Anda di halaman 1dari 11

FUNGSI CHEMORESEPTOR PADA LOBSTER (Cherax

quadricarinatus)

Oleh :
Nama
:
NIM
:
Rombongan
Kelompok :
Asisten
:

Ayu Hasnatul Maola


B1J012034
: VIII
1
Riskawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai organisme hidup, hewan harus mempunyai kemampuan
untuk

tanggap

terhadap

ragsangan.

Sesungguhnya

rangsangan

merupakan informasi yang dapat diterima hewan. Informasi tersebut


dapat datang dari lingkungan di luar maupum di dalam tubuhnya.
Rangsangan yang dating dari luar tubuh hewan dapat berupa salinitas
(kadar garam), suhu udara, kelembapan, dan cahaya, sedangkan
rangsangan dari lingkungan didalam tubuh antara lain keasaman (pH)
darah/ cairan tubuh, kadar gula darah, dan kadar kalsium darah.
Informasi mengenai keadaan lingkungan sekitar dapat diterima oleh alat
yang bisa menerima rangsangan. Karna jenis rangsangan beraneka
ragam maka hewan harus mempunyai berbagai jenis penerima informasi.
Umumnya, reseptor hanya akan menerima jenis rangsangan tertentu. Jadi
dalam satu individu hewan ditemukan berbagai macam reseptor (Kay,
1988).
Berdasarkan struktur reseptornya, reseptor dapat dibagi menjadi dua
yaitu reseptor saraf dan reseptor bukan saraf. Berdasarkan jenis
rangsanganya
kemoreseptor,

reseptor

dapat

termoreseptor,

dibedakan

menjadi

enam

mekanoreseptor,

yaitu,

fotoreptor,

magnetoreseptor dan elektroreseptor. Secara berturut-turut, masingmasing peka terhadap zat kimia, suhu, mekanik, cahaya, medan megnet,
dan medan listrik. Berdasarkan

lokasi

sumber rangsanngan yang

diterimanya, reseptor dibedakan menjadi dua jenis yaitu interoreseptor


yang merupakan reseptor dalam bagi tubuh hewan dan eksteroreseptor
yang berfungsi menerima rangsang dari luar (Yuwono, 2001).
Menurut Ville et al., (1988), chemoreseptor ialah alat indera yang
bereaksi terhadap zat kimia. Dikenal dua macam chemoreseptor yaitu
mengenali stimulus yang berasal jauh dari tubuh , berupa rambut-rambut
pada antenna dengan nilai ambang sangat rendah. Stimulus berupa gas
dengan konsentrasi rendah dan untuk mengenal stimulus yang berasal
dari sumber yang dengan tubuh terdapat pada palpus maxillaries dan
sering pada torsi dengan nilai ambang tinggi.

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui fungsi-fungsi


chemoreseptor pada lobster (Cherax quadricarinatus).
II. MATERI DAN CARA KERA
2.1

Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium, gunting

kecil, pinset, stopwacth, baskom dan senter.


Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah lobster (Cherax
quadricarinatus) dan pakan berupa pelet.
2.2

Cara Kerja

1. lobster diberi perlakuan yang berbeda-beda yaitu ablasi mata, ablasi


total, ablasi antenula, dan satu udang tidak diablasi (normal).
2. Lobster dimasukkan ke dalam akuarium yang berisi air.
3. Diberi pakan kemudian amati gerakan yang terjadi pada mamasingmasing lobster dengan menggunakan senter karena ruangan gelap.
4. Dilakukan 10 menit pertama lalu lobster dikeluarkan kemudian
masukkan lagi selama 10 menit kedua dan dengan identifikasi gerak
flicking, withdraw, wipping, rotation dan mendekati pakan.
5. Dicatat waktu lobster melakukan pergerakan antenulanya dan
mendekati pakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Chemoreseptor Lobster Pada Perlakuan
Ablasi Total
Gerakan
Flicki Withdraw Rotati Wipping
Mendekati

(Waktu)
10 Menit

ng

on

Pakan
55

(pertama)

513
652

10 Menit

932
136

(kedua)

239
431
644
658
856
915
929

Tabel 2. Pengamatan Chemoreseptor Lobster Pada perlakuan


Ablasi Mata
Gerakan

Flicki

(Waktu)
10 Menit

ng

Withdraw

Rotati

Wipping

Mendekati

on

Pakan
16

(pertama)
10 Menit

115

37

10

(kedua)

118

49

502

153

54

215

302

341

409

540

419

612

450

628

513

644

601

716

620

820

703

835

749

956

940
215

759
850
941
Tabel 3. Pengamatan Chemoreseptor Lobster Pada Perlakuan
Kontrol.

Gerakan

Flicki

Withdraw

(Waktu)
10 Menit

ng
12

18

on
33

136

158

46

311

240

419

55

311

517

617

529

72

(pertama)

Rotati

Wipping

Mendekati
Pakan

89

929
10 Menit

11

951
121

(kedua)

27

138

48

342

150

42

324

413

712

452

720

547

737

612

89

642

821

658

859

712

922"

737

219
248
32
38
313

999
Tabel 4. Pengamatan Chemoreseptor Lobster Pada Perlakuan
Ablasi Antenula
Gerakan

Flicki

(Waktu)
10 Menit

ng

(pertama)
10 Menit
3.2

Withdraw

Rotati

Wipping

Mendekati

on

Pakan
830
41

(kedua)
Pembahasan
Hewan air memiliki dua jenis pertumbuhan yaitu pertumbuhan

diskontinu yang terjadi pada jenis Crustacea dan pertumbuhan kontinyu


yang terjadi pada moluska dan vertebrata. Pertumbuhan Cherax sp.
bersifat diskontinyu yang terjadi secara berkala hanya sesaat setelah

pergantian kulit yakni saat kulit luarnya belum mengeras. Pertumbuhan


tidak akan terjadi tanpa didahului oleh proses pergantian kulit karena
Crustacea mempunyai kerangka luar yang keras sehingga untuk tumbuh
menjadi besar perlu membuang kulit lama dan mengganti dengan kulit
baru (Kurniasih, 2008).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada lobster yang normal
dapat melakukan

flicking, wipping, withdraw, rotation dan mendekati

pakan, tetapi pada praktikum kali ini lobster tidak mendekati pakan pada
menit kedua dan tidak melakukan wipping (pembersihan) pada menit
pertama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kondisi fisiologis lobster yang kurang baik, stress, kerusakan pada organ
tubuh reseptor dan efektor, cahaya yang terlalu terang dan adanya suara
yang membuat lobster tidak bergerak (Renate et al., 1998). Lobster yang
diablasi mata pada menit pertaman hanya melakukan mendekati pakan
saja, serta pada menit kedua hampir melakukan semua gerakan
antennula dari mulai flicking, wipping, withdraw, rotation dan mendekati
pakan. Hal ini dikarenakan antennula pada lobster masih utuh dan
berfungsi yang menyebabkan lobster dapat menerima rangsangan dari
lingkungannya, sehingga lobster memerlukan waktu singkat untuk
mendeteksi pakan (Roger, 1978). Hal tersebut kurang sesuai dengan
pernyataan Storer (1975), yang menyatakan bahwa antennula pada
lobster merupakan struktur sensor yang dapat bergerak untuk mencari
perlindungan, makan, dan mencari pasangan serta menghindari predator.
Oleh karena itu, lobster yang tidak diberi perlakuan ablasi antennula akan
berespon terhadap pakan, karena fungsi dari antennula tersebut akan
hilang jika dilakukan ablasi atau pemotongan salah satu organ tertentu.
Lobster yang diablasi total masih bisa bisa bergerak mendekati pakan.
Menurut Devine and Jelle (1982), walaupun mata dan antennula dipotong
tetapi

lama

kelamaan

lobster

tersebut

juga

dapat

menemukan

makanannya karena ada segmen dictylus propandur dari kaki jalan yang
secara fisiologis sama dengan antennula.
Mekanisme stimulus (pakan) sampai pada organ chemoreseptor
lobster yaitu makanan yang dimasukkan ke dalam akuarium akan
berdifusi ke dalam air dalam bentuk ion-ion, kemudian ion-ion tersebut
akan diterima oleh sel-sel chemoreseptor pada antenulla. Impuls dari
antennula akan ditransfer menuju otak oleh neuron afferen. Impuls ini
oleh otak diproses menjadi tanggapan dan diteruskan ke organ reseptor

melalui neuron efferen. Organ reseptor kemudian melakukan gerakan


sesuai dengan informasi dari otak (Ville et al.,1988). Chemoreseptor pada
lobster terdapat pada bagian antennulanya. Antennula berperan penting
dalam mencari makanan, sebagai indera pembau, mengetahui posisi
tubuh serta menangkap stimulus kimia dari lawan jenis (Radiopoetro,
1977). Fungsi terpenting dari antennula adalah mendeteksi pakan atau
merespon kehadiran pakan yang memiliki aroma khas. Antennula pada
Crustaceae memiliki fungsi dalam mencari makanan, diantaranya adalah
menangkap stimulus kimia berupa pheromon dari hewan lawan jenis,
selain itu juga untuk mengetahui posisi tubuh dan sebagai indera pembau
(Storer, 1975). Macam-macam reseptor menurut Campell (2004), ada 6
yaitu :
1. Kemoreseptor merupakan reseptor yang menerima rangsang
berupa rangsangan zat kimia.
2. Termoreseptor merupakan reseptor yang menerima rangsangan
berupa suhu.
3. Mekanoreseptor merupakan reseptor yang menerima rangsang
berupa rangsangan mekanik.
4. Fotoreseptor merupakan reseptor yang menerima rangsang berupa
cahaya.
5. Magnetoreseptor merupakan reseptor yang menerima rangsangan
berupa medan magnet.
6. Elektroreseptor merupakan reseptor yang menerima rangsang
berupa rangsangan listrik.
Lobster dapat dikenal didasarkan pada deteksi urin feromon
melalui chemoreseptor yaitu antennula flagela lateral. Sensor spesifik
diperoleh melalui tahap mediasi yang belum diketahui penyebabnya.
Kebanyakan sel chemoreseptor memiliki flagela yang banyak ditemukan
pada sensilla aestetas unimodal dan kerja spefikasi glomeruli lobus
olfaktori di bagian otak. Sel chemoreseptor tambahan terletak di sekitar
sel mechanoreseptor pada sensilla bimodal, termasuk rambut penjaga
yang semua lobus olfaktorinya tidak bekerja. Neuro anatomi yang
terdapat di dalamnya membawa aestetas essensial menuju chemosensor
kompleks

seperti

yang

terlihat

pada

duri

Panulirus

argus

dapat

menunjukkan adanya perbedaan deteksi pakan yang kompleks dan letak

lokasinya tanpa aestetas (Johnson and Jelle, 2005). Gerakan-gerakan


antennula lobster menurut Richard (1989), antara lain:
1.

Flicking yaitu gerakan pelecutan ke depan, gerakan ini terjadi jika


ada pakan di depan lobster. Respon ini dilakukan untuk menangkap
ion-ion.

2.

Withdraw yaitu gerakan pelecutan antennula ke belakang. Gerakan


ini terjadi jika pakan di belakang lobster dan untuk menghindari
musuh.

3.

Wipping

yaitu gerakan

pembersihan

antennula.

Pembersihan

antennula biasanya terjadi bila ada rangsangan mekanik dari


aestheric.
4.

Rotation yaitu gerakan memutar antennula. Gerakan ini sering


terjadi jika ada pakan di atas lobster. Selain itu, gerakan ini
berfungsi untuk mengacaukan ion-ion dalam pakan sehingga pakan
dapat

dengan

mudah

dan

cepat

berdifusi

ke

dalam

sel-sel

chemoreseptor.
Fungsi chempreseptor pada lobster adalah untuk mengetahui
adanya predator, lawan jenis serta makanan. Lokasi makanan, tingkah
laku penghindaran terhadap predator serta lawan jenis diperantarai oleh
antennula. Antennula memiliki sel-sel yang dapat membaui adanya
rangsang kimia dari lingkungan terutama peka terhadap asam amino dan
karbohidrat dari pakan (Radiopoetro, 1977).

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil


kesimpulan bahwa :
1. Organ chemoreseptor pada lobster yaitu berupa antennula yang
berfungsi
komunikasi

untuk
antar

mendeteksi

adanya

sesamanya

dan

pakan,

untuk

pertahanan

mencari

diri,

pasangannya.

Gerakan antennula meliputi flicking, wipping, withdraw dan rotation.


2. Respon lobster terhadap pakan dimulai ketika pakan dimasukkan ke air
yang kemudian berdifusi dalam

bentuk ion dan diterima antennula.

Rangsangan kemudian diteruskan ke otak, di otak rangsangan diubah


menjadi tanggapan dan dikirim ke efektor yang berupa antennula.

DAFTAR REFERENSI
Campbell, A. N, Reece, J. B, dan Mitchell, L. G.2004. Biologi Edisi Kelima
Jilid Tiga. Erlangga, Jakarta.
Devine, D.V. and A. Jelle. 1982. Fungtion of Chemoreceptor Organs in
Spartial Orientation of Lobster. Boston University Marine Program,
Boston.
Johnson, Meg E., and Jelle Atema. 2005. The Olfactory Pathway for
Individual Recognition in The American Lobster Homarus
americanus. The Journal of Experimental Biology 208, 2865-2872.
Kay, I. 1988. Introduction to Animal Physiology. Bios Scientific Publisher,
London.
Kurniasih, T. 2008. Peranan Pengapuran dan Faktor Fisika Kimia Air
Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Lobster Air Tawar (Cherax
sp.). Media Akuakultur Vol. 3 (2): 126-132
Radiopoetro. 1977. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Renate, S., Dantel, C., Mark, M. 1998. Growth Related and Antenullar
amputation-Induced Changes in The Olfactory Centers of crayfish
Brain. (http://www.jneuroscl.org/). Diakses pada tanggal 10 April
2013.
Richard, W.H and G ordan. 1989. Animal Physiology. Harper-Collins
Publisher. New York.
Roger. 1978. Physiology of Animal. Prentice-Hall Inc. , New York.
Storer, T. I, W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1975. Zoologi Umum. Erlangga,
Jakarta.
Ville, C. A., W. F. Walker dan R. D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga,
Jakarta
Yuwono, E dan Sukardi, P. 2001. Fisiologi Hewan Air. Agung Seto, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai