Siyasah Dauliyah
Siyasah Dauliyah
SIYASAH DAULIAH
Dosen Pembimbing: Drs. M. Nafi
Oleh: Saefudin, LB; Aldi Al Bani; dan Fahrurrozi
I.
Pendahuluan
Islam adalah agama besar. Kebesarannya tercermin dalam cita-cita besar yang ingin
diwujudkannya yaitu menyebar rahmah ke seluruh alam. Untuk tujuan besar itu, Allah
yang maha besar telah menitipkan kebesaran-Nya dalam risalah Nabi Muhammad SAW,
al-Quran.
Bahasa al-Quran sengaja dibuat multi interpretasion untuk menampung ide-ide besar.
Sehingga seluruh nilai-nilai kehidupan ini tercakup baik secara implisit maupun eksplisit
dalam redaksinya yang singkat dan padat. Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai yang
menjadi standar hubungan antar negara.
Dan pada kesempatan ini, pemakalah akan mencoba menggali dan mengeksplor
nilai-nilai itu dari khazanah intelektual Islam untuk dapat dipahami, didiskusikan, dan
dikontekstualisasikan ke dalam kehidupan berbangsa. Ini adalah penting karena kita adalah
anak bangsa dan seharusnya peduli dengan bangsa kita. Bukankah bangsa kita adalah ibu
pertiwi kita? Selamat berdiskusi.
II.
A.
Pembahasan
Terminologi al-Siyasah al-Dauliyah, Dar al-Salam, Dar al-Harb, Dar al-
2
STAI Mahad Aly AL-HIKAM Malang
Kitab. Dar al-harb adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat di luar negara Islam. Dar
al-Iman adalah kawasan orang-orang beriman dan dar al-Kufr adalah kawasan orang tak
beriman1.
Dari catatan singkatnya, pemakalah dapat mengambil kesimpulan bahwa dar al-iman
bermakna sama atau hampir sama dengan dar al-salam. Sedangkan dar al-kufr lebih
umum dari dar al-harb karena dar al-kufr ada kalanya pro dan adakalnya menjadi rival
pemerintah pemerintahan Islam. Kelompok Ibadiyyah juga menyebut dar al-islam dengan
nama dar al-tauhid dan dar al-kufr dengan dar al-syirk.2
Untuk menentukan sebuah negara itu dikategorikan dar al-islam atau dar al-harb,
banyak standar yang dibuat oleh ulama. Muhammad al-Mubarok membuat batasan bahwa
sebuah kawasan dapat menajadi dar al-islam dengan dua sebab. Pertama adalah penduduk
wilayah tersebut memeluk Islam dan dan mendominsai. Dan yang kedua adalah wilayah
itu dikuasai/ditaklukan oleh orang Islam. Maka hukum Islam akan diterapkan di sana. Dan
selain dar al-islam dikatergorikan sebagai dar-kufr. dar ak-kufr adakalanya dihuni oleh
orang kafir yang mengadakan gencatan senjata dengan orang Islam sehingga mereka
dilindungi, dan adakalanya dihuni oleh orang kafir yang memerangi Islam yang
selanjutnya wialyah mereka disebut sebagai dar al-harb.3
Sedangkan menurut Imam Hanafi, suatu negara Islam dapat menjadi dar al-harbi
jika (1) yang berlaku di negara tersebut adalah hukum non-Islam, (2) negara tersebut hidup
berdampingan (tanpa batasan jelas) dengan negara Islam, dan (3) muslim di negara itu
tidak merasa aman lagi.4
Sementara mayoritas ulama berpendapat bahwa yang menentukan dar al-islam atau
dar al-kufr adalah hukum yang diterapkan di wilayah itu. Jika yang diterapkan adalah
hukum Islam, maka wilayah itu disebut dar al-Islam dan jika hukum non-Islam, maka
wilayah itu disebut dar al-kufr.5
Khalid Ibrahim, 1999, Teori Politik Islam, Surabaya: Risalah Gusti, hal. 131-132
Hasan Muarif Ambary dkk, 199, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,
hal. 290
3
Muhammad al-Mubarok 1989, Nidzam al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr, hal. 135
4
Hasan Muarif. Loc. Cit
5
Ibid.
2
3
STAI Mahad Aly AL-HIKAM Malang
B.
C.
Hubungan international, baik diplomasi atau perang harus mempunyai prinsipprinsip dasar yang kokoh. Prinsip-prinsip itu langsung dan tidak langsung termuat dalam
ajaran Islam. Fathi Al-Durainy mencoba menawarkan lima prinsip dasar yang mengatur
hubungan international, yaitu:
a.
Perang dan gencetan senjata tidak boleh dilakukan secara individu harus
4
STAI Mahad Aly AL-HIKAM Malang
c.
Term yang digunakan untuk istilah perang di sini adalah jihad. Hal ini sangatlah
wajar karena di dalam lieratur fikih, jihad sering didefnisikan sebagai perang. Wahbah
Zukhaili menukil definisi jihad dari berbagai madzhab. Hanafiyah mengatakan bahwa
jihad adalah mengajak kepada agama yang benar dan memerangi orang yang tidak mau
menerimanya dengan harta dan jiwa. Al-Syafiiyah juga berpendapat bahwa jihad adalah
memerangi orang kafir untuk menolong Islam.8 Selalu ada kata perang di dalam definisi
tersebut.
Jihad atau perang suci harus dilakukan dengan suci agar tidak menodai kesucian
Islam. Oleh karena itulah diperlukan etika berperang yang baik. Setidaknya ada tujuh hal
yang ditawarkan oleh Syaikh Muhammad Ibrahim bin Abdullah al-tuwaijiri yaitu (1) tidak
berkhianat, (2) tidak membunuh perempuan, anak-anak, orang tua, para pendeta yang tidak
telibat peperangan, (3) menjauhi sifat ujub, sombong, riya, tidak mengharapkan bertemu
musuh, dan tidak membakar manusia dan hewan(4) bersabar, (5) ikhlas, (6) menjauhi
maksiat, dan (7) berdoa meminta pertolongan kepada Allah.9
E.
7
5
STAI Mahad Aly AL-HIKAM Malang
Islam datang dengan semangat rahmat lil alamin. Maka ketika ada sinyal gencetan
senjata dari musuh, Islam akan menyambutnya dengan antusias. Gencetan senjata dalam
Islam dapat diwujudkan dengan dua hal, musuh bersedia masuk Islam dan melalui
perjanjian gencetan senjata.10 Perjanjian gencetan senjata dapat ditempuh melalui tiga cara,
dua khusus menjadi hak kepala negara dan satu cara dapat dilakukan secara individu. Dua
cara itu adalah akad sulh dan akad dzimmah. Dan yang satu adalah permintaan suaka
keamanan dari orang kafir dalam jumlah yang terbatas.11
1.
Akad Hudnah
Hudnah adalah kesepakatan dua negara, Islam dan non-Islam untuk menghentikan
peperangan selama waktu tertentu.12 Akad ini mempunyai empat syarat yaitu (a)
mengandung kemaslahatan, (b) dilakukan oleh kepala negara, (c) tidak mengandung poin
perjanjian yang fasid, dan (d) tidak melewati batas waktu yang dibutuhkan.13
2.
Akad Dzimmah
10
11
12
13
14
15
6
STAI Mahad Aly AL-HIKAM Malang
F.
Rampasan Perang
Ketika perang sudah usai, maka pemenang akan jaya dengan perolehan rampasan
perang yang melimpah. Dalam Islam, rampasan perang dikategorikan menjadi dua,
ghonimah dan fai.
Fai dalam terminologi fikih adalah harta yang diperoleh oleh umat Islam dari orang
kafir tanpa melakukan peperangan. Seperlima dari fai ini diberikan kepada orang yang
menerima seperlima harta ghonimah dan empat perlimanya diberikan kepada orang yang
berperang di jalan Allah16.
Sedangkan Ghonimah adalah harta yang diperoleh oleh umat Islam dari orang kafir
harbi melalui peperangan, atau sekedar parade kekuatan, atau yang semisalnya.17
Ghonimah ini mencakup tujuh hal, laki-laki kafir, isteri-isteri, anak-anak, harta,
tanah, makanan, dan minuman mereka. Orang kafir laki-laki, isteri-isteri, dan anak mereka
akan menjadi tawanan perang yang akan diputuskan sesuai dengan kebijakan kepala
negara (imam). Dalam hal ini, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan kepala negara
dalam memutuskan perkara mereka. Muhammad bin Muhammad mencoba merumuskan
prinsip itu sebagai berikut:
I.
Imam boleh memutuskan tokoh kafir di antara lima pilihan yaitu (a)
membunuhnya, (b) membebaskannya tanpa syarat, (c) menebusnya, (d)
pembebanan pajak atasnya, dan (e) memjadikannya budak.
Imam boleh memutuskan bagi perempuan dan anak-anak di antara tiga pilihan
II.
III.
Simpulan
Namun pada akhirnya, kebijakan internasional adalah kebijakan resmi antar negara
yang dilakukan oleh pejabat negara dengan otoritas tertinggi di tangan kepala negara
16
17
Sulaima al-Bujairimi, 1995, Bujairimi ala al-Khotib, Beirut: Dar al-Fikr, hal. 271
Ibid. Hal. 263.
7
STAI Mahad Aly AL-HIKAM Malang
(imam). Dan kebijakan kepala imam terkait erat dengan sebuah kaidah fikih tashorruf
al-imam
manuth
bi
al-maslahah
(kebijakan
imam
diputuskan
berdasarkan
kemaslahatan negara).
Daftar Rujukan
Ad-Durainy, Fathi. 1982. Khosois at-Tasyri al-Islamy fi as-Siyasah wa al-Hukmi. Bairut:
Muassasaah ar-Risalah
Al-Bujairimi, Sulaima. 1995. Bujairimi ala al-Khotib. Beirut: Dar al-Fikr
Al-Mubarok, Muhammad. 1989. Nidzam al-Islam. Beirut: Dar al-Fikr
Al-Zuhaily, Wahbah. 2006. Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr
Ambary, Hasan Muarif dkk. 1998, Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve
At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibarahim bin Abdullah. 2007. Ensiklopedi Islam al-Kamil.
Jakarta: Darus Sunnah
Ibrahim, Khalid. 1999. Teori Politik Islam. Surabaya: Risalah Gusti
Muhammad bin Ahmad. 1998. al-Qowanin al-Fiqhiyyah. Beirut: dar al-Kutub