Traumatologi Forensik 1
Traumatologi Forensik 1
memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah
di sidang pengadilan.1,2,3
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi luka?
2. Bagaimana klasifikasi luka?
3. Bagaimana dasar hukum luka terhadap kepentingan forensik?
4. Bagaimana menentukan luka berdasarkan waktu terjadinya?
C. TUJUAN PENULISAN
Dengan penyusunan referat ini kami berharap seorang dokter atau calon dokter mampu
mendeskripsikan luka secara benar sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan
benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk
memutuskan suatu tindak pidana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda
tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. 4
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Didalam melakukan pemeriksaan
terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk
dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang
menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.1,4
II.2. Etiologi 5
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)
II.3. Klasifikasi Jenis Luka Berdasarkan Jenis Benda5,6,7
1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury).5,6
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar dan luka
robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian
hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang.
a. Luka lecet (abrasion):
Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit yang
paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet
mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari luka tersebut
dapat memberikan banyak hal, misalnya:
1) Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti
hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya
usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti
seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya
memar ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari benda
tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah perdarahan tepi (marginal haemorrhages),
misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan
justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi
yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.
Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka
akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak
menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran
lebar dari alat pengukur yang mengenai tubuh korban.
Gambar 2. Luka memar akibat gigitan (Bite mark)
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
c. Luka robek, retak, koyak (laceration)
Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul dapat terjadi bila
kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya hingga melampaui elastisitas kulit atau otot, dan
lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan
permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. Dengan demikian bila luka robek tersebut salah
satu tepinya terbuka ke kanan misalnya, maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari
arah kiri; jika membuka ke depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah belakang.
Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat benda tumpul dengan demikian dapat sangat
membantu penyidik khususnya sewaktu dilakukannya rekonstruksi; demikian pula sewaktu
dokter dijadikan saksi di meja hakim.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan luka
terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan
sekitar luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan
yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila
kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya luka lecet
atau luka memar.
Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan
kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda
tumpul.
Gambar 3. Luka robek pada tungkai akibat kecelakaan lalu lintas
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
2. Jenis luka akibat benda tajam.5,7
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam,
baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan
sebagainya hingga keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.5,7
Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata
tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari
luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.7
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan
karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau
peristiwa bunuh diri.
a. Luka iris / luka sayat (incised wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada
kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.
Gambar 4. Luka Iris
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
b. Luka tusuk (stab wound)
Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu
tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit,
kikir, tanduk kerbau
Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya,
apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua.
Gambar 5. Luka tusuk
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
c. Luka bacok (chop wound)
Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi
dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, balingbaling kapal.
Gambar 6. Luka bacok
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
d. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)
Kekerasan oleh benda yang mudah pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan luka-luka
campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk, luka lecet.
Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah
pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang
terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang
sedemikian rupa sehingga jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
3. Luka akibat tembakan senjata api
Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru, sedangkan
LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis
terbakar. LTM jarak sangat dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan
panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut di atas (yang akan
masuk ke saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam dan jejas laras akan
tampak mengelilingi luka tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai
akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.
Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang tertembak pada jarak yang
dekat/sangat dekat, apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang
tebal, ikat pinggang, helm dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang tidak
habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut.
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan luka tembak kleuar (LTK).
LTK umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru, bergoyangnya
anak peluru dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK.
LTK mungkin lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak tempel/kontak, atau
pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat akan keluar meninggalkan tubuh. Di
sekitar LTK mungkin pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda
yang keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang bersandar pada dinding.7,8
4. Jenis luka akibat suhu / temperatur
a) Benda bersuhu tinggi.
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya amat
tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda
padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III atau IV. Zat cair
panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III. Gas panas dapat mengakibatkan luka
bakar tingkat I, II, III atau IV.
b) Benda bersuhu rendah.
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang terbuka; seperti
misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.
Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga
terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan
daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi gangren.
5. Luka akibat trauma listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya
energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut
tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan
kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulti dengan
tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering
ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-kadang
bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut
terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan
antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat mematikan
adalah 100 mA.
Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat
pernapasan. Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang
akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari
adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding
orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.
6. Luka akibat petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai 10
mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada
hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat
panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan
akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat,
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek dari
gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark
(percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari
logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar
atau robek-robek.9
7. Jenis luka akibat zat kimia korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia.
Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu :
(a) Golongan Asam.
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :
Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.
Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.
Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:
Mengekstraksi air dari jaringan.
Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.
Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:
Terlihat kering.
Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna kuning
kehijauan.
Perabaan keras dan kasar.
(b) Golongan Basa.
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain :
KOH
NaOH
NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:
Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan sabun.
Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :
Terlihat basah dan edematus
Berwarna merah kecoklatan
Perabaan lunak dan licin.
runcing. Tebing luka rata terdiri atas kulit, jaringan ikat, jaringan lemak dan otot. Tidak
ditemukan ada-nya jembatan jaringan dan dasar luka tidak terlihat pada pemeriksaan luar. Di
sekitar garis batas luka tidak ada memar.
Gambar 13. Luka Tusuk
Dikutip dari: Color Atlas of Forensic Pathology
3. Luka Tembak Masuk
Pada pemeriksaan ditemukan luka.
Jumlahnya: Satu.
Lokasinya: Di perut bagian kanan atas, delapan sentimeter di sebelah kanan dari garis tengah
tubuh dan setinggi seratus sepuluh sentimeter dari tumit. (Pada luka tembak selalu diukur
setinggi berapa sentimeter dari tumit guna kepentingan rekonstruksi).
Bentuknya: Terdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar berupa cincin lecet dan bagian dalamnya
berupa lubang. Posisi lubang terhadap cincin lecet konsentris (atau episentris).
Ukurannya: Diameter cincin lecet sebelas milimeter dan diameter lubang sembilan milimeter.
Sifatnya: Garis batas luar dari cincin lecet bentuknya teratur (bulat) serta tepinya tak rata dan
garis batas lubang bentuknya juga teratur serta tepi-nya tidak rata.
Tebing luka tak rata, berbentuk silinder dan terdiri atas jaringan kulit, jaringan ikat, otot dan
tulang.
Dasar cincin lecet adalah jaringan ikat sedang dasar lubang tidak dapat ditentukan pada pemeriksaan luar sebab menembus dinding perut. Daerah di sekitar cincin lecet terlihat memar berwarna merah kebiruan, jelaga dan tatoase.
Gambar 14. Contoh Deskripsi Luka Tembak
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
Gambar 15. Deskripsi Luka Tembak Masuk
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
Daerah di dalam garis batas luka terlihat sedikit menonjol (bengkak), terdiri atas kulit yang
masih utuh. Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.4
Gambar 17. Kumpulan luka gores dan memar
Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology
Gambar 18. Luka memar seminggu pada payudara
Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology
II.5. WAKTU TERJADINYA KEKERASAN 5,7,8
Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan penuntutan oleh
penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk penentuan keputusan
oleh hakim. Dalam banyak kasus informasi tentang waktu terjadinya kekerasan akan dapat
digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, teerutama yang berkaitan
dengan alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorsng dituduh atau dihukum jika
pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh dari tempat kejadian perkara.
Dengan melakukan pemeriksaan yang teliri akan dapat ditentukan :
Luka terjadi ante mortem atau post mortem
Umur luka
a. Luka ante mortem atau post mortem
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi sebelum atau
sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya tanda-tanda
intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula sebaliknya.
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa :
1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika terjadi
trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan.
Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan kemudian mengkerut sambil
menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka
akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka bentuk luka tidak begitu
menganga.
b. Retraksi vaskuler.
Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
1. Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa:
Eritema (kulit berwarna kemerahan)
Vesikel atau bulla
2. Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :
- Kontusio atau memar.
c. Retraksi mikroorganisme (infeksi)
Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan terjadi
aktivitas biokimiawi berupa :
Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma).
Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit sesudah trauma)
Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari
mekanisme pertahanan jaringan.
2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma
Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi ketika terjadi trauma maka
tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak sebab jantung
masih bekerja terus-menerus memompa darah lewat luka.Berbeda dengan trauma yang terjadi
sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlah
lukanya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu :
Perdarahan internal :
Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga panggul,
rongga dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu otopsi.
Perdarahan eksternal :
Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi
ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-tanda limpa
melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
b. Emboli udara.
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (sistemik). Emboli udara
venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir
dengan baik, seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika
tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus
menuju ke daerah paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita foramen
ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotorak artifisial atau karena luka-luka
yang menembus paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh
darah koroner atau otak.
c. Emboli lemak.
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemak atau trauma
yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan mengalami
pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan,
ventrikel kanan dan dapat terus menuju daerah paru-paru.
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka, sementara paru-paru itu
sendiri tetap berfungsi maka luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara
paru-paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada akhirnya akan
menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi kolap.
e. Emfisema kulit krepitasi
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk pau-paru maka pada setiap
ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan terasa
ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma
terjadi sesudah orang meninggal.
kira setengah inci. Separo dari potongan itu difiksasi dengan mengunakan formalin 10% di
dalam refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk membuktikan adanya
aktifitas esterase dan fosfatase. Separonya lagi dibekukan dengan isopentane dengan
menggunakan es kering guna mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan aminopeptidase.
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini setengah jam
setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam, sedang
peningkatan acid phosphatase alkali phophatase sesudah 4 jam.
4. Pemeriksaan biokemik
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang
ditunjukkan masih memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa jam sesudah trauma.
Padahal yang sering terjadi, korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat
dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
inflamasi akut, terutama pada stadium awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik
telah diplubikasikan pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka
melaporkan adanya kenaikan histamin bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus gantung.
Oleh peneliti lain kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang serotonin naik
setelah 10 menit.
II.6. Akibat Trauma 9,11,12
1. Aspek Medik
Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei, setiap benda akan tetap
pada bentuk dan ukurannya sampai ada kekuatan luar yang mampu merubahnya. Selanjutnya
Isaac Newton dengan 3 buah hukumnya berhasil menemukan metode yang dapat dipakai untuk
mengukur dan menghitung energi.
Dengan dasar-dasar tadi maka dapat diterangkan bagaimana suatu energi potensial dalam bentuk
kekerasan berubah menjadi energi kinetik yang mampu menimbulkan luka, yaitu kerusakan
jaringan yang dapat disertai atau tidak disertai oleh diskontinuitas permukaan kulit.
Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa :
1. Kelainan fisik / organik.
Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa :
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.
- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena trauma.
Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ-organ
dalam.
3. Infeksi.
Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap infeksi. Bila
kulit atau membrana tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman
dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan iritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh
kuman. Jenis kuman dapat berupa streptococcus, staphylococcus, Eschericia coli, Proteus
vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangren.
4. Penyakit.
Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung walaupun
hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi.
5. Kelainan psikik.
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi precipitating
factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa
compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic
depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang
abnormal merupakan faktor utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, derajat
serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji
elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi
yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma. Secara umum dapat diterima
bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atau organ dengan psikosis post trauma
didasrkan atas :
- Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.
- Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.
- Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.
- Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau fungsinya dapat
mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah.
- Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.
- Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.
- Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang menimpanya.
2. Aspek Yuridis 9,12
Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai
diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan kelainan
yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja),
recklessness (ceroboh), atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya
hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka.
Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas
pengaruhnya terhadap :
- Kesehatan jasmani.
- Kesehatan rohani.
- Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.
- Estetika jasmani
- Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian.
- Fungsi alat indera :
1. Luka ringan.
Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.
2. Luka sedang.
Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencahariannya untuk sementara waktu.
3. Luka berat.
Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas:
a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna. Pengertian
tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma pada
satu mata yang menyebabkan kornea robek. Sesudah dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak
dapat melihat.
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Dapat mendatangkan bahay maut pengertiannya
memiliki potenis untuk menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh.
c. Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencahariannya. Luka yang dari sudut medik tidak membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat
dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma pada tangan kiri pemain biola atau pada
wajah seorang peragawati dapat dikategorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi
menjalankan pekerjaan tersebut selamanya.
d. Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau
kehilangan pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan kehilangan indera. Meskipun
demikian tetap digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir (a) di atas.
e. Cacat besar atau kudung.
f. Lumpuh.
g. Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir tidak ahrus berupa
kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia, disorientasi, anxietas, depresi atau
gangguan jiwa lainnya.
h. Keguguran atau kematian janin seorang perempuan. Yang dimaksud dengan keguguran ialah
keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului oleh proses sebagaimana
umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan. Sedang, kematian janin mengandung
pengertian bahwa janin tidak lagi menunjukkan tanda-tanda hidup. tidak dipersoalkan bayi
keluar atau tidak dari perut ibunya.
II.7. Kualifikasi Luka 5,9,13
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX
pasal 90.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai
penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka bisa terjadi
pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat kekerasan mekanik, kekerasan
fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat
kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang
muda pecah, akibat suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia
korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi antemortem atau
postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka. Walaupun belum ada satupun
metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat
adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah,
atau penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk menentukan
kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90. Yang
pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan
melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang
nantinya sebagai dokter di masyarakat umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang
menyebabkan luka baik pada korban hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka
sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.
III.2 Saran
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendiskripsikan luka sehingga mampu
membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran tetapi
juga mengetahui hukum kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Herlambang, Penggalih Mahardika. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar [online]. 2010.
Available at: http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf. [cited : 03
Juni 2010].