7 Efusi Pleura

15

Jika efusi pleura menyebabkan sesak napas yang signifikan, pengobatan


yang paling efektif adalah untuk mengalirkan efusi (tapi tidak terlalu cepat
mengingat risiko edema paru).Pasien hypoxaemic dengan efusi pleura cenderung
menguntungkan dengan terapi oksigen tambahan. Pedoman BTS untuk efusi
pleura tidak memberikan saran khusus tentang terapi oksigen, tetapi tampaknya
dapat

diberikan

oksigen

tambahan

94-98%

pada

pasien

hypoxaemic.

Pada efusi pleura, bertujuan pada saturasi oksigen 94-98% (atau 88-92% jika
pasien

berisiko

kegagalan

pernapasan

hiperkapnia).

[Kelas

D]

8.11.8 Emboli Paru


Kebanyakan pasien yang diduga emboli paru memiliki saturasi oksigen
normal dan fokus dalam pengobatan utama adalah untuk mencapai diagnosis
spesifik dan memulai pengobatan antikoagulan. Pasien-pasien ini tidak
memerlukan terapi oksigen kecuali ada hipoksemia. Dalam kasus ini, dosis
terendah oksigen yang akan mencapai target 94-98% yang dianjurkan.Namun,
pasien dengan paru masif atau beberapa emboli pada hypoxaemic dan awalnya
harus diberikan oksigen konsentrasi tinggi melalui masker reservoir mencapai
saturasi oksigen 94-98% pengobatan yang tertunda secara

definitive seperti

trombolisis. Telah disarankan bahwa saturasi oksigen darah mungkin terdapat


tingkat keparahan terhadap obstruksi arteri paru pada emboli paru akut jika terjadi
syok.
Pada emboli paru, pemberian pada saturasi oksigen dari 94-98% atau 88-92% jika
pasien berisiko hiperkapnia akan terjadi gagal napas. [Kelas D]
8.11.9 Gagal Jantung Akut
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung akut yang sesak, biasanya
karena edema paru atau cardiac output yang rendah, terutama jika terjadi syok
kardiogenik. Patofisiologi oksigen transportasi shock kardiogenik telah dibahas
secara rinci oleh Creamer dan colleagues. Telah terbukti pada hewan bahwa
kegagalan ventilasi syok kardiogenik mungkin karena adanya penurunan proses

16

kontraktil dari otot pernafasan. Selain pengobatan khusus untuk gagal jantung,
pasien harus diberikan oksigen tambahan untuk mempertahankan saturasi sebesar
94-98%. Hal ini konsisten dengan European Society of Kardiologi Task Force dan
Eropa Masyarakat Perawatan Intensif Rekomendasi bahwa pasien dengan gagal
jantung akut harus menerima oksigen untuk mempertahankan SpO2 dari 92-96%.
Untuk memulai pengobatan dengan 40% atau 60% oksigen pada pasien
hypoxaemic dengan gagal jantung, diikuti oleh kenaikan atau penurunan untuk
mempertahankan saturasi dalam kisaran yang diinginkan. Pasien dengan
hipoksemia ditandai (saturasi, < 85%) awalnya harus diperlakukan dengan masker
reservoir pada pasien dengan PPOK akan memerlukan saturasi yang lebih rendah
dari 88-92% ketersediaan hasil gas darah yang gagal. Dalam pengawasan rumah
sakit, pasien dengan edema paru akut dapat mengambil manfaat dari tekanan
udara positif yang terus menerus dan dari ventilasi non-invasif support.
Pada gagal jantung akut, saturasi oksigen dari 94-98% atau 88-92% jika pasien
berisiko hiperkapnia akan terjadi gagal napas. [Kelas D]. Pertimbangkan
pengobatan dengan pemberian tekanan udara positif yang terus menerus jika ada
hipoksemia dan pengobatan ventilasi non-invasif (BiPAP) jika ada hiperkapnia.
[Kelas C]
8.11.10 Pascaoperasi Dengan Hipoksia Di Bangsal Bedah
Pedoman ini tidak mencakup perawatan pascaoperasi di unit pemulihan
pasca-anestesi, unit ketergantungan tinggi atau unit perawatan intensif (ICU).
Beberapa percobaan baru-baru ini telah menunjukkan pengurangan

kejadian

infeksi luka ketika pemberian dosis tinggi oksigenkepada pasien perioperatif


menjalani operasi usus tetap tidak ditangani oleh bedah umum. Umumnya
penggunaan oksigen pasca operasi

di luar lingkup pedoman.Ada beberapa

kontroversi tentang penggunaan '' rutin ''oksigen pasca operasi dan tidak ada bukti
yang baik mendukung

suatu kebijaksanaan. Pedoman SIGN pada perawatan

pascaoperasi merekomendasikan terapi oksigen tambahan dan mempunyai risiko


tinggi seperti pasien yang mempunyai penyakit arteri koroner , obesitas, dada dan
operasi perut bagian atas,tapi mengakui kurangnya bukti untuk mendukung saran

17

ini dan tidak menentukan dosis oksigen atau saturasi target tersebut. pedoman
SIGN ini merekomendasikan saturasi oksigen di atas 92% untuk pasien pasca
operasi, yang cocok dengan saturasi target

yang telah

disarankan untuk

kedepanya dan pedomannya sebesar 94-98% untuk sebagian besar pasien yang
membutuhkan tambahan terapi oksigen.Pasien di bangsal bedah umum biasanya
mendadak sesak napas atau hipoksemia akibat berbagai pasca operasi komplikasi
seperti pneumonia, emboli paru, opiat analgesia dan atelektasis. Penggunaan
oksigen untuk spesifikkomplikasi pasca operasi seperti pneumonia harus
mengikuti bimbingan untuk setiap kondisi (untuk sebagian besar pasien dengan
target 94-98%). Perhatian khusus harus diambil dalam kasus COPD dan faktor
risiko lain untuk gagal napas pada hiperkapnia. Manajemen kasus ini dapat
ditingkatkan dengan rujukan awal dokter speialis atau masukan bantuan ahli dari
tim ICU. Kasus-kasus ini harus diidentifikasi sebagai risiko selama penilaian pra
operasi dan saturasi target 88-92% menyarankan menunggu ketersediaan hasil gas
darah.
Rekomendasi
-Untuk pasien bedah pasca operasi, pemberian oksigen sebesar 94-98% atau 8892% jika beresiko terjadi kegagalan pernapasan atau hiperkapnia. [Kelas D]
-Untuk pasien bedah pasca operasi dengan COPD atau faktor resiko kegagalan
pernapasan hiperkapnia lainnya, pemberian saturasi 88-92% menunda hasil
analisis gas darah. Jika PaCO2 normal, menyesuaikan kisaran target 94-98% dan
pengukuran gas darah berulang setelah 30-60 menit.
8.11.11 Sesak Napas Karena Anemia Berat
Jika sesak napas disebabkan anemia berat, perlakuan khusus adalah
transfusi darah. Studi yang dilakukan oleh peneliti Kanada pada akhir 1990 telah
menunjukkan bahwa kadar hemoglobin dari 70 g / l (7 g / dl) yang aman seperti
tingkat yang lebih tinggi dan dapat menghasilkan lebih sedikit komplikasi dalam
kritis suatu penyakit. Namun, penelitian ini dilakukan menggunakan non-leukosithabis darah dan ada kemungkinan bahwa beberapa komplikasi infeksi dalam
kelompok yang diberi lebih mungkin telah dihindari dengan penggunaan leukosit-

18

habis darah. Oleh karena itu, target transfusi optimal untuk pasien sakit kritis yang
sedang berlangsung masih di diskusikan oleh para ahli dalam pengobatan
perawatan kritis. Memberikan oksigen untuk meningkatkan saturasi oksigen yang
sudah biasa akan memiliki sedikit efek pada tekanan oksigen darah, tapi itu wajar
untuk mengelola oksigen untuk mempertahankan saturasi 94-98% (jika saturasi di
bawah tingkat dari menghirup udara ini akan mengakibatkan sesak napas sebagai
gejala yang sangat menonjol). Pada anemia, bertujuan pada saturasi oksigen 9498% atau 88-92% jika pasien berisiko hiperkapnia atau kegagalan pernafasan.
[KelasD].
Pemberian sel darah merah diberikan jika tingkat hemoglobin turun di
bawah 70-80 g / l (7-8 g / dl) dalam banyak kasus atau 100 g / l (10 g / dl) jika
pasien memiliki gejala penyakit jantung iskemik yang tidak stabil. [Grade B].
8.11.12 Krisis Sel Sabit
Pasien dengan penyakit sel sabit sering hadir dengan krisis akut yang
menyakitkan dan sering dengan '' Sindrom cest akut'' yang terdiri dari sesak napas,
nyeri dada dan demam dengan paru infiltrat pada foto toraks. Penyebab dan
mekanisme belum diketahui secara pasti, tetapi oksigenharus diberikan kepada
semua pasien hypoxaemic dengan krisis sel sabit untuk menghindari sickling
intravaskular lanjut. Tidak ada Studi random pada terapi oksigen pada sindrom
dada akut dan tidak ada studi random pada krisis menyakitkan akut pada orang
dewasa, tapi dua uji acak kecil tidak menunjukkan manfaat klinis di
nonhypoxaemic anak-anak denganpenyakit crisis. Pasien dengan penyakit sel
sabit mungkin memiliki saturasi oksigen berkurang bahkan ketika klinis stabil.
Homi dan rekan melaporkan berarti saturasi hanya 92,5% (95% CI 92.0% menjadi
93,0%) dalam kelompok anak-anak dan dewasa muda (usia 9-18 tahun) dengan
penyakit sel sabit dibandingkan dengan tingakt saturasi oksigen rata-rata 97,1%
(95% CI 98,8% menjadi 97,3%) dalam kontrol lokal group.Panitia Standar di
Hematologi Inggris telah merekomendasikan oksigen yang harus diberikan jika
saturasi oksigen turun di bawah normal untuk pasien individu atau target default

19

95% jika saturasi biasa belum diketahui dengan saran dalam pedoman ini
bertujuan untuk mencapai saturasi oksigen mendekati normal pada pasien nonhypoxaemic dengan saturasi target 94-98%. Pedoman pada penyakit sel sabit
untuk manajemen penyakit-spesifik dari condition ini. Dalam krisis sel sabit dan
sindrom dada akut,pemberian

saturasi oksigen 94-98% atau bertujuan untuk

masing-masing pasien. [Grade B]


8.12 Direkomendasikan Terapi Oksigen Untuk Pasien Yang Mungkin Rentan
Terhadap Dosis Sedang Atau Kadar Oksigen Tinggi.
COPD adalah kondisi paling terkenal yang dapat predisposisi hiperkapnia
(tipe 2) gagal napas dengan asidosis, terutama jika tingkat oksigen dalam darah
meningkat di atas 10 kPa (75 mmHg). Namun, ada beberapa kondisi lain yang
dapat membuat pasien rentan terhadap kegagalan pernafasanatau hiperkapnia.
Penekanan pasien tersebut untuk menghindari tingkat klinis yang berbahaya pada
hipoksemia atau hiperkapnia dengan memberikan terapi oksigen secara hati-hati
atau,

jika

perlu,

dengan

mendukung

pasien

dengan

penggunaan

non-invasif atau ventilasi mekanis invasif. Pasien non COPD berisiko gagal napas
atau hiperkapnia adalah sebagai berikut:

-Cystic fibrosis. Non-CF bronkiektasis (sering berkaitan dengan COPD atau asma
berat)
-Kyphoscoliosis berat atau spondylitis ankylosing parah.
-Jaringan parut paru parah dari tuberkulosis tua (terutama dengan thoracoplasty).
-Obesitas Morbid (indeks massa tubuh .40 kg / m2).
-Gangguan otot dengan kelemahan otot pernapasan, terutama jika pada ventilasi
rumah. Overdosis opiat, benzodiazepin atau obat depresan pernafasan lainnya.

20

8.12.1 Eksaserbasi COPD


Ada literatur yang luas mendokumentasikan efek dosis yang tinggi
terhadapTerapi oksigen akut COPD. Laporan ini menunjukkan bahwa pemberian
oksigen tambahan untuk pasien

dengan kondisi buruk

COPD

sering

menyebabkan peningkatan PaCO2 dengan asidosis pernafasan. Literatur diringkas


secara rinci di review oleh Murphy et al. Beberapa pasien dengan COPD adalah
rentan terhadap episode berulang dari gagal napas hiperkapnia dan lain-lain tidak
mungkin pernah menderita komplikasi ini. bahkanantara pasien COPD dengan
hiperkapnia kronis, tidak semua karbon dioksida meningkat (dan asidosis)selama
eksaserbasi akut. Selain pasien dengan gagal napas hiperkapnia, tidak mungkin
untuk memprediksi apakah pasien individu dengan COPD akan mengembangkan
hiperkapnia selama eksaserbasi akut, sehingga semua pasien dengan COPD
sedang atau berat dianggap komplikasi ini beresiko sampai hasil pengukuran gas
darah yang tersedia. Oleh karena itu penting bahwa

pasien yang berisiko

mengalami COPD harus didiagnosis secara akurat, dan ini hanya dapat dilakukan
oleh pengukuran FEV1.
Pasien dengan eksaserbasi akut

COPD mungkin terlalu sesak

untuk

melakukan spirometri tiba di rumah sakit, tapi banyak pasien yang mampu
melakukan spirometri pada saat dirumah sakit dan semua pasien harus dilakukan
tes di rumah sakit untuk memastikan diagnosis COPD dan untuk menilai
keparahan kondisi. Sangat sedikit literatur yang menggambarkan efek terapi
oksigen yang lain dengan kondisi yang tercantum di atas, tetapi mereka diakui
beresiko gagal napas hiperkapnia dan harus dirawat secara analog dengan pasien
COPD. Telah menunjukkan bahwa pasien dengan COPD dengan Ph 7.35 ([H +] .
45 nmol / l) meskipun terapi oksigen terkontrol lebih mungkin untuk meninggal
dan lebih mungkin untuk memenuhi kriteria untuk intubasi dan ventilation.
Salah satu laporan ini juga menunjukkan bahwa pasien dengan PaO2
tinggi pada saat di rumah sakit (.10.0 KPa atau 75 mm Hg) lebih mungkin untuk
memenuhi kriteria ventilasi dan tingkat keparahan asidosis terkait dengan nilai

21

tinggi PaO2 .Berdasarkan hasil tersebut, direkomendasikan batas atas sekitar 92%
saturasi untuk pasien dengan eksaserbasi COPD untuk mencegah PaO2 naik di
atas 10 kPa.34 Laporan ini didukung oleh karya terbaru dari Joosten et al yang
menunjukkan bahwa PaO2 dari .74.5 mm Hg (10 kPa) pada COPD akut dikaitkan
dengan peningkatan kemungkinan masuk ke unit ketergantungan tinggi,
meningkat perlu untuk ventilasi non-invasif dan tinggal lebih lama di rumah
sakit .Akibatnya, kelompok pedoman telah merekomendasikan maksimum 92%
sambil menunggu hasil gas darah eksaserbasi akut COPD dan kondisi lain yang
mungkin predisposisi untuk kegagalan pernapasan. Meskipun kenaikan PaCO2
(dan jatuh pH) yang paling besar pada pasien yang diberikan Terapi oksigen yang
cukup untuk mengangkat PaO2 di atas 10 kPa, itu adalah Penting untuk
hiperkapnia yang dapat terjadi pada COPD akut bahkan jika saturasi oksigen, 88%
0,249 Strategi pengelolaan terbaik untuk terus-menerus

mengalami asidosi.

Pasien COPD merupakan percobaan ventilasi non-invasif dengan tambahan terapi


oksigen.
Beberapa pasien dengan gagal napas hiperkapnia sebelumnya akan
memiliki peringatan dalam catatan elektronik mereka untuk mengingatkan tim
darurat untuk dosis optimal oksigen yang dibutuhkanselama perawatan di rumah
sakit pasien sebelumnya (lihat bagian 9.7). Dengan tidak adanya informasi
tersebut, disarankan bahwa target 88-92% harus ditetapkan pada awalnya untuk
pasien non -invasif atau invasif ventilasi sebelumnya dan, jika diperlukan,
dimodifikasi berdasarkan hasil gas darah. Pasien ini harus dikategorikan sebagai
pasien darurat, yang membutuhkan gas darah langsung pengukuran dan penilaian
di rumah sakit gawat darurat. Banyak studi klinis telah menunjukkan bahwa
pasien dengan COPD sering diberikan dosis oksigen yang sangat tinggi , baik
karena kesalahan diagnosis atau karena risiko hyperoxia pada pasien dengan
COPD

telah overlooked. Banyak pasien dengan COPD

tidak menyadari

diagnosis asma (lihat bagian 9.5). Konsensus dari literatur adalah bahwa pasien
dengan eksaserbasi akut COPD harus ditangani dengan Venturi masker untuk
meminimalkan risiko pernapasan hiperkapnia kegagalan dan untuk mencapai

22

aliran gas yang tinggi dari masker pasien dengan rata-rata aliran inspirasi yang
tinggi . Masih belum diketahui apakah lebih baik untuk memulai dengan Venturi
mask 28% atau 24%Venturi mask. Manajemen dengan Venturi mask 28%
tampaknya aman. Pedoman saat ini mulai menyarankan dengan 28% Venturi
mask dalam kasus COPD tanpa diketahui terjadi kegagalan pernapasan
hiperkapnia, dengan penurunan penyesuaian masker 24% (di rumah sakit) jika
saturasi meningkat di atas 92%.
Dalam kasus kegagalan hiperkapnia sebelumnya yang tidak memiliki
peringatan oksigen, dianjurkan pra-rumah sakit yang memberikan pengobatan
harus dimulai dengan menggunakan masker Venturi 28% di 4 l / menit atau
Venturi mask 24% di rumah sakit dengan 88-92%. Studi observasi pada tahun
1960 menyarankan bahwa PaO2 dari 50 mm Hg atau 6,7 kPa (saturasi sekitar
84%) akan mencegah kematian akibat hipoksemia pada COPD exacerbation akut.
Jika di bawah 88% meskipun pengobatan dengan Venturi mask 24% atau 28%,
pasien harus ditangani dengan kanula nasal atau masker wajah yang sederhana
dengan aliran disesuaikan untuk mempertahankan saturasi 88-92% sambil
menunggu ketersediaan hasil gas darah. Subkelompok pasien yang beresiko tinggi
kematian harus diperlakukan sebagai prioritas tinggi pada saat kedatangan di
bagian gawat darurat, membutuhkan penilaian darah arteri dan pengukuran gas.

-Pengukuran FEV1 dapat mengkonfirmasi (atau mengecualikan) diagnosis


obstruksi aliran udara dan tingkat FEV1 adalah indikator yang berguna keparahan
penyakit di COPD.[Bukti Tingkat III] Pasien dengan eksaserbasi COPD beresiko
hiperkapnia

(tipe

2)

gagal

napas

dengan

pernapasan

asidosis.[Evidence level IIa]


- Risiko asidosis pernapasan pada pasien dengan hiperkapnia kegagalan
pernapasan meningkat jika tekanan oksigen arteri di atas 10,0 kPa karena
penggunaan

oksigen

yang

berlebihan

sebelumnya.[Evidence

level

IIa]

-Pasien-pasien ini dengan penyakit paru-paru kronis biasanya untuk hidup dengan

23

saturasi oksigen yang mungkin di tahun 80-an tinggi atau rendah 90-an dan tidak
ada manfaat apapun dari peningkatan saturasi di atas tingkat ini selama penyakit
akut. [Evidence level III]
-Jika diagnosis tidak diketahui, pasien lebih dari 50 tahun yang perokok jangka
panjang dengan riwayat kronis sesak napas saat aktivitas ringan seperti berjalan
dan tidak ada penyebab lain selain sesak napas .Pasien dengan COPD juga dapat
menggunakan istilah-istilah seperti bronkitis kronis dan emfisema untuk
menggambarkan kondisi mereka tapi kadang-kadang salah menganggap itu ''
asma ''. FEV1 harus diukur pada saat kedatangan di rumah sakit jika mungkin dan
harus diukur setidaknya sekali sebelum pulang darirumah sakit di semua kasus
yang dicurigai COPD. [Kelas D]
-Pasien dengan kemungkinan

PPOK berat atau penyakit lain yang dapat

menyebabkan kegagalan pernapasan hiperkapnia harus diprioritaskan karena


gawat darurat dan gas darah harus diukur setibanya di rumah sakit. [Kelas D]
-Sebelum ketersediaan pengukuran gas darah, gunakan 28% Venturi masker pada
4 l / menit atau 24% Venturi masker pada 2 l / min dan bertujuan untuk saturasi
oksigen 88-92% untuk pasien dengan faktor risiko hiperkapnia tetapi tidak ada
riwayat 2 jenis kegagalan pernapasan. [Kelas D].
Untuk pasien dengan diketahui pernapasan hypercapic sebelumnya Kegagalan
tidak ada peringatan oksigen, pemberiannya 88- 92% sampai hasil pengukuran
gas darahtersedia. Jika saturasi tetap di bawah 88% dalam perawatan pra-rumah
sakit meskipun Venturi masker 28%, perubahan hidung kanula di 2-6 l / menit
atau masker wajah yang sederhana pada 5 l / min dengan sasaran 88-92% dan
waspada A & E departemen yang pasien harus diperlakukan sebagai prioritas
tinggi. [Kelas D]
-Pasien dengan tingkat pernapasan >30 napas / harus min telah laju aliran diatur
ke 50% di atas laju aliran minimum ditentukan untuk masker Venturi dan / atau
kemasan. Meningkatkan laju aliran oksigen ke dalam masker Venturi tidak
meningkat.Bertujuan pada kisaran saturasi sasaran prespecified (jika tersedia) di
24

pasien dengan riwayat asidosis pernafasan sebelumnya. Banyak kasus saturasi


target ideal akan ditentukan pada peringatan pasien. Jika tidak ada informasi yang
tersedia, tingkat kejenuhan 88-92% darah tertunda hasil gas.[Kelas D]
-Pasien dengan gagal napas hiperkapnia prevous harus memiliki peringatan
oksigen pribadi dan informasi ini harus tersedia untuk staf perawatan primer, staf
ambulans dan staf rumah sakit (lihat rekomendasi 23-25). Jika mengikuti
pengukuran gas darah pH dan PCO2 yang normal, bertujuan untuk saturasi
oksigen 94-98% kecuali ada riwayat kegagalan pernapasan hiperkapnia
sebelumnya membutuhkan ventilasi non-invasif atau ventilasi tekanan intermiten
positif. [Kelas D]
Periksa ulang gas darah setelah 30-60 menit (atau jika ada bukti kerusakan
klinis) untuk semua pasien dengan COPD atau faktor risiko lainnya untuk gagal
napas hiperkapnia bahkan jika pengukuran PaCO2 awal adalah normal. [Kelas D]
-Jika PaCO2 dinaikkan tetapi pH adalah> 7.35 ([H +] (45 nmol / l), pasien
mungkin telah mendapat hiperkapnia lama; mempertahankan kisaran target 8892% untuk pasien ini. Pengukuran gas darah harus diulang pada 30-60 menit
untuk memeriksa PaCO2 atau pH. [Kelas D]

Jika pasien hiperkapnia (PaCO2 0,6 kPa atau 45 mm Hg) dan asidosis (pH, 7.35
atau [H +] .45 nmol / l), pertimbangkan ventilasi noninvasif , terutama jika
asidosis telah bertahan selama lebih dari 30 menit meskipun terapi yang tepat.
[kelasA]
-Setelah pasien telah stabil, coba ubah dari Venturi masker untuk hidung kanula
pada 1-2 l / min.
8.12.2 Eksaserbasi cystic fibrosis
Pasien dengan sesak napas karena fibrosis cystic harus dikelola dengan
Cystic Fibrosis Centre kecuali hal ini tidak mungkin untuk alasan geografis. Jika
tidak memungkinkan, semua kasus harus dibahas dengan Cystic Fibrosis Centre
atau dikelola sesuai

yang disepakati dengan pusat regional. Pasien dengan

25

fibrosis kistik lanjut dapat menderita eksaserbasi yang mirip dengan eksaserbasi
COPD dengan terkait hipoksemia dan hiperkapnia. Prinsip-prinsip manajemen
adalah sama dengan eksaserbasi akut COPD, termasuk kebutuhan untuk
mempertahankan saturasi oksigen yang memadai dan menghindari hiperkapnia
dan asidosis yang berlebihan. seperti dalam COPD, ventilasi non-invasif termasuk
nilai yang berat. Non-invasif pada cystic fibrosis mungkin juga membantu untuk
mengurangi gejala (misalnya, kerja pernapasan dan dyspnoea) dan membantu
dalam

jalan

napas.Disarankan

bahwa

pasien

dengan

eksaserbasi

akut

cystic fibrosis harus dikelola pada baris yang sama dengan pasien dengan
eksaserbasi akut COPD dengan pemberian oksigen 88-92% untuk sebagian besar
pasien, namun pengakuan bahwa setiap pasien mungkin perlu dikelola secara
berbeda pada dasar pengukuran gas darah sebelumnya dan saat ini. Satu Penelitian
telah menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat pernapasan atas 30 napas / menit
sering memiliki laju aliran inspirasi atas laju aliran minimum yang ditentukan
pada masker packaging. Namun, tidak ada bukti eksperimental langsung klinis
efektivitas laju aliran meningkat dari perangkat Venturi. Sekarang kemungkinan
bahwa pasien dengan tingkat aliran inspirasi yang sangat tinggi mungkin
mendapat manfaat dari Venturi masker 28% dengan set laju alir pada 6-8 l / menit
untuk meminimalkan risiko laju aliran inspirasi melebihi laju aliran gas (lihat
tabel 10 di bagian 10). Pasien dengan cystic fibrosis yang memiliki episode
sebelumnya gagal napas hiperkapnia harus dikeluarkan dengan oksigen
peringatan dengan rekomendas berdasarkan pengukuran gas darah sebelumnya
Perawatan awal eksaserbasi cystic fibrosis harus mirip dengan pengobatan awal
eksaserbasi COPD (lihat Bagian 8.12.1). [Kelas D]
8.12.3 Gangguan Muskuloskeletal Dan Saraf Kronis
Hipoksemia akibat gangguan muskuloskeletal dan saraf biasanya
berhubungan dengan penyakit akut (seperti dada Infeksi) terutama pada kondisi
neuromuskuler kronis. Namun, kelemahan otot dapat akut atau subakut (misalnya,
Guillain-Barre' sindrom, lihat bagian 8.13.7). Untuk sebagian besar pasien dengan
ventilasi memadai karena kelemahan neuromuskular, dukungan ventilasi non-

26

invasif atau invasif lebih berguna daripada oksigen tambahan dan pasien ini
beresiko gagal napas hiperkapnia yang mungkin diperburuk oleh dosis tinggi
oksigen. Untuk alasan ini dianjurkan bahwa spirometri harus dipantau secara hatihati dan gas darah harus diperoleh sedini mungkin dalam semua kasus tersebut.
hasil gas darah yang tertunda, target pemberian 88-92% akan menghindari resiko
hipoksemia

berat

atau

parah

hiperkapnia.

Dalam

pengelolaan

awal

muskuloskeletal dan saraf gangguan dengan kegagalan pernafasan akut, bertujuan


pada saturasi oksigen 88-92%. Banyak pasien tersebut akan cocok untuk ventilasi
non-invasif. [Kelas D]
8.12.4 Sindrom Obesitas-hipoventilasi
Pasien dengan sindrom obesitas-hipoventilasi sering mengembangkan
gagal napas hiperkapnia kronis dan mereka mungkin dekompensasi akut untuk
menghasilkan kegagalan pernapasan hiperkapnia dengan acidosis. Untuk tujuan
terapi oksigen, ini pasien harus diperlakukan dengan cara yang mirip dengan
pasien

dengan

gagal

napas

hiperkapnia

karena

eksaserbasi

akut

COPD (tapi mereka jelas tidak memerlukan bronkodilator dan terapi steroid).
Saturasi target awal biasanya akan 88- 92% tetapi, seperti dengan COPD, kisaran
target yang lebih rendah mungkin sesuai untuk pasien individu berdasarkan
pengukuran gas darah selama eksaserbasi sebelumnya atau karena asidosis
akut.Penilaian

pasien

dengan

peningkatan

sesak

napas

atau

memburuknya saturasi oksigen harus mencakup gas darah. seperti dalam COPD,
pasien dengan asidosis respiratorik dapat mengambil manfaat dari
noninvasif

ventilasi
.

-Dalam pengelolaan awal obesitas-hipoventilasi sindrom dengan eksaserbasi akut,


bertujuan oksigen 88-92%. [Kelas D]
-Ventilasi Non-invasif harus dipertimbangkan untuk semua kelompok pasien jika
<pH, 7.35 atau [H +].> 45 Nmol / l. [Kelas C]

8.13 Keadaan Darurat Medis dengan Hipoksemia

27

Ada beberapa kondisi seperti infark miokard, angina dan stroke yang
oksigen diberikan kepada semua pasien dalam upaya untuk meningkatkan
pengiriman oksigen kejantung atau otak. Namun, pemberian tambahan oksigen ke
pasien normoxaemic memiliki sedikit efek pada kandungan oksigen darah namun
dapat mengurangi miokard dan darah otak mengalir karena vasokonstriksi yang
merupakan respon fisiologis hipoksia di sebagian besar organ. Tidak ada bukti
manfaat dari pemberian oksigen tambahan untuk pasien non-hypoxaemic dengan
kondisi ini dan ada beberapa bukti mungkin membahayakan, sehingga dianjurkan
oksigen yang seharusnya hanya diberikan kepada pasien dengan kondisi hipoksia,
biasanya karena komplikasi seperti gagal jantung atau pneumonia. Tidak ada uji
coba yang diterbitkan mendukung penggunaan oksigen untuk meringankan sesak
napas pada pasien non-hypoxaemic, dan ada bukti dari studi Random bahwa
oksigen tidak meringankan sesak napas dibandingkan dengan udara di nonhyoxaemi.
8.13.1 Infark Miokard Dan Sindrom Koroner Akut.
Beberapa pasien dengan infark miokard akut memiliki kegagalan hati.
Kebanyakan pasien yang diduga atau dikonfirmasi infark miokard tidak
hypoxaemic dan sebagian besar

tidak sesak. Dalam kasus ini pasien non-

hypoxaemic, tidak diketahui apakah tambahan oksigen mungkin bermanfaat


dengan meningkatkan jumlah oksigen dikirim ke daerah hypoxaemic miokardium
atau apakah itu sebenarnya dapat menyebabkan vasokonstriksi dengan
peningkatan sistemik resistensi pembuluh darah dan mengurangi suplai oksigen
miokard dengan memburuknya sistolik miokard performance. Sebuah studi barubaru ini sebagian besar pasien memiliki arteriografi koroner ditemukan bahwa
pernapasan 100% oksigen berkurang dan kecepatan aliran darah koroner sebesar
20% dan peningkatan resistensi koroner sebesar 23% Ada juga kemungkinan
teoritis bahwa kadar oksigen yang tinggi dapat memperburuk Cedera reperfusi
untuk jantung. banyak Studi besar intervensi di infark miokard, telah ada hanya
satu penelitian secara Random tentang terapi oksigen (tahun 1976) dan Penelitian
ini tidak mengidentifikasi manfaat dari terapi tersebut tetapi ditemukan beberapa

28

bukti potensi yang membahayakan. Percobaan ini melaporkan Kenaikan


signifikan lebih besar pada enzim miokard pada oksigen kelompok, menunjukkan
ukuran

infark

yang

lebih

besar.

Ada

tiga

kali

lipat

menjadi

peningkatan mortalitas pada terapi oksigen yang tidak mencapai signifikansi


statistik (3 kematian 77 pasien yang diobati dengan udara dibandingkan 9
kematian pada 80 pasien yang diberi oksigen pada 6 l / min melalui masker
sederhana selama 24 jam). Sebuah tinjauan sistematis dan terapi oksigen iskemia
miokard akut keduanya mimiliki kesimpulan bahwa tidak ada bukti untuk
mendukung praktek ini pada pasien non-hypoxaemic dan beberapa bukti
mungkin membahayakan.Satu penelitian dari tahun 1969 menunjukkan bahwa
hipoksia tidak mempengaruhi ketersediaan oksigen untuk miokard metabolisme
pada subjek normal sampai saturasi oksigen turun sekitar 50%, tetapi bukti
iskemia miokard terlihat di saturasi dari 70-85% pada subjek dengan penyakit
arteri koroner.
Dalam keadaan ini disarankan bahwa pasien dengan infark miokard atau
nyeri dada yang mencurigakan dari miokard infark harus diberikan oksigen
tambahan

jika

diperlukan

untuk

mempertahankan

saturasi

94-98%.

Penelitian oleh Lal dan colleagues269 pada tahun 1960 menunjukkan bahwa
hipoksemia hadir dalam proporsi yang tinggi dari pasien yang didiagnosis dengan
infark miokard dan biasanya bisa dibalik dengan media-dosis oksigen, tapi
kadang-kadang diperlukan perawatan dengan masker reservoir untuk mencapai
oksigen PaO2 dengan Ketegangan >60 mm Hg (8 kPa). Penelitian oleh Wilson
pada tahun 1997 menunjukkan bahwa desaturasi di bawah 90% adalah umum
pada pasien dengan infark miokard dalam 24 jam pertama masuk ke unit
perawatan koroner, namun penulis ini mungkin belum menyadari bahwa
desaturasi nocturnal dengan Tingkat individu yang sehat . Wilson dan Channer
tidak menunjukkan korelasi antara hypoxaemic dan kejadian yang merugikan
jantung Mereka, bagaimanapun, menunjukkan bahwa pemantauan oksimetri tidak
memadai di Inggris unit perawatan koroner pada pertengahan 1990-an. Tidak ada
pedoman Inggris untuk terapi oksigen dalam infark miokard akut. 1998 Eropa

29

Masyarakat

Kardiologi

Eropa

Resuscitation

Council

Task

Force

merekomendasikan penggunaan 3-5 l / min oksigen melalui masker wajah untuk


semua pasien dengan nyeri dada diduga berasal dari jantung, tapi tidak ada bukti
disajikan untuk mendukung terapi .Namun, sebagian besar makalah yang telah
menyuarakan keprihatinan tentang efekoksigen pada aliran darah miokard telah
dipublikasikan sejak tanggal tersebut (lihat paragraf sebelumnya). Kumpulan
Masyarakat Kardiologi Eropa diterbitkan bimbingan berikutnya pada manajemen
ST infark miokard elevasi di 2003. Merekomendasikan penggunaan oksigen pada
2-4 l / menit dengan masker atau kanula nasal untuk pasien dengan serangan
jantung terkait dengan sesak napas atau gagal jantung. Pedoman 2007 SIGN untuk
sindrom koroner akut menyatakan bahwa tidak ada bukti bahwa pemberian rutin
oksigen ke semua pasien dengan akut sindrom koroner meningkatkan hasil klinis
atau mengurangi infark . Pedoman SIGN memberikan kelas D direkomendasi
bahwa oksigen harus diberikan untuk pasien dengan hipoksemia, edema paru atau
melanjutkan iskemia miokard. Dewan Pedoman Eropa Resusitasi untuk
pengelolaan sindrom koroner akut pada tahun 2005 direkomendasikan
penggunaan oksigen tambahan pada 4-8 l / min (perangkat tidak ditentukan) untuk
pasien dengan saturasi oksigen arteri, 90% dan / atau congestion. Paru pedoman
yang diakui kurangnya bukti manfaat bagi pasien non-hypoxaemic tapi oksigen
tambahan direkomendasikan dalam kasus yang belum diakui hipoksemia.
Situasi ini mungkin berlaku dalam pra-rumah sakit tersebut tapi tidak di
rumah sakit.

Oleh karena Kerterbatasan tersebut, menunjukan bukti yang

mendukung saran bahwa dokter harus bertujuan memberikan saturasi oksigen


normal atau mendekati normal di pasien dengan infark miokard, sindrom koroner
akut dan nyeri dada yang mencurigakan dari penyakit arteri koroner. Target
oksigen 94-98% akan memenuhi semua tujuan ini, dan penelitian lebih lanjut
tentang topik ini harus diprioritaskan karena ini adalah masalah medis umum dan
ada sedikit bukti. Kebanyakan 999 panggilan ke layanan ambulans karena nyeri
dada saat diobati dengan konsentrasi tinggi oksigen sesuai dengan Joint Royal
Colleges Ambulans Liaison Committee (JRCALC) guidance.Namun, sebagian

30

besar pasien tersebut memiliki diagnosis akhir nyeri dada terdiferensiasi daripada
arteri koroner akut Sindrom dan kebanyakan pasien dengan nyeri dada dibedabedakan yang normoxaemic. Manajemen klinis yang sangat besar terhadap
jumlah pasien karena itu akan berubah setelah pengenalan pedoman ini.
Rekomendasi
Dalam infark miokard dan sindrom koroner akut, bertujuan pada saturasi oksigen
94-98% atau 88-92% jika pasien berisiko gagal napas hiperkapnia. [kelasD]
8.13.2 Stroke
Di masa lalu pemberian oksigen tambahan untuk semua pasien stroke
mencoba untuk meningkatkan oksigenasi otak. Namun, hanya ada satu uji coba
secara random oksigen pada terapi stroke. Hasilnya tidak ditemukan perbedaan
dalam 1 tahun kelangsungan hidup seluruh kelompok pasien dengan stroke dan
tidak ada perbedaan kelangsungan hidup untuk pasien dengan stroke yang lebih
parah.

Namun,

bagi

penderita

stroke

ringan

atau

sedang,

1-tahun

kematian adalah 18% pada kelompok yang diberikan oksigen dan 9% di


kelompok yang diberi udara (OR 0,45; 95% CI 0,23-0,90, p = 0,023). Berdasarkan
sebagian besar pada hasil uji coba ini, Royal College of Pedoman Stroke Dokter
menyarankan agar saturasi oksigen harus dipertahankan dalam rentang normal
pada pasien dengan stroke. Disarankan bahwa pasien stroke harus menerima
oksigen tambahan hanya jika pengobatan ini diperlukan untuk mencapai saturasi
oksigen 94-98% (88-92% untuk pasien dengan risiko COPD atau risiko lain dari
pernafasan asidosis). Ada juga beberapa diskusi mengenai optimal posisi tubuh
untuk pengelolaan pasien dengan stroke dan potensial hipoksemia. Sebuah
tinjauan sistematis menyimpulkan bahwa ada bukti jika duduk di kursi memiliki
efek yang menguntungkan dan posisi berbaring memiliki efek merusak pada
saturasi oksigen pada pasien dengan stroke akut dengan komorbiditas pernapasan,
tetapi pasien dengan stroke akut tanpa pernafasan komorbiditas dapat mengadopsi
posisi tubuh apapun. Penulis ulasan ini merekomendasikan bahwa orang dengan
stroke akut danpernapasan komorbiditas harus diposisikan setegak mungkin.

31

Rekomendasi
-Dalam stroke, pemberian saturasi oksigen 94-98% atau 88-92% jika pasien
berada pada risiko kegagalan pernapasan hiperkapnia.[Grade B]
8.13.3 Kegawatdarurat dalam Obsteri
Penggunaan oksigen telah direkomendasikan selama bertahun- tahun
khususnya pada obstetri kedaruratan dan, khususnya, untuk colleps terkait
perdarahan, emboli paru, eklampsia atau cairan ketuban emboli. Pre-eklampsia
parah dan eklampsia mungkin sesekali hadir dengan edema paru dan ini dapat
terjadi di periode antenatal atau setelah melahirkan. Masalah medis seperti
pneumonia atau akut eksaserbasi asma yang tidak biasa selama kehamilan.
Peripartum cardiomyopathy jarang tapi mungkin hadir dengan gagal jantung pada
periode postnatal. Trauma utama semakin umum, khususnya terkait dengan jalan
kecelakaan lalu lintas. Penggunaan oksigen selama kehamilan harus mengikuti
prinsip-prinsip umum sebagai penggunaan oksigen untuk pasien lain. Wanita
hamil yang menderita trauma berat atau hipoksemia berat harus dimulai pada
oksigen

konsentrasi

tinggi

melalui

nonrebreathing

sebuah

masker reservoir dan orang-orang dengan hipoksemia ringan dapat menggunakan


kanula nasal atau masker wajah yang sederhana atau Venturi masker untuk
mencapai saturasi oksigen 94-98% dalam banyak kasus. Jika Wanita tidak
terkirim adalah hypoxaemic, dia harus dikelola dengan memposisikan miring
lateral yang diterapkan. Hal ini akan meningkatkan output jantung dan juga dapat
memfasilitasi bernapas karena alasan mekanik. Oksigen umumnya diberikan
sebagai bagian dari perawatan selama bertahun-tahun pada kegawatdaruratan
kebidanan. Namun, disarankan bahwa, ketika oksigen diberikan selama kehamilan
atau persalinan, dokter harus bertujuan untuk mencapai normoxaemia (saturasi
94-98%). Terdapat bukti uji coba secara random yang menunjukkan bahwa ibu ''
hyperoxaemia '' bermanfaat bagi ibu atau janin. Sebuah tinjauan Cochrane
menemukan ada uji menangani penggunaan oksigen untuk kegawatan janin.
Namun, dua uji coba oksigen profilaksis tenaga kerja menemukan peningkatan
yang signifikan dalam kejadian asidosis darah tali pusat (pH, <7.20 atau [H +]>63

32

Nmol / l) pada kelompok oksigenasi (RR 3,5 (95% CI 1,34 untuk 9.19)).
Disarankan bahwa wanita hamil dengan bukti hipoksemia harus memiliki saturasi
oksigen darah mereka dipertahankan dalam batas normal (94-98%) menggunakan
tambahan oksigen yang diperlukan untuk mencapai efek ini. Hal ini berlaku
sebelum atau selama persalinan serta nifas. Penyebab hipoksemia ibu mungkin
termasuk trauma, sudah ada atau dengan kondisi medis serta komplikasi
kehamilan tertentu. Dalam semua situasi ini tujuannya harus normoxaemia
(saturasi 94-98%).
Rekomendasi
14. Wanita yang menderita trauma berat, sepsis atau penyakit akut selama
kehamilan harus menerima terapi oksigen yang sama seperti pada pasien sakit
parah yang lain, dengan saturasi oksigen sasaran dari 94-98%. Kisaran target yang
sama harus diterapkan untuk wanita dengan hipoksemia akibat komplikasi akut
kehamilan (misalnya, terkaiait dengan pecahnya ketuban embolus cairan,
eklampsia

atau

antepartum

atau

postpartum

perdarahan).

[KelasD]

15. Wanita dengan kondisi hypoxaemic mendasari (misalnya, gagal jantung) harus
diberikan tambahan oksigen selama persalinan untuk mencapai saturasi oksigen
dari 94-98%. [Kelas D]

16. Semua wanita dengan bukti hipoksemia yang lebih dari 20 minggu hamil
harus dikelola dengan meninggalkan kemiringan lateral meningkatkan curah
jantung.[Grade B]
17. Penggunaan oksigen selama persalinan tersebar luas tetapi ada bukti bahwa ini
mungkin berbahaya bagi janin. Penggunaan oksigen selama persalinan karena itu
Saat ini tidak dianjurkan dalam situasi di mana Ibu tidak hypoxaemic (kecuali
sebagai bagian dari controlled trial).[Grade A]
8.13.4 Kecemasan dan Hiperventilasi atau Pernapasan disfungsional
Banyak pasien yang datang ke rumah sakit dengan sesak napas yang
ditemukan tidak memiliki masalah cardiopulmonary dan banyak seperti pasien
33

memiliki diagnosis spesifik hiperventilasi, disfungsional pernapasan, saluran


napas bagian atas disfungsi atau panik serangan, kadang-kadang di samping asma
atau lainnya yang mendasari disorder pernapasan. Banyak pasien tersebut akan
memiliki saturasi oksigen normal tinggi 99% atau 100% dan jelas tidak
memerlukan terapi oksigen. Banyak nonhypoxaemic lainnya pasien akan datang
ke rumah sakit karena sesak napas akut yang tidak diketahui penyebabnya, dan
mayoritas pasien dengan tingkat pernapasan yang cenderung tinggi memiliki
penyakit organik. Dalam beberapa kasus penyelidikan sederhana akan
mengungkapkan diagnosis tertentu seperti pneumotoraks atau pneumonia atau
paru emboli, tetapi banyak kasus tetap tidak terdiagnosis. Sebuah kebijakan
memberikan oksigen tambahan jika saturasi turun di bawah 94% akan
menghindari mengekspos pasien dengan penyakit medis yang tidak terdiagnosis
dengan risiko hipoksemia sambil menghindari penggunaan yang tidak perlu
oksigen pada pasien dengan perilaku disfungsional atau sesak napas. Studi pada
relawan yang normal menunjukkan bahwa desaturasi kompensasi dapat terjadi tak
lama setelah sukarela hyperventilation. Ini berarti PaO2 dari 10 relawan laki-laki
meningkat dari 13,7 kPa (103 mm Hg) menjadi 18,6 kPa (140 mm Hg) selama
hiperventilasi tetapi jatuh ke titik nadir 7,8 kPa (58 mmHg) sekitar 7 menit setelah
penghentian hiperventilasi dan tidak menormalkan sampai setelah total 17 menit
dari observasi. Hal ini tidak diketahui apakah ini terjadi setelah hiperventilasi
patologis atau tidak, tapi fenomena ini bisa menyebabkan kebingungan jika harus
terjadi dalam keadaan darurat. Sebuah pengobatan tradisional untuk hiperventilasi
adalah meminta pasien untuk tunduk menghirup udara ulang dari kantong kertas
untuk menormalkan tingkat karbondioksida dalam darah. Namun, sudah
menunjukkan bahwa praktek ini dapat menyebabkan hipoksemia dengan
berpotensi berakibat fatal consequences. Rata-rata penurunan tekanan oksigen
selama rebreathing adalah 26 mm Hg (3,5 kPa) dan jatuhnya maksimum adalah 42
mm Hg (5,6 kPa). Pedoman ini tidak merekomendasikan rebreathing dari kantong
kertas dalam kasus hiperventilasi kecuali pasien telah terbukti memiliki hyperoxia
dan tingkat karbondoksida rendah, dan setiap pengobatan tersebut harus dipantau
dengan oksimetri dan dihentikan jika pasien harus desaturate.

34

Pasien dengan diagnosis pasti hiperventilasi harus memiliki saturasi


oksigen yang terpantau. Normal atau tinggi SpO2 tidak memerlukan terapi
oksigen. [Grade B].
Rebreathing
direkomendasikan

dari
sebagai

kantong

kertas

pengobatan

bisa

untuk

berbahaya
hiperventilasi.

dan
[kelas

tidak
C]

8.13.5 Keracunan Dengan Zat Selain Karbon Monoksida


Banyak racun dan obat-obatan dapat menyebabkan depresi pernapasan
atau jantung atau efek toksik langsung pada paru-paru. Pengobatan agen beracun
individu di luar lingkup pedoman ini. Pencegahan tertentu seperti nalokson harus
diberikan jika tersedia dan saturasi oksigen harus dipantau secara ketat. Oksigen
tambahan harus diberikan untuk mencapai target saturasi 94-98% menunggu hasil
analisis gas darah (88-92% jika pada risiko kegagalan pernapasan hiperkapnia).
Semua kasus serius berpotensi menimbulkan keracunan harus dipantau di
lingkungan tingkat 2 atau tingkat 3 (unit ketergantungan tinggi atau unit
perawatan intensif). Tiga tipe tertentu cedera paru pantas disebutkan secara
khusus. Oksigen diketahui berbahaya bagi pasien dengan keracunan paraquat, dan
oksigen mempotensiasi cedera paru bleomycin. Karena risiko ini, oksigen harus
diberikan kepada pasien dengan kondisi ini hanya jika saturasi oksigen turun di
bawah 90%. Beberapa penulis telah menyarankan penggunaan ventilasi hipoksia
dengan 14% oksigen sebagai pengobatan khusus untuk paraquat poisoning.
Cedera paru bleomycin bisa diperkuat oleh dosis tinggi terapi oksigen, bahkan
jika diberikan beberapa tahun setelah pengobatan paru-paru awal. Oleh karena itu
disarankan bahwa oksigen dosis tinggi harus dihindari pada pasien dengan
kemungkinan induksi bleomycin cedera paru dan berbagai sasaran saturasi
oksigen yang lebih rendah harus diterima (misalnya, 88-92%). Ada bukti dari
percobaan hewan bahwa oksigen mungkin mempotensiasi cedera paru dari
aspirasi asam . Efeknya pada manusia belum diketahui sehingga pasien dengan
inhalaton asam harus punya target dewasa biasa dengan kisaran saturasi sebesar

35

94-98%, tetapi akan muncul kebijaksanaan untuk tujuan target pasien dan uji
klinis pada manusia yang sangat jelas diperlukan.
Rekomendasi
Dalam kebanyakan keracunan, bertujuan pada saturasi oksigen 94-98%.
[Kelas D]
Dalam keracunan oleh paraquat dan bleomycin, pemberian saturasi 88-92%.
[Kelas D]
8.13.6 Metabolik, Endokrin Dan Gangguan Ginjal
Banyak gangguan metabolisme dan ginjal dapat menyebabkan asidosis
metabolisme yang meningkatkan laju pernapasan, tubuh mencoba untuk
memperbaiki asidosis dengan peningkatan ekskresi karbondioksida melalui paruparu. Meskipun pasien ini memiliki takipnea, mereka biasanya tidak mengeluh
sesak napas dan sebagian besar memiliki saturasi oksigen tinggi (kecuali ada coada paru atau Masalah jantung). Oksigen tambahan tidak diperlukan untuk
pasien tersebut kecuali saturasi oksigen berkurang. Seperti kasus yang berat,
oksigen harus diberikan untuk mempertahankan saturasi 94-98%.
Rekomendasi
Dalam kebanyakan gangguan metabolisme dan ginjal, bertujuan oksigen
kejenuhan 94-98%. [Kelas D]

36

Anda mungkin juga menyukai