Rekayasa Akuntansi
Dengan bangkrutnya Lehman Brothers, terungkap perekayasaan Laporan Keuangan
dimana terjadi pengurangan jumlah kewajiban dengan menggunakan repo 105 dan 108.
Dikarenakan Krisis Subprime Mortage tersebut repo 105 dan 108 merupakan jalan keluar
yang paling menguntungkan bagi Lehman Brothers dibandingkan dengan menjual aset yang
harganya telah merosot tajam. Transaksi Repo yang digunakan Lehman Brothers dilakukan
untuk menutupi utang lebih dari $ 50 Milyar. Hal ini dilakukan untuk menyembunyikan
ketergantungannya dari utang sehingga kondisi keuangan Lehman Brothers terlihat sehat.
Hal ini tidak terlepas dari peran Public Auditor Lehman Brothers sendiri, yaitu KAP Ernst &
Young.
Kasus dugaan penggelapan investasi di Adam Air senilai Rp 157 miliar dengan
tersangka Wakil Komisaris Utama PT Adam Air, Sandra Ang disebut-sebut juga menjadi
faktor runtuhnya Adam Air. Kasus ini bermula dari laporan Direktur Keuangan Adam Air
yang juga perwakilan PT Global Transportation Services, Gustianto Kustianto. PT Global
Transportation Services sendiri merupakan anak usaha Bhakti Investama yang memiliki 19
persen saham di Adam Air. Pada 26 Maret 2008, Gustianto melaporkan empat pendiri dan
tiga direksi Adam Air dengan tudingan penggelapan dana perusahaan senilai Rp 157 miliar.
Penyebab Bangkrutnya Adam Air
Berikut ini beberapa penyebab bangkrutnya Adam Air, diantaranya faktor manusia,
mesin, metode, dan lingkungan. Isu-isu mengenai ketidaktrampilan pilot Adam Air dalam
mengemudikan pesawat mengindikasikan adanya proses rekrutmen yang buruk dan
kurangnya pelatihan yang diberikan dari pihak Adam Air. Selain itu, terdapat kontrak kerja
yang tidak jelas antara para pegawai dan pihak manajemen.
Kecurangan menjadi salah satu isu penting dalam runtuhnya Adam Air ini. Kasuskasus korupsi yang terdapat pada Adam Air diantaranya penggelapan dana investasi, korupsi
bahan bakar minyak, audit tidak transparan, bukti-bukti pembelian suku cadang yang mahal
namun tidak berkualitas baik dan adanya penipuan pada laporan kewajiban pajak.
Faktor usia pesawat menyumbang resiko yang cukup besar pada terjadinya
kecelakaan pesawat. Mayoritas aircraft di Indonesia memang cukup tua. Hal ini berarti lower
ownership cost. Namun dibutuhkan higher maintenance cost agar pesawat tetap dapat
berfungsi dengan semestinya. Pesawat Adam Air sendiri sudah berumur 18 tahun saat
kecelakaan terjadi dan telah melalui inspeksi seminggu sebelum kecelakaan. Diduga Adam
Air tidak memiliki sistem maintenance yang baik dan memadai.
Etika bisnis yang buruk juga salah satu hal yang patut disoroti dalam kasus Adam Air
ini. Tekanan psikologis yang diberikan pihak manajemen kepada seluruh karyawan termasuk
pilot dan pramugari menjadi hal yang cukup menyalahi aturan. Selain itu sistem pembayaran
hutang yang tidak teratur menjadikan Adam Air perusahaan penerbangan dengan tingkat
hutang yang tinggi.
Ditinjau dari faktor lingkungan, Adam Air merupakan organisasi dengan tekstur
lingkungan yang kacau dan memiliki ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Adam Air juga
melakukan Interlocking Directorates, yaitu pengangkatan Direktorat Keuangan yang berasal
dari investor yaitu PT Bhakti Investama.
3. KASUS KEPAILITAN BATAVIA AIR TAHUN 2013
Batavia Air memulai bisnis di Indonesia lebih dari dua puluh tahun. Dimulai dari
usaha travel agent dan tumbuh menjadi usaha charter angkutan udara. Batavia Air berdiri
pada tahun 2001. Kemudian pada tahun 2002, Batavia Air memperoleh Sertifikasi sebagai
Operator Penerbangan. Dengan pengalaman di bidang usaha biro perjalanan dan industri
angkutan udara, dan didukung dengan armada yang dapat dipercaya disertai sumber daya
manusia yang handal, kami percaya dan optimis dapat bertahan didalam melaksanakan
kompetisi angkutan udara.
Pailitnya Batavia Air pada tanggal 30 Januari merupakan salah satu kejadian yang
paling menyedihkan bagi industri penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan
transportasi udara yang cukup tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi terpuruk.
Permohonan pailit Batavia Air diajukan oleh International Lease Finance Corporation (ILFC)
kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Putusan Kepailitan Batavia Air
Keputusan pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta
yang sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung dibayar. Tuntutan pailit ini telah diajukan
semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013.
Hutang ini bermula dari keinginan Batavia Air untuk mengikuti tender pelayanan haji
dengan menyewa (leasing) dua pesawat Airbus A330 dari ILFC. Namun, dari total kontrak
leasing selama 9 tahun, sudah 3 tahun berturut-turut Batavia Air kalah tender di Kementerian
Agama untuk mengangkut jemaah haji.
Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan sebesar USD 440rb di tahun
pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 500rb di tahun ketiga dan ke empat, dan USD
520rb di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan hutang dari ILFC sebesar USD 4,68 juta ini
memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember 2012.
Selain gugatan dari ILFC, Batavia Air juga memiliki utang sebesar USD 4,94 juta
kepada Sierra Leasing Limited yang jatuh tempo di 13 Desember 2012 juga. Analisa dari
OSK Research Sdn Bhd di bulan Oktober 2012 memperkirakan total utang Batavia Air
sebesar USD 40juta.
Sense of crisis
Alasan pertama dari sense of crisis yakni pihak manajerial tidak mampu memahami
bahwa kondisi bisnis saat ini tidak pasti, oleh karena itu kepekaan dan ketanggapan bisnis
perlu diperhatikan. Dalam aplikasi penggunaan utang sebagai sumber pendanaan maka
langkah pertama yang harus ditelaah secara mendalam adalah kemampuan dan kondisi
pemasukan bisnis. Sampai di sini dapat ditarik benang merah bahwa sense of crisis perlu
mendapatkan perhatian serius dari perusahaan-perusahaan yang berkeinginan bertahan pada
kondisi persaingan yang tajam serta penuh ketidakpastian. Lanjut bahwa apabila perusahaan
memiliki sense of crisis maka pihak manajerial perusahaan dapat bersikap dengan tepat
sebelum bahaya itu terjadi. Dalam kasus Batavia Air, sudah terjadi goncangan barulah mulai
memikirkan solusi untuk menyelesaikannya. Tentu saja hal tersebut terlambat dan berakhir
dengan pailit.
b.
GCG
Seperti yang diketahui bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang baik saat ini
tidak dapat diabaikan seperti waktu-waktu sebelumnya dan memang hal itu benar adanya
karena melalui tata kelola yang baiklah akan memudahkan proses operasionalisasi dan
perbaikan secara kontinyu. Dalam konteks pailitnya Batavia Air perlu mendapatkan perhatian
untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.
c.
keputusan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan. Karena dari analisis C/B inilah
akan membantu memahami kondisi perusahaan dengan lebih baik. Dalam arti akan membuka
cakrawala kekuatan melunasi utang serta bagaimana keuntungan lainnya apabila mau
menggunakan utang. Dalam konteks Batavia Air ada indikasi bahwa analisis C/B belumlah
dilakukan sepenuhnya sehingga analisis utang diabaikan dan mengalami utang yang
berlebihan, atau dengan kata lain mengalami kekurangan kemampuan melunasi utang.
d.
Harga
Harga memang sangat peka oleh konsumen karena konsumen cenderung lebih
memilih harga yang murah. Dan hal itu memang normal karena lebih kecil jumlah uang
untuk mendapatkan suatu barang maka akan semakin baik adanya. Hanya saja dalam konteks
Batavia Air, untuk menunjang keberlangsungan arus kas masuk membutuhkan lebih dari
hanya sekedar bersaing menggunakan harga sebagai ujung tombak. Dalam arti membutuhkan
aspek lainnya selain harga guna memperkuat arus kas masuk sehingga laba ditahan pun dapat
meningkat, dan apabila kondisi itu terus berlangsung akan meningkatkan kemampuan
melunasi utang.
e.
yang sehat dari dana internal dan dana ekternal. Kasus pailitnya Batavia Air mengindikasikan
penggunaan utang yang berelbihan tanpa analisis yang mendalam. Oleh karena itu gunakan
persentase dana internal dan eksternal yang bijak yang mana terindikasi dari tidak jangan
menggunakan utang sebagai modal utama operasionalisasi. Memang benar bahwa ada juga
perusahaan yang menggunakan utang sebagai sumber utama pendanaan yakni perusahaanperusahaan yang berbisnis dalam langgangan bisnis perbankan. Nah dalam hal ini dapat
dilihat bahwa karakteristik jenis industri dimana Batavia Air beroperasionaliasi memiliki
perbedaan karakter dengan industri perbankan sehingga sekali lagi persentase penggunaan
utang sebagai sumber pendanaan haruslah benar-benar dianalisis secara mendalam.
Sebaiknya jangan melebihi dari 40% dari total aset yang dimiliki sehingga ketika terjadi
goncangan keuangan masih berpeluang untuk menghasilkan aset.