1. PENDAHULUAN
Pada organisme, secara umum, dikenal dua macam gerakan, yakni taksis dan kinesia. Taksis
adalah perilaku organisme bergerak mendekati atau menjauhi suatu stimulus. Konsep perilaku
taksis berlawanan dengan konsep perilaku kinesis. Pergerakan perilaku taksis amat dipengaruhi
oleh arah datangnya stimulus, sementara pergerakan perilaku kinesis bersifat acak dan biasanya
unidireksional. Stimulus yang mampu menarik objek mendekat (atraktan) disebut sebagai stimulus
positif positif, sementara stimulus yang mampu membuat objek menjauh, disebut sebagai stimulus
negatif (Ramot et al, 2008). Pergerakan tersebut melibatkan seluruh anggota tubuh dari makhluk
hidup dan dikendalikan sepenuhnya oleh stimulus. Taksis itu sendiri dapat dikategorikan
berdasarkan jenis atau bentuk rangsangan, yang antara lain adalah:
Termotaksis
Merupakan suatu pergerakan dari makhluk hidup yang dipengaruhi oleh stimulus kondisi
suhu lingkungan
Kemotaksis
Merupakan suatu pergerakan dari makhluk hidup yang dipengaruhi oleh stimulus berupa
senyawa kimia tertentu
Fototaksis
Merupakan suatu pergerakan dari makhluk hidup yang dipengaruhi oleh stimulus cahaya
Mekanotaksis
Merupakan suatu pergerakan dari makhluk hidup yang dipengaruhi oleh stimulus getaran
Rheotaksis
Merupakan suatu pergerakan dari makhluk hidup yang dipengaruhi oleh stimulus
pergerakan atau arus air
2. TEORI DASAR
2.1. Taksonomi Cacing Tanah
Cacing tanah termasuk ke dalam kelompok hewan filum Annelida dan kelas Oligochaeta. Hewan
tersebut memiliki ciri tubuh berupa cincin annulus (Erdwards and Lofty, 1977). Saat ini, para
peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3.500 jenis cacing tanah, yang terbagi ke dalam 18 famili.
Salah satu famili cacing tanah yang saat ini banyak dipelajari adalah Lumbricidae. Beberapa genus
cacing tanah yang relatif umum dijumpai di wilayah indonesia antara lain seperti Pheretima yang
tersebar luas di Asia Tenggara; Archipheretima yang tersebar luas di Pulau Kalimantan;
Metapheretima yang dapat dijumpai di beberapa lokasi pada wilayah Papua dan Pulau Lombok;
Planapheretima yang banyak dijumpai di wilayah Kalimantan dan Sulawesi; Pontoscolex yang
tersebar di Sumatera dan Jawa; dan Polypheretima yang tersebar di wilayah Sumatera bagian
tengah, Sulawesi, dan Kalimantan (Fragoso and Patrick, 1992). Berikut merupakan taksonomi dari
cacing tanah.
Filum Annelida
Subfilum/Superkelas Clitellata
Kelas Oligochaeta
Ordo Haplotaxida
Superfamili Lumbricoidea
Famili Lumbricidae
Cacing tanah tidak memiliki organ indera seperti mata, hidung, telinga, dan alat gerak. Sebagai
gantinya, reseptor sensori cacing tanah tersebar di seluruh tubuhnya. Reseptor ini sensitif pada
cahaya, sentuhan, listrik, dan beberapa zat kimia dengan sensitivitas paling tinggi pada bagian
anteriornya. Fotoreseptor membantu cacing tanah menilai intensitas dan durasi pemaparan cahaya
karena ia memberikan respon negatif pada cahaya (Russell et al., 2011). Pembukaan pada ujung
Organ sensori pada cacing terdiri dari sel ektodermal yang terspesialisasi. Cacing tanah memiliki
tiga macam reseptor yaitu reseptor epidermal, reseptor buccal, dan fotoreseptor. Reseptor
epidermal berfungsi menangkap sinyal dari stimulus taktil, kimia, serta suhu. Reseptor buccal
bekerja sebagai reseptor untuk stimulus gustatori, olfaktori, dan stimulus kimia. Sementara itu,
fotoreseptor berperan dalam menangkap sinyal dari stimulus cahaya dan hanya berada di bagian
dorsal tubuh cacing, tidak ditemukan di klitelum (Mahri, 2007). Berikut merupakan morofologi
dari cacing tanah.
Pada dasarnya cacing tidak memiliki kerangka tulang, namun bersifat hydrostatic. Karena struktur
tersebut, cacing bergerak dengan cara memampatkan segmen tertentu pada tubuhnya, lalu bagian
tersebut akan tergerak ke belakang dan membuat bagian anterior cacing memanjang agar dapat
mencapai titik baru yang berada di depannya. Lalu bagian depan akan berkontraksi untuk menarik
bagian belakang tubuh sehingga bagian belakang tubuh akan tertarik ke depan.
Cacing berkomunikasi antar satu dengan yang lain menggunakan suatu cairan mukus. Cairan ini
dihasilkan oleh suatu kelenjar mukus epidermal. Fungsi dari cairan ini adalah untuk menjaga
kelembaban tubuh cacing. Selain untuk menjaga kelembaban tubuh, cairan mukus ini juga
berfungsi untuk membantu pergerakan cacing tanah. Fungsi lain dari cairan ini adalah sebagai
media komunikasi dengan cacing yang lain dalam kondisi normal. Cairan ini bersifat spesifik,
sehingga hanya dapat dideteksi oleh kemoreseptor sensitif yang terdapat pada cacing lain (Mahri,
2007).
Secara umum, cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan ekologi dan distribusinya,
yaitu (1) epigeic yaitu cacing tanah yang hidup dan mencari makan di permukaan tanah (0-10 cm
dari permukaan tanah; (2) endogeic yaitu cacing tanah yang hidup dan mencari makan di dalam
tanah dengan membuat lubang horizontal hingga kedalaman 5-20 cm; dan (3) anesic yaitu cacing
tanah yang mencari makan di permukaan tanah dan kemudian membawanya ke dalam tanah
hingga mencapai 20 cm (Coleman et al., 2004). Pemilihan habitat oleh cacing tanah erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan, seperti ketersediaan bahan organik, suhu, kelembapan, kadar air,
tekstur tanah, dan juga derajat keasaman tanah. Pada dasarnya, cacing tanah akan menghindari
habitat yang tercemar oleh senyawa-senyawa kimia.
Hasil Pengamatan
Ventral Dorsal
Tujuan Mendeskripsikan pola pergerakan dan respon dari cacing tanah terhadap
sentuhan benda tumpul dan tajam.
Alat dan Bahan Cacing tanah, cawan petri, cotton bud, jarum jara
Tata Cara Cacing tanah ditempatkan pada cawan petri
Berikan stimulasi pada tubuh cacing dengan menyentuh bagian
Anterior, Posterior dan klitelum dengan menggunakan cotton bud,
catat respon yang terjadi.
Diulangi kembali menggunakan Jarum Jara. Pengamatan dilakukan
sebanyak 3 Kali Pengulangan Pada 3 Individu Cacing yang bebeda.
Stimulus diberikan maksimal 10 kali sentuhan dengan interval waktu
antar stimulus, yaitu 5 detik.
Skema pengulangan, yaitu Ind A (Anterior; Klitelum; Posterior –
Cotton bud); Ind B (Anterior; Klitelum; Posterior – Cotton bud);
…Ind C (Anterior; Klitelum; Posterior – Jarum Jara)
Setiap perlakuan pada 1 individu, diberi jeda 10 detik.
Catat respon cacing (1 untuk merespon, dan 0 untuk tidak merespon).
Deskripsikan respon yang muncul seperti apa.
Jenis Data Respon cacing tanah
Rangkaian lokomosi cacing tanah
Hasil Pengamatan
Jarum jara
Jarum jara
3.3. Mekanotaksis
Hasil Pengamatan
Individu 1
Individu 3
Individu 1 Individu 2
Individu 2 Individu 3
Individu 3 Individu 4
Individu 1
Individu 2
Individu 3
4. REFERENSI
Coleman, D., Crossley, D., dan Hendrix, P. 2004. Fundamental of Soil Ecology, second ed.
Georgia: Elseivier Academic Press.
Erdward, C., A., dan Lofty, J., R. 1977. Biologu of Earthworms, second ed. London: Chapman
and Hall Ltd.
Fragoso, C. dan Partick L. 1992. Earthworm Communities of Tropical Rain Forest, second ed.
Oxford University Press.
Mahri, Jain. 2007. Annelida – Earthworm. Competitive Science Version Magazine.
Mulyawan, D., W., Annawaty, dan Fahri.2016. Preferensi Habitat Cacing Tanah (Oligochaeta) di
Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Online Journal of Natural Science 5(3):
251-257.
Ramot, D. et al. 2008. Thermotaxis is a Robust Mechanism for Thermoregulation in
Caenorhabditis elegans Nematodes. The Journal of Neuroscience 28(47): 12546-12557
Russell, Peter J., Hertz, Paul E., Beverly, McMillan. 2011. Biology: The Dynamic Science.
Cengage Learning