Anda di halaman 1dari 84

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5.

, September 2012

ISSN : 2086-7719

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Jurnal

AgriSains
PENANGGUNGJAWAB
Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ketua Umum :
Dr. Ir. Ch Wariyah, MP
Sekretaris :
Awan Santosa, SE., M.Sc
Dewan Redaksi :
Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP
Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP
Dr. Ir Bambang Nugroho MP
Penyunting Pelaksana :
Ir. Wafit Dinarto, M.Si
Ir. Nur Rasminati, MP
Pelaksana Administrasi :
Gandung Sunardi
Hartini

Alamat Redaksi/Sirkulasi :
LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Jl. Wates Km 10 Yogyakarta
Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213
E-Mail : lppm.umby@yahoo.com

Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu
Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun.
Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan
baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai
dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling
lambat dua bulan sebelum terbit.

ii

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, Jurnal
Agrisains Volume 4, No. 5, September 2012 dapat diterbitkan. Redaksi mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pada penulis atas partisipasi untuk berbagi pengetahuan
dari hasil penelitian melalui publikasi di jurnal Agrisains. Dengan demikian desiminasi hasil
penelitian dapat dilakukan dengan baik. Artikel tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan IPTEKS.
Pada jurnal Agrisains edisi September 2012, disajikan beberapa hasil penelitian yang
berorientasi pada peningkatan ketahanan pangan utamanya di bidang peternakan dan
agroteknologi. Sesuai
dicanangkan

P2KP atau Program Peniningkatan Ketahanan

pemerintah,

artikel

di

bidang

Peternakan

dan

Pangan yang

Agroteknologi

dapat

diimplementasikan untuk meningkatkan sumber daya lokal.


Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel
dalam jurnal yang diterbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, agar penerbitan
mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak redaksi
mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, September 2012


Redaksi

iii

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar
Daftar Isi

iii
iv

ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI


PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON.......................................................1-16
GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY
FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT
Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)

POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK


SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM..............................................................17-34
Chatarina Wariyah
RESPON MACAM PUPUK DAN VARIETAS
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI DALAM S R I
(SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)...35-50
Bambang Sriwijaya
Anggit Bimanyu

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS


KONSENTRAT BROILER ....................................................................................................51-58
Niken Astuti
KORELASI ANTARA KADAR GLIKOGEN, ASAM LAKTAT,
pH DAGING DAN SUSUT MASAK DAGING DOMBA
SETELAH PENGANGKUTAN...............................................................................................59-70
Sri Hartati Candra Dewi
PERAN ABA DAN PROLINA DALAM MEKANISME ADAPTASI
TANAMAN BAWANG MERAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
DI TANAH PASIR PANTAI....................................................................................................71-78
F. Didiet Heru Swasono
PEDOMAN PENULISAN NASKAH..79

iv

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS


PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON

GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY


FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT
Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)
*) Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Peternakan (Fakultas Peternakan) Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta (Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung,
Bandar Lampung)
(Handphone:089631336577, email:sulastri_sekar@yahoo.com)
**) Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(Handphone:081328832260, email:profsumadi @yahoo.co.id)

ABSTACT
The research was conducted at Lestari farmer group located at Southern Metro
subdistrict, Metro city, Lampung province to study the effectivity of mass selection by estimating
genetic parameter for growth performance at birth, weaning, yearling and to study producing
ability of buck, does, male, and female individuals by estimating breeding value (BV) and Most
Probable Producing Ability (MPPA). Recording of pedigree and growth performance of 260
heads of 10 bucks were used to estimate heritability and genetic correlation value, that of 78
does to estimate repeatability value. Survey method were used in this research. Variables
observed were body weight and body measurement (body length, body height, chest girth, hip
height, ear length, and ear width). Heritability value were estimated by variance analysis of
halfsib correlation method, repeatability value by variance analysis of intraclass correlation
method, genetic correlation by covariance analysis of halfsib correlation. Heritability and
ripitability value were medium, genetic correlation value were positive and medium grade.
Heritability and ripitability for yearling weight 0,180,01 and 0,190,04, respectively. Buck
number II (absolute BV 29.91 kg), male goat number II.21 (absolute BV 29.35 kg), female goat
number II.16 (absolute BV 26.15 kg), doe number 21 (MPPA 29,14 kg). Its conclusion that mass
selection were effetive to improve growth performance, bucks and does possessing high
production ability transmitted their genetic to their offspring.
Key words: Heritability, Repeatability, Breeding Value, Most Probable Producing Ability

PENDAHULUAN

juga dengan nama kambing Jawarandu

Kambing Rambon merupakan hasil

atau Bligon. Penampilan kambing Bligon

persilangan antara kambing Peranakan

lebih

Etawah (PE) jantan dengan Kacang betina

(Hardjosubroto, 1994; Devendra dan Burns;

sehingga

1994;

kandungan

genetik

kambing

mirip

dengan

Batubara

kambing
et

al.

Kacang
2009).

Kacang dalam kambing Rambon lebih tinggi

Kambing Rambon banyak dipelihara

daripada kambing PE (Djajanegara dan

masyarakat Kecamatan Metro Selatan, Kota

Misniwaty, 2005). Kambing Rambon dikenal

Metro, Provinsi Lampung. Keunggulannya


1

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

terletak pada pertumbuhannya yang cepat

penduga secara maksimum kemampuan

dan tingkat kesuburannya tinggi. Kedua

berproduksinya

sifat tersebut diwariskan oleh kambing

berdasarkan

Kacang. Postur tubuhnya yang lebih tinggi

sudah ada (Hardjosubroto, 1994). Kedua

daripada kambing Kacang merupakan hasil

nilai tersebut merupakan digunakan untuk

pewarisan

dari

PE.

evaluasi kemampuan berproduksi ternak.

Kambing

Rambon

diminati

Ternak jantan dan betina dewasa dengan

pedagang daging karena harga kambing

kemampuan berproduksi tinggi diharapkan

per berat hidup

memiliki kemampuan untuk mewariskan

tubuh

kambing

sangat

murah namun harga

dagingnya sama dengan bangsa kambing

seekor

catatan

hewan

betina

performans

yang

keunggulannya pada keturunannya.

lainnya.
Penjualan dan pemotongan kambing
Rambon

yang

tinggi

di

Kota

MATERI DAN METODA

Metro

MATERI

dikhawatirkan dapat menurunkan populasi

Penelitian

dilakukan

pada

bulan

dan produksi daging kambing karena tidak

Januari sampai Mei 2012 di Kecamatan

adanya

Metro

program

pemuliabiakan

pada

Selatan,

Kota

Provinsi

penelitian

berupa

kambing Rambon. Program pemuliabiakan

Lampung.

ternak kambing dapat dilakukan melalui

recording kambing Rambon milik kelompok

seleksi

perkawinan.

tani Lestari di Kecamatan Metro Selatan

Seleksi merupakan program pemuliabiakan

yang meliputi silsilah, tanggal lahir, umur

yang efektif

apabila parameter genetik

induk saat melahirkan, tipe kelahiran ternak,

(heritabilitas,

ripitabilitas,

jenis kelamin individu, berat lahir, berat

atau

pengaturan

dan

korelasi

Materi

Metro,

genetik) suatu sifat berkisar antara sedang

sapih,

sampai tinggi. Sifat yang ekonomis pada

Catatan pertumbuhan 260 ekor anak dari

kambing

10 ekor pejantan digunakan untuk estimasi

Rambon

adalah

performans

pertumbuhan.

dan

berat

setahunan

kambing.

heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat,

Seleksi ternak jantan dewasa, individu

masing-masing

dengan

analisis

jantan dan betina muda dapat dilakukan

keragaman dan peragam metode korelasi

berdasarkan Nilai Pemuliaan (NP). Seleksi

saudara tiri sebapak. Catatan pertumbuhan

induk dilakukan berdasarkan nilai Most

dari 78 ekor induk yang sudah mengalami 3

Probable Producing Ability (MPPA). Nilai

sampai 6 kelahiran

Pemuliaan adalah penilaian terhadap mutu

estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi

genetik ternak untuk sifat tertentu yang

dalam kelas.

diberikan

dasar

datanya digunakan untuk estimasi adalah

populasi

kambing yang lahir dari tahun 2007 sampai

secara

kedudukannya

di

relatif

atas

dalam

(Hardjosubroto, 1994). Nilai MPPA adalah

digunakan untuk

Kambing-kambing yang

2010.
2

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Peubah yang diamati meliputi berat


lahir (BL) dan ukuran-ukuran tubuh saat

Nilai

FKTL=

ukuran tubuh saat sapih (UTS), berat

saat umur setahun (UTSt). Ukuran-ukuran


tubuh yang diamati meliputi tinggi badan

diperoleh

dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

lahir (UTL), berat sapih (BS) dan ukuransetahunan (BSt) dan ukuran-ukuran tubuh

FKTL

X TT
X TK

Keterangan: X TT = Rata-rata BL/BS/BSt/UT


tipe kelahiran tunggal,

X TK =

Rata-rata

BL/BS/BSt/UT tipe kelahiran kembar dua.

(TB), panjang badan (PB), lingkar dada


(LD), tinggi pinggul (TP), panjang telinga
(PT), dan lebar lebar telinga (LT).

Nilai FKUI (Tabel 2) diperoleh dengan


rumus sebagai berikut:

Koreksi Data Performans Pertumbuhan


Data-data

berat

ukuran-ukuran
penyesuaian

badan

tubuh
terhadap

dan

dilakukan

beberapa

faktor

untuk memperoleh berat badan dan ukuranukuran

tubuh

terkoreksi

menggunakan
rekomendasi
Penyesuaian

X PS(60) =

X P(60)
X P(n)

Rata-rata

BS/UTS

yang

induknya berumur 60 bulan pada saat


melahirkan.

dengan

rumus-rumus

sesuai

Hardjosubroto

(1994).

dilakukan

FKUI =

terhadap

jenis

kelamin jantan melalui faktor koreksi jenis

X PS(n) = Rata-rata BS/UTS cempe saat

sapih yang induknya berumur n bulan


(n=12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 72 bulan)
Nilai FKUI terdapat padaTabel 3 .
Data berat lahir terkoreksi (BLT)

kelamin (FKJK), terhadap tipe kelahiran


tunggal melalui faktor koreksi tipe kelahiran
tunggal (FKTL), dan umur induk 5 tahun (60
bulan) dengan melakui faktor koreksi umur

dan

ukuran-ukuran

tubuh

terkoreksi (UTLT) dihitung

saat

lahir

dengan rumus

sebagai berikut:

induk (FKUI).
a. BLT=(BL)(FKJK)(FKTL)
Nilai FKJK (Tabel 1) diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

FKJK =

BL=berat

lahir, FKJK=faktor koreksi

X jantan

jenis kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe

X betina

kelahiran

Keterangan: X jantan =Rata-rata BL/BS/BSt/UT


kambing

Keterangan: BLT=berat lahir terkoreksi,

jantan,

X betina =

BL/BS/BSt/UT kambing betina.

Rata-rata

b. UTLT=(UTL)(FKJK)(FKTL)
Keterangan:UTLT=ukuran-ukuran tubuh
saat lahir terkoreksi, UTL= ukuran tubuh
saat lahir.
3

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Data berat setahunan terkoreksi


Data berat sapih terkoreksi (BST)

(BStT) dan ukuran-ukuran tubuh saat umur

dan ukuran-ukuran tubuh saat sapih (UTST)

setahun

terkoreksi dihitung

dengan rumus-rumus sebagai berikut:

dengan rumus-rumus

terkoreksi (UTStT)

sebagai berikut:

BSt - BS
x245 (FKJK)
TW

a. BStT = (BS +

a.

BS - BL
x120 (FKJK)(FKT
L)(FKUI)
US
Keterangan : BST=berat sapih terkoreksi,

Keterangan

BST = (BL+

terkoreksi,

BS=berat sapih, FKJK=faktor koreksi jenis

BStT=berat

setahunan,

FKJK=faktor koreksi jenis

kelamin,

waktu

antara

penimbangan BSt dengan

FKUI=faktor koreksi umur induk

setahunan

BSt=berat

TW=tenggang

kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe kelahiran

dihitung

umur

BS

b.

b.
UTS- UTL
UTST= (UTL+
x120(FKJK)(FKT
L)(FKUI)
US
Keterangan: UTST=ukuran tubuh saat sapih

UTSt - UTS
x245 (FKJK)
TW
UTStT=ukuran tubuh saat

UTStT = (UTS +

Keterangan:
umur

terkoreksi, UTS=ukuran tubuh saat sapih

setahun

terkoreksi,

UTSt=ukuran

tubuh saat umur setahun


Tabel 1. Faktor koreksi jenis kelamin untuk berat badan dan
ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir, sapih, dan setahunan
No. Sifat

Performans pertumbuhan
Lahir

Sapih

Setahunan

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina


1

Berat badan

1,00

1,02

1,00

1,04

1,00

1,06

Panjang badan

1,00

1,03

1,00

1,06

1,00

1,09

Tinggi badan

1,00

1,03

1,00

1,06

1,00

1,09

Lingkar dada

1,00

1,03

1,00

1,05

1,00

1,08

Tinggi pinggul

1,00

1,02

1,00

1,05

1,00

1,08

Panjang telinga 1,00

1,05

1,00

1,02

1,00

1,02

Lebar telinga

1,02

1,00

1,02

1,00

1,03

1,00

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 2. Faktor koreksi tipe kelahiran untuk berat badan dan


ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir dan sapih
No. Sifat

Performans pertumbuhan
Lahir

Sapih

Tunggal Kembar dua Tunggal Kembar dua


1

Berat badan

1,00

1,10

1,00

1,14

Panjang badan

1,00

1,14

1,00

1,16

Tinggi badan

1,00

1,13

1,00

1,15

Lingkar dada

1,00

1,14

1,00

1,17

Tinggi pinggul

1,00

1,12

1,00

1,15

Panjang telinga

1,00

1,02

1,00

1,04

Lebar telinga

1,00

1,03

1,00

1,04

Estimasi heritabilitas
Data

performans

terkoreksi

S.E(h S2 ) = 4

2(1 - t)2 (1 + (k - 1)t)2


k(k - 1)(S - 1)

dikelompokkan berdasarkan kelompok tetua


jantan

untuk

melakukan

estimasi

t=korelasi

kelas

(intraclass

correlation)

heritabilitas dengan analisis keragaman


metode korelasi saudara tiri sebapak sesuai
rekomendasi Becker (1992). Data yang

dalam

t=

s2
2s + 2w

diperoleh dianalisis dengan model statistik:


Yik = + i + eik (Yik =mean,

i =pengaruh

pejantan ke-i, eik =simpangan genetik dan


lingkungan
dalam

yang

kelompok

memengaruhi

individu

pejantan).

Seluruh

pengaruh bersifat acak, normal, dengan


harapan nol.
Estimasi

Estimasi ripitabilitas
Data dikelompokkan per paritas per
induk untuk menghitung estimasi ripitabilitas
dengan metode intraclass correlation sesuai
rekomendasi Becker (1992). Data yang
diperoleh
matematik:

heritabilitas

dihitung

dengan

rumus:
4 2
h = 2 s 2
s + w
2
s

dianalisis

dengan

model

Ykm = + k + km (Ykm=Hasil

pengamatan ke-m pada individu ke-k,


=rata-rata

performans

populasi,

k=pengaruh individu ke-k, ekm=pengaruh


lingkungan

tidak

terkontrol).

Estimasi

ripitabilitas (R) dihitung dengan rumus:


Salah baku (standard error) estimasi
heritabilitas dihitung dengan rumus:

R=

2W
2W + 2E

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

Standard error (S.E.)


estimasi

ripitabilitas

atau salah baku


dihitung

dengan

rumus:

ISSN : 2086-7719

Nilai Pemuliaan absolut (NP) anak


jantan dan betina pada umur tertentu
dihitung

rumus

sesuai

rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai

2(1 - R) 2 (1 + (k - 1)R)2
k(k - 1)(N - 1)

S.E. (R) =

dengan

berikut:
NP = (h 2 (P - P)) + P

Estimasi korelasi genetik


Data

dua

dikelompokkan
menghitung

sifat

masing-masing

per

tetua jantan

estimasi

korelasi

untuk

genetik.

Keterangan

: NP = Nilai Pemuliaan, h2 =

heritabilitas berat badan, P=berat badan


individu, P =rata-rata berat badan populasi.

dengan analisis keragaman metode korelasi


saudara tiri sebapak sesuai rekomendasi
Becker (1992).
stimasi korelasi genetik (rG) dihitung
dengan rumus:
rG =

4cov S
(4S(X) 2 )(4S(Y) 2 )

Kemampuan

berproduksi

induk

nilai

(Most

diestimasi

dengan

Probable

Producing

MPPA

Ability)

absolut

berdasarkan berat setahunan anak dihitung


dengan

rumus

sesuai

rekomendasi

Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:


MPPA = ( 1+ (nnr-1)r (P - P)) + P

Rumus standard error (S.E.) atau salah

Keterangan: n =jumlah

pengukuran

per

baku korelasi genetik (rG):


induk, r=ripitabilitas berat badan, P =rataS.E.(rG ) =

var(rG )

Estimasi kemampuan berproduksi

rata berat setahunan anak per induk,


P =rata-rata berat setahunan populasi

Kemampuan berproduksi yang


diestimasi antara lain nilai pemuliaan (NP)
absolut pejantan berdasarkan berat
setahunan anak dengan rumus sebagai

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Estimasi Heritabilitas Berat Badan dan
Ukuran-Ukuran Tubuh

berikut:
NP = (

nh 2
(P - P)) + P
1 + (n - 1)h 2

Keterangan:
NP= Nilai Pemuliaan, n =jumlah anak per
pejantan, h2=heritabilitas berat setahunan,
P =rata-rata berat badan anak per pejantan,

P =rata-rata berat badan populasi

Estimasi heritabilitas dan ripitabilitas


berat lahir dan ukuran-ukuran tubuh pada
saat lahir paling rendah, namun meningkat
pada performans saat sapih, dan semakin
meningkat lagi pada performans umur
setahun (Tabel 4). Estimasi parameter
genetik termasuk kelas sedang

apabila

nilainya 0,10 sampai dengan 0,30 (Warwick


et al., 1990).
6

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 4. Performans pertumbuhan kambing Rambon dan nilai heritabilitas dan ripitabilitas
masing-masing sifat
No
.

Performans

Rata-rata

Parameter genetik

pertumbuhan
Heritabilitas

Lahir
a. Berat lahir

2,360,98 kg

0,140,07

0,190,03

b. Tinggi badan

20.122,03 cm

0,130,03

0,150,02

c. Panjang badan

20.222,88 cm

0,160,01

0,190,08

d. Lingkar dada

23,232,01 cm

0,150,06

0,120,01

e. Tinggi pinggul

22.012,02 cm

0,150,02

0,130,01

f. Panjang telinga

8,121,61 cm

0,100,03

0,120,01

4,700,145 cm

0,110,05

0,100,03

g. Lebar telinga
Jumlah ternak
2

286 ekor

Sapih
a. Berat sapih

10,561,78 kg

0,220,08

0,250,09

b. Tinggi badan

34,793,02 cm

0,230,00

0,240,06

c. Panjang badan

37,993,02 cm

0,210,07

0,250,09

d. Lingkar dada

36,113,77 cm

0,220,02

0,250,08

e. Tinggi pinggul

38,223,77 cm

0,230,14

0,260,09

f. Panjang telinga

12,161,90 cm

0,110,00

0,160,02

7,880,11 cm

0,120,02

0,150,04

g. Lebar telinga
Jumlah ternak
3

286 ekor

Setahun
a. Berat setahunan

27,882,33 kg

0,230,07

0,300,08

b. Tinggi badan

53,352,01 cm

0,240,08

0,270,09

c. Panjang badan

52,993,01 cm

0,210,05

0,300,05

d. Lingkar dada

56,623,34 cm

0,220,02

0,240,05

e. Tinggi pinggul

49,344,46 cm

0,230,05

0,280,08

f. Panjang telinga

16,322,02 cm

0,110,02

0,140,05

8,342,00 cm

0,120,03

0,150,04

g. Lebar telinga
Jumlah ternak

Heritabilitas
pertumbuhan

Ripitabilitas

pada

286 ekor

performans

untuk ditingkatkan melalui seleksi. Seleksi

seluruhnya termasuk kelas

pada performans pertumbuhan saat lahir

sedang sehingga sifat-sifat tersebut efektif

mengakibatkan dystocia

sehingga tidak
7

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

dianjurkan (Hamed et al., 2009; Warwick et

(Beyleto et al., 2010), pada kambing

al.,

Boerawa G1 0,25 yang diestimasi dengan

1990).

Heritabilitas

performans

pertumbuhan paling rendah dibandingkan

metode hubungan saudara tiri sebapak

pada saat sapih dan umur setahun karena

Dakhlan and Sulastri, 2006) dan 0,19 yang

sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor

diestimasi dengan metode regresi induk-

maternal yang diberikan induk pada saat

anak

fetus berada

pada kambing Boer (Zhang et al., 2009).

dalam kandungan induk

(Mandal et al., 2006; Yang et al., 2009).


Beberapa

peneliti

(Sulastri dan Qisthon, 2007), 0,22

Berat sapih merupakan indikator

melaporkan

potensi pertumbuhan individu yang baik,

bahwa estimasi berat lahir 0,19 pada

produksi susu induk yang baik, dan sifat

kambing Boer (Zhang et al., 2008), 0,17

keindukan yang baik (Hamed et al. , 2009).

pada kambing Boer (Zhang et al., 2009),

Seleksi pada sifat pertumbuhan saat sapih

0,80 pada kambing Boerawa (Beyleto et al.,

juga mernghasilkan peningkatan fertilitas,

2010), 0,30 pada kambing Kacang, 0,27

kesuburan, ketahanan hidup cempe dari

pada kambing Boer (Elieser, 2012), panjang

lahir sampai sapih, dan ketahanan hidup

badan, tinggi badan, dan lingkar dada pada

induk

saat lahir

menyapih anaknya (Zhang et al., 2009).

pada kambing Boer

masing-

masing 0, 14, 0,24 dan 0,25 (Zhang et al.,


2008)
pada

dari

Keragaman
merupakan

Estimasi heritabilitas berat sapih

lingkungan

beberapa

performans

bangsa

kambing

juga

masa

bagian

perkawinan

sampai

maternal

yang

dari

keragaman

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

saat

sapih

dilaporkan termasuk kelas sedang bahkan

sehingga

tinggi.

kriteria seleksi yang tepat. Performans

Heritabilitas

pertumbuhan

sedang

pertumbuhan umur 24 minggu (6 bulan)

menunjukkan bahwa korelasi antara penotip

merupakan kriteria seleksi yang lebih tepat

dengan genetik berderajat sedang sehingga

daripada berat sapih karena performans

performans
untuk

yang

performans
bernilai

berat sapih bukan merupakan

pertumbuhan

menduga

mutu

cukup

akurat

pertumbuhan pada umur 24 minggu sudah

genetik

ternak

tidak dipengaruhi oleh faktor maternal (Das

(Warwick et al., 1990; Al-Shorepy, 2001).


Beberapa

melaporkan

Estimasi heritabilitas panjang dan

bahwa estimasi heritabilitas berat sapih

lebar telinga saat lahir, sapih, dan umur

kambing Kacang dengan metode hubungan

setahun termasuk kelas sedang tetapi lebih

saudara tiri sebapak 0,36 (Elieser, 2012),

rendah daripada heritabilitas berat badan

pada kambing Boerawa dengan metode

dan ukuran-ukuran tubuh lainnya.

hubungan saudara tiri sebapak 0,30, dan

tersebut menunjukkan bahwa seleksi tidak

dengan

efektif dilakukan terhadap ukuran telinga.

metode

peneliti

et al., 2005).

pola

tersarang

0,63

Hal

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

Panjang

dan

lebar

telinga

bukan

ISSN : 2086-7719

lingkungan

yang

merupakan sifat ekonomis tetapi menjadi

berpengaruh

salah satu ciri yang menandai karakteristik

induk.Tingginya

suatu bangsa atau rumpun.

temporer

Estimasi heritabilitas
dan

ukuran-ukuran

berat badan

tubuh

saat

secara

langsung

terhadap

penotip

keragaman

tersebut

lingkungan

menutup

keragaman

genetik total dan lingkungan permanen.

umur

Estimasi

ripitabilitas

setahun lebih tinggi daripada saat sapih dan

performans

lahir. Semakin meningkatnya umur kambing

semakin meningkat karena cempe-cempe

terjadi penurunan hubungan antara induk

sudah mulai belajar makan sendiri dan

dengan

performans

sudah tidak sepenuhnya tergantung pada

pertumbuhan yang terukur merupakan hasil

induk seperti pada saat masih dalam

ekspresi genetik aditif individu itu sendiri

kandungan induk. Hal tersebut menurunkan

(Das et al, 2005; Mohammadi et al., 2012).

keragaman lingkungan temporer sehingga

cempe

sehingga

semakin
Estimasi Ripitabilitas Berat Badan
dan Ukuran-Ukuran Tubuh
Estimasi

pertumbuhan

pada

meningkatkan

saat

sapih

pengaruh

keragaman genetik total dan lingkungan


permanen.

ripitabilitas

performans

Estimasi ripitabilitas tertinggi dicapai

pertumbuhan kambing Rambon termasuk

pada saat umur setahun karena keragaman

kelas

menunjukkan

lingkungan temporer yang berpengaruh

peningkatan seiring dengan meningkatnya

hanya berasal dari lingkungan eksternal

umur kambing (Tabel 4). Hal tersebut

dan

disebabkan

keragaman lingkungan yang berasal dari

sedang

dan

oleh

keragaman

semakin

lingkungan

rendahnya

temporer

yang

sudah

tidak

dipengaruhi

oleh

induk. Rendahnya keragaman lingkungan

berpengaruh terhadap keragaman penotipik

temporer

seiring

umur

keragaman genetik total dan keragaman

kambing. Keragaman lingkungan temporer

lingkungan permanen yang berakibat pada

terbesar

performans

meningkatnya nilai ripitabilitas. Keragaman

pertumbuhan saat lahir karena cempe yang

genetik total tersebut meliputi keragaman

masih

sangat

genetik aditif, dominan, dan epistasis yang

dipengaruhi oleh keragaman lingkungan

diwariskan dari induk dan tetrua jantan

temporer

dengan proporsi masing-masing separuh

dengan

meningkatnya

terdapat
dalam

yang

pada

tahapan

berasal

fetus

dari

induk.

Keragaman

lingkungan

maternal

memperbesar

keragaman

lingkungan

semakin

meningkatkan

bagian.
Peneliti

lain

melaporkan
berat

bahwa

temporer karena induk juga dipengaruhi

estimasi

ripitabilitas

oleh keragaman lingkungan temporer yang

populasi

kambing

antara lain berasal dari pakan dan kondisi

(Faruque et al., 2010), kambing Boer 0,20

Black

lahir

pada

Bengal

0,47

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

(Das et al., 2005), pada kambing PE 0,41

metode korelasi dan 0,40 dengan metode

yang diestimasi dengan metode korelasi

regresi (Elieser,2012). Estimasi ripitabilitas

dalam kelas dan 0,49 yang diestimasi

berat setahunan kambing Boerawa yang

dengan

kelas

diestimasi dengan metode korelasi dalam

(Sulastri et al., 2002), kambing Kacang 0,44

kelas maupun antar kelas sama-sama 0,30

dengan metode korelasi dan 0,45 dengan

(Beyleto et al., 2010), 0,28 (Oktora et al.,

metode regresi (Elieser, 2012), 0,80 apabila

2006).

metode

korelasi

antar

diestimasi dengan metode korelasi dalam


kelas dan 0,42 apabila diestimasi dengan

Nilai

metode korelasi antar kelas (Beyleto et al.,

Berdasarkan Berat Setahunan Anak

2010).

Pemuliaan

Absolut

Pejantan

Estimasi ripitabilitas berat sapih

Pejantan Rambon terbaik adalah

kambing Boer 0,18 (Das et al., 2005),

nomor II (NP absolut 29,91 kg) seperti

kambing Boerawa G1, 0,45 yang diestimasi

terdapat pada Tabel 5. Pejantan dengan NP

dengan metode korelasi dalam kelas dan

absolut

0,13

separuh nilai pemuliaannya kepada anak-

yang

diestimasi

dengan

metode

korelasi antar kelas (Sulastri dan Qishon .,


2009),

kambing

Kacang

0,30

tertinggi

tersebut

mewariskan

anaknya dan separuh bagian lainnya.

dengan

Tabel 5 Sepuluh ekor individu dengan Nilai Pemuliaan absolut berat setahunan terbaik dan
MPPA berat setahunan terbaik
Ranking No.

NP

pejantan (kg)

No.

NP

No.

NP

No.

individu

(kg)

individu

(kg)

induk (kg)

jantan

MPPA

betina

II

29,91

II.21

29,35

II.16 26,15

21

29,14

III

29,85

II.17

29,33

I.23 26,03

47

28,68

29,80

V.21

29,35

II.8 25,98

50

28,57

29,67

X.9

28,37

V.4 25,97

61

28,42

VI

29,59

III.21

28,35

VI.3 25,95

40

28,39

VIII

29,54

V.5

27,94

II.22 25,94

78

28,30

IX

29,08

VII.14

27,93

IV.1 25,93

51

28,26

VII

29,03

VII.1

27,92

VI.19 25,93

66

28,22

IV

28,95

II.12

27,91

II.9 25,92

28,17

10

28,76

II.2

27,90

VI.4 25,91

25

28,16

10

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

Anak-anak jantan dan betina yang


dihasilkannya

juga

menunjukkan

NP

absolut berat setahunan tertinggi baik pada

ISSN : 2086-7719

kambing Boerka betina yang melahirkan


cempe BC (backcross) Boer sebesar +0,78
kg (Elieser, 2012).

anak jantan maupun anak betina. Anak


jantan dan betina dari pejantan nomor II
merupakan

individu-individu

Estimasi Korelasi Genetik Berat Badan

dengan

dan Ukuran-ukuran Tubuh

dengan NP yang tinggi anak nomor II.21,

Korelasi genetik antara BL dengan

II.17, II.12, II.2 pada jantan dan II.16, II.8,

UTL, BS dengan UTS, dan BSt dengan

II.22, II,29 pada betina.

UTSt

menunjukkan

arah

positip

dan

berderajat tinggi sehingga menunjukkan


Nilai Most Probable Producing Ability
Induk

6).

Induk-induk yang memiliki nilai MPPA


berat setahunan absolut

hubungan yang erat antar peubah (Tabel

tinggi mampu

Hal tersebut disebabkan oleh karena

antar sifat-sifat pada umur yang sama


dikontrol oleh gen-gen yang sama pada

melahirkan cempe dengan berat setahunan

waktu

yang

bersamaan

yang lebih tinggi daripada berat setahunan

memperkecil

cempe yang dilahirkan induk-induk lain.

sebaliknya meningkatkan peragam genetik

peragam

sehingga

lingkungan

dan

Keturunan dari induk dengan nilai

aditif. Estimasi korelasi genetik aditif dan

MPPA berat setahunan absolut yang tinggi

penotipik pada performans pertumbuhan

dapat dipilih sebagai calon tetua karena

bernilai

anak-anak dari

menunjukkan tidak adanya antagonisme

berat

induk tersebut mewarisi

setahunan

yang

tinggi

dan

kemungkinan memiliki kemampuan yang


tinggi pula dalam mengulang prestasinya

positif

dan

tinggi

sehingga

antara sifat-sifat pertumbuhan pada saat


lahir (Zhang et al., 2008).
Berdasarkan

untuk menghasilkan berat setahunan anak

korelasi

yang tinggi pada setiap paritas.

peningkatan

arah

genetik
BS

dan

derajat

tersebut,

maka

maupun

BSt

dapat

Nilai MPPA dapat dihitung secara

ditempuh melalui seleksi terhadap ukuran-

relatif sehingga diperoleh nilai MPPA positif

ukuran tubuh pada tahap umur yang sama.

dan negatif. Nilai MPPA berat sapih relatif

Performans pertumbuhan saat lahir dengan

tertinggi pada kambing Kacang

saat sapih lebih erat daripada dengan

betina yang menghasilkan anak kambing

performans

Boerka-1 sebesar +1,75 kg, pada kambing

setahun. Hal tersebut disebabkan saat lahir

Kacang betina yang melahirkan cempe

dengan saat sapih memiliki kesamaan

Kacang sebesar +1,26 kg,

pengaruh keragaman maternal walaupun


dengan

pertumbuhan

kapasitas

yang

saat

umur

berbeda.

Keragaman non genetik yang berasal dari


11

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

maternal berpengaruh lebih besar terhadap

lingkungan

yang

lebih

kecil

sehingga

performans saat lahir daripada saat sapih.

menghasilkan peragam genetik aditif yang

Kesamaan tersebut menghasilkan peragam

lebih besar.

Tabel 6. Korelasi genetik antar performans pertumbuhan


Sifat 2
Lahir (L)
TBL
PBL
LDL
TPL
PjTlL
LbTlL
Sapih (S)
BS
TBS
PBS
LDS
TPS
PjTlS
LbTlS
Setahun (St)
BSt
TBSt
PBSt
LDSt
TPSt
PjTlSt
LbTlSt

BL

Sifat 1
BS

BSt

0.220.0
9
0.210.0
8
0.200.0
8
0.220.0
9
0.190.0
8
0.170.0
7
0,180,0
5
0,170,0
6
0,160,0
5
0,160,0
7
0,170,0
7
0,090,0
2
0,080,0
3
0,090,0
2
0.100.0
4
0.100.0
1
0.090.0
3
0.080.0
0
0.070.0
2
0.060.0
1

0,250,09
0,240,07
0,260,06
0,260,10
0,180,10
0,170,08

0,220,05
0,210,05

0,230,07

0,200,10

0,250,02

0,200,08

0,230,03

0,210,09

0,210,12

0,060,03

0,200,00

0,050,02

0,200,00
12

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Performans pertumbuhan saat umur

Korelasi genetik antara berat lahir dengan

setahun

sudah

oleh

berat sapih pada kambing Boerawa yang

keragaman non genetik yang berasal dari

diestimasi dengan metode pola tersarang

induk sehingga memperbesar peragam non

0,57, dengan metode korelasi saudara tiri

genetik antara performans pertumbuhan

sebapak 0,50, antara berat sapih dengan

saat lahir dengan saat umur setahun.

berat setahunan yang diestimasi dengan

Peragam

peragam

pola tersarang 0,60 dan dengan metode

lingkungan yang lebih besar mengakibatkan

hubungan saudara tiri sebapak 0,44, antara

rendahnya peragam genetik aditif antara

berat lahir dengan berat setahunan yang

performans pertumbuhan saat lahir dengan

diestimasi dengan pola tersarang 0,14 dan

saat umur setahun.

dengan metode hubungan saudara tiri

non

tidak

genetik

Estimasi
bernilai

positip

dipengaruhi

korelasi
dan

atau

genetik

yang

sebapak 0,21 (Beyleto et al., 2010).,

berderajat sedang

Estimasi korelasi genetik antara

antara sifat lahir dengan sapih maupun

berat sapih dengan berat setahunan pada

dengan setahunan

menunjukkan bahwa

kambing Boerawa yang diestimasi dengan

seleksi pada performans pertumbuhan saat

metode pola tersarang 0,60 dan dengan

lahir akan menghasilkan peningkatan pada

metode korelasi saudara tiri sebapak 0,44,

performans pertumbuhan saat sapih dan

antara berat lahir dengan berat setahunan

setahun.

performans

yang yang diestimasi dengan metode pola

pertumbuhan saat lahir tidak dianjurkan

tersarang 0,14 dan dengan metode korelasi

untuk

saudara tiri sebapak 0,21 (Beyleto et al.,

Seleksi

menghindari

terhadap

kejadian

dystocia

walaupun menghasilkan respons seleksi

2010).

berkorelasi pada performans pertumbuhan


saat sapih maupun setahunan.
Korelasi genetik antara berat lahir

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan

dengan panjang badan saat lahir 0,83,

disimpulkan

bahwa

seleksi

berat lahir dengan tinggi badan saat lahir

merupakan tindakan yang efektif untuk

0,88 , dan antara berat lahir dengan lingkar

meningkatkan

dada saat lahir 0,94 pada kambing Boer

pada kambing Rambon. Selain itu, pejantan

(Zhang et al., 2008), antara berat badan

dan induk dengan kemampuan berproduksi

umur 3 bulan dan 6 bulan pada kambing

tinggi mewariskan keunggulannya pada

Kacang 0,47 dan pada kambing Boer 0,64,

anak-anaknya.

performans

individu

pertumbuhan

antara berat badan umur 3 bulan dengan 12


bulan pada kambing Kacang 0,14 dan pada

DAFTAR PUSTAKA

Boer 0,23, antara nerat badan umur 6 bulan


dengan 12 bulan pada kambing Kacang
0,24 dan pada Boer 0,70 (Elieser, 2012).

Al-Shorepy, S. A. 2001.

Estimates of

genetic parameters for direct and


13

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

maternal effects on birth weight of

Devendra, C. dan M, Burns. 1994. Produksi

local sheep in United Arab Emirates,

Kambing di Daerah Tropis. Penerbit

Small Rumin. Res. 39 (2001), pp.

ITB.Bandung.

219224.
Djajanegara, A. dan A. Misniwaty. 2005.
Batubara,

A. M. Doloksaribu, dan

B.

Pengembangan

Tiesnamurti.

2009.

Potensi

dalam

keragaman

sumberdaya

genetik

masyarakat.

usaha

konteks

kambing

sosial-budaya

Lokakarya

Nasional

kambing lokal Indonesia. Lokakarya

Kambing Potong. Pusat Penelitian

Nasional

dan

Pengelolaan

dan

Perlindungan Sumber Daya Genetik


di

Indonesia:

untuk

Manfaat

Mewujudkan

Pengembangan

Bogor. Indonesia.

Ekonomi
Ketahanan

Nasional.

Elieser,

S.

2012.

Performan

Hasil

Persilangan antara Kambing Boer


dan

Becker, W. A. 1992. Manual of Quantitative


Genetics.

Peternakan.

Fifth

Edition.

Academic

Enterprises. Pullman. USA.

Kacang

sebagai

Dasar

Pembentukan Kambing Komposit.


Disertasi.
Fakultas

Program Pascasarjana.
Peternakan.

Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.


Beyleto, V. Y., Sumadi, dan T. Hartatik.
2010. Estimasi parameter genetik
sifat

pertumbuhan

Boerawa

di

kambing
Kabupaten

Tanggamus,Provinsi

Falconer, R. D. and T. F. C. Mackay. 1996.


Introduction

to

Genetics. Longman, Malaysia.

Lampung.

Buletin Peternakan Vol. 34(3):138144. Oktober 2010.

Faruque, S., S. A. Chowdhury, N. U.


Siddiquee, and M. A. Afroz. 2010.
Performance

Das, S. M., J.E.O Rege, and M. Shibre.


2005.

Phenotypic

Quantitative

and

parameters

and
of

genetic
economically

genetic

important traits of Black Bengal goat.

parameters of growth traits of

.J. Bangladesh Agril. Univ. 8(1): 67

Blended goats at Malya, Tanzania,

78, 2010 ISSN 1810-3030

http://www.ilri.cgiar.org/InfoServ/
Webpub/fulldocs/

Hardjosubroto,

W.

1994.

Aplikasi

AnGenResCD/docs/X5473B/X5473

Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.

B0J.HTM ( Diakses 10 Januari

PT Grasindo. Jakarta

2012).

14

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Haque,

N.,

S.

S.

Husain,

Khandoker and

M.A.M.Y.

A.S. Apu. 2012.

ISSN : 2086-7719

Purpose Goat composites: additive


and

non-additive

genetic

Selection of Black Bengal breeding

parameters, Small Rumin. Res. 72

bucks based on progeny growth

(2007), pp. 149156.

performance at nucleus breeding


flocks. Irials. September

2012.

Volume 1, Issue 4.

Oktora,

R.

2006.

genetik

Estimasi

sifat-sifat

kambing

parameter

pertumbuhan

Boerawa

di

Desa

Hamed, A., M. M. Mabrouk, I. Shaat, and S.

Campang,

Kecamatan

Gisting,

Bata. 2009. Estimation of genetic

Kabupaten

Tanggmus.

Skripsi.

parameters and some nongenetic

Fakultas

factors for litter size at birth and

Lampung. Bandarlampung.

Pertanian

Universitas

weaning and milk yield traits in


Zaraibi goats. Egyptian Journal of

Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto.

Sheep & Goat Sciences, Vol. 4 (2),

2002. Estimasi parameter genetik

2009, 55-64.

sifat-sifat

pertumbuhan

Peranakan
Mandal, A., F.W.C. Neser, P.K. Rout, R.
Roy

and

D.R.

di

Unit

Pelaksana Teknis Ternak Singosari,

2006.

Malang, Jawa Timur. Agrosains.

Estimation of direct and maternal

Volume 15 (3), September 2002.

(co)variance components for pre-

Program Pascasarjana. Universitas

weaning

Gadjah Mada. Yogyakarta

growth

Notter.

Etawah

kambing

traits

in

Muzaffarnagari sheep, Livest. Sci. 99


(2006), pp. 7989.
Mohammadi, H., M. M. Shahrebabak, and
H. M. Shahrebabak. 2012. Genetic
parameter estimates for growth traits

Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.


Hardjosubroto.

1990.

Pemuliaan

Ternak. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta

and prolificacy in Raeini Cashmere

Yang, C-Y., Zhang, Y. D-Q Xu, X Li, J. Sue

goats. Trop Anim Health Prod (2012)

and L-G. Yang. 2009. Genetic and

44:12131220 DOI 10.1007/s11250-

phenotypic parameter estimates for

011-0059-z

growth traits in Boer goat. Copyright


2009 Elsevier B.V. All rights

Mugambi, J. N.,

J.W. Wakhungu, B.O.

reserved

Inyangala, W.B. Muhuyi and T.


Muasya. 2007. Evaluation of the
performance of the Kenya Dual
15

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Zhang, C.Y., L.G. Yang and Z. Shen. 2008.

Zhang, C.Y., Y. Chang, De-Qing, Xiang Li,

Variance components and genetic

Jie Su, Li-Guo Yang. 2009. Genetic

parameters for weight and size at

and phenotypic parameter estimates

birth in the Boer goat, Livest. Sci.

for growth traits in Boer goat. Livest.

115 (2008), pp. 7379.

Sc. 124, 66 71.

16

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN


ALTERNATIF BERKALSIUM

Chatarina Wariyah
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri,
Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753
E-mail : chatarina_wariyah@yahoo.co.id
ABSTACT
Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) included in tubers that potential as carbohydrate
source. The problems in using kimpul as an alternative staple food are impractical, less
favored and their acrid taste. However, the calcium content ( Ca2+ ) of kimpul is low, while the
phosphorus (P) is quite high, the ideal ratio of Ca 2+/P in food to maintain of bone is 2/1. The
purpose of this research was to produce quick-cooking of calcium-fortified kimpul with high
acceptability. The research consists of 5 steps e.i. 1) processing of calcium-fortified quick
cooking kimpul with variations of slice size and heating time, 2) to evaluate the physical
properties (texture, color) of calcium-fortified quick cooking kimpul, 3) to determine the optimum
processing conditions based on the acceptability before and after cooking, and 4) to evaluate
the chemical properties (Ca2+ content, starch, moisture and ash) of calcium-fortified quick
cooking kimpul with high acceptability. The results showed that the processing of kimpul into
calcium-fortified quick cooking kimpul could produce high acceptability product. Specifically, the
larger slice size, the harder texture of the product. The preferred kimpul texture was that sliced
with size of 1.00 and 2.00 mm with heating time of 20 and 25 minutes. The colour of calciumfortified quick cooking kimpul was not significantly differences. The acceptable calcium-fortified
quick cooking kimpul was that processed with slice size of 1.00 - 2.00 mm and heating time of
20 minutes.
PENDAHULUAN

dengan

cara

memanfaatkan
Latar Belakang

yang

Saat ini ketahanan pangan nasional


masih

kurang

tangguh,

karena

masih

mengembangkan
keanekaragaman

ada.

Kimpul

dan
hayati

(Xanthosoma

sagittifolium) adalah sejenis umbiumbian


sumber karbohidrat yang sangat potensial.

mengandalkan beras dan terigu sebagai

Menurut

Sefa-Dedeh

et

al.

(2004),

makanan pokok. Beras masih menjadi

kandungan karbohidrat kimpul utamanya

komoditi

utama

pangan

nasional,

penopang

ketahanan

adalah pati yaitu sekitar 36%. Kimpul

karena

merupakan

merupakan tanaman yang mudah ditanam,

makanan pokok bagi mayoritas (95 persen)

sehingga

penduduk

sehingga

dikembangkan. Umumnya kimpul ditanam

ketergantungan pada negara lain masih

sebagai tanaman sela diantara tanaman

cukup

mengurangi

palawija lain atau di pekarangan. Umbi

ketergantungan pada negara lain, perlu

kimpul biasanya diolah secara sederhana

dilakukan diversifikasi makanan pokok dan

dengan dikukus,

upaya

sedikit

Indonesia,

besar.

peningkatan

Untuk

produksi

pangan

sangat

variasi

layak

direbus

dibuat

untuk

atau

dengan

berbagai

produk
17

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

olahan antara lain getuk, keripik, perkedel

(Linder,1991).

dan sebagainya (Anggarwulan et al., 2008).

jumlah penderita osteoporosis di Indonesia

Sebagai

karbohidrat,

saat ini sudah mencapai 19,7%. Dengan

produksi kimpul dapat mencapai 4-5 ton/Ha

bertambahnya usia harapan hidup dan

(Anonim, 2010), sehingga berpotensi untuk

jumlah wanita pramenopause, diperkirakan

dikembangkan menjadi pangan alternatif

jumlah tersebut akan semakin bertambah.

pengganti beras, mengingat produksi beras

Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat

saat ini 62,56 ton GKG (Gabah Kering

dari 64,71 tahun menjadi 67,68 tahun pada

Giling)

dengan

tahun 1995-2005, sehingga diperkirakan

jumlah tersebut Indonesia masih harus

proporsi penduduk lanjut usia mencapai

mengimpor

8,4% atau 18,4 juta jiwa (Anonim, 2005).

pangan

sumber

(Anonim,

2009a),

beras

dan

sebagai

cadangan

Menurut

Anonim

sebanyak 0,8 juta ton atau dalam bentuk

Sebagai

GKG sebanyak 1,3 juta ton (Anonim,

menghadapi

2009b). Kebutuhan beras akan semakin

yang ditimbulkan akibat lanjut usia antara

bertambah dengan meningkatnya jumlah

lain osteoporosis. Selain itu jumlah wanita

penduduk

menjelang menopause (pada usia sekitar

dan

berkurangnya

lahan

penanaman padi.

50

Selain sumber karbohidrat, kimpul juga

konsekuensinya,

(2005)

negara

masalah-masalah

tahun)

yang

kita

penyakit

riskan

terhadap

osteoporosis sebanyak 11% dari populasi,

banyak mengandung mineral seperti K, Zn,

jumlah tersebut

Mg, P dan Ca. Menurut Sefa-Dedeh (2004),

menjadi 14% pada tahun 2015 (Anonim,

kadar

berturut-turut

2006). Di Indonesia konsumsi kalsium rata-

sebanyak 763-1451; 17-51,9; 46,7-85,0;

rata baru mencapai 254 mg/ hari-orang

41,6-63,1 dan 4,68-24,3 g/100g. Kalsium

(Anonim, 2004). Padahal angka anjuran

mineral

tersebut

2+

diperkirakan

meningkat

(Ca ) termasuk mineral dengan jumlah

kecukupan asupan kalsium sebesar 800-

yang paling rendah, sedangkan fosfor (P)

1200 mg/hari-orang dewasa. Menurut hasil

cukup tinggi. Padahal dalam bahan pangan,

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi

rasio ideal Ca2+/P agar dapat digunakan

(WKNPG) tahun 2004, dianjurkan asupan

untuk pemeliharaan tulang

kalsium

adalah 2/1

sebesar

800

mg

/hari-orang

(Brody (1994). Kalsium merupakan zat gizi

(Kartono dan Soekarti, 2004). Mengingat

mikro yang termasuk dalam kelompok

dampak defisiensi kalsium yang nyata,

makro

tubuh.

maka perlu segera dikembangkan produk

Walaupun belum merupakan masalah gizi

pangan alternatif berkalsium yang dapat

utama, namun kekurangan kalsium dapat

menjangkau masyarakat luas, sehingga

menyebabkan timbulnya beberapa penyakit

asupan rata-rata kalsium dapat tercukupi.

terkait

mineral

dengan

esensial

fungsi

dalam

kalsium

seperti

Permasalahan

terkait

dengan

kimpul

sebagai

pangan

pengganti

beras

adalah

osteoporosis, kekakuan otot (tetani), kram

pemanfaatan

dan

alternatif

gangguan

pembekuan

darah

lain

18

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

penggunaan dalam bentuk umbi sangatlah

titrasi (Watson ,1996) dan amilosa dengan

tidak praktis, kurang disukai serta adanya

metode pengikatan iod (Juliano, 1971).

acrid

pokok

Bahan kimia untuk analisis kimia semuanya

pengganti beras, maka setidaknya bentuk

dengan kualifikasi pro analysis (p.a) dari

dan citarasa kimpul

Merck. Garam kalsium yang digunakan

taste.

Sebagai

makanan

hendaknya setara

dengan beras. Menurut Sefa-Dedeh et al.

untuk

fortifikasi

(2004), acrid taste (pedas, tajam) pada

(Brataco Chemika).

adalah

Ca-glukonat

kimpul terutama disebabkan karena adanya


senyawa oksalat. Senyawa tersebut dapat
dihilangkan

dengan

proses

Jalannya Penelitian

pengirisan

Penelitian

bertujuan

untuk

selanjutnya dikeringkan. Oleh karena perlu

menghasilkan kimpul-siap tanak berkalsium

dilakukan

dengan

penelitian

pembuatan

kimpul

akseptabilitas

tinggi.

Penelitian

dalam bentuk siap tanak dengan ukuran

terdiri dari 5 tahap yaitu: 1) pengolahan

mirip beras agar disukai, sekaligus upaya

kimpul-siap

menghilangkan

tidak

variasi ukuran irisan umbi kimpul, lama

dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah

pemanasan, 2) mengevaluasi sifat fisik

menghasilkan kimpul siap tanak berkalsium

(tekstur,

yang disukai. Dengan demikian apabila

berkalsium, 3) menentukan kondisi optimum

penelitian ini dilakukan akan memberikan

pengolahan

manfaat

acrid

sebagai

pengganti

taste

berkalsium,

berkalsium,

warna)

dengan

kimpul-siap

berdasarkan

tanak

akseptabilitas

pangan

alternatif

kimpul-siap tanak berkalsium sebelum dan

dan

dengan

setelah penanakan, 4) mengevaluasi sifat

tanak

kimia (kadar Ca2+, pati, air dan abu) kimpul-

dapat

siap

beras

mengkonsumsi

yang

tanak

kimpul-siap
asupan

kalsium

terpenuhi, terjangkau masyarakat luas dan

tanak

berkalsium

dengan

akseptabilitas tinggi (hasil Tahap 2).

bermanfaat bagi kesehatan.


1. Pengolahan
METODE PENELITIAN

kimpul-siap

tanak

berkalsium

Bahan

Proses pembuatan kimpul-siap tanak

Umbi kimpul yang akan digunakan

berkalsium

(KSTB)

mengacu

pada

untuk penelitian adalah kimpul dengan

penelitian sebelumnya (Wariyah et al.,

daging berwarna putih

dengan tingkat

2008b) yang dimodifikasi dengan perlakuan

kematangan optimum yang akan dibeli di

pendahuluan. Tahapnya meliputi: perlakuan

pasar

kota

pendahuluan, perendaman dalam larutan

Yogyakarta. Sebelum digunakan kimpul

Ca-glukonat pada suhu 80oC pada rasio

dianalisis

dengan

kimpul/larutan Ca2+ 1/1,5; penirisan dan

metode Direct Acid Hydrolysis (AOAC,

pengeringan cabinet drier pada suhu 50oC

1990), analisis kadar Ca2+ dengan metode

sampai

tradisional

di

wilayah

kadar air, dan pati

kadar

air

10-11%.

Perlakuan
19

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

pendahuluan yang dilakukan pada kimpul

Kondisi optimum fortifikasi ditentukan

adalah

pengupasan,

blansing

dan

berdasarkan

akseptabilitas

kimpul-siap

pengecilan menggunakan parutan keju dan

tanak berkalsium dan cooking qualitynya

kelapa. Ukuran bergradasi dengan variasi

(sifat inderawi setelah ditanak). Pengujian

pada kecil (parutan keju), kecil,

sedang,

inderawi dilakukan dengan metode Hedonic

besar

kelapa).

Test

(ukuran

parutan

(Krammer

dan

Twigg,

1970)

Perendaman irisan kimpul dalam larutan

berdasarkan tingkat kesukaan terhadap

Ca-glukonat sampai mencapai kadar Ca2+

bau,

kimpul-siap tanak sekitar 100 mg/100g bk

keseluruhan kimpul-siap tanak berkalsium.

2+

warna,

tekstur,

dan

kesukaan

(berdasarkan perhitungan AKG Ca ). Lama

Sedangkan cooking quality diuji

perendaman bervariasi (20, 25 dan 30

kimpul-siap

menit)

mencapai

menggunakan rice cooker atau penanak

akseptabel.

nasi biasa. Sifat inderawi yang diuji meliputi

atau

pragelatinisasi

sampai
yang

masih

tanak

warna,

yang

tekstur

telah

pada
ditanak

KSTB dari seluruh variasi perlakuan, diuji

bau,

sifat fisik (tekstur, warna) pada Tahap 2 dan

kelengketan), rasa dan citarasa. Data yang

akseptabilitasnya pada Tahap 3 untuk

diperoleh

menentukan kondisi optimum pengolahan

mendapatkan kimpul-siap tanak berkalsium

kimpul-siap tanak berkalsium.

dengan akseptabilitas tinggi dari proses

secara

(kelunakan

statistik

dan

untuk

pengolahan yang telah dilakukan.


2. Pengujian sifat fisik (tekstur dan warna)
kimpul-siap tanak berkalsium
Dari
sampel

penelitian

Tahap

kimpul-siap

tanak

4. Evaluasi sifat kimia kimpul-siap tanak

diperoleh

berkalsium

berkalsium

Analisis

kimia

terhadap

kimpul-siap

dengan variasi: lama perendaman, ukuran

tanak berkalsium dengan akseptabilitas

irisan kimpul dan konsentrasi Ca-glukonat.

tinggi meliputi kadar Ca2+, air. Analisis Ca2+

Semua sampel dievaluasi sifat fisik tekstur

menggunakan

dan

1996), amilosa (Juliano dan pati dengan

warna

sebagai

dasar

penetapan

akseptabilitas kimpul-siap tanak yang diuji

metode

titrasi

(Watson,

metode hidrolisis asam (AOAC, 1990).

pada Tahap 2. Tekstur dengan Hardness


Tester,

warna

dengan

Color

Reader

Rancangan Percobaan

Lavibond Tintometer Model F. Pada uji

Rancangan percobaan yang digunakan

tekstur dilakukan pada KSTB sebelum dan

pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

setelah tanak.

Lengkap (Gacula dan Singh, 1984) dengan


faktor ukuran irisan umbi kimpul, lama

3. Penentuan kondisi optimum pengolahan

pemanasan. Selanjutnya dilakukan analisis

berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap

varian dan apabila terdapat perbedaan

tanak berkalsium
20

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

yang nyata dilanjutkan dengan uji beda

Varietas umbi Xanthosoma saggitifolium,

nyata terkecil pada p< 5%.

Colocassiaesculenta

dan

Ipomoea

batataare yang merupakan umbi tropis yang


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dapat berpotensi diubah menjadi tepung

Bahan Dasar

atau pati karena umbi tersebut menyimpan

Berdasarkan hasil analisis umbi

kandungan pati yang tinggi. Berdasarkan

kimpul meliputi kadar pati, kadar amilosa

Tabel 1 dapat diketahui bahwa kandungan

dan kadar kalsium didapatkan hasil seperti

amilosa dan

yang disajikan pada Tabel 1.

kimpul yaitu untuk kandungan amilosa

kandungan kalsium umbi

menunjukkan nilai 10,39 % (wb) dan 28,34


Tabel 1. Kadar pati, amilosa dan kalsium

mg/100g bahan. Menurut Tutut (2005),

oksalat umbi kimpul

kadar amilosa kimpul yaitu sebesar 7,86 %

Bahan

Umbi

Kadar Kadar
amilosa
pati
(%wb) (% wb)

10,39

Kadar
air
(%wb)

25,50

84,87

Kadar
Ca
mg/
100g
bahan

(wb) atau 21,92 % db, dan kandungan

28,34

dan Nwigwe (1987) yaitu kadar kalsium

kimpul

kalsium

oksalat

menunjukkan

56,68

mgCa/100 g bahan (%wb). Hasil analisis


kadar kalsium oksalat menurut Onayemi
oksalat sebesar 443-842 mg/100 g bahan.
Coursey

(1968),

menyatakan

bahwa

Hasil didapatkan dari 2 kali ulangan

komposisi komponen makanan tergantung

percobaan dan 2 ulangan analisis.

pada

varietas,

lokasi,

musim,

metode

pengolahan dan penyimpanan.


Tabel 1 menunjukkan kandungan pati
yang hampir sama dengan Elevina (2000)

Kimpul Siap Tanak Berkalsium

yaitu

Kadar air

Xanthosoma

Colocassiaesculenta,

saggitifolium,
dan

Ipomoea

batataare memiliki kandungan pati antara


23,8-30,0%,

22,0-40,3%,

dan

Hasil analisis kadar air kimpul siap


tanak berkalsium disajikan pada Tabel 2.

22-28%.

21

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 2. Kadar air kimpul siap tanak berkalsium


Ukuran irisan

Lama perebusan (menit)

Kadar air (%wb)

Ukuran irisan I

20

8,74

1 mm

25

8,53

30

8,65

Ukuran irisan II

20

8,88

2 mm

25

8,48

30

8,71

Ukuran irisan III

20

8,84

2,75 mm

25

9,37

30

8,52

Ukuran irisan IV

20

8,59

22,25 mm

25

8,55

30

8,72

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui

kadar air kimpul siap tanak berkalsium

bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara

antara 8,48 -9,37 %. Pada penelitian ini

ukuran

digunakan

terhadap

pengeringan

bahan

untuk

irisan

dan

tekstur

lama
kimpul

pemanasan
siap

tanak

mencapai kadar air 9 % (Syarief dkk,

beraklsium. Pemanasan tidaj berpengaruh

1987) oleh karena itu rata-rata kadar air

nyata, akan tetapi ukuran irisan kimpul pada

kimpul siap tanak semuanya mendekati

berpengaruh terhadap tekstur kimpul siap

kadar air 9 %.

tanak berkalsium yang dihasilkan.


Secara

Tekstur

semakin

besar

ukuran irisan tekstur kimpul siap tanak

Pengujian tekstur kimpul siap tanak


berkalsium

umum,

dilakukan

secara

obyektif

berkalsium semakin keras. Hal ini mungkin


dikarenakan

ketebalan
struktur

ukuran

digunakan alat Hardness Tester, yang

menghasilkan

dinyatakan dalam kg yaitu beban maksimal

sehingga menyebabkan tekstur kimpul siap

yang dibutuhkan untuk menekan bahan

tanak menjadi keras. Tekstur kimpul siap

sampai pecah. Hasil analisis pengujian

tanak berkalsium semakin keras dapat juga

tekstur dengan Hardness Tester disajikan

disebabkan

dalam Tabel 3.

retrogradasi

karena

bahan

irisan

terjadinya

kompak

proses
pati.

22

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 3. Tekstur kimpul siap tanak berkalsium (kg)


Ukuran irisan

Lama perebusan (menit)

Tekstur (gaya yang dapat


ditahan) (kg)

Ukuran irisan I

20

0,67

1,00 mm

25

0,96

30

0,88

Ukuran irisan II

20

1,63

2,00 mm

25

1,55

30

2,04

Ukuran irisan III

20

1,30

2,75 mm

25

1,25

30

1,76

Ukuran irisan IV

20

2,59

22,25 mm

25

2,55

30

2,21

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 6 ulangan pengukuran dan 2 ulangan percobaan.

Menurut Kadan dkk, (2001) dan Yu dkk,


(2010),

retrogradasi

pati

mungkin

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa


ukuran irisan tidak berpengaruh nyata dan

menyebabkan tekstur produk keras, yang

lama

tidak

selama

terhadap warna merah (red) pada pengujian

retrogradasi gelatinisasi pati rantai polimer

warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

yang reassociated menjadi struktur yang

Nilai red menunjukkan tingkat kegelapan

lebih teratur atau lebih kristal, dan keras.

produk, semakin tinggi nilai red, maka

Semakin

lama

bahan akan semakin tampak lebih gelap.

semakin

tinggi,

diinginkan.

Namun,

pemanasan,
sehingga

gelatinisasi
tekstur

juga

perebusan

berpengaruh

nyata

Warna yang gelap bisa disebabkan karena

semakin keras.

suhu

Warna

pengeringan pada bahan menyebabkan

Pengukuran

warna

dilakukan dengan

secara

menggunakan

yang

digunakan

pada

proses

objektif

terjadinya reaksi pencoklatan, karena umbi

alat

kimpul sendiri terdapat gula reduksi dan

Lovibond tintometer diamati berdasarkan

protein.

parameter merah (red), kuning (yellow), biru


(blue),

kecerahan

pengukuran

(brightness).

Hasil

warna kimpul siap tanak

disajikan pada Tabel 4.

23

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 4. Pengujian warna kimpul siap tanak berkalsium


Ukuran Irisan

Lama

Red

Yellow

Blue

Brightness

perebusan
(menit)
Ukuran irisan I

20

1,35

1,90

0,95

0,56

1,00 mm

25

1,35

1,85

0,95

0,50

30

1,30

1,93

0,95

0,93

Ukuran irisan II

20

1,35

1,90

0,95

0,62

2,00 mm

25

1,30

1,90

0,95

0,60

30

1,30

1,95

0,95

0,52

Ukuran irisan

20

1,35

1,90

0,95

0,49

III 2,75 mm

25

1,30

1,88

0,95

0,65

30

1,30

1,90

0,95

0,50

Ukuran irisan

20

1,40

1,85

0,95

0,70

IV 22,25 mm

25

1,30

1,90

0,95

0,65

30

1,30

1,90

0,95

0,63

* Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji
DMRT pada 5%.
* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

tanak yang dihasilkan semuanya berwarna

bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

kuning kecoklatan, jadi untuk pengujian

tidak berpengaruh nyata terhadap warna

warna untuk parameter kuning (yellow) tidak

biru (blue) pada pengujian warna kimpul

berpengaruh nyata terhadap warna kimpul

siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,

siap tanak. Hal ini karena suhu yang

warna blue menunjukkan nilai yang rendah.

digunakan untuk setiap perlakuan sama

Nilai blue menunjukkan tingkat kepekatan

yaitu

produk, semakin tinggi nilai blue maka

menunjukkan warna produk semakin kuning

bahan akan semakin tampak lebih pekat.

atau coklat. Proses pengeringan pada

Kepekatan

bahan

produk

disebabkan

karena

terjadinya reaksi pencoklatan.

900C.

Nilai

yellow

menyebabkan

yang

terjadinya

tinggi

reaksi

pencoklatan secara non enzimatis yaitu

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

reaksi Millard karena adanya kenaikan suhu

bahwa ukuran irisan tidak berpengaruh

pada proses pengeringan. Reaksi Millard

nyata terhadap warna kuning (yellow) pada

terjadi karena adanya gula reduksi yang

pengujian warna kimpul siap tanak yang

bereaksi

dihasilkan, namun pemanasan berpengaruh

(Sirkorski, 2007).

dengan

gugus

amina

primer

nyata. Secara umum, warna kimpul siap


24

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Dari Tabel 4 diketahui bahwa ukuran


irisan berpengaruh nyata terhadap warna
kecerahan

ISSN : 2086-7719

Tingkat kesukaan beras siap tanak


berkalsium

(Brightness) pada pengujian

Uji kesukaan merupakan respon dari

warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

panelis yang berupa penilaian terhadap

Semakin besar ukuran irisan warna kimpul

produk yang disukai atau tidak disukai. Uji

siap tanak berwarna putih, hal ini karena

kesukaan

luas permukaan bahan kecil

sehingga

tingkat kesukaan panelis terhadap kimpul

gelatinisasi lebih lambat. Mackenney dan

siap tanak berkalsium. Pengujian tingkat

Little (1962) menyatakan bahwa nilai dari

kesukaan ini dilakukan pada beras kimpul

pengukuran warna terhadap Brightness

siap tanak dan nasi kimpul siap tanak. Uji

yang paling rendah menunjukkan ketidak

kesukaan ini menggunakan Hedonic Scale

cerahan atau suram.

Scoring Test yang disajikan dalam Tabel 5

dilakukan

untuk

mengetahui

dan 6.
Tabel 5. Tingkat kesukaan beras kimpul siap tanak berkalsium
Sampel

Lama

Bau

Warna

Tekstur Keselu-

Pemanasan

ruhan

(menit)
Ukuran irisan I

20

2,60a

3,00ab

3,05a

3,15 ab

1,00 mm

25

4,25c

3,95bcd

4,35bc

4,00bc

30

3,25ab

2,80ab

3,35ab

3,35

Ukuran irisan II

20

3,00ab

3,05ab

3,25 ab

3,00a

2,00 mm

25

4,20c

4,65d

4,15abc

4,40c

30

2,90ab

3,65abc

3,55 abc

3,45 ab

Ukuran irisan

20

3,35bc

2,90a

3,40 ab

3,40 ab

III 2,75 mm

25

3,20ab

3,78abc

3,90 abc

3,80 abc

30

3,25ab

2,85a

4,55c

3,70 abc

Ukuran irisan

20

3,15ab

4,05cd

3,35 ab

4,00bc

IV 22,25 mm

25

3,40b

2,85a

3,35 ab

3,20 ab

30

3,35bc

2,85a

3,25 ab

3,35 ab

ab

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata.
* Nilai semakin kecil menunjukkan semakin disukai.
Pengujian
kimpul

siap

tingkat
tanak

menggunakan
tekstur,

dan

kesukaan
dilakukan

parameter

bau,

keseluruhan

beras

menggunakan

skala

penilaian

dengan

dengan

menggunakan angka 1 sampai 7. Angka 1

warna,

menunjukkan sangat suka dan angka 7

serta

menunjukkan nilai sangat tidak suka. Hasil


25

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

uji kesukaan beras kimpul siap tanak

lebih dahulu dan kadang-kadang sangat

disajikan pada Tabel 5.

menentukan (Winarno, 1993)


Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui

a. Bau

bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui

pada tingkat kesukaan panelis terhadap

bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata

warna kimpul siap tanak berkalsium yang

pada tingkat kesukaan panelis terhadap

dihasilkan. Semakin kecil ukuran irisan

bau kimpul siap tanak yang dihasilkan.

warna kimpul siap tanak semakin berwarna

Ukuran sedang kimpul siap tanak semakin

opak atau transparan, hal ini karena luas

disukai panelis. Hal ini mungkin karena

permukaan

ukuran irisan kimpul yang masih berukuran

semakin cepat terjadi gelatinisasi pati.

agak besar jadi tidak banyak senyawa yang

Sebaliknya semakin besar ukuran irisan

hilang pada saat proses pengolahan. Dari

warna kimpul siap tanak berwarna putih, hal

Tabel 5 diketahui bahwa lama perebusan

ini karena luas permukaan bahan kecil

berpengaruh

sehingga gelatinisasi lebih lambat.

nyata

terhadap

tingkat

kesukaan panelis pada bau kimpul siap


tanak.

Secara

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa


lama

tanak

terhadap tingkat kesukaan panelis pada

semakin disukai panelis. Hal ini mungkin

warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

disebabkan

lama

Secara umum, semakin lama perebusan

perebusan zat-zat yang terkandung dalam

warna kimpul siap tanak semakin cerah. Hal

bahan akan menguap.

ini disebabkan karena terjadinya proses

aroma

semakin

jadi

lama

perebusan

umum,

bahan semakin besar

kimpul

karena

siap

semakin

perebusan

pra-gelatinisasi
b. Warna

berpengaruh

sehingga

nyata

menyebabkan

kimpul siap tanak berwarna cerah. Hasil ini

Warna

merupakan

faktor

yang

juga sama pada pengukuran warna kimpul

penting dalam menilai mutu bahan pangan.

siap

Warna biasanya tampil lebih dahulu dalam

Tintometer yang ditunjukkan pada Tabel 4,

menilai mutu bahan pangan dan kadang

dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa semakin

sangat menentukan sebelum faktor-faktor

lama perebusan, kecerahan (Brightness)

yang lain seperti rasa, tekstur, dan nilai gizi.

nilainya semakin tinggi yang menunjukkan

Warna

warna kimpul siap tanak lebih cerah.

bahan

kenampakan

dan

makanan

tergantung

kemampuan

lain

misalnya

Lovibond

c. Tekstur

meneruskan sinar tampak. Disamping itu


faktor-faktor

menggunakan

bahan

pangan untuk memantulkan menyerap atau

ada

tanak

sifat

Tekstur suatu produk pangan sangat


berhubungan dengan kenampakannya dan

fisiologis, tetapi sebelum faktor-faktor lain

juga

dapat

dievaluasi

dengan

gigitan

dipertimbangkan, secara visual faktor warna

didalam mulut, dan juga sentuhan tangan


26

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

(Mo William, 1997). Menurut Matz (1962)


tekstur

pada

Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak

kekompakan partikel-partikel penyusunnya,

Pengujian tingkat kesukaan nasi kimpul

bentuk,

produk

tergantung

kekukuhan,

keseragaman

siap tanak dilakukan dengan menggunakan

partikel-partikel penyusunnya. Berdasarkan

parameter bau, warna, kelengketan, rasa

Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran

dan keseluruhan serta menggunakan skala

irisan

pada

penilaian dengan angka 1 sampai

tidak

dimana nilai 1 menunjukan sangat suka dan

berpengaruh nyata terhadap tekstur kimpul

nilai 7 menunjukan nilai sangat tidak suka.

siap tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin

Hasil uji kesukaan nasi kimpul siap tanak

karena secara visual, panelis menganggap

disajikan pada Tabel 6.

dan

dan

lama

pengolahan

perebusan

kimpul

siap

tanak

7,

sama tekstur kimpul siap tanak yang


disajikan. Walaupun semakin besar ukuran

a. Bau

irisan dan semakin sebentar perebusan

Aroma dapat didefinisikan sebagai

tekstur kimpul siap tanak tidak disukai

sesuatu

yang

diamati

dengan

indera

panelis, tetapi seluruh sempel masih berada

pembau, untuk dapat menghasilkan bau

dalam skala agak suka disukai.

zat-zat harus dapat menguap, sedikit larut


dalam air dan lemak. Pengujian terhadap

d. Kesukaan keseluruhan
Kesukaan

bau atau aroma dianggap penting karena

keseluruhan

merupakan

cepat memberikan hasil penilaian terhadap

penilaian yang didasarkan pada gabungan

produk diterima atau ditidaknya produk

penilaian terhadap bau, warna, tekstur dari

tersebut, selain itu juga dapat dipakai

kimpul

sebagai indikator terjadinya kerusakan pada

siap

tanak

yang

dihasilkan.

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa


ukuran

irisan

dan

berpengaruh

nyata

keseluruhan

kimpul

produk.

lama

perebusan

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui

terhadap

kesukaan

bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

siap

yang

berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan

dihasilkan. Semakin besar ukuran irisan dan

panelis terhadap bau nasi kimpul siap

semakin lama perebusan dihasilkan kimpul

tanak. Secara umum, semakin kecil ukuran

siap tanak yang semakin disukai panelis.

irisan dan semakin sebentar perebusan,

Hal ini mungkin karena kimpul siap tanak

aromanya semakin disukai, tetapi tidak

yang dihasilkan memiliki warna yang cerah,

beda nyata. Hal ini berarti perlakuan ukuran

teksturnya

tidak

keras

(rapuh)

dan

irisan dan perebusan dengan waktu yang

aromanya

masih

khas

umbi

kimpul

beda tidak mempengaruhi nasi kimpul siap

sehingga disukai panelis.

tanak

tanak yang dihasilkan.

27

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 6. Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak

Sampel

Lama
pemanasan
(menit)

Bau

Warna

Kelengketan

Rasa

Keseluruhan

Ukuran
irisan I 1
mm

20

3,18bc

3,00

3,06

3,00

2,82

Ukuran irisan
II 2 mm

25

2,41a

2,53

2,88

3,00

2,71

Ukuran irisan

20

3,24c

3,00

2,88

3,12

3,29

III 2,75 mm

30

2,59ab

2,76

3,47

3,00

3,00

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukan tidak berbeda
nyata.
* Nilai semakin kecil menunjukan semakin disukai.
tanak yang dihasilkan. Jika dilihat dari Tabel
b. Warna

5 pada pengukuran warna menggunakan

Warna adalah parameter pertama yang

lovibond tintometer, warna kimpul siap

dinilai dalam uji kesukaan sebab konsumen

tanak dengan perlakuan ukuran irisan dan

pertama kali melihat produk dari warnanya

lama

sehingga warna dianggap kesan pertama

parameter

dalam penilaian. Proses pengeringan dalam

warna yang beda, hal ini ternyata tidak

pengolahan kimpul siap tanak ternyata

mempengaruhi warna kimpul siap tanak

berpengaruh terhadap perubahan warna

berkalsium secara inderawi yang dihasilkan.

perebusan
warna

untuk

pengukuran

kuning

menunjukkan

karena adanya proses pra-gelatinisasi.


Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan dan lama perebusan
tidak

berpengaruh

nyata

pada

tingkat

c. Kelengketan
Pengukuran kelengketan

didasarkan

gaya yang diperlukan untuk mengatasi gaya

kesukaan panelis terhadap warna nasi

tarik-menarik

kimpul siap tanak. Hal ini mungkin karena

dengan permukaan lain yang bersentuhan

secara visual, panelis menganggap sama

dengan bahan tersebut (gigi, langit-langit

warna

yang

mulut, lidah, pembungkus). Dari Tabel 6

disajikan. Walaupun semakin besar ukuran

dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan

irisan dan semakin sebentar perebusan,

lama perebusan pada pengolahan kimpul

warnanya semakin disukai panelis, tetapi

siap tanak berpengaruh nyata pada tingkat

ukuran irisan dan lama perebusan tidak

kesukaan panelis terhadap kelengketan

mempengaruhi warna nasi kimpul siap

nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan.

nasi

kimpul

siap

tanak

antara

permukaan

bahan

28

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Semakin kecil ukuran irisan dan lama

Dari sifat sensoris secara keseluruhan

perebusan, kelengketan nasi kimpul siap

dilakukan untuk mengetahui respon panelis

tanak semakin disukai. Hal ini disebabkan

terhadap sifat nasi kimpul siap tanak secara

karena suhu yang tinggi pada saat terjadi

keseluruhan.

gelatinisasi

merupakan

pati,

granula

pati

akan

Kesukaan
penilaian

keseluruhan

gabungan

yang

mengalami pembengkakan kemudian akan

didasarkan pada penilaian terhadap bau,

membentuk

struktur

warna, kelengketan, dan rasa kimpul yang

Kelengketan

atau

yang

kompak.
nasi

dihasilkan. Dari Tabel 6 dapat diketahui

dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada

bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

bahan.

pada

Menurut

kepulenan
Damarjati

(1983)

pengolahan

kimpul

siap

tanak

kepulenan nasi memiliki kolerasi negatif

berkalsium tidak berpengaruh nyata pada

dengan

tingkat

kadar

amilosa,

nasi

dengan

kesukaan

panelis

terhadap

kepulenan rendah selalu memiliki kadar

kesukaan keseluruhan nasi kimpul siap

amilosa tinggi.

tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin


karena nasi kimpul siap tanak masih berbau

d. Rasa

khas kimpul, warna nasi kimpul siap tanak

Parameter warna merupakan atribut

yang cerah, nasi tidak terlalu lengket karena

mutu yang didapat dari sensasi yang dapat

kimpul siap tanak memiliki kadar amilosa

dirasakan didalam mulut. Rasa dipengaruhi

setara dengan kelompok beras beramilosa

oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan

rendah dan rasanya agak manis serta rasa

interaksi komponen rasa yang lain (Karel

acrid

dan Lund, 2003). Pada dasarnya indera

berkurang.

pada

nasi

kimpul

siap

tanak

perasa manusia hanya dapat merasakan


empat dasar rasa yaitu manis, asin, pahit,

Kadar pati, amilosa dan kalsium kimpul

asam (deMan, 1999). Dari Tabel 6 dapat

siap tanak berkalsium

diketahui bahwa ukuran irisan dan lama

a. Kadar pati

perebusan pada pengolahan kimpul siap

Pati merupakan zat hidrat arang yang

tanak berpengaruh nyata pada tingkat

tersusun dari unit-unit glukosa. Kandungan

kesukaan panelis terhadap rasa nasi kimpul

terbesar dari butir beras adalah pati.

siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,

Dimana pati tersusun oleh 2 komponen

disebabkan karena pengecilan ukuran irisan

utama yaitu amilosa dan amilopektin. Rasio

dan

perebusan

perbandingan

kandungan

amilopektin

semakin

menyebabkan

lama

berkurangnya

jumlah
dalam

amilosa

beras

dan

menentukan

kalsium oksalat sehingga rasa acrid pada

tingkat kepulenan nasi yang dihasilkan.

nasi kimpul siap tanak berkurang.

Hasil analisis kadar pati, kadar amilosa dan

e. Keseluruhan

kadar kalsium kimpul siap tanak berkalsium


adalah kadar pati pada kimpul siap tanak
29

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

yang disukai panelis yaitu 67,64 (% wb)


atau 182,81 (% db), hasil ini lebih tinggi
dibandingkan

dengan

kadar

pati

ISSN : 2086-7719

b. Kadar kalsium
Kadar kalsium pada kimpul siap tanak

umbi

berkalsium antara 90 130 mg/100g

kimpul yaitu sebesar 25,50 (% wb) atau

bahan. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan

68,91 (% db). Perbedaan ini disebabkan

dengan umbi kimpul yaitu sebesar 28,53 mg

karena adanya proses gelatinisasi pada

Ca/100gr bahan. Artinya bahwa fortifikasi

proses perebusan, suhu dan waktu yang

pada kimpul mampu meningkatnkan kadar

digunakan pada perebusan menyebabkan

Ca dalam kimpul sipa tanak berkalsium.

pati tergelatinisasi menjadi lebih lengkap.

Hasil

Suhu yang digunakan yaitu 90 C.

asupan

Kadar amilosa memiliki hubungan erat


terhadap tekstur

diharapkan

nasi. Beras berkadar

kalsium

digunakan

dapat

meningkatkan

pengkonsumsi

sebagai

pangan

apabila
alternatif

pengganti beras.

amilosa sedang menghasilkan nasi yang


lunak, sedangkan beras berkadar amilosa

KESIMPULAN

tinggi menghasilkan nasi yang pera dan


tidak lengket (Juliano 1979). Kadar amilosa
beras

dikelompokkan

yaitu

dilakukan, secara umum dapat disimpulkan

(<10-<20%),

bahwa pengolahan umbi menjadi kimpul

sedang (20-25%) dan tinggi (>25%) (Juliano

siap tanak berkalsium dapat menghasilkan

1972). Kadar amilosa kimpul siap tanak

pangan alternatif yang disukai. Secara

sebesar 13,10 % wb atau 34,96 % db.

khusus kesimpulannya adalah :

Kadar amilosa dalam penelitian ini hampir

1. Semakin besar ukuran irisan, tekstur

sama yang disampaikan oleh Louis, dkk

kimpul siap tanak berkalsium semakin

(2008)

keras.

kelompok

amilosa

menjadi

rendah

kandungan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

amilosa

kimpul

Tekstur

yang

paling

disukai

(Xanthosoma sagittifolium) sebesar 33.30

adalah yang diolah dengan ukuran irisan

%.

I dan 2 dengan lama pemanasan 20 dan


Kadar

amilosa

kimpul

siap

tanak

berkalsium setara dengan kelompok beras

25 menit.
2. Warna kimpul siap tanak berkalsium

beramilosa rendah, semakin tinggi kadar

tidak

amilosa yang terkandung dalam bahan

nyata pada variasi ukuran irisan dan

menyebabkan nasi akan semakin keras

lama

karena

berkalsium cerah dan disukai panelis.

nasi

penanakan

yang

dihasilkan

pemanasan.

perbedaan
Warna

yang
kimpul

mengalami

3. Kimpul siap tanak dengan ukuran irisan

pengembangan volume yang besar dan

II 2,00 mm dan lama perebusan 20

nasi

menit

tidak

akan

dalam

menunjukkan

mudah

pecah

didinginkan nasi akan mengeras.

serta

bila

dan

perebusan

ukuran
20

menit

denganlama
menghasilkan
30

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

kimpul

siap

tanak

berkalsium

yang

ISSN : 2086-7719

Anonim.

disukai.

2010.

Umbi-umbian

(Talas).www.deptan.go/ditjentan/a
dmin/rb/ talas.pdf
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1990. Officials Methods of Analysis

Anggarwulan,

E.,

Solichatun,

Mudyantini.
Fisiologi

2008.
Kimpul

sagittifolium

(L)

W.

Association

Karakter

Official

Agricultural

Chemistry. Washington D.C.

(Xanthosoma
Schott)

Pada

Brody, T. 1994. Nutritional Biochemistry.

Variasi Naungan dan Ketersediaan

Academic

Press.

Air. Biodiversitas. Volume 9. 4 :

New York.

San

Diego.

264-268.
Bauernfeind J.C. and P.A. Lachance. 1991.
Anonim.

2004.

Osteoporosis

Keropos

Nutrient

Additions

to

Food

Tulang yang makin Populer. IDI

Nutritional,

Technological

and

Online.Org.

Regulatory

Aspect.

and

file://A:\Osteoporosis%20I.htm.

Nutrition

Anonim. 2005. 1 Dari 3 Wanita dan 1 Dari 3


Pria

Memiliki

Menderita

Press,

Food

Inc.

Trumbull,

Connecticut, USA.

Kecenderungan

deMan, J.M., 1999. Principles of Food

Osteoporosis.

Chemistry. Aspen Publisher, Inc.,

http://www.depkes.go.id/index.
Anonim. 2006. Menkes Canangkan Bulan

Gaithersburg, Maryland.
Eledah,

J.I.

2005.

Calcium

Chloride-

Osteoporosis. Gizi.net. Nutrition

Fortified Beverage : Threshold,

Network.

Consumer

File://Bulan%20Osteoporosis.htm.

Calcium Bioavailability. A thesis

Acceptability

and

submitted to the Graduate Faculty


Anonim,

2009a.

Angka

Tetap

Produksi

Padi

Tahun

(ATAP)
2008.

www.bps.go.id. Diakses 4 April

of North Carolina State University,


Deparment

of

Food

Science,

Raleigh.

2010.
Elevina, E.P.S., 2000. Determination of the
Anonim. 2009b. Indonesia Impor Beras.

correlation between amylase and

www.matanews.com. Diakses 4

phosphorus

April 2010.

gelatinization profile of starches

content

and

and flours obtained from edible


tropical tubers using Differential
31

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Scanning Calorimetry and Atomic

Iwuoha, C.I. and F.A. Kalu. 1995. Calcium

Absorption

Spectroscopy.

The

Oxalate

and

Physico-Chemical

Graduate College University of

Properties of Cocoyam (Colocasia

Wisconsin-Stout Menomonie. WI

esculenta

54751.

sagittifolium)

Tuber

Affected

Processing.

Fennema, O.R. 1996. Principles of Food

and
by

Xanthosoma
Flours

as

Food

Chemistry. 54 : 61-66.

Science. Marcell Dekker Inc. New


York.

Juliano, B.O. 1971. A Simplified Assay for


Milled

Fujita,T., M. Fukase, H. Miyamoto, T.

Rice

Amylose.

Cereal

Science Today. 16: 334 340.

Matsumoto and T. Ohue. 1990.


Increase of Bone Mineral Density

Kadan, R.S., Robinson, M.G., Thibodeaux,

with

D.P., Pepperman Jr., A.B., 2001.

Oyster Shell Electrolysate. Bone

Texture and other physicochemical

Mineral.11 : 85-91.

properties of whole rice bread.

by

Calcium

Supplement

Journal of Food Science 66, 940


Gacula, M.C. dan J. Singh, 1984. Statistical

944.

Methods in Food and Consumer


Research. Academic Press, Inc.

Kartono,D dan M. Soekarti. 2004. Angka

Orlando. San Diego. New York.

Kecukupan Gizi Mineral : Kalsium,

London.

fosfor, magnesium, Besi, Yodium,

Haines, C.J., T.K.H. Chung, P.C. Leung,


S.Y.C.

Hsu

D.H.Y.Leung.1995.
Supplementation
Mineral

Selenium,

Flour.

Widya

and

Pangan

Calcium

Jakarta.

and

Women

dan

mangan

Karya
Gizi

dan

Nasional
VIII.

LIPI.

Bone
in

Krammer, A.A. and B.A. Twigg. 1970.

Using

Fundamental of Quality Control for

Density

Postmenopausal

Seng,

Estrogen Replacement Therapy.

the

Food

Bone. Volume 16. 5 : 529-531.

Publishing

Industry.

The

Company,

AVI
Inc.

Westport, Connecticut.
Hettiarachchy, N.S., R. Gnanasambandam
dan M.H. Lee. 1996. Calcium

Lee,

M.H.,

Hettiarachchy,

N.S.,
and

R.

Fortification of Rice : Distribution

Gnanasambandam,

R.W.

and Retention. J. Food Science. 1.

McNew. 1995. Physicochemical

61 : 195-197.
32

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Properties

of

Calcium-Fortified

Rice. Cereal Chem. 72 : 352-355.

ISSN : 2086-7719

Umbi-umbian Lokal. FKIP. UNS.


Surakarta.

Martin, B.R., C.M. Weaver, R.P. Heaney,

Sefa-Dedeh,S., E.K. Agyir-Sackey. 2004.

P.T. Packard and D.L. Smith.

Chemical Composition and the

2002. Calcium Absorption from

Effect of Processing on Oxalate

Three Salt and Ca SO4-Fortified

Content of Cocoyam Xanthosoma

Bread in Premenopausal Women.

sagittifolium

J. Agric. Food Chem. -. 50 : 3874-

esculenta

3876.

Chemistry. 85 : 479-487.

Matz, S.A., 1962. Food Tekstur. The A VI

Sirkorski,

and

Colocasia

Cormes.

Z.E.J.,

Pokorny

Food

dan

S.

Publishing Comapany, Inc. West

Damodaran, 2007. Fenemas Food

Port, Connectitut.

Chemistry 4th Edition : Physical and


Chemycal Interactin of Component

McCarthy, J.T.

and R.

Divalent

Cation

Kumar. 2004.

In Food System. CRC Press. Boca

Metabolism

Raton. London. New York.

Calcium. www.kidneyatlas.org.
Smith, T. 1995. Complete Family Health
Mo William, M., 1997. Food Experimental

Encyclopedia. Dorling Kindersley,

Prespective. Prentie-Hall, Inc. New

London.

Jersey, U.S.A.

Moscow.

New

York,

Stuttgard,

Nwokocha,L.M., N.A. Aviara, C. Senan and

Suitor, C.J. dan M.F. Crowley, 1984.

P.A. William. 2009. A Comparative

Nutrition Principles and Application

Study

in

of

Cassava

Some

Properties

(Manihot

of

esculenta,

Health

Promotion.

J.B.

Lippincott Company. Philadelphia.

Crantz) and Cocoyam (Colocasia


Starches.

Suyitno dan Ch. Wariyah. 2004. Metode

Carbohydrate Polymers. 76 : 362-

Pengolahan Beras Siap Tanak

367.

Berkalsium

esculenta,

Linn)

Tinggi

untuk

Nasi

Putih, Nasi Gurih dan Nasi Kuning.


Octavianti, S dan M. Solikhah. 2009.

Program Oleh paten. Kementerian

Pemenuhan Ketahanan Pangan

Riset

Melalui

Indonesia.

Dalam

Termodifikasi dan Berkonsentrat

pendaftaran

ke

Protein Secara Enzimatis Berbasis

Kehakiman Republik Indonesia.

Pengembangan

Pati

dan

Teknologi

Republik
proses

Departemen
33

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Suyitno dan Ch. Wariyah, 2005. Optimasi

Widowati. S. 2010. Karakteristik Beras

Pengeringan Beras Siap Tanak.

Instan Fungsional dan Peranannya

Laporan Penelitian. Pusat Studi

dalam

Pangan

Pankreas. www.bulog.go.id. Diakses

dan

Gizi.

UGM.

Yogyakarta.

Menghambat

Kerusakan

4 April 2010.

Walker, A.F. and B.A. Rolls. 1992. Nutrition

William,P.A., N.A. Aviara, L.M. Nowkocha,

and The Consumer : Issues in

C. Senan. 2008. A Comparative

Nutrition

Study

and

Toxicology

1.

of

Some

Properties

of

Elsevier Applied Science, London

Cassava

and New York.

Crantz) and Cocoyam (Colocasia

(Manihot

esculenta,

esculenta, Linn) Starches. Material


Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan
Supriyadi.

2008a.

Calcium

Science Research Centre. Centre


for

Water

Soluble

Polymer.

Absorption Kinetic on Indonesian

http://epubs.glyndwr.ac.uk/ewsp/1.

Rice.

diakses 25 Januari 2010.

Indonesian

Journal

of

Chemistry. 8 : 252-257.
Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan
Supriyadi. 2008b. Sifat Fisik dan

Winarno, F.G., 1983. Kimia Pangan Dan


Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Akseptabilitas Beras Berkalsium.


Agritech, 28:34-42.

Yu, S., Ma, Y., Liu, T., Menager, L., Sun,


D.W., 2010. Impact of cooling rates

Wariyah, Ch. 2009. Bioavailabilitas Kalsium

on the staling behavior of cooked

dalam Beras Berkalsium. Laporan

rice during storage. Journal of

Penelitian.

Food Engineering 96, 416420.

Universitas

Mercu

Buana. Yogyakarta.

Watson,

C.A.

1996.

Official

and

Standardized Methods of Analysis,


3rd edn. The Royal Society of
Chemistry, Thomas Graham House,
Science Park, Cambridge.

34

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

RESPON MACAM PUPUK DAN VARIETAS


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI DALAM S R I
(SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

Bambang Sriwijaya
Anggit Bimanyu
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl.
Wates Km 10 Yogyakarta 55753
e-mail: jaya_syifa@yahoo.co.id

ABSTRACT
Research of Response of Kinds Fertilizer and Varieties of Rice Growth and Yield In
System of Rice Intensification aims to find response range of fertilizers and the varieties of the
growth and yield of rice in System of Rice Intensification. Research has been carried out in the
villages of Margokaton, Seyegan, Sleman Regency in November 2009 until March 2010. The
height of a place of 300 meters above sea level with a type of soil regosol. Research is 3 X 3
factorial experiment that compiled using Randomized Completele Block Design with three
replicates. The first factor of fertilizer that organic fertilizers, inorganic fertilizers, organic
fertilizers and combination with inorganic fertilizers. The second factor is the local varieties of
rice varieties (Rojolele) and hybrid varieties (Ceherang and IR-64). The result showed that the
treatment combination of organic fertilizer with inorganic fertilizers provide growth and better
yield compared to the treatment of organic fertilizer and inorganic fertilizers. Varieties rojolele
give quantity and quality results better than varieties IR 64 and Ciherang
Keywords: SRI (System of Rice Intensification), Variety, Fertilizer

PENDAHULUAN

Kebutuhan pangan berupa beras di

Beras di Indonesia merupakan salah


satu bahan pangan pokok. Permintaan
terhadap beras sebagai makanan utama
sebagian

besar

penduduk

Indonesia

mengalami peningkatan sebesar 2,23% per


tahun, dan proyeksi permintaan beras pada
tahun 2010 sekitar 41,50 juta ton (Swastika
et al., 2000). Selanjutnya dikatakan bahwa
defisit beras akan meningkat sekitar 13,50%
per tahun (12,78 juta ton pada tahun 2010)
apabila

tidak

dilakukan

peningkatan

produktivitas dan perluasan areal panen.

Indonesia dalam satu tahun sebanyak


34.000.000

ton.

Untuk

memenuhi

kebutuhan beras tersebut diperlukan suatu


panen padi yang sempurna, tanpa ada
kegagalankegagalan. Pada kondisi normal
untuk memenuhi kebutuhan pangan di
Indonesia

memerlukan

import

beras

sebanyak tidak kurang dari 2.000.000 ton


per tahun (Kusbiantoro, 2003).
Berbagai

kalangan

di

tingkat

nasional, regional maupun internasional


memandang bahwa isu tentang kelangkaan
35

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

dan

krisis

pangan

(food

perubahan iklim global


changes)

merupakan

crisis)

(global
salah

serta
climate

satu

daya yang perlu mendapatkan perhatian


dengan sangat serius. Dampak pemanasan
global serta praktek produksi pertanian
eksploitatif

produksi

dan

sangat

mengancam

ketersediaan

pangan.

Lembaga internasional termasuk badan


pangan dunia serta pembuat kebijakan
pertanian

nasional

telah

hasil yang tinggi, menyebabkan bahan


organik tanah menurun.

inti

persoalan di bidang pertanian dan sumber

yang

ISSN : 2086-7719

mengusulkan

berbagai strategi dalam rangka mengatasi


persoalan pangan dan lingkungan yang

Selain itu tidak semua jenis padi


cocok untuk dibudidayakan secara organik.
Padi hibrida kurang cocok ditanam secara
organik karena diperoleh melalui proses
pemuliaan

Pertanian

(1998)

produktivitas padi masih memungkinkan,


hingga

saat

ini

ratarata

produktivitas yang dicapai di tingkat petani

penyakit tertentu, tetapi umumnya padi


hibrida

Adanya

tersebut

hanya

dapat

tumbuh

dan

berproduksi optimal bila disertai dengan


aplikasi pupuk kimia dalam jumlah yang
banyak (Andoko, 2008).

secara organik hanyalah jenis atau varietas


lokal; antara lain Rojolele, Menthik, Pandan,
dan Lestari. Agar produksi optimal jenis
padi ini tidak menuntut penggunaan pupuk
kimia.

masih di bawah potensi hasil atau hasil


penelitian.

Walaupun

Varietas padi yang cocok ditanam

menyatakan bahwa peluang peningkatan

karena

laboratorium.

merupakan varietas unggul tahan hama dan

semakin rumit (Subejo, 2009).


Menteri

di

kesenjangan

mengindikasikan

hasil

Tanaman
mempunyai

padi

potensi

yang

sebenarnya
besar

untuk

bahwa

meberikan hasil yang tinggi. Ini hanya dapat

penerapan teknologi di tingkat petani masih

dicapai bila tanaman dengan kondisi yang

belum optimal sesuai anjuran.

baik untuk pertumbuhannya. Hal ini dapat

Herre & White (1997) menyatakan


bahwa peningkatan produksi padi dapat
dilakukan

melalui

perbaikan

di

bidang

nutrisi tanaman, yaitu melalui pemupukan.


Pemupukan

senantiasa

dilakukan

dan

menjadikan pupuk sebagai sarana vital


untuk peningkatan hasil padi.

dilakukan melalui proses pengelolaan air,


tanah, dan tanaman. System of Rice
Intensification (SRI) adalah suatu cara
budidaya tanaman padi yang intensif dan
efisien dengan proses manajemen sistem
perakaran yang berbasis pada pengelolaan
air,

tanah, dan

tanaman.

Dalam SRI

tanaman diperlakukan sebagai organisme


Pemakaian

pupuk

anorganik

hidup

sebagaimana

mestinya,

tidak

secara intensif dan penggunaan bahan

diperlakukan seperti mesin yang dapat

organik yang terabaikan untuk mengejar

dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam


36

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

tanaman

dikembangkan

dengan

ISSN : 2086-7719

cara

nyata. Uji coba petani di beberapa daerah

memberikan kondisi yang sesuai untuk

misalnya di Ciamis, Garut, dan Tasik

pertumbuhannya (Sutaryat, 2008).

memberikan hasil berturutturut mulai dari

Berdasarkan teknik SRI tanaman


padi tidak dianggap sebagai tanaman air,
tetapi

dalam

pertumbuhannya

membutuhkan air. Oleh karena itu tanaman


padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak
tergenang

dengan

tujuan

menyediakan

oksigen lebih banyak di dalam tanah yang


kemudian dimanfaatkan oleh akar. Pada
kondisi tidak tergenang maka akar akan

9,4 ton/ha, 11 ton/ha, dan 11,2 ton/ha;


bahkan terakhir ada yang mencapai 12,5
ton/ha. Demikian juga ujicoba pemula di
Cianjur, Bekasi, Sukabumi, dan Bandung
selalu di atas 8 ton/ha; meskipun dalam
penerapannya masih jauh dari sempurna.
Cara SRI juga meningkatkan kualitas bulir
padi yang dihasilkan. Produk beras rasanya
lebih pulen dan lebih tahan untuk disimpan
(Sutaryat, 2008).

tumbuh lebih subur dan besar, dapat


menyerap nutrisi lebih banyak sehingga
mendorong tumbuhnya tunas yang optimal.

Dalam mengelola usaha pertanian


setiap petani berusaha agar hasil yang
diperoleh maksimum. Untuk itu petani

Metode ini menggunakan benih


dan input yang lebih sedikit dibandingkan
metode tradisional

(misalnya air) atau

metode yang lebih modern (pemakaian


pupuk dan asupan kimiawi)

diharapkan mampu melakukan inovasi baru,


yaitu memadukan

sistem budidaya SRI

dengan pemakaian pupuk organik dan


anorganik.

(Las et al.,

1999).

Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui pengaruh jenis pupuk organik


Budidaya model SRI merupakan
sistem produksi pertanian yang holistik dan
terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan
produktivitas agroekosistem secara alami,

dan anorganik serta campuran keduanya


terhadap

pertumbuhan

dan

hasil

padi

varietas Ciherang, IR64, dan Rojolele


dalam System of Rice Intensification (SRI).

sehingga mampu menghasilkan pangan


yang cukup berkualitas dan berkelanjutan.
Sehubungan

dengan

hal

itu

model

MATERI DAN METODE

pertanian SRI ini dapat dijadikan salah satu


pilihan

model

untuk

dikembangkan,

karena

dibangun

dan

Penelitian dilaksanakan di Dusun

penggunaan

air

Susukan, Desa Margokaton, Kecamatan

yang hemat merupakan salah satu langkah

Seyegan,

dalam mengantisipasi krisis air.

Istimewa Yogyakarta pada bulan November

Menanam padi dengan cara SRI


dapat meningkatkan produktivitas secara

Kabupaten

Sleman,

Daerah

2009 sampai dengan Juni 2010. Tempat


penelitian terletak pada ketinggian 300 m di
37

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

atas permukaan laut, dengan jenis tanah

Gabah calon benih padi diseleksi

Regosol.

dengan direndam air garam.

Bahan

yang

digunakan

dalam

penelitian ini meliputi benih padi yang terdiri


atas 3 varietas (Ciherang, IR-64 dan
Rojolele), pupuk organik (pupuk kandang
sapi), pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl).
Alat
penelitian

yang

ini

digunakan

antara

lain

dalam

timbangan,

Kepekatan

air

garam

diukur

dengan memasukkan telur itik


mentah ke dalam air garam.
Garam yang digunakan garam
grosok (kasar). Berat

telur itik

segar 62,5 gram. Garam 650


gram dilarutkan ke dalam air 4
liter.

Gabah

calon

benih

dimasukkan ke dalam air garam,

sprayer, penggaris, role meter, oven.

gabah yang tenggelam dipakai


Penelitian merupakan percobaan
faktorial 3 X 3, yaitu faktor pertama jenis
pupuk yang terdiri atas 3 aras, yaitu (P1)
Pupuk organik, (P2) Pupuk anorganik, (P3)
Pupuk organik dan anorganik. Faktor kedua
macam varietas padi yang terdiri atas 3
aras, yaitu

(V1) Varietas Ciherang, (V2)

Varietas IR-64, dan (V3) Varietas Rojolele.


Dari kedua faktor tersebut menghasilkan

untuk benih sedangkan yang


terapung tidak digunakan. Benih
hasil seleksi di cuci kemudian
direndam air bersih selama 48
jam.

Setelah

48

jam

benih

diangkat dan dicuci dengan air


bersih,

kemudian

dikeringanginkan selama 24 jam


(Fakultas Teknologi

Pertanian

UGM, 2009).

9 kombinasi perlakuan, yaitu:


P1V1

P1 V2

P1 V3

P2V1

P2 V2

P2 V3

P3V1

P3 V2

P3 V3

b. Persemaian
Benih

ditanam

Kebutuhan

pada

benih

besek.

untuk

satu

besek ukuran 15 X 15 cm
sebanyak kurang lebih 5 gram.

Percobaan

disusun

dalam

Rancangan Acak Kelompok Lengkap


dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 27
petak perlakuan.
Pelaksanaan Penelitian

Tanah sebagai media tumbuh


dicampur dengan pupuk organik
perbandingan

dilapisi

pada

a. Persiapan benih

1.

Besek

dasarnya

setinggi kurang lebih setengah


besek.

1. Pembibitan

daun

Tanah

yang

telah

dicampur dengan pupuk organik


dimasukkan ke dalam besek,
selanjutnya ditaburkan benih ke
38

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

dalam media persemaian dan

ditabur dan dibenamkan ke dalam

ditutup dengan abu dan jerami.

tanah dengan kondisi air macak

Benih yang disebar tidak boleh

macak. Ini dilakukan pada petak

tumpang

penelitian yang menggunakan pupuk

tindih.

Penyiraman

dilakukan 2 kali sehari. Pada

organik

umur 5 hari jerami diangkat,

organik dengan anorganik.

karena

benih

sudah

mulai

tumbuh. Bibit siap tanam pada


umur14 hari.

Tahap

dan

campuran

III.

pupuk

Penghalusan

dan

perataan tanah dilakukan pada tiga


hari sebelum tanam dengan kondisi
air macakmacak.

2. Persiapan Lahan
Persiapan lahan dimulai dengan
membersihkan sisasisa tanaman,
selanjutnya

tanah

diolah. Lahan

dibuat

petakanpetakan

dengan

ukuran

3 m X 3 m sebanyak 27

petak, dan sekeliling petak penelitian


dibuat saluran irigasi untuk keluar
dan masuknya air.

Saluran air

masuk dan keluar dibuat sendiri


sendiri

untuk

setiap

petaknya,

sehingga air tidak masuk ke dalam

3. Penanaman
Bibit padi ditanam pada umur 14 hari
setelah

semai,

sekam

dibiarkan

menempel dengan akar tunas. Pada


sekam

masih

sebagai

tersedia

sumber

makanan

energi

yang

penting bagi bibit muda.

Jumlah

bibit per lubang hanya satu. Bibit


harus di tanam secepat mungkin,
sekitar setengah jam dari media
persemaian. Benih ditanam dangkal

petakpetak yang lain,

dengan perakaran horizontal seperti


Pengolahan tanah ini dibagi menjadi

huruf L. Jika akar tertekuk ke atas,

tiga tahap:

benih

Tahap

I.

Pembalikan

tanah

dilakukan pada 20 hari sebelum


tanam dengan mencangkul. Hal ini
untuk

mendapatkan

tanah sesuai

dengan kebutuhan

sekaligus

besar

dalam pertumbuhan kembali, dan


akar

baru

akan

tumbuh

dari

ujungnya. Benih ditanam dengan


jarak tanam 22 cm X 22 cm.
4. Pemeliharaan
a. Penyiangan

Tahap II. Dilakukan pada 15 hari

mencangkul.

energi

kedalaman

tanaman.

sebelum

memerlukan

tanam
Pada
dilakukan

dengan
tahap

ini

pemberian

Pembersihan gulma dilakukan


dengan

tangan

dan

menggunakan alat sederhana.


Penyiangan pertama pada umur
tanaman 15 Hari Setelah Tanam

pupuk kandang. Pupuk kandang


39

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

(HST), penyiangan kedua 25

pupuk dasar yang diberikan 15

HST, penyiangan ketiga 35 HST,

hari

sebelum

tanam.

Cara

penyiangan keempat 45 HST

pemberiannya

dengan

cara

dan penyiangan yang terakhir 65

disebar keseluruh permukaan

HST.

tanah dengan dosis 10 ton/ha


(9 kg/9 m2). Untuk selanjutnya

b. Pemupukan
1) Perlakuan

pupuk

organik.

Pupuk diberikan bersamaan


dengan

pengolahan

tanah

kedua, yaitu 15 hari sebelum


tanam dengan dosis 10 ton/ha
(9

kg/9

m ).

Cara

pemberiannya dengan disebar


merata ke seluruh permukaan
tanah.

Setelah

disebarkan

pupuk dibiarkan selama empat


hari.

Selanjutnya

cangkul

tanah

sehingga

tersebut

dapat

di

pupuk
menyatu

dengan tanah.
2) Perlakuan pupuk anorganik.
Pupuk

anorganik

sebanyak
masing

diberikan

kali,

setelah

masing

penyiangan

pertama (ketika tanaman padi


berumur

penyiangan
tanaman

minggu)
ketiga

padi

dan
(ketika

berumur

minggu) dengan cara disebar.


Dosis pemupukan: Urea 250
kg/ha (0,225 kg/9 m2), SP-36
100 kg/ha (0,09 kg/9 m2), dan
KCl 50 kg/ha (0,045 kg/9 m2).
3) Perlakuan pupuk organik dan
pupuk

anorganik.

Pupuk

organik

digunakan

sebagai

setelah

masa

pemupukan

tanam

menggunakan

pupuk anorganik dengan dosis


Urea 250 kg/ha (0,225 kg/9
m2), SP-36 100 kg/ha (0,09
kg/9 m2), dan KCl 50 kg/ha
(0,045 kg/9 m2). Pemberian
pupuk ini dilakukan sebanyak
2 kali masing masing setelah
penyiangan pertama (ketika
tanaman

padi

minggu)

dan

berumur

penyiangan

ketiga (ketika tanaman padi


berumur 7 minggu) dengan
cara disebar.
c. Pengairan atau irigasi
Waktu

pengolahan

tanah

keadaan air macakmacak, ini


adalah

cara

SRI

dalam

penggunaan sedikit air. Umur


padi 1 sampai 8 HST keadaan
tanah lembab (tidak digenang),
umur 9 HST

digenang 3 cm

untuk memudahkan penyiangan


I, setelah itu tanah dibiarkan
lembab sampai umur 18 HST.
Pada umur 19 HST tanaman
digenangi untuk penyiangan II,
selanjutnya

pengeringan

kembali. Demikian selanjutnya


dengan

interval

waktu

yang
40

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

sama

sampai

ISSN : 2086-7719

tanaman

diamati dengan menghitung jumlah

berbunga. Pada saat tanaman

hari mulai tanam sampai dengan

berbunga

tercapainya 50% populasi tiap unit

digenang

kembali

setinggi 3 cm sampai pada


masak susu, lalu dikeringkan
kembali

sampai

percobaan berbunga.
2. Variabel

menjelang

hasil

meliputi

panjang

malai, jumlah gabah isi per malai,

panen.

bobot 1000 biji pada kadar air 16 %,


bobot gabah kering isi per rumpun,

5. Pemungutan hasil panen

bobot

Pemungutan hasil dilakukan setelah

gabah

Pengamatan

gabah masak yang ditandai dengan

segar

per

dilakukan

petak.
setelah

tanaman dipanen.

bulir padi menguning. Pemanenan


dilakukan setelah tanaman berumur

Analisis Data

kurang lebih 110 HST atau sesuai


umur masing masing varietas padi.

Data dianalisis dengan sidik ragam


pada jenjang nyata 5 %. Apabila terdapat
beda nyata dilanjutkan dengan Duncans

Pengamatan

Multiple Range Test (DMRT) pada jenjang

Pengamatan

dilakukan

untuk

nyata 5%.

memperoleh data-data sebagai


berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Variabel pertumbuhan meliputi tinggi
tanaman, jumlah anakan total, saat

Hasil

berbunga, bobot kering tanaman per

1. Tinggi tanaman

rumpun.

Pengamatan

Hasil

dilakukan

analisis

tinggi

tanaman

sampai

minggu ke 2, 4, dan 6 tidak ada beda nyata

dengan 6 minggu setelah tanam

dan tidak terjadi interaksi antara perlakuan

untuk variabel tinggi tanaman dan

jenis pupuk dan macam varietas. Purata

jumlah

sedangkan

tinggi tanaman minggu ke 2, 4, dan 6

ditimbang

setelah tanam disajikan pada Tabel 1 dan

mulai

berat

umur

anakan
kering

minggu

total,

tanaman

pada saat berbunga. Saat berbunga

Tabel 2.

41

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 1. Purata tinggi tanaman (cm) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan jenis
pupuk
Tinggi Tanaman Minggu ke
Pupuk
2

Organik

27,29 p

56,51 p

72,00 p

Anorganik

29,21 p

55,66 p

75,98 p

Organik&anorganik

27,98 p

56,79 p

75,33 p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.
Tabel 2. Purata tinggi tanaman (cm) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan macam
varietas
Tinggi Tanaman Minggu ke
Pupuk
2

Ciherang

28,36 a

56,70 a

74,68 a

IR-64

28,26 a

56,38 a

72,84 a

Rojolele

27,85 a

55,88 a

75,78 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.
2. Jumlah anakan

pupuk dan macam varietas. Purata jumlah

Hasil analisis jumlah anakan minggu

anakan minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam

ke 2, 4, 6 tidak ada beda nyata dan tidak

disajikan pada Tabel 3 dan 4.

terjadi interaksi antara perlakuan jenis

Tabel 3. Purata jumlah anakan (batang) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan jenis
pupuk
Tinggi Tanaman Minggu ke
Pupuk
2

Organik

4,48 p

21,07 p

29,85 p

Anorganik

5,41 p

23,00 p

30,63 p

Organik&anorganik

5,00 p

23,07 p

31,22 p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.
42

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 4. Purata jumlah anakan (batang) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan
macam varietas
Tinggi Tanaman Minggu ke
Pupuk
2

Ciherang

5,26 a

22,44 a

28,48 a

IR-64

5,07 a

23,44 a

33,19 a

Rojolele

4,56 a

21,26 a

30,04 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.
macam varietas

3. Saat berbunga
Hasil analisis saat berbunga ada
beda nyata. Perlakuan jenis pupuk dan

terjadi interaksi. Hasil

Duncans Multiple Range Test (DMRT) saat


berbunga disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Purata saat berbunga (hari)


Varietas
Pupuk

Rata-rata
Ciherang

IR-64

Rojolele

Organik

69,67 de

56,33 f

77,33 a

67,78

Anorganik

69,33 e

55,67 f

76,00 b

67,00

Organik&anorganik

70,33 d

56,33 f

74,67 c

67,11

69,78

56,11

76,00

Rata-rata

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa


saat berbunga tanaman padi varietas IR

4. Bobot kering tanaman per rumpun


Hasil

analisis

bobot

kering

64 pada berbagai perlakuan pupuk lebih

tanaman per rumpun ada beda nyata dan

cepat

Ciherang

maupun

tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis

Sedangkan

varietas

pupuk dan macam varietas. Hasil DMRT

Ciherang lebih cepat dari varietas Rojolele.

bobot kering tanaman per rumpun disajikan

Varietas IR 64 dengan berbagai macam

pada Tabel 6.

varietas

dari

varietas

Rojolele.

pupuk tidak beda nyata.


43

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 6. Purata bobot kering tanaman per rumpun (g)


Varietas
Pupuk

Rata-rata
Ciherang

IR-64

Rojolele

Organik

47,83

60,55

42,03

50,14 q

Anorganik

42,75

36,72

62,29

47,25 q

Organik&anorganik

84,79

56,57

89,25

76,87 p

58,46 a

51,28 a

64,52 a

Rata-rata

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Pada
bahwa

Tabel

perlakuan

menunjukkan
pupuk

Hasil analisis panjang malai tidak

kombinasi organik dan anorganik untuk

ada beda nyata dan tidak terjadi interaksi

bobot

antara perlakuan jenis pupuk dan macam

kering

pemberian

5. Panjang malai

tanaman

lebih

baik

dibandingkan perlakuan pemberian pupuk

varietas. Purata panjang malai

organik maupun pupuk anorganik.

pada Tabel 7.

disajikan

Tabel 7. Purata panjang malai (cm)


Varietas
Pupuk

Rata-rata
Ciherang

IR-64

Rojolele

Organik

56,79

56,39

58,03

57,07 p

Anorganik

64,18

61,64

59,90

61,91 p

Organik&anorganik

66,15

69,19

66,63

67,32 p

62,37 a

62,40 a

61,52 a

Rata-rata

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.
6. Jumlah gabah isi per malai
Hasil analisis jumlah gabah isi per

terjadi interaksi. Purata jumlah gabah isi per


malai disajikan pada Tabel 8.

malai tidak ada beda nyata dan perlakuan


jenis pupuk dan macam varietas tidak
44

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

7. Bobot 1000 biji padi

ISSN : 2086-7719

antara perlakuan jenis pupuk dan macam

Hasil analisis bobot 1000 biji padi


ada beda nyata dan tidak terjadi interaksi

varietas. Hasil DMRT bobot 1000 biji padi


disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8. Purata jumlah gabah isi per malai (biji)


Varietas
Pupuk

Rata-rata
Ciherang

IR-64

Rojolele

Organik

76,50

69,95

65,96

70,80 p

Anorganik

83,37

87,18

87,54

86,03 p

Organik&anorganik

93,20

98,68

103,14

98,34 p

84,36 a

85,27 a

85,55 a

Rata-rata

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

Tabel 9. Purata bobot 1000 biji (g)


Varietas
Pupuk

Rata-rata
Ciherang

IR-64

Rojolele

Organik

27,67

27,13

25,55

26,79 p

Anorganik

28,22

27,63

25,58

27,15 p

Organik&anorganik

28,05

28,37

26,19

27,54 p

27,98 a

27,72 a

25,78 b

Rata-rata

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Hasil analisis bobot 1000 biji padi

8.

Bobot gabah kering isi per rumpun

ada beda nyata dan tidak terjadi interaksi

Hasil analisis bobot gabah kering

antara perlakuan jenis pupuk dan macam

isi per rumpun tidak ada beda nyata dan

varietas. Hasil DMRT bobot 1000 biji padi

tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis

disajikan pada Tabel 9.

pupuk dan macam varietas. Purata bobot

Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa


bobot 1000 biji padi varietas Ciherang dan

gabah kering isi per rumpun disajikan pada


Tabel 10.

varietas IR 64 lebih berat dibandingkan


dengan varietas Rojolele.
45

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 10. Purata bobot gabah kering isi per rumpun (g)
Varietas
Pupuk

Rata-rata
Ciherang

IR-64

Rojolele

Organik

32,95

27,55

22,58

27,69 p

Anorganik

32,72

24,65

34,15

30,51 p

Organik&anorganik

38,16

34,11

41,70

37,99 p

Rata-rata

34,61 a

28,77 a

32,81 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

9. Bobot gabah segar per petak

interaksi antara perlakuan jenis pupuk dan

Hasil analisis bobot gabah segar


per petak ada beda nyata dan tidak terjadi

macam varietas. Hasil DMRT bobot gabah


segar per petak disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Purata bobot gabah segar per petak (kg)


Varietas
Pupuk

Rata-rata
Ciherang

IR-64

Rojolele

Organik

4,00

3,75

5,08

4,28 q

Anorganik

5,17

4,67

4,92

4,92 p

Organik&anorganik

5,25

4,42

5,25

4,97 p

Rata-rata

4,81 ab

4,28 ab

5,08 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Pada

Tabel

11

menunjukkan

PEMBAHASAN

bahwa bobot segar gabah per petak untuk

Pada tinggi tanaman dan jumlah

macam varietas cenderung sama berat.

anakan umur 2, 4, dan 6 minggu jenis

Sedangkan

pupuk

pupuk dan macam varietas tidak terjadi

pupuk kombinasi organik

interaksi. Tetapi kalau dibandingkan hasil

dan anorganik menunjukkan hasil yang

percobaan dengan diskripsi tanaman padi

lebih berat dibandingkan dengan perlakuan

masing-masing

pupuk organik.

berbeda.

anorganik dan

pada

perlakuan

varietas

hasilnya

akan

Pada diskripsi tinggi tanaman

maksimal untuk varietas Ciherang 115 cm,


46

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

IR-64 85 cm, dan Rojolele 155 cm;

dimanfaatkan oleh akar. Pada kondisi tidak

sedangkan hasil percobaan tinggi tanaman

tergenang maka akar akan tumbuh lebih

rata-rata untuk varietas Ciherang 74,68 cm,

subur dan besar, dapat menyerap nutrisi

IR-64 72,84 cm, Rojolele 75,78 cm. Ini

lebih

menunjukkan bahwa varietas IR-64 lebih

tumbuhnya tunas yang optimal.

banyak

respon terhadap pemupukan di bandingkan


dengan vrietas yang lainnya. Varietas IR-64
merupakan
Rojolele

varietas

varietas

varietas

unggul

lokal,

hibrida.

nasional,

dan

Ciherang

Andoko,

(2008)

mengatakan, padi varietas unggul tahan


hama

dan

penyakit

tertentu,

tetapi

umumnya padi hibrida hanya dapat tumbuh


dan

berproduksi

optimal

bila

disertai

dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah


banyak. Tanpa pupuk kimia padi tersebut
tidak akan tumbuh subur dan berproduksi
optimal.

sehingga

mendorong

Saat berbunga tanaman terjadi


interaksi antara perlakuan jenis pupuk dan
macam varietas. Saat berbunga varietas
IR64

dan

Ciherang

tidak

begitu

terpengaruh dengan perlakuan jenis pupuk,


namun IR-64 lebih cepat dari Ciherang; dan
yang paling lama Rojolele. Hal ini terlihat
bahwa varietas unggul IR64 dan Ciherang
lebih

kuat

secara

genetik

responnya

terhadap pemberian pupuk dibandingkan


Rojolele. Bisa juga disebabkan karena sifat
genetis

yang

berkaitan

dengan

umur

tanaman. Tanaman yang umurnya pendek


Jumlah

anakan

untuk

saat berbunganya lebih cepat daripada

varietas Ciherang 17 batang, IR-64 banyak,

tanaman yang umurnya panjang. Ini sesuai

Rojolele

dengan diskripsi tanaman padi; Varietas IR

pada

batang;

Ciherang 28,48
batang,

diskripsi
hasil

percobaan

batang, IR-64

Rojolele

30,04

33,19

batang.

Ini

64 umur panennya 115 hari, Ciherang 116125, hari, dan Rojolele 155 hari.

membuktikan bahwa sistem tanam SRI bisa


meningkatkan

jumlah

anakan

tanaman padi. Hal ini bisa kita lihat semua


varietas jumlah anakannya lebih banyak
dari diskripsi, terutama varietas Rojolele.
Sutaryat (2008) mengatakan, bahwa pada
teknik SRI tanaman padi tidak dianggap
sebagai

tanaman

air

tetapi

dalam

pertumbuhannya membutuhkan air. Oleh


karena itu tanaman padi ditanam pada
kondisi tanah yang tidak tergenang dengan
tujuan menyediakan oksigen lebih banyak
di

dalam

tanah

yang

Macam varietas tidak berpengaruh

untuk

kemudian

terhadap bobot kering tanaman, sedangkan


jenis pupuk berpengaruh. Pupuk organik
dan anorganik pengaruhnya sama, tetapi
setelah

keduanya

dicampur

bobot

keringnya menjadi meningkat. Hal Ini dapat


terjadi karena penambahan pupuk organik
dapat memperbaiki struktur tanah, dan
meningkatkan penyerapan air. Pengaruh
lebih

lanjut

unsur

hara

mengakibatkan
menjadi

lebih

meningkatkan
oleh

tanaman,

pertumbuhan
baik.

penyerapan
yang

tanaman

Tanaman

yang
47

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

pertumbuhannya baik dapat melakukan

nutrisi dan mineral yang cukup, sehingga

fotosintisis

sehingga

menyebabkan terjadinya mobilisasi dan

fotosintat yang dihasilkan menjadi lebih

transport dari bagian vegetatif ketempat

banyak. Bobot kering tanaman merupakan

perkembangan buah dan biji (Gardner et

hasil dari proses fotosintesis yang tidak lain

al., 1991).

adalah

yang

lebih

fotosintat,

baik,

sehingga

naiknya

fotosintat sama juga naiknya bobot kering


tanaman. Adiningsih (1984 dan Rochayati,
1988) mengatakan,
organik

merupakan

perbaikan
yang

penambahan bahan

lingkungan

antara

lain

suatu

tindakan

tumbuh

tanaman

dapat

meningkatkan

efisiensi pupuk, meningkatkan produktivitas


tanah dan mengurangi kebutuhan pupuk
terutama

pupuk

K.

Sutanto

(2002)

mengatakan, pupuk organik merupakan

Pada bobot gabah kering isi per


rumpun perlakuan jenis pupuk dan macam
varietas tidak berpengaruh dan tidak terjadi
interaksi.

Mulai

pembungaan

sampai

dengan pembuahan dikendalikan


lingkungan;

terutama

temperatur,

dan

oleh

fotoperiodesitas,

oleh

faktor

genetik

(internal), terutama pengaturan tumbuhan,


hasil fotosintesis, dan

pasokan nutrient

(misalnya nitrogen) (Gardner et al., 1991).

bahan pembenah tanah yang paling baik

Hasil analisis bobot gabah segar

dibanding bahan pembenah lainnya. Selain

per petak ada pengaruh pada perlakuan

itu juga mengandung unsur mikro dan

jenis pupuk dan macam varietas. Kedua

mampu meningkatkan kelembaban tanah

perlakuan tidak

dan

pupuk

memperbaiki

pengatusan

dakhil

(internal drainage).

tidak

berpengaruh

terhadap

panjang malai. Hal ini diduga karena


adanya

sifat

genetis

masingmasing

varietas tanaman padi. Begitu pula pada


jumlah gabah isi per malai dan bobot gabah
kering isi per rumpun
Perlakuan
mempengaruhi
macam
perlakuan
tersebut

tidak

bobotnya

paling

Pada
tinggi

kombinasi organik dengan anorganik. Untuk


macam varietas pengaruhnya cenderung
sama. Hal tersebut disebabkan karena
pupuk yang diberikan mempunyai pengaruh
pada sifat fisik tanah, sehingga penguraian
penguraian yang terjadi mempertinggi kadar
bunga tanah yang dapat memperbaiki
struktur tanah, menjadikan tanah mudah

jenis

bobot

varietas

interaksi.

dibandingkan dengan pupuk anorganik dan

Perlakuan jenis pupuk dan macam


varietas

organik

terjadi

pupuk

1000

biji,

berpengaruh.
terjadi

disebabkan

diolah dan terisi oksigen yang cukup. Pupuk

tetapi

yang diberikan mampu membentuk bunga

Kedua

interaksi.

karena

tidak

tanah

yang dapat meningkatkan daya

Hal

penahan air. Tanah akan mampu menahan

pengaruh

banyak air sehingga terbentuk air tanah

genetik tanaman yang melekat pada setiap

yang

bermanfaat,

varietas. Pertumbuhan biji membutuhkan

memudahkan

akar

karena

akar

akan
tanaman
48

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

menyerap unsur hara bagi pertumbuhan

(Terjemahan), Universitas Indonesia,

dan perkembangan tanaman.

Jakarta

KESIMPULAN

Gomez,

Berdasarkan hasil analisis dan


pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut:

K.A.

&

A.A.

Gomez.

1995.

Prosedur Statistika untuk Penelitian


Pertanian

(Terjemahan

A.

Sjamsuddin & J.S. Baharsyah). Edisi


Kedua. UI Press, Jakarta.

1. Kombinasi pupuk organik dengan


pupuk

anorganik

memberikan

pertumbuhan dan hasil yang lebih


baik dibandingkan dengan perlakuan
pupuk organik dan pupuk anorganik.
2. Varietas

Rojolele

Herre. E. A. & W. C. White. 1997. Profil


Pasar dalam O.P. Englestad (editor).
Teknologi dan Penggunaan Pupuk.
Gadjah

Mada

University

Press.

Yogyakarta. 1-6 hal.

memberikan

kuantitas maupun kualitas hasil yang

Kusbiantoro,

B.

2003.

Budidaya

Padi

lebih baik dibanding dengan varietas

dengan Model Singgang Replanting,

IR64 maupun Ciherang.

Seminar

"Upaya

Mengatasi

Instabilitas Ekonomi dan Iceamanan


Akibat Adanya Potensi Kekurangan

DAFTAR PUSTAKA

Air". 23 Maret 2003. Karawang

Adiningsih, S J. 1984. Pengaruh Beberapa


Faktor Terhadap Penyediaan Kalium
Tanah Sawah Daerah Sukabumi dan
Bogor.

Disertasi

Fakultas

Pascasarjana IPB, Bogor.


Andoko, A. 2008. Budidaya Padi Secara
Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Menteri Pertanian. 1998. Kebijaksanaan


Peningkatan Produksi Padi Nasional.
Seminar
Produksi

1994. Modern Rice Technology and

Padi

Peningkatan

Nasional

Sistem Tabela Padi

melalui

Sawah

dan

Pemanfaatan Lahan Kurang Produktif


Bandar Lampung, Dalam Seminar
Nasional

David, Christine C. and Keijiro Otsuka.

Nasional

yang

dilaksanakan

di

Bandar Lampung tanggal 9 10


Desember 1998. 17 p.

Income Distribution in Asia. Lynne


Rienner Publishers/International Rice
Research Institute (IRRI).

Rochayati,

Sri.

Organik

1988.
dalam

Peranan

Bahan

Meningkatkan

Efisiensi Pupuk dan Produktivitas


Gardner.F.P, R.B Pearce, R.L Mitchell.
1991, Fisiologi Tanaman Budidaya

Tanah. Dalam M. Sudjadi (eds.) Pros.


Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk.
Puslittan, Bogor. Hal 161-181.
49

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Subejo,

Nastul

Indonesian

Pradana

2009.

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Science

Gadjah Mada. 2009. Rencana Kajian

http://www.iasa-

UGM : Teknologi Tanam Padi Hemat

Agricultural

Association/IASA

ISSN : 2086-7719

pusat.org/latest/perangkap-malthus-

Air

pertarungan-ledakan-penduduk-dan-

Yogyakarta.

pangan.html. Juni 2009.


Sutanto,

Rachman.

2002.

Metode

SRI

200

2011.

Badan Litbang Pertanian. 1998. Laporan


Pertanian

Hasil

Penelitian

Optimalisasi

Organik Menuju Pertanian Alternatif

Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan

dan

Teknologi

Berkelanjutan.

Kanisius,

untuk

Pengembangan

Sektor Pertanian dalam Pelita VII.

Yogyakarta. Hal 35 37.

Puslittanak, Bogor. 386 hal.


Sutaryat, A., 2008, Sistem Pengelolaan
Pertanian
dengan

Ramah
Metoda

Intensification

Lingkungan

System of
(SRI),

Rice

Lembaga

Pertanian Sehat, Bogor.


Swastika, D.K.S, P.U. Hadi, dan Nyak
Ilham. 2000. Proyeksi Penawaran
dan Permintaan Komoditas Tanaman
Pangan 2000-10. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 13
hal.

50

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM


BERBASIS KONSENTRAT BROILER

Niken Astuti
Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
This research was conducted to investigate the effect of ration based on broiler
concentrate on performance include feed intake, average daily gain, and feed conversion. The
material were used 60 native chicken divided into 12 cages randomly of four treatments, each
treatment consisted of three replications. The treatment were R1 (concentrate broiler100%), R2
(concentrate broiler 75%) , R3 (concentrate broiler 50%) and R4 (concentrate broiler 25%).
One way completely randomized design was used. The variable were analyzed by analysis of
variance and the significant result tested by Duncans New Multiple Range Test. The result
showed that the feed intake on concentrate broiler 75 and 100% was not significant different,
the same result on average daily gain and feed conversion. The lower native chicken
performance was showed on ration based on concentrate broiler 25 and 50%. It was concluded
that concentrate broiler can be used in ration up to 75% .
Key words : Native chicken, performance, concentrate broiler.
PENDAHULUAN

budidaya

dan

obat/additif

berturut-turut

diperkirakan sebesar 9,25; 15 dan 3,5


Ayam kampung merupakan salah satu
ternak unggas yang sangat berperan dalam
meningkatkan ketahanan pangan nasional
yaitu

sebagai

sumber gizi

masyarakat

khususnya sebagai sumber protein hewani


baik

dari

telur

maupun

dagingnya.

Meskipun belum secepat ayam ras tetapi

trilyun. Terlihat bahwa biaya investasi untuk


pakan adalah lebih besar dibanding dengan
investasi yang lain hampir mendekati 50%
dari

total

biaya

investasi

bisnis

perunggasan sehingga strategi dan efisiensi


pakan sangat diperlukan agar tercapai
produksi yang optimal.

ayam kampung di masa mendatang cukup


potensial

untuk

dikembangkan

sebagai

Peranan

ayam

kampung

sebagai

usaha agrobisnis. Agribisnis perunggasan

penyedia daging dan telur untuk memenuhi

sebagai

konsumsi protein hewani sangat berarti

sumber

lapangan

pekerjaan,

sebagai peningkat income dari masyarakat

terutama

peternak, sebagai peningkat income mata

Populasi ayam kampung pada tahun 2008

rantai agribisnis peternakan seperti jagung,

adalah 290.803.000 ekor atau mengalami

dedak (bekatul), distribusi, restoran, warung

kenaikan 6,81%

dari tahun 2007 sedang

dan lain-lain.

produksi

mencapai

Investasi
pada

tahun

di

bisnis

perunggasan

2010

untuk

bibit,

pakan,

bagi

telur

masyarakat

pedesaan.

96.000

ton

pertahun atau 31,34% dari total produksi


telur dalam negeri. Kontribusi daging dari
51

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

berbagai jenis ternak menunjukkan bahwa

penggunaan konsentrat broiler ini dapat

peranan daging unggas semakin meningkat

digunakan dalam ransum agar

sampai 64,7% pada tahun 2008 dan 16,3%

ayam kampung optimal belum banyak

(352,7 ribu ton) berasal dari unggas lokal.

diketahui oleh peternak. Oleh karena itu

Perubahan

semakin

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

perunggasan

kinerja ayam kampung dengan ransum

ini

meningkatnya

disebabkan
industri

nasional (Anonimus, 2009).

berbasis konsentrat broiler.

Ayam kampung yang dilepas bebas


biasanya mempunyai

Umumnya ayam cukup diberi makan pagi


hari saat akan dilepas berupa sisa-sisa
dan

tambahan

bekatul

secukupnya. Selebihnya ayam dianggap


dapat mencari makan sendiri disekitar
rumah

(Sarwono,

dijelaskan

1995).

bahwa

Lebih

ayam

lanjut

kampung

mempunyai kelemahan di antaranya yaitu


ayam lambat

untuk

berkembang

lebih

banyak, karena tingkat kematian pada anak


ayam relatif lebih tinggi, waktu mengasuh
terlalu

lama

produktifitas.
ayam

yang
Kendali

kurang,

MATERI DAN METODE

tingkat kekebalan

yang tinggi dan menghemat biaya makanan

makanan

kinerja

berarti

mengurangi

akan

keberadaan

sehingga

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan

di dusun

Srontakan, Desa Argomulyo, Kecamatan


Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta dari
bulan Maret 2012 sampai Oktober 2012.

Materi Penelitian
Ayam kampung:
Penelitian menggunakan anak ayam
kampung berumur 2 minggu sebanyak 60
ekor dengan empat perlakuan dipelihara
selama 8 minggu.

kemungkinan

dimangsa predator maupun hilang lebih

Vaksin dan Obat-obatan :


Vaksin

tinggi.

penelitian
Cara pemeliharaan yang demikian

yang
adalah

digunakan
Vaksin

untuk

Newcastle

Disease (ND) merk Medivac Lasota dosis

kurang baik sehingga perlu dilakukan upaya

untuk 100 ekor ayam.

untuk memperbaikinya antara lain dengan

dilakukan dua kali pertama saat ayam

pemeliharaan secara intensif menggunakan

berumur empat hari diberikan dengan cara

kandang panggung dan pakan komersial.

tetes mata, kedua pada saat ayam berumur

Penggunaan

konsentrat broiler sebagai

mpat minggu diberikan melalui air minum.

pakan komersial sudah banyak dilakukan

Program pengobatan dilakukan jika ayam

oleh peternak ayam kampung, namun

sudah terkena penyakit.

demikian

Vitamin

sampai

berapa

persen

Pemberian vaksin

52

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Vitamin

yang

untuk

(Tabel 2). Ransum penelitian tersusun dari

menjaga keseimbangan tubuh ayam adalah

konsentrat broiler (BR1), jagung dan bekatul

Vita Chick dengan dosis 1g/800 ml air

yang komposisinya dapat dilihat pada Tabel

setiap hari.

1. Ransum tersebut adalah sebagai berikut

Kandang dan Peralatan

Kandang
penelitian
sebanyak

yang

berupa
12

digunakan

ISSN : 2086-7719

digunakan

kandang

buah

untuk

R1= Ransum 100 % konsentrat broiler

kelompok

(BR1)

yang terbuat dari

R2= Ransum dengan 75% BRI, 10% jagung

kayu/bambu dengan ukuran panjang 80 cm

dan 15% bekatul

lebar 60 cm dan tinggi 40 cm. Kandang


dilengkapi

dengan

tempat

pakan

R3= Ransum dengan 50% BRI, 25% jagung

dan

dan 25% bekatul

minum serta alat untuk membersihkan

R4= Ransum dengan 25% BRI, 40% jagung

kandang dan lantai kandang.

dan 35% bekatul

Timbangan
Timbangan analitik Ohouse dengan
Tabel 1. Komposisi nutrien dari bahan

kapasitas 2610 gram kepekaan 0,1 gram


digunakan

dalam

penelitian

ini

pakan perlakuan

untuk

menimbang pakan dan ayam.

Macam Bahan
Pakan

Protein
Kasar (%)

ME
(kkal/Kg)

Sebelum pakan perlakuan diberikan

Jagung 1)

8,7

3450

ayam berumur satu hari sampai umur dua

Bekatul 1)

12,0

1630

Konsentrat
BR1

20,0

3000

Ransum Penelitian

minggu diberi pakan BR1. Setelahnya


sampai berumur 10 minggu ayam diberi
ransum penelitian sesuai dengan perlakuan

Keterangan 1) Wahju (2007)

Tabel 2. Susunan dan komposisi nutrien ransum perlakuan


Bahan Pakan/
Nutrien (%)

Perlakuan
RI

RII

RIII

RIV

Jagung

00,00

10,00

25,00

40,00

Bekatul

00,00

15,00

25,00

35,00

Konsentrat (BR1)

100,00

75,00

50,00

2500

Jumlah

100,00

100,00

100,00

100,00

20

18,42

15,68

12,93

3000,00

2839,50

2770,00

2700.50

Protein kasar
Energy (kkal/kg)

53

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Metode Penelitian

membagi

Pengelompokan ayam

dikonsumsi

Ayam sebanyak 60 ekor berumur

terdiri tiga ulangan dan masing-masing


ulangan

terdiri

dari

lima

ekor

ayam

pakan

dengan

yang

pertambahan

berat badan tiap minggu dengan

dua minggu secara acak didistribusikan ke


dalam empat perlakuan. Setiap perlakuan

jumlah

satuan berat yang sama.


Analisa Data
Penelitian ini dirancang menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

kampung.

searah.

Pemberian pakan dan air minum

dianalisis menggunakan Analisis Variansi

Pakan dan air minum diberikan dua


kali sehari pagi dan sore secara adlibitum.

Data

kinerja

yang

diperoleh

(Anova), jika terdapat perbedaan yang


nyata maka dlanjutkan dengan Duncans
New Multiple Range test (DMRT) menurut

Pengambilan data

Astuti (1980).

1. Konsumsi pakan
Konsumsi
ulangan

pakan

masing-masing

dihitung

setiap

minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN


Konsumsi Pakan

sekali dengan menghitung selisih

Hasil penelitian tentang konsumsi

dari pakan yang diberikan dengan


sisa pakan, kemudian dibagi dengan
jumlah

ayam

tiap

kelompok

(gram/ekor/minggu).

dengan

cara

badan

diperoleh

mengurangi

pada

minggu

berat
saat

pemeliharaan dengan berat minggu


sebelumnya (gram/ekor/minggu).

minggu
yang

pakan
sekali

kampung

untuk

setiap

perlakuan tertera pada Tabel 3. Hasil


analisis

variansi
pakan

menunjukkan
dengan

bahwa

menggunakan

ransum berbasis konsentrat broiler (KB)


terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05).
Konsumsi

pakan

dipengaruhi

beberapa

faktor, antara lain umur, ukuran tubuh,


palatabilitas, dan

kualitas

pakan

yang

diberikan.

3. Konversi pakan
Konversi

ayam

konsumsi

2. Kenaikan berat badan


Kenaikan berat badan

pakan

dihitung
selama

diperoleh

setiap

penelitian

dengan

cara

54

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 3. Rata-rata konsumsi pakan setiap perlakuan (g/ekor/minggu)


Ulangan

Perlakuan
1

Rata-rata

R1 ( KB

100 %)

307,95

297,42

325,51

310,29b

R2 ( KB

75 %)

334,81

346,17

318,88

333,29ab

R3 ( KB

50 %)

382,40

487,98

324,77

398,30a

R4 ( KB

25 %)

345,43

320,17

307,16

324,25ab

Keterangan : a,b Nilai dengan superkrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05).
Hasil analisis variansi menunjukkan

mengkonsumsi lebih banyak energi jika

bahwa penggunaan pakan yang berbasis

kadar energi pakannya rendah (Anggorodi,

konsentrat

broiler

dalam

ransum

1985).

berpengaruh

nyata

terhadap

konsumsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Jumlah

konsumsi pakan ayam kampung pada

pada

penelitian ini berkisar antara 310,29

perlakuan R1 (100% konsentrat broiler)

398,38 g/ekor/minggu (Tabel 3). Hasil ini

lebih

hampir sama dengan penelitian Lestari

pakan ayam kampung (P<0,05).


konsumsi

pakan

rendah

(g/ekor/minggu)

dibanding

dengan

R3

(konsentrat broiler 50%) tetapi berbeda

(2009)

tidak nyata dengan R2 (konsentrat broiler

kampung pada umur 6-12 minggu berkisar

75% ) dan R4 (konsentrat broiler 25%). Hal

antara 319,31 327,04 g/ekor/minggu. Ini

ini

menunjukkan

dipengaruhi

oleh komposisi

nutrien

yaitu

rerata

bahwa

konsumsi

pakan

ayam

dengan

dalam ransum perlakuan yang diberikan

berbasis konsentrat broiler sampai aras

pada ayam kampung dimana kandungan

25% tetap palatabel untuk ayam kampung.

protein dan energinya berbeda (Tabel 2).


Tingkat protein dan energi pakan akan
berpengaruh terhadap konsumsi pakan.

Pertambahan Bobot Badan


Rata-rata pertambahan bobot badan

Pakan yang mengandung protein dan enrgi

(g/ekor/minggu)

untuk

setiap

perlakuan

yang relatif sama menyebabkan konsumsi

tertera pada Tabel 4. Pertambahan bobot

pakannya sama. Setiap kenaikan enrgi

badan hasil penelitian berkisar antara 87,29

pakan akan menurunkan konsumsi pakan

20,91 g/ekor/minggu.

dengan demikian kandungan protein pakan

Hasil analisis variansi menunjukkan

harus meningkat. Menurut Parakkasi (1985)

bahwa penggunaan konsentrat broiler yang

ayam

mengkonsumsi

disubtitusi

untuk

memenuhi

Ayam

tidak

ransum

kebutuhan

dapat

terutama
energinya.

menyesuaikan

diri

dengan ransumnya secara tepat tetapi

jagung

ransum berbeda

dan

bekatul

dalam

secara nyata (P<0,05)

terhadap pertambahan berat badan ayam


kampung.
55

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 4. Rata-rata pertambahan berat badan setiap perlakuan (g/ekor/minggu)


Ulangan

Perlakuan
1

Rata-rata

R1 ( KB

100 %)

115,73

127,78

119,23

120,91a

R2 ( KB

75 %)

120,53

119,72

117,89

119,38a

R3 ( KB

50 %)

105,70

104,92

106,70

105,77b

R4 ( KB

25 %)

82,73

97,33

81,82

87,29c

Keterangan : a,b,c Nilai dengan superkrip yang berbeda menunjukkan perbedaan


yang nyata (P<0,05).
Perbedaan
badan yang

pertambahan

bobot

nyata ini disebabkan karena

badan tersebut lebih tinggi dibandingkan


dnegan pendapat Murtidjo (1992)

yaitu

kandungan nutrien dalam ransum yang

sekitar 66 g/ekor/minggu. Hal ini diduga

dikonsumsi mempunyai kandungan protein

karena kandungan nutrien perlakuan yang

dan energi yang berbeda. Pertambahan

cukup tinggi yaitu berkisar protein 20%

bobot

dengan energi 3000 kcal ME.

badan

yang

berbeda

ini

juga

disebabkann karena konsumsi pakan yang


juga berbeda antar perlakuan (Tabel 3). Hal

Konversi Pakan

ini sesuai dengan pendapat Soeparno

Konversi pakan rata-rata untuk tiap

(1994), yang menyatakan bahwa konsumsi

perlakuan tertera pada Tabel 5. Konversi

pakan merupakan salah satu faktor yang

pakan hasil penelitian berkisar antara 2,57

mempengaruhi

3,74.

kelamin,

pertumbuhan selain jenis

hormon,

kastrasi, genetik dan

jenis pakan yang diberikan.


Perlakuan R1 dan R2 berbeda tidak

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa


penggunaan
disubtitusi

konsentrat

jagung

dan

broiler

yang

bekatul

dalam

nyata yang berarti pengurangan konsentrat

ransum berbeda

broiler sampai 25% tidak berpengaruh

terhadap konversi pakan ayam kampung.

nyata terhadap pertambahan berat badan

Perbedaan konversi pakan yang nyata ini

ayam kampung. Pertambahan bobot badan

disebabkan karena konsumsi pakan yang

pada perlakuan R3 berbeda nyata lebih

juga berbeda antar perlakuan (Tabel 3) dan

tinggi dibanding dengan R4 tetapi lebih

pertambahan berat badan

rendah dibanding dengan R1 dan R2.Hal ini

nyata (Tabel 4). Perlakuan R1 dan R2

disebabkan oleh karena kandungan nutrien

berbeda

pada R1, R2 dan R3 lebih baik dibanding

pengurangan

dengan R4 (Tabel 2).

25% tidak berpengaruh nyata terhadap

Rerata pertambahan berat badan

konversi

tidak

secara nyata (P<0,05)

nyata

konsentrat

pakan

juga berbeda

yang

berarti

broiler sampai

ayam

kampung.

hasil penelitian berkisar antara 87,29


120,91 g/ekor/minggu. Pertambahan berat
56

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 5. Rata-rata konversi pakan setiap perlakuan


Ulangan

Perlakuan
1

Rata-rata
3

R1 ( KB

100 %)

2,66

2,33

2,73

2,57b

R2 ( KB

75 %)

2,78

2,89

2,71

2,79b

R3 ( KB

50 %)

3,62

4,08

2,95

3,55a

R4 ( KB

25 %)

4,18

3,29

3,75

3,74a

Keterangan : a,b Nilai dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan


yang nyata (P<0,05).
Konversi pakan pada perlakuan R3

semakin kecil konversi pakan menunjukkan

berbeda tidak nyata dibanding dengan R4

bahwa ramsum yang dikonsumsi dapat

tetapi lebih tinggi dibanding dengan R1 dan

digunakan

R2.

menghasilkan peningkatan bobot badan.

Hal

ini

pengurangan

menunjukkan

konsentart

bahwa

lebih

efisien

dalam

broiler sampai

25% tetap menghasilkan konversi pakan


yang sama dengan penggunaan konsentrat

KESIMPULAN
Kesimpulan

broiler 100% dan lebih efisien dibanding

Dari

hasil

penelitian

dapat

dengan pengurangan konsentart 50 dan

disimpulkan bahwa penggunaan ransum

75%.

berbasis konsentrat broiler 100 dan 75%


Konversi

pakan merupakan nilai

memberikan kinerja yang terbaik yaitu

yang menggambarkan kemampuan unggas

konsumsi

untuk mengubah pakan menjadi daging.

pertambahan berat badan yang lebih tinggi

Sesuai

dan konversi pakan yang lebih rendah.

dengan

Kamal

(1999)

bahwa

pakan

yang

lebih

rendah,

konversi pakan adalah hasil bagi antara


konsumsi

pakan

dengan

pertambahan

Saran

berat/bobot badan dalam satuan berat dan

Peternak

ayam

ransum

kampung
pada

dapat

waktu yang sama. Hasil penelitian ini

memberikan

ternaknya

menghasilkan konversi pakan antara 2,57

dengan pakan berbasis konsentrat broiler

3,74, hasil ini hampir sama dibandingkan

75%.

pakan yang menggunakan bahan pakan


tepung

aking

(karak).

Hasil

penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Lestari (2009) yang menggunakan tepung


aking

dalam

ransum

ayam

kampung

menghasilkan konversi pakan sebesar 3,11


3,42. Hal ini sesuai dengan pendapat

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir


Dalam Ilmu Makanan Ternak
Unggas.
Universitas
Indonesia
Press, Jakarta.

Kamal (1999) yang menyatakan bahwa


57

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Anonimus, 2009. Buku Statistik Peternakan.


Ditjen Peternakan, Jakarta.
Astuti, M. 1980. Rancangan Percobaab dan
Analisis Statistik Bagian I. Fakultas
Peternakan, UGM, Yogyakarta.
Kamal, M., 1999, Nutrisi Ternak 1. Fakultas
Peternakan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Murtidjo, B.A. 1992. Pedoman Beternak
Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

ISSN : 2086-7719

Parakasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan


Makanan
Ternak.
Fakultas
Peternakan IPB, Bandung.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi
Daging. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Wahju, J. 2007. Ilmu Nutrisi
Unggas.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

58

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

KORELASI ANTARA KADAR GLIKOGEN, ASAM LAKTAT, pH DAGING DAN SUSUT


MASAK DAGING DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN
Sri Hartati Candra Dewi
Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
e-Mail : sh_candradewi@yahoo.com
ABSTRACT
An experiment was conducted to study the effects of sucrose supplementation,
insulin injection, and resting period prior to slaughtering on meat quality in sheep exposed to
stressful transportation. Fifty four female local sheep (10 to 12 months of age) with weight
ranging from 14 to 17 kg. The experimental sheep were assigned into a completely randomized
design with a 2x3x3 factorial arrangement with 3 replications. The first factor was sucrose
supplementation wih 2 levels (0 and 6 g/kg body weight). The second factor was insulin
injection after transportation with 3 levels (0, 0,3 and 0,6 IU/kgBW). The third factor was the
duration of resting period with 3 levels (2, 4 and 6 h prior to slaughtering). Parameters
measured were meat glycogen concentration, meat lactate concentration, meat pH, and meat
cooking loss. The results of the experiment indicated that sheep supplemented with sucrose
after transportation had higher meat glycogen and lactate concentration but lower meat pH and
cooking loss. Which proved there was a significant correlation between glycogen and lactic acid
with a correlation coefficient of 0.69 . Glycogen levels and pH of meat there was a definite
correlation with a correlation coefficient of -0.57 . pH value and lactic acid content of sheep
meat was a negative correlation ( coefficient -0.83 ). However, the pH of the meat and cooking
loss correlation coefficient of 0.35. It was concluded that significant positive correlation between
glycogen and lactic acid, but between glycogen levels and pH of meat a significant negative
correlation. Lactic acid and pH value that significant negative correlation , while the meat pH
value and meat cooking loss were not significant correlation.
Key words : sucrose, insulin, resting period, transportation, meat quality, sheep.

PENDAHULUAN

permintaan daging yang tinggi, namun tidak


dapat menunjang usaha produksi ternak.

Pengangkutan

ternak

dilakukan

karena adanya jarak yang cukup jauh


antara

sentra

produksi

ternak

dengan

rumah potong hewan (RPH) yang ada di


lokasi konsumen. Hal ini disebabkan oleh
kondisi wilayah dan geografi Indonesia,
daerah-daerah

sentra

produksi

ternak

umumnya memiliki lokasi yang berjauhan


dengan

konsumen.

Sebagai

contoh

permintaan

daging

sapi,

DKI

Jakarta

merupakan

daerah

konsumen

dengan

Oleh sebab itu pemerintah daerah harus


mendatangkan ternak hidup dari daerah lain
seperti Lampung, Jawa Tengah,

Jawa

Timur

Nusa

bahkan

dari

Sulawesi,

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur,


yang

menyebabkan

ternak

harus

mengalami pengangkutan yang cukup jauh


dan melelahkan dengan waktu yang cukup
lama.
Selama

pengangkutan,

ternak

berada dalam posisi berdiri dan tidak bebas


59

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

bergerak, sehingga akan mengalami stres.

glukosa.

Kondisi ini menjadi semakin parah oleh

pemasukan glukosa darah ke dalam sel-sel

kekurangan air minum dan atau pakan

target, yang dalam hal ini kembali ke otot

selama transportasi. Ternak yang resisten

(Turner-Bagnara, 1976).

terhadap stres mampu mempertahankan


temperatur

normal

tubuh

dan

kondisi

Hormon

insulin

merangsang

Pemberian larutan glukosa pada


sapi selama pengurungan telah dilakukan

homeostatik dalam otot-ototnya, dengan

oleh Schaefer et al. (1990).

mengorbankan cadangan glikogen. Menurut

elektrolit

Aberle et al. (2001), defisiensi glikogen

pengaruh yang positif terhadap

terjadi apabila ternak yang mengalami stres,

daging dan kualitas daging dengan grade

seperti yang berkaitan dengan kelelahan,

yang baik. Pemberian larutan elektrolit atau

latihan, puasa dan gelisah, atau yang

glukosa

langsung

mendapat

pemotongan akan mengurangi pengaruh

istirahat yang cukup untuk memulihkan

stres pengangkutan dan juga memperbaiki

cadangan

glikogen

kualitas daging dan hasil karkas.

glikogen

otot

dipotong

sebelum
ototnya.

pada

Defisiensi

ternak

dan

glukosa

untuk

Perlakuan
memberikan

konsumsi

warna

sebelum

dapat
METODE PENELITIAN

menyebabkan proses glikolisis pascamati


yang terbatas dan lamban, sehingga daging

Materi

yang dihasilkan mempunyai pH yang tinggi


dengan warna merah gelap atau dikenal
dengan istilah daging DFD (Dark Firm and
Dry).
Penanganan

ternak

setelah

pengangkutan dimaksudkan untuk memberi


kesempatan

ternak

dalam

memulihkan

cadangan glikogen ototnya, antara lain


dengan mengistirahatkan ternak sebelum
dipotong. Selain itu, untuk mempercepat
pemulihan kondisi tubuh ternak tersebut
adalah memberikan larutan gula. Selama
transportasi ternak mengalami stres dan
berupaya untuk mempertahankan kondisi
fisiologis

tubuhnya,

sehingga

otot

berkontraksi

lebih

cepat.

Keadaan

memerlukan

laju

aliran

darah

meningkat

dalam

menyebabkan

otot,

peningkatan

kondisi

ini

Penelitian ini menggunakan 54 ekor


domba lokal betina, dengan kisaran umur
antara 10-12 bulan dengan bobot hidup
antara 14-17 kg. Domba yang digunakan
berasal dari Pasirangin, Megamendung,
Bogor.

Gula

pasir

sebanyak 3 kg,

yang

digunakan

kristal insulin produksi

SIGMA (SIGMA I-5500) dan 2 liter larutan


natrium fisiologis.
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi timbangan, tali, jarum
suntik, jarum dan tabung venoject, satu set
pisau untuk menyembelih dan penyiapan
sampel, plastik dan peralatan untuk analisis
sampel darah dan daging.

yang
ini

mobilisasi
60

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Metode

ISSN : 2086-7719

ml air. Larutan gula tersebut diminumkan

A. Perlakuan yang Digunakan

dengan menggunakan botol sampai habis.

Penelitian menggunakan rancangan

Larutan gula diminumkan kepada domba

acak lengkap pola faktorial 2x3x3. Faktor

dalam keadaan berdiri dan dipegang pada

pertama adalah pemberian gula dengan 2

bagian depan, kemudian larutan gula dalam

level, yaitu level 0 dan 6 g/kg bobot badan.

botol dimasukkan ke dalam mulut dan

Faktor kedua adalah pemberian insulin

domba meminumnya sampai habis. Insulin

dengan 3 level yaitu 0, 0,3 dan 0,6 IU/ekor.

yang digunakan adalah berbentuk kristal

Faktor ketiga adalah lama istirahat yang

dan diperoleh dari pankreas sapi (SIGMA I-

terdiri atas 3 level yaitu 2 jam, 4 jam dan 6

5500). Kristal insulin tersebut dilarutkan

jam dan masing-masing diulang 3 kali.

dalam larutan garam fisiologis. Setelah

Transportasi dilakukan selama 4 jam

disiapkan

dalam

alat

suntik

sesuai

(dari 07.00 sampai 11.00 WIB) dengan

perlakuan, disuntikkan pada bagian paha

menggunakan mobil bak Hijet 1000, setiap

belakang.

pengangkutan sebanyak 9 ekor. Di dalam


mobil

domba

kepadatan

dibiarkan
0,145

berdiri

m2/ekor.

dengan

Setelah pemberian larutan gula dan


penyuntikan

insulin

selesai,

domba

Sebelum

diistirahatkan selama 2 jam, 4 jam dan 6

diangkut, domba ditimbang, sampel darah

jam kemudian dipotong. Sebelum dipotong

diambil serta denyut nadi dan temperatur

domba

rektal diukur.

diambil.

Setelah

selesai

penimbangan,

ditimbang

Domba

dan

sampel

dipotong

darah

dengan

cara

domba dinaikkan ke dalam mobil angkutan.

mengikat keempat kaki, dan kemudian

Rute

dari

dibaringkan di lantai, kemudian dipotong

Pasirangin menuju Gunung Geulis, Tapos,

pada bagian leher yaitu pada arteri karotis,

Ciawi, Empang, Gunungbatu dan berakhir

vena jugularis dan esofagus. Setelah mati,

di Fakultas Peternakan Institut Pertanian

domba digantung dengan kaki belakang di

Bogor Darmaga.

atas. Kepala dan kaki dilepas, kemudian

transportasi

adalah

dimulai

Setelah domba-domba sampai di

dilakukan

pengulitan,

dan

pengeluaran

kandang transit, sampel darah diambil serta

organ dalam dan saluran pencernaan.

denyut nadi dan temperatur rektal diukur

Setelah

kemudian domba percobaan dibagi sesuai

dibelah menjadi dua bagian. Sampel daging

perlakuan. Sampel darah diambil sebanyak

yang

10 ml dari bagian vena jugularis, dengan

belakang sebelah kanan. Sampel daging

menggunakan jarum dan tabung venoject.

dilayukan dengan cara digantung di dalam

bersih,

digunakan

karkas

adalah

ditimbang

paha

dan

bagian

dilakukan

chilling room pada suhu 4 0C selama 48

dengan menimbang sejumlah gula sesuai

jam, kemudian dilakukan analisis kualitas

perlakuan, kemudian dilarutkan dalam 200

fisik. Analisis

Pemberian

gula

pasir

glikogen dilakukan pada


61

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

daging yang belum dilayukan ( 1 jam post-

200 : 200 g dari standar + 800 l H2O

mortem).

150 : 150 g dari standar + 850 l H2O

Peubah
penelitian

ini

yang
meliputi

diamati

pada

kadar

100 : 100 g dari standar + 900 l H2O

glikogen

75 : 75 g dari standar + 925 l H2O

daging, kadar asam laktat daging, pH, dan

50 : 50 g dari standar + 950 l H2O

susut masak.

25 : 25 g dari standar + 975 l H2O

Kadar Glikogen Daging

Kadar Asam Laktat Daging

Kadar glikogen daging dianalisis


dengan metode Seifter et al. (1950),
menggunakan bahan-bahan sebagai berikut
:
-

0,2%

anthrone

(0,2

volume 100 ml).

kromatografi cairan model 510 Waters

Prosedur analisisnya

High

Performance

Liquid

Chromatography) yang dilengkapi dengan

absorbance, integerator model Waters Data


Module tipe 740.
perklorat (HClO4) 6% sebanyak 10 ml
2 gram dalam beaker glass, kemudian

yaitu

KOH

30% sebanyak 1 ml ditambahkan pada


sampel sebanyak 25 mg dalam tabung
kemudian

atau

ditambahkan pada sampel daging sebanyak

95% etanol (ethyl alkohol).

reaksi,

menggunakan

Prosedur analisisnya yaitu asam

30% KOH (30 g KOH ditambah H2O


sampai mencapai volume 100 ml).

dengan

UV Spectrophotometric Detector model 440

anthrone

ditambah 95% SA sehingga mencapai

dilakukan

(HPLC
95% asam sulfat (sulfuric acid = SA)
yaitu 5 ml H2O ditambah 95 ml SA.

Analisis kadar asam laktat daging

dipanaskan

dalam

penangas air selama 20 menit. Setelah itu


ditambahkan dengan etanol dan kemudian
disentrifus selama 20 menit pada kecepatan
2500 rpm.

diektraksi. Larutan diambil dan dinetralisasi


dengan menambahkan KOH 10% sampai
pH larutan netral (pH 7,0) dan terbentuk
endapan warna putih. Larutan dimasukkan
ke dalam gelas ukur dan ditambahkan
aquades sampai mencapai 20 ml. Setelah
itu disaring, kemudian filtrat sebanyak 20
mikroliter dimasukkan ke dalam jarum

Endapan yang tersisa dipisahkan

injeksi dan diinjeksikan dalam alat HPLC.

dari larutan (supernatan) hasil sentrifus


yang ada di atas, kemudian ditambahkan
2,5 ml H2O dan 3 ml larutan anthrone lalu
dihomogenkan dengan vorteks. Setelah itu
dibaca

dengan

spektrofotometer

panjang gelombang () 620 nm.

pada
Kurva

standar untuk glikogen :

pH Daging
Pengukuran pH daging dilakukan
dengan

menggunakan

alat

pH

meter.

Sampel daging yang sudah dihaluskan


sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam
beaker glass, dan

diencerkan

dengan

250 : 250 g dari standar + 750 l H2O


62

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

akuades

sampai

100

ml,

kemudian

ISSN : 2086-7719

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dicampur dengan menggunakan blender


selama 1 menit. Setelah itu diukur pHnya
dengan pH meter yang telah dikalibrasi.

masak

adalah

perbedaan

dimasak, dinyatakan dalam persen (%).


Sampel daging sebanyak 100 gram yang
telah ditancapkan pada termometer bimetal
sampai menembus bagian tengah sampel
daging, dimasukkan ke dalam air mendidih.
termometer

bimetal

mencapai

angka 81 0C, sampel daging diangkat dan


didinginkan selama 60 menit dan ditimbang
setiap 30 menit sampai bobotnya konstan.

Percobaan

disusun

berdasarkan

rancangan acak lengkap pola faktorial


2x3x3. Faktor pertama adalah pemberian
gula dengan 2 level yaitu 0 dan 6 g/kg
badan.

Faktor

kedua

adalah

pemberian insulin dengan 3 level yaitu 0,


0,3 dan 0,6 IU/ekor. Faktor ketiga adalah
lama istirahat dengan 3 level yaitu 2 jam, 4
jam

dan

dalam

menghasilkan

daging

yang dihasilkan dari proses penggemukan


yang baik tidak sia-sia. Penanganan ternak
sebelum

pemotongan

meliputi

pengangkutan dari tempat penggemukan ke


RPH dan penanganan selama di kandang
penampungan RPH. Pengangkutan ternak
merupakan faktor penyebab stres yang
potensial

karena selama pengangkutan

ternak mengalami kelelahan, ketakutan dan


pemuasaan. Intensitas stres dipengaruhi
oleh jarak dan lama perjalanan, tingkah laku
ternak,

bentuk

pengangkutan,

tingkat

kepadatan ternak waktu pengangkutan,

Analisis Data

bobot

sebelum

dengan kualitas yang baik, sehingga ternak

antara bobot daging sebelum dan sesudah

Setelah

ternak

pemotongan merupakan faktor yang cukup


penting

Susut Masak Daging (Cooking Loss)


Susut

Penanganan

jam.

percobaan diulang

Masing-masing
3

kali.

unit

Data yang

diperoleh dianalisis dengan analisis sidik


ragam (Steel dan Torrie, 1991). Perbedaan
antar perlakuan

keadaan

iklim,

penanganan

selama

perjalanan, keefektifan istirahat dan sifat


kerentanan terhadap stres (Lawrie 1995).
Stres

pengangkutan

penurunan

bobot

mengakibatkan

badan,

persentase

karkas, luka memar, kekurangan oksigen


dan penurunan kadar glikogen otot. Kadar
glikogen otot akan mempengaruhi produksi
asam laktat dan pH daging, yang dapat
menyebabkan

terjadinya

penyimpangan

kualitas daging.
Di negara yang mempunyai industri

diuji berdasarkan nilai

daging yang sudah maju penyimpangan

kuadrat tengah terkecil (least square mean,

kualitas daging merupakan masalah yang

SAS, 1999).

penting,

karena

ekonominya

merugikan

dengan

dari

penurunan

segi
harga

antara 25 dan 30% dari harga daging


normal. Di Indonesia belum ada data
63

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

tentang kejadian penyimpangan kualitas

pH akhir dan susut masak. Pemberian

daging. Kejadian penyimpangan kualitas

insulin

daging dapat lebih tinggi daripada di negara

menurunkan

yang mempunyai industri daging yang

meningkatkan kadar glikogen dan asam

sudah maju, karena kondisi iklim tropis dan

laktat daging. Sedang periode lama istirahat

cara pengangkutan ternak yang kurang

menurunkan kadar glukosa darah.

memenuhi

syarat

untuk

kesejahteraan

ternak.

sebanyak

0,3

dan

kadar

glukosa

0,6

IU

darah,

Kadar glikogen daging meningkat


karena pemberian gula 0,6% dan insulin.

Proses pemuatan dan perjalanan


penuh

stres,

yang

diperlihatkan

oleh

Peningkatan kadar glikogen daging diduga


disebabkan

karena

glukoneogenesis

rektal. Kadar glukosa darah meningkat

yaitu asam propionat, asam laktat maupun

setelah pengangkutan dapat disebabkan

asam amino glukogenik dan gliserol. Kadar

oleh glikogenolisis yang dirangsang oleh

glikogen akan mempengaruhi kadar asam

katekolamin.

domba

laktat

setelah

proses

mengalami

hidup

penyusutan

daging

yang

konversi

hasil

proses

meningkatnya denyut jantung dan suhu

Bobot

dari

adanya

pencernaan

dihasilkan

selama

menjadi

daging.

otot

pengangkutan dan istirahat di kandang

Pearson dan Young (1989) menyatakan

penampungan. Susut bobot hidup dapat

bahwa peran utama glikogen dalam otot

disebabkan

saluran

post-mortem adalah melepaskan glukosa,

pencernaan dan kandung kemih. Knowles

yang dapat dipakai untuk mengisi senyawa

et al. (1995) menyatakan bahwa pada 3 jam

fosfat

pertama pengangkutan terjadi peningkatan

dirombak secara besar-besaran dan sangat

kadar glukosa darah, denyut jantung dan

bertanggung jawab dalam pembentukan

penyusutan bobot hidup.

asam laktat daging, yang menimbulkan

oleh

susut

isi

energi

tinggi

(ATP).

Glikogen

penurunan pH yang terjadi dalam otot postPenanganan

ternak

setelah

pengangkutan dilakukan untuk memberi


kesempatan pada ternak untuk memulihkan
cadangan
ternak

glikogen

setelah

penelitian

ini

memberi

gula

otot.

Penanganan

pengangkutan
dilakukan
dan

dengan
insulin

dalam
cara

mortem. Oleh karena itu glikogen pada


akhirnya

bertanggung

perubahan-perubahan
daging yang

jawab

terhadap

dalam

sifat-sifat

menyertai

penurunan pH

dengan berlanjutnya glikolisis.

serta

Pada penelitian ini kadar glikogen

mengistirahatkan ternak sebelum dipotong.

otot yang tinggi akan menghasilkan asam

Dalam penelitian ini ternyata pemberian

laktat yang tinggi pula, yang terbukti bahwa

gula sebanyak 0,6% dari bobot badan dapat

terdapat

meningkatkan kadar glikogen daging dan

glikogen dan asam laktat dengan koefisien

kadar asam laktat daging, menurunkan nilai

korelasi sebesar 0,69 (Gambar 1).

korelasi

yang

nyata

antara

64

Asam Laktat (umol/g)

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

y = 65.09x - 4.69
2
R = 0.48

90
70
50
30
10
0.6

0.7

0.8

0.9

1.1

1.2

Glikogen (%)
Gambar 1. Hubungan antara kadar glikogen dan asam laktat daging domba
Pada gambar 1., nampak bahwa

0,81X+6,67 (Gambar 2). Koefisien korelasi

asam laktat

mempunyai

yang negatif menunjukkan bahwa semakin

korelasi yang erat dengan kadar glikogen

tinggi kadar glikogen maka semakin rendah

daging, dengan nilai koefisien korelasi 0,69.

pH dagingnya, dan dengan meningkatnya

Persamaan

4,69

kadar glikogen daging sebesar 1% maka

menunjukkan bahwa dengan meningkatnya

pH turun sebesar 0,81 poin. Sanz et al.

kadar glikogen daging sebesar 1 %, maka

(1996) menyatakan bahwa daging sapi

kadar asam laktat meningkat sebesar 65,09

dengan

kadar

daging

65,09X

mol/g. Warriss et al. (1984) menyatakan

kadar glikogen yang tinggi maka

bahwa pada otot longissimus dorsi dari sapi

nilai pH akhir dibawah 6,0, sedang daging

yang mempunyai kadar glikogen otot yang

yang mempunyai kadar glikogen rendah

lebih tinggi, maka kadar asam laktat juga

maka nilai pH akhir di atas 6,0. Leheska et

tinggi. Selain itu, kadar glikogen daging juga

al.

mempengaruhi nilai pH akhir daging yang

glikogen, glukosa dan glukosa-6-fosfat yang

dihasilkan.

rendah, asam laktat daging juga rendah.

(2003)

menyatakan

bahwa

jumlah

Pada penelitian ini antara kadar


glikogen dan pH daging terdapat korelasi
yang

nyata

dengan

koefisien

korelasi

sebesar 0,57 dengan persamaan Y=-

65

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

6.5
6.4
6.3
6.2
H6.1
p 6
5.9
5.8
5.7
5.6

y = -0.01x + 6.63
R = 0.70

30

40

50

60

70

80

Asam laktat (umol/g)


Gambar 2. Hubungan antara kadar glikogen dan pH daging domba.

Asam

laktat

daging

sangat

daging, dimana jika kadar glikogen tinggi

mempengaruhi nilai pH daging, dimana

maka

daging dengan asam laktat yang tinggi

sehingga pH akhir daging rendah. Aryogi

mempunyai pH yang rendah. Pada Gambar

(2000) menyebutkan bahwa nilai pH daging

3, nampak bahwa nilai pH berbanding

sapi

terbalik dengan kadar asam laktat daging

pengangkutan (6,01) berbeda tidak nyata

domba, dengan koefisien korelasi -0,83 dan

dengan sapi yang diberi gula aren 5 g/kg

persamaan

garis

berat badan setelah pengangkutan (5,96),

Koefisien

korelasi

negatif

tetapi pada daging sapi yang tidak diberi

menunjukkan bahwa jika kadar asam laktat

gula aren lebih mudah ditumbuhi bakteri

daging tinggi maka nilai pH akhir daging

sehingga lebih cepat busuk.

Y=-0,01X+
yang

6,63

rendah, dimana apabila kadar asam laktat

kadar

Bali

asam

laktat

yang

Penurunan

juga

tinggi

mengalami

nilai

pH

stres

daging

meningkat sebesar 1 mol/g maka pH turun

ditentukan oleh kadar glikogen dan kadar

sebesar 0,01 poin. Chrystall et al. (1981)

asam

menyatakan bahwa domba-domba yang

dipotong

diistirahatkan memiliki nilai pH akhir yang

menjadi daging akan berlangsung proses

rendah dan kandungan asam laktat yang

glikolisis dalam keadaan anaerob.

laktat

daging.

maka

selama

Setelah

hewan

konversi

otot

tinggi yang mencerminkan cadangan awal


glikogen yang tinggi. Warriss et al. (1984)
menyatakan bahwa pH daging dipengaruhi
oleh kadar glikogen dan kadar asam laktat

66

Susut masak (%)

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

y = 5.87x - 7.00
2
R = 0.12

40
30
20
10
5.6

5.7

5.8

5.9

6.0

6.1

6.2

6.3

6.4

pH
Gambar 3. Hubungan antara kadar asam laktat daging dan pH daging domba

Pada proses glikolisis anaerob, akan

5,87%. Wahyuni (1998) menyatakan bahwa

terjadi perombakan glikogen menjadi asam

daging dari sapi yang tidak diistirahatkan

laktat untuk menghasilkan energi yang

setelah transportasi cenderung mempunyai

dibutuhkan dengan cepat. Proses ini akan

nilai pH lebih tinggi dan susut masak yang

berlangsung

lebih tinggi juga.

terus

sampai

cadangan

glikogen otot habis atau sampai pH cukup


Lama

rendah untuk menghentikan aktivitas enzimenzim glikolitik. Apabila cadangan glikogen


banyak maka asam laktat yang dihasilkan
dari proses glikolisis anaerob juga banyak,
sehingga cukup untuk menurunkan pH
sampai mencapai titik isoelektrik pada pH
5,4 5,6.
Nilai

pH

akhir

daging

juga

berhubungan dengan susut masak daging,

periode

istirahat

mempengaruhi penurunan bobot badan,


persentase karkas yang dihasilkan dan
kadar glukosa darah sebelum pemotongan.
Dari hasil penelitian ini berarti bahwa lama
periode

istirahat

dapat

dipersingkat

waktunya karena adanya perlakuan yang


diberikan dalam penanganan ternak setelah
pengangkutan.

dimana pada pH daging yang rendah

Apabila penanganan ternak setelah

mempunyai susut masak yang rendah.

pengangkutan baik, maka kondisi ternak

Meskipun korelasinya tidak begitu besar

akan

dengan koefisien korelasi sebesar 0,35.

kualitas daging yang baik. Namun, apabila

Pada Gambar 4, nampak bahwa nilai susut

penanganan

masak

pemotongan kurang baik, maka dengan

dan

pH

menunjukkan

adanya

segera

pulih

selama

dan

menghasilkan

istirahat

sebelum

hubungan linier, dengan persamaan garis Y

memperpanjang

= 5,87 X 7,00 dan nilai koefisien korelasi

semakin merugikan karena ternak semakin

0,35. Peningkatan nilai pH daging 1 poin

stres.

periode

istirahat

akan

akan meningkatkan susut masak sebesar


67

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

y = 5.87x - 7.00
2
R = 0.12

Susut masak (%)

40
30
20
10
5.6

5.7

5.8

5.9

6.0

6.1

6.2

6.3

6.4

pH

Gambar 4. Hubungan antara pH dan susut masak daging domba


Puolanne
menyatakan

dan

bahwa

Aalto
sapi

Dari

hasil

penelitian

ini

dapat

jantan

diperoleh gambaran penanganan ternak

periode istirahat lebih dari 8 jam sebelum

setelah pengangkutan, bahwa pemberian

dipotong

gula

akan

pada

(1981)

meningkatkan

frekuensi

0,6%

dari

bobot

badan

dapat

DFD. Augustini (1981) menyatakan bahwa

menurunkan pH akhir daging. Pemberian

perpanjangan

insulin sebanyak 0,3 IU dapat memperbaiki

periode

istirahat

akan

menurunkan persentase daging normal.

kadar

Periode istirahat setelah 5 sampai 8 jam

istirahat 2 jam setelah domba mengalami

hanya 60% daging yang mempunyai pH <

pengangkutan

5,9 dan 37% daging yang mempunyai pH <

diterapkan. Istirahat selama 2 jam dengan

5,6. Wythes (1981) menyatakan bahwa sapi

pemberian gula 0,6% baik dengan insulin

yang telah mengalami pengangkutan dapat

maupun tidak, pH dagingnya paling rendah

menormalkan kembali kondisi tubuhnya

yaitu 5,72. Meskipun interaksinya tidak

dengan istirahat selama 24 48 jam disertai

nyata, tetapi pH daging pada kombinasi

pemberian makan dan minum yang cukup.

perlakuan pemberian gula 0,6% dan 2 jam

Perpanjangan

dapat

istirahat paling rendah di antara kombinasi

berakibat sejelek istirahat singkat, karena

perlakuan. Pada lama istirahat 4 dan 6 jam

selama istirahat ternak belum tentu dapat

cenderung lebih tinggi, berarti penambahan

tenang dan mau makan dengan baik.

waktu istirahat tidak memberikan efek yang

Fabianson et al. (1984) mengemukakan

menguntungkan.

waktu

istirahat

glikogen

daging.

selama

Lama

jam

periode

dapat

bahwa lamanya istirahat tergantung dari


keadaan lingkungan dan kondisi ternak saat
diistirahatkan.

68

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

KESIMPULAN DAN SARAN

ISSN : 2086-7719

Science. Ed

ke-4. Kendall/Hunt

Publishing Co. USA.


Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini disimpulkan
bahwa

penanganan

ternak

setelah

Aryogi. 2000. Potensi gula aren untuk


meningkatkan kualitas karkas sapi

pengangkutan, dengan lama istirahat 2 jam,

potong

pemberian gula 6 g/kg bb dari bobot badan

Peternakan.

dapat

Volume 1: 30-33.

menurunkan

pH

akhir

daging.

kondisi

stres.

Edisi

Buletin

Tambahan.

Pemberian insulin sebanyak 0,3 IU dapat


memperbaiki
Dengan

kadar

glikogen

demikian

dapat

daging.
mencegah

terjadinya daging DFD yang mempunyai


kualitas rendah.
Selain itu, terdapat korelasi positif
yang nyata antara glikogen dan asam laktat
dengan, tetapi antara kadar glikogen dan

Augustini C. 1981. Influence of holding


animals before slaughter. Di dalam:
Hood DE, Tarrant PV, editor. The
Problem of Dark-Cutting in Beef.
Martinus Nijhoff

Publishers. The

Hague, Boston and London. 377386.

pH daging terdapat korelasi negatif yang

Chrystall BB, Devine CE, Davey CL, Kirton

nyata. Asam laktat daging dan nilai pH

AH. 1981. Animal stress and its

daging

nyata,

effect on rigor mortis development

sedangkan nilai pH daging dan susut

in lambs. Di dalam: Hood DE,

masak daging korelasinya tidak nyata.

Tarrant PV, editor. The Problem of

Saran

Dark-Cutting

kolerasi

Salah
setelah

satu

negatif

yang

penanganan

pengangkutan

adalah

ternak
dengan

Nijhoff

in

Beef.

Martinus

Publishers. The Hague,

Boston and London. 269-280.

pemberian gula, insulin dan diistirahatkan.


Tujuannya untuk

mengurangi

pengaruh

negatif stres pengangkutan, terutama untuk


menghasilkan

daging

yang

berkualitas

tinggi baik yang dipasarkan ke hotel,


restoran, pasar swalayan maupun pasar
tradisional.

Fabianson S, Erichsen I, Reutersward AL.


1984. The incidence of dark-cutting
beef in Sweden. Meat Sci. 10:2133.
Knowles TG, Brown SN, Warriss PD,
Phillips AJ, Dolan SK, Hunt P, Ford
JE, Edwards JE, Watkins PE. 1995.
Effects on sheep of transport by

DAFTAR PUSTAKA

road for up to 24 hours. Veterinary


Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills
EW.

2001.

Principles

of

Record. 136: 431-438.

Meat

69

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Lawrie

RA.

1995.

Ilmu

ISSN : 2086-7719

Daging.

Seifer S, Dayton S, Novic B, Muntwler E.

Terjemahan. A. Parrakasi. Ed ke-5.

1950. The estimation of glycogen

UI Press. Jakarta.

with the anthrone reagent. Arch.

Leheska JM, Wulf DM, Maddock RJ. 2003.


Effects of fasting and transportation

Biochem. 25 : 191 196.


Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan

on pork quality development and

Prosedur

Statistika

extent of post-mortem metabolism.

Pendekatan

Biometrik).

J. Anim. Sci. 81:3194-3202.

kedua. Alih Bahasa : Bambang

Pearson AM, Young RB. 1989. Muscle and


Meat

Biochemistry.

Academic

Press, Inc. San Diego, California.


391-432.

of dark-cutting beef in young bulls in

Sumantri. Penerbit PT. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.
Turner-Bagnara. 1976. Endokrinologi

Di

dalam:

Hood

DE,

University Press. Surabaya.


Wahyuni

I.

1998.

transportasi

Tarrant PV, editor. The Problem of

terhadap

Dark-Cutting

[tesis].

Nijhoff

Cetakan

Umum. Ed. Ke-6. Airlangga

Poulanne E, Aalto H. 1981. The incidence

Finland.

(Suatu

in

Beef.

Martinus

Publishers. The Hague,

Boston and London. 462-475.

Pengaruh
dan

sifat-sifat

lama

istirahat

daging

Bogor:

Pascasarjana,

kondisi

Institut

sapi

Program
Pertanian

Bogor.

Sanz MC, Verde MT, Saez T, Sanudo C.


1996. Effect of breed on the muscle
glycogen content and dark-cutting
incidence in stressed young bulls.

Warriss PD, Kestin SC, Brown SN, Wilkins


LJ. 1984. The time required for
recovery from

mixing

stress in

young bulls and the prevention of

Meat Sci. 43:37-42.

dark-cutting beef. Meat Sci. 10:53SAS. 1999. SAS Users Guide : Statistics
Version.
Analysis

Ed

Ke-5.

68.

Statistical

System Institute,

Cary.

N.C.

Wythes JR, Ramsay WR. 1994. Beef


Carcass

Composition

and

Meat

Quality. Queensland Departement of


Schaefer AL, Jones SDM, Tong AKW,

Primary Industries. Brisbane.

Young BA. 1990. Effect of transport


and electrolyte supplementation on
ion concentration, carcass yield and
quality in bulls. Can. J. Anim. Sci.
70:107-119.
70

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

PERAN ABA DAN PROLINA DALAM MEKANISME ADAPTASI TANAMAN BAWANG


MERAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI TANAH PASIR PANTAI
F. Didiet Heru Swasono
Program Studi Agroteknologi
Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Email : didiet_heru@yahoo.co.id
ABSTRACT
Drought stress is one of the problems encountered in the crops cultivation in coastal
sandy soil. Drought stress can occur in crops because of the imbalance of water supply to the
water needs of crops. In naturally, the crops will immediately respond when experiencing
drought stress. Crop responses to draught stress are influenced by the varieties differently.This
study aims to uncover the role of ABA and proline in the mechanisms of shallots adaptation to
drought stress in coastal sandy soil. The result showed that: (1) found differences in response
relative water content of leaves, ABA and proline content of shoot between tolerant and
sensitive varieties to drought stress; (2)The shallots adaptation mechanisms to drought stress is
characterized by a decrease in relative water content of leaves that causes an increase in the
content of ABA and proline in sensitive varieties but does not occur in tolerant varieties.
Keywords: ABA, proline, adaptation mechanism, drought stress, shallot, coastal sandy soil
PENDAHULUAN
Pemanfaatan tanah

yang

pasir pantai

untuk kepentingan pertanian di Indonesia


merupakan salah satu alternatif pemecahan
masalah

keterbatasan

lahan.

Kawasan

Indonesia berupa kepulauan sehingga akan


tersedia lahan pantai yang luas, namun
demikian tanah di kawasan pantai pada
umumnya belum memadai untuk budidaya
tanaman. Selain tanah yang kurang subur
dan didominansi pasir menjadi penyebab
munculnya sifat fisik tanah yang merugikan
yakni butiran tanah yang lepas-lepas. Hasil
analisis tanah menunjukkan bahwa tanah
pasir

pantai

didominansi

fraksi

pasir

(94,68%) dengan porositas yang tinggi


yakni

36,35%.

Kandungan

organik

tinggi

akan

menyebabkan

tanah

mudah meresapkan air dan hara mudah


terlindi.

Kondisi

persoalan

demikian

lain

yakni

akan

diikuti

tanaman

akan

mengalami cekaman kekeringan (Swasono,


2005). Lebih lanjut diungkapkan bahwa
kontaminasi garam dijumpai di udara dekat
permukaan

tanah

karena

percikan

air

bergaram oleh akibat deburan ombak yang


diikuti tiupan angin kencang.

Namun

demikian kontaminasi garam di udara dekat


permukaan

tanah

tersebut

menyebabkan

meningkatnya

tidak

kandungan

garam di tanah. Garam di permukaan tanah


akan segera hilang karena pelindian baik
oleh sebab pengairan maupun hujan.
Tanaman

(1,09%) dan kandungan hara lain relatif

merupakan

rendah. Tanah pasir dengan ciri porositas

dibudidayakan

bawang

komoditi
di

tanah

yang
pasir

merah
dapat
pantai.
71

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Keberhasilan budidaya tanaman tersebut


dipengaruhi

oleh

tersedianya

varietas-

varietas yang toleran terhadap cekaman


lingkungan tanah pasir pantai, termasuk di
antaranya mampu beradaptasi pada kondisi
tercekam kekeringan. Penurunan kadar air
tanah sampai 60% air tersedia sudah
menyebabkan

terjadinya

cekaman

kekeringan tanaman bawang merah di


tanah

pasir

pantai

(Swasono,

2005).

Berbeda dengan hasil percobaan Sufyati


(1999)

yang

mengungkapkan

bahwa

tanaman bawang merah akan mengalami


cekaman kekeringan pada kadar air tanah
85% air tersedia.

Perbedaan tersebut

diduga terjadi oleh karena jenis tanah uji


yang berbeda. Pada percobaan Sufyati
(1999)

menggunakan

tanah

regosol,

sedang pada percobaan ini menggunakan


tanah

pasir

pantai.

Sejalan

dengan

Kertonegoro (2001) berpendapat bahwa


perbedaan jenis tanah akan menyebabkan
perbedaan kapasitas kandungan air tanah.
Kondisi yang sangat berbeda antara tanah
regosol

dan

tanah

pasir

pantai

menyebabkan tanggap tanaman bawang


merah yang berbeda terhadap cekaman
kekeringan.

Percobaan
rancangan

informasi

diperlukan

terdahulu,

perlakuan

menggunakan
faktorial

dengan
acak

lengkap (RAL). Ada dua faktor yang diteliti


yakni

varietas bawang merah (yakni

varietas peka dan varietas toleran)

dan

kadar air tanah (yakni : kadar air tanah


100% air tersedia (kontrol) dan kadar air
tanah

60%

air

tersedia

yang

telah

menyebabkan cekaman kekeringan).Tanah


pasir digunakan sebagai media tanam
bawang merah diambil dari kawasan Pantai
Samas Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta

pada

lapisan

kedalaman 0-20 cm

top

secara

soil

komposit

pada area yang berjarak 200-600 meter


dari garis pantai (area yang perspektif
dikembangkan sebagai kawasan budidaya
tanaman

pertanian).

Selanjutnya

tanah

tersebut dikering anginkan selama satu


minggu, kemudian diayak dengan ayakan
berdiameter 2 mm sehingga diperoleh
tanah yang homogen, dan masing-masing
pot diisi tanah kering udara sebanyak 5 kg.
Peubah tumbuh tanaman (yakni : bobot
kering akar) dan analisis tanaman (yakni:
kandungan

ABA

dan

prolina)

merupakan parameter yang diamati pada

guna

penelitian ini. Prosedur analisis kandungan

mengungkap peran ABA dan prolina dalam

ABA mengacu Popova et al. (2000) yang

mekanisme

terinci sebagai berikut : Dibuat larutan

adaptasi

penelitian

pot

rancangan lingkungan rancangan

KAR,

Berdasarkan
tampaknya

MATERI DAN METODE

tanaman

bawang

merah terhadap cekaman kekeringan di

pertama

yakni

lahan pasir pantai.

tanaman

dalam

250
200

bagian

daun

(vv).

80%

Selanjutnya dibuat larutan kedua yakni 200


l

100% methanol dengan butylated


72

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

hydroxytoluen (100mg/l) pada suhu 40C

mempunyai

selama 24 jam di ruang gelap. Dibuat

terhadap cekaman kekeringan di tanah

larutan ketiga yang nerupakan campuran

pasir pantai.

larutan pertama dan kedua dan dibekukan

bahwa cekaman kekeringan menyebabkan

dengan N2 cair. Selanjutnya diambil larutan

perubahan morfofisiologi tanaman bawang

l dan direaksikan

merah baik pada varietas toleran maupun

l Tris-buffered garam ( 50 mM

peka yakni pada peubah kandungan air

Tris-Cl pH 7,8 dicampur dengan 150 mM

relatif (KAR) daun, bobot kering akar,

NaCl

Estimasi

maupun kandungan prolina dan ABA tajuk.

teknik

Gambar 1 menunjukkan bobot kering dan

Sementara

KAR daun tanaman bawang merah hasil

ketiga sebanyak 50
dengan 200

dan

kandungan

mM

ABA

enzime-amplified
prosedur

MgCl2).

menggunakan
ELISA.

pengukuran

mengacu

prosedur

prolina

bebas

Laboratorium

tanaman (daun dan akar) lebih kurang 0,5 g


dihomogenkan dalam 10 ml 3% (b/v) asam
sulfosalisilat. Larutan homogen tersebut
disaring dengan kertas Whatman. Filtrat (2
ml) direaksikan dengan 2 ml ninhidrin asam
( 25 g ninhidrin dalam 30 ml asam asetat
glasial dan 20 ml 6 M asam fosfat) dan 2 ml
asam asetat glasial

dalam tabung reaksi

selama 1 jam pada suhu 1000 C, dan reaksi


diakhiri dalam bak berisi air es. Campuran
hasil reaksi tersebut diekstraksi dengan 4
ml toluen, diaduk dengan vorteks selama
15-20 detik. Kromofor yang mengandung
toluen

dikeluarkan

dari

fase

dan toluen digunakan sebagai blangko.


ditentukan

Lebih jauh diungkapkan

varietas toleran cenderung lebih tinggi


dibanding varietas peka. Kondisi tersebut
disebabkan
varietas

oleh
toleran

pertumbuhan

akar

yang

baik

lebih

dibandingkan varietas peka (Gambar 1).


Sejalan dengan pendapat Passioura (1996)
yang

menyatakan

bahwa

perubahan

perkembangan akar merupakan salah satu


tanggap

tanaman

terhadap

cekaman

kekeringan. Lebih lanjut Monneveux dan


Belhassen
pengaturan

(1996)

menegaskan

transpirasi

bahwa

merupakan

mekanisme adaptasi tanaman terhadap


cekaman kekeringan.

cair,

diukur pada panjang gelombang 520 nm,

prolina

berbeda

Kandungan air relatif (KAR) daun

Peningkatan kandungan prolina dan

dihangatkan pada suhu kamar. Absorban

Konsentrasi

yang

penelitian.

Kimia

Terpadu IPB sebagai berikut : Bahan

tanggapan

dengan

ABA di tajuk tanaman pada saat tanaman


mengalami cekaman kekeringan (Gambar
2),

merupakan

keduanya

kurva standar prolina (Sigma).

dalam

petunjuk

keterlibatan

mekanisme

adaptasi

tanaman bawang merah terhadap cekaman


HASIL DAN PEMBAHASAN
Varietas-varietas

bawang

kekeringan.

merah

(yakni varietas peka dan varietas toleran)


73

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

= Varietas peka

ISSN : 2086-7719

= Varietas toleran

Gambar 1. Bobot kering akar dan KAR daun tanaman bawang merah pada kondisi
cukup air dan tercekam kekeringan
Sejalan dengan pendapat Maestri et

menyebabkan peningkatan kandungan ABA

al. (1995) dan Cristine et al. (1996)

(Davies

menyatakan

menunjukkan

bahwa

akan

terjadi

dan

Zhang,
hubungan

dan

linier

dengan

al.,

1996).

peningkatan kandungan prolina di tajuk

transpirasi

(Tardieu

tanaman pada saat tanaman mengalami

Keterkaitan

ABA

cekaman kekeringan. Kejadian yang sama

mekanisme adaptasi tanaman terhadap

juga terjadi pada kandungan ABA di tajuk.

cekaman kekeringan dapat diilustrasikan

Penurunan

pada Gambar 3.

potensial

air

tanah

dan

et

1991)

prolina

dalam

= Varietas peka
= Varietas toleran
Gambar 2. Kandungan prolina dan ABA tanaman bawang merah pada kondisi
cukup air dan tercekam kekeringan

74

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

CEKAMAN KEKERINGAN

PENERIMA SIGNAL
KAR Daun (-)

Potensial air daun (-)

TRANSDUKSI SIGNAL
ABA (+)

Ca2+, IP3 (+)


Fosforilasi (+)

EKSPRESI GEN
Tanggap Biokimia

SINTESIS PROTEIN

Protein Fungsional :
Prolina
Betain
Gula

Protein Regulator :

Enzim pengatur sintesis


senyawa pengendali osmotik
LEA Protein
Water channel proteins
Proteinases
Detoxicating proteins

Protein kinasis
Phospholipase C
Protein penentu transkripsi

TANGGAP MORFOLOGI TANAMAN :


Pertumbuhan akar tertekan

: panjang dan bobot kering akar menurun

Perubahan pada daun

: daun menggulung dan ukuran daun


cenderung lebih kecil, penuaan daun
Kerapatan stomata menurun

Gambar 3. Ilustrasi skematik hubungan antara KAR daun, ABA dan Prolina dalam
mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan
75

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

Tanggap

tanaman

terhadap

ISSN : 2086-7719

yang

relatif

lama

(mingguan

sampai

cekaman kekeringan di tanah pasir pantai

bulanan) selain perubahan pada tajuk,

diawali di bagian akar. Hasil

analisis

penuaan daun, perubahan perkembangan

peubah tumbuh menunjukkan bahwa akar

akar, perubahan vernalisasi, saat berbunga

merupakan bagian yang tanggap terhadap

serta

cekaman kekeringan. Serapan air yang

Gambaran tersebut menjelaskan bahwa

menurun akibat cekaman kekeringan akan

tanda

diikuti

yang

kekeringan

di

daun

menggunakan protein total. Tampak ada

menurun. Penurunan potensial air

daun

keterkaitan antara penurunan KAR daun

penurunan

menyebabkan

KAR

potensial

daun
air

merangsang sintesis ABA (Tardieu et al.,


1996) dan peningkatan Ca
sitoplasma

(Shinozaki

2+

dan

yang

pengisiam

biji

tanaman

(Passiora

mengalami

tidak

diikuti

sintesis

prolina

Yamaguch-

pengendali osmotik.

cekaman

dapat

peningkatan

dan IP3 di

(1996).

disidik

ABA

sebagai

dengan
senyawa

Shinozaki, 1997) yang diikuti peristiwa


KESIMPULAN

penutupan stomata. Diungkapkan oleh Cote


(1995) bahwa

2+

Ca

dan IP3 merupakan

second messengers yang selalu aktif pada


saat

tanaman

mengalami

cekaman

kekeringan. Penutupan stomata merupakan


karakter

tanggapan

tanaman

terhadap

cekaman kekeringan (Giraudat et al., 1994).

Kesimpulan
dikemukakan

berdasarkan

mempengaruhi
menentukan

ABA di

tajuk akan

ekspresi
sintesis

gen

protein

yang
(meliputi

protein fungsional dan protein regulator).


Protein

fungsional

yang

dimaksud

di

antaranya LEA protein, proteinases, enzim


detoksifikasi, dan enzim pengatur sintesis
pengendali osmotik yakni prolina, betain
dan

gula

Shinozaki,

(Shinozaki
1997).

dan

Yamaguch-

Tampak

bahwa

tanggapan tanaman secara cepat adalah


penutupan stomata. Sedangkan kerapatan
stomata

diduga

setelah

tanaman

mengalami
mengalami

dapat
fakta

hasil

temuan dan uraian sebelumnya adalah


sebagai berikut :
1. Ditemukan perbedaan
kandungan

Konsentrasi

yang

air relatif (KAR) daun,

kandungan prolina
kandungan

tanggap

ABA

tajuk
tajuk

dan
antara

varietas toleran dan peka terhadap


cekaman kekeringan.
2. Mekanisme

adaptasi

bawang merah

tanaman

terhadap

cekaman

kekeringan ditandai oleh penurunan


KAR daun

yang

menyebabkan

peningkatan kandungan ABA dan


kandungan prolina di

tajuk pada

varietas peka tetapi tidak terjadi pada


varietas toleran.

perubahan
cekaman

kekeringan terus-menerus dalam waktu


76

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

DAFTAR PUSTAKA

Maestri, M., F. M. Damatta, A. J. Regazzi

Christine, G.,B. Rene` and B. Jean-Louis.


1996.

Water

ISSN : 2086-7719

deficit-induced

and

R.S.

Barros.

Accumulation of

1995.

proline

and

changes in proline and some other

quarterrary

amino acid in the phloem sap of

compounds in mature leaves of

alfalfa.

water stressed caffea plant. Journal

Plant Physiol. 111 : 109-

113.

ammonium

of Hortic. Sci. 70 (2) : 229-233.

Cote, G. G. 1995. Signal transduction in

Monneveux, P. and

E. Belhassen. 1996.

leaf movement. Plant Physiol 109 :

The diversity of drought adaptation

729-734.

in the wide. Plant Growth Regulation


20 : 85-92.

Davies, W. J. and J. Zhang. 1991.

Root

signals and the regulation of growth

Passioura,

J. B. 1996.

Drought

and

and development of plants in drying

drought tolerance. Plant Growth

soil.

Regulation 20 : 79-83.

Annual

Review

of Plant

Physiologyand Molecular Biology 42


: 55-76.

Popova, L. P., W. H. Outlow Jr.,

K.

Aghoram and D. R. C. Hite. 2000.


Giraudat, J.,

F. Parcy,

N. Bertauche, F.

Abscisic acid an intraleaf water-

Gosti, J. Leung, P. C. Morris, M.

stress signal. Physiologia Plantarum

Bouvier-Durand,

108 : 376-381.

N.

Vertanian.

1994. Current advances in absisic


acid

action

and signaling. Plant

Mol Biol 26: 1557-1577.

Shinozaki,

Kertonegoro, B. D. 2001. Gumuk

pasir

pantai di D.I.Yogyakarta : Potensi


pemanfaatannya

pertanian
Seminar

sumberdaya
pembangunan

K.

Yamaguchi

signal transduction in water-

stress response. Plant Physiol. 115 :


327-334.

untuk

berkelanjutan. Makalah
Nasional

and

Shinozaki. 1997. Gene expression


and

dan

K.

Pemanfaatan

lokal

untuk
pertanian

Sufyati, Y. 1999.

Karakter Morfofisiologi

Varietas

Bawang

(Alliumascalonicum

L.)

Merah
pada

Kondisi Stres Air. Tesis Program

berkelanjutan. Universitas Wangsa

Pascasarjana

Manggala.Yogyakarta.13 hal.

dipublikasi).

IPB

(Tidak

77

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

Swasono, F.D.H. 2005. Studi Tentang


Karakter

Fisiologi

Toleransi

Terhadap

Cekaman

Kekeringan

Beberapa Varietas Bawang Merah di


Tanah

Pasir

Penelitian

Pantai.

Dosen

Laporan

Muda.

Dirjen.

PendidikanTinggi (In Press).

Tardieu F. 1996. Drought perseption by


plants do cells

of

droughted

plants experiences

water

stress?

The diversity of adaptation in the


wide. Plant Growth Regulation 20 :
93-104.

78

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

ISSN : 2086-7719

Beberapa contoh :

Naskah yang diterima merupakan hasil

Buku :

penelitian, naskah ditulis dalam bahasa

Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The

Indonesia,

diketik

dengan

computer

program MS. Word, front Arial size 11.

Germation

of

Seeds.

Pergamon

Press. 270 p.

Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15


halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.

Artikel dalam buku :

Naskah diserahkan dalam bentuk print-out

Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.

dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup

Physiological

untuk koreksi.

Deteration of Seeds. P. 283-309. In.

Gambar (gambar garis maupun foto)


dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan

and

Biochemical

T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol.


3. Acad. Press. New York.

letaknya. Masing-masing diberi keterangan


singkat dengan nomor urut dan dituliskan

Artikel dalam majalah atau jurnal :

diluar bidang gambar yang akan dicetak.

Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.

Nama ilmiah dicetak miring atau

1985. Interference and Control of

diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu

Giant Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in

pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis

Soybean (Glicine max). Weed Science

dengan jelas.

33: 203-208.

Susunan

urutan

naskah

ditulis

sebagai berikut :
1. Judul dalam bahasa Indonesia.
2. Nama penulis tanpa gelar diikuti
alamat instansi.
3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak
lebih 250 kata.

Prosiding :
Kobayasshi,J. Genetic engineering of Insect
Viruses: Recobinant baculoviruses. P.
37-39. in: Triharso, S. Somowiyarjo,
K.H. Nitimulyo, and B. Sarjono (eds.),
Biotechnology for Agricultural Viruses.

4. Materi dan Metode.

Mada University Press. Yogyakarta.

5. Hasil dan Pembahasan.

Redaksi berhak menyusun naskah

6. Kesimpulan.

agar sesuai dengan peraturan pemuatan

7. Ucapan terima kasih kalau ada.

naskah

8. Daftar pustaka ditulis menggunakan

diperbaiki, atau menolak naskah yang

sistem nama, tahun dan disusun


secara abjad

atau

mengembalikanya

untuk

bersangkutan.
Naskah yang dimuat dikenakan biaya
percetakan sebesar Rp 100.000,- dan
penulis menerima 1 eks hasil cetakan.
79

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012

ISSN : 2086-7719

80

Anda mungkin juga menyukai