Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS
Oleh, Puput Wulandari (0906511063)
Fakultas Imu Keperawatan-UI
1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002). Prince & Wilson
(1995) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
2. Anatomi
Pangkreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Didalammnya
terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel-sel beta yang
mengeluarkan hormone insulin, yang sangat penting pada pengaturan kadar glukosa darah.
Pangkreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel
beta. Bagian endokrin pangkreas memproduksi, menyimpan, dan mengeluarkan hormone dari
pulau langerhans. Pulau langerhans mengandung 4 kelompok sel khusus, yaitu alfa, betha,
delta, dan sel F. Sel alfa menghasilkan glucagon, sedangkan sel beta menghasilkan insulin.
Kedua hormone ini membantu mnegaturmetabolisme. Sel delta menghasilkan somatosin
(faktor penghambat pertumbuhan hipotalamik) yang bisa mencegah sekresi glucagon dan
insulin (Baradero, 2009).

Sumber: The McGrawhill


Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (terdiri dari karbohidrat,
protein, dan lemak). Kemudian glukosa akan diserap melaui dinding usus dan disalurkan

dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa dalam darah akan lebih tinggi, melebihi glukosa
yang dibutuhkan dalam proses pembentukan energi tubuh. Untuk mencegah terjadinya
perubahan kadar glukosa secara tiba-tiba, maka insulin berfungsi mengatur kadar glukosa
dalam darah. Glukosa akan diubah menjadi glikogen dan simpan dalam hati dan sel-sel otot.
Jika kadar gula menurun maka glikogen akan kembali dipecah menjadi glukosa dalam darah,
proses ini dilakukan oleh hormone glucagon. Glikogen yang disimpan dalam hati bisa
bertahan 8-10 jam. Apabila tidak digunakan dalam waktu tersebut maka glikogen akan
berubah menjadi lemak.
3. Etiologi
Diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
a. Diabetes tipe 1 (insulin dependent diabetes mellitus/iddm): diabetes yang tergantung
insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pangkreas disebabkan oleh:
- Faktor genetik: penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi
predisposisi/ kecenderungan genetic kea rah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada
individu yang mempunyai tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses
imun lainnya.
- Faktor Immunologi: respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah
jaringan asing.
- Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes tipe II (Non Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM) : mekanisme yang spesifik
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada DM tipe II belum
diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan
dengan kejadian DM tipe II, antara lain:
- Usia : individu mengalami peneurunan fisiologi yang secara dramatis pada usia diatas
40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pangkreas
untuk memproduksi insulin (Sujono & Sukarmin, 2008).
- Obesistas : obesitas mengakibatkan sel-sel beta pangkreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pangkreas

disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas


untuk mencukupi energy sel yang terlalu banyak.
- Riwayat keluarga: pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada
kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada
subjek yang tidak memiliki riwayat dalam keluarganya. Berbeda dengan DM tipe I, DM
tipe II tidak berkaitan dengan HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
diabetes tipe II tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing
member kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan
(Robbins, 2007).
- Gaya hidup (stres): stress kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap pangkreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energy yang berakibat pada kenaikan kerja
pangkreas. Beban yang tinggi membuat pangkreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin (Smeltzer & Bare, 1996).
4. Klasifikasi DM
Klasifikasi diabetes mellitus menurut penyebabnya dibedakan menjadi:
a. Tipe 1 (DMT1) atau insulin dependen diabetes mellitus/IDDM: disebabkan oleh
insufisiensi absolute insulin.
b. Tipe 2 (DMT2) terjadi karena adanya retensi insulin yang disertai defek sekresi insulin
dengan derajat bervariasi.
c. Diabetes gestational merupakan diabetes yang muncul pada saat seseorang hamil
(Kowalak & Welsh, 2002).
d. Gangguan toleransi glukosa (GTG), kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat
menjadi diabetes atau menjadi normal dan suatu saat tetap tidak berubah
5. Patofisiologi
Diabetes mellitus dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan genetic, penyakit iatrogenic
akibat steroid, kondisi endokrin seperti hiperpituitarisma atau hipertiroidisma serta kerusakan
sel-sel pulau langerhans akibat inflamasi, kanker, atau pasca bedah. Pada DM tipe II terjadi
penurunan jumlah reseptor insulin pada permukaan sel target dan penurunan aktivitas post
reseptor walaupun produksi insulin tetap berjalan. Akibatnya kemampuan sel untuk
menggunakan insulin berkurang sehingga glukosa yang masuk ke sel akan berkurang dan

glukosa didalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Selian
mekanisme tersebut, terjadinya kekurangan insulin atau ketja insulin akan meningkatkan
akumulasi glukosa dalam darah (hiperglikemia).
Glukosa yang tidak dapat masuk ke sel-sel target menyebabkan sel target kekurangan
bahan bakar untuk melakukan metabolisme. Kondisi ini akan dipersepsikan sebagai sinyal
pada sistem saraf pusat. Konsekuensi dari hal tersebut ialah terjadi peningkatan produksi
glukosa dengan proses glikogenolisis (katabolisme glikogen menjadi glukosa) ataupun
glikoneogenesis (pembentukkan asam amino menjadi glukosa). Glukosa yang telah dibentuk
akan masuk ke dalam pembuluh darah dan difasilitasi oleh insulin untuk didistribusikan ke
jaringan perifer. Akan tetapi, keadaan yang terjadi adalah kurangnya reseptor pada sel target
sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel yang pada akhirnya kadar glukosa dalam
darah akan semakin tinggi (hiperglikemia).

Kadar gula darah yang tinggi /hiperglikemia, membuat konsentrasi darah lebih pekat
(viskositas

darah

meningkat).

Peningkatan

konsentrasi

zat

akan

menyebabkan

hiperosmolaritas/ kelebihan tekanan osmotic pada plasma sel. Tekanan osmotic merupakan
tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi zat cair. Peningkatan glukosa
dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan
reabsorbsi glukosa. Reabrbsorsi glukosa di ginjal dapat meningkat hingga 225 mg/menit.
Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria).
Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar
air (dieresis osmotic) dan berakibat pada pengingkatan volume air (poliuria).
Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi
ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena cairan intrasel akan

berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik.
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan merangsang pusat haus sehingga pasien
akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi
(Corwin, 2008).
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dari 370-380 mpsmols/dL
keadaan tidak terdapatnya keton darah (keton asidosis/KAD). Kondisi ini dapat berakibat
koma hiperglikemik hiperosmolaritas nonketonik (KHHN). (Sujono, 2008).
Kondisi yang dialami individu dengan DM sering kali diibaratkan sebagai kelaparan di
lumbung padi. Istilah ini muncul karena sel-sel tubuh pada penderita DM mengalami
kelaparan karena glukosa sulit masuk kedalam sel. Padahal disekeliling sel kaya akan
glukosa. Kondisi ini disebut starvasi seluler. Starvasi seluler berdampak pada beberapa hal,
antara lain:
a. Sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang ada untuk dibongkar menjadi
glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas/keton.
Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah
lelah.
b. Starvasi seluler juga menyebabkan penggunaan protein dan asam amino untuk
menghasilkan glukosa /glukoneogenesis dalam hati. Perubahan ini berdampak juga
pada penurunan sintesis protein. Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam
amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsure nitrogen sebagai
pemecah protein tidak dapat digunakan kembali dan diubah menjadi urea yang akan
dieksresikan melaui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus,
penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak
saat terjadi luka.
c. starvasi seluler juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme lemak
(lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan meningkat dan
menyediakan subtract bagi tubuh untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk
melakukan aktivitas sel. Ketogenesis menyebabkan kadar asam organik (keton),
sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer ph menurun.
Pernafasan

kusmall

dirangsang

untuk

mengkompensasi

keadaan

asidosis

metabolik.adanya starvasi seluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh


untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus menerus
(polifagi).

Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat


seperti bakteri dan jamur. Mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah kaya
glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada
jaringan yang cedera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapatkan
peningkatan pasokan nutrisi. kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah
mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur (Sujono, 2008)
6. Tanda dan Gejala
Seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga
gejala yaitu
a.

Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.

b.

Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl

c.

Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia,

Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka,
Keputihan.
7. Komplikasi
Kelainan metabolisme yang dialami oleh penderita DM dapat menyebabkan banyak
komplikasi, pada dasarnya komplikasi yang dirasakan terbagi menjadi dua yaitu komplikasi
akut dan kronik.
a) Akut
1)

Hipoglikemia dan Hiperglikemia


- Pada penderita DM komplikasi aku dapat berupa hipoglikemi koma yang
biasanya disebabkan oleh asupan makanan berkurang atau kelebihan insulin, obatobatan hipoglikemia, atau alkohol.
- Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam
tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk kedalam sel tubuh. Dalam
keadaan diabetik, hal-hal seperti drfisiensi insulin maupun kurangnya reseptor
insulin di sel meyebabkan insulin tidak dapat mefasilitasi glukosa untuk masuk
kedalam sel . pada akhirnya glukosa akan terus terakumulasi didalam darah yang
mengakibatkan hiperglikemi.

b. Kronik
Diabetes mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke sistem
kardiobaskular, terjadi kerusakan di mikro dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular
terjadi akibat penebalan membrane basal pembuluh-pembuluh darah kecil. Penyebab
penebalan tersebut berkaitan langsung dengan kadar glukosa darah. Penebalan mikrovaskular
tersebut menyebabkan iskemia dan penurunan penyaluran oksigen dan zat gizi ke jaringan.
Selain itu, Hb terglikosilasi memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga
oksigen terikat lebih erat pada molekul Hb. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk
jaringan berkurang.
Hipoksia kronis juga dapat menyebabkan hipertensi karena jantung dipaksa
meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk menyalurkan lebih banyak oksigen ke
jaringan. Ginjal, retinam dan sistem saraf perifer, termasuk neuron sensorik dan motorik
somatik sangat dipengaruhi oleh gangguan mikrovaskular diabetik. Sirkulasi mikrovaskular
yang buruk juga akan mengganggu reaksi imun dan inflamasi karena kedua hal ini
bergantung pada perfusi jaringan yang baik untuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator
inflamasi (Chang, 2006).
Komplikasi yang lebih serius dari mekanisme tersebut antara lain:
1. Kerusakan Ginjal (nefropati): neuropati diabetic kerusakan ginjal terjadi akibat kerusakan
pada kapiler glomerolus akibat hipertensi dan glukosa plasma yang tinggi. Hal tersebut
menyebabkan penebalan membrane basal dan pelebaran glomerolus. Lesi-lesi sklerotik
nodular, yang disebut nodul Kimmelstiel-Wilson, terbentuk di glomerolus sehingga semakin
menghambat aliran darah dan akibatnya merusak nefron. Kerusakan ini bila tidak ditangani
dapat menyebabkan gagal ginjal.
2. Kerusakan sistem saraf (neuropati): kerusakan sel-sel saraf disebabkan karena hipoksia
kronis sel-sel saraf serta efek dari hiperglikemia. Pada jaringan saraf terjadi penimbunan
sorbitoldan fruktosa serta penurunan mioinositol yang menimbulkan neuropati selanjutnya
timbul nyeri, paratesia, berkurangnya sensasi getar dan propoioseptik, dan gangguan motorik
yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot-otot dan atrofi.
Terserangnya sistem saraf otonom disertai diare nocturnal, keterlambatan pengosongan
lambung, hipotensi dan impotensi (Corwin, 2008).
3. Gangguan penglihatan (retinopati): kondisi ini disebabkan kondisi mikrosirkuler sehingga
terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina. Hal ini bahkan bisa menjadi salah satu
penyebab kebutaan. Retinopati sebenarnya merupakan kerusakan yang unik pada diabetes
karena selain gangguan mikrovaskuler, penyakit ini juga disebabkan adanya biokomia darah

sehingga terjadi penumpukan zat-zat tertentu pada jaringan retina. Gangguan awal masalah
ini terkadang tidak menimbulkan keluhan sehingga penderita tidak menyadari bahwa telah
terkena retinopati. Hal ini dapat dideteksi dengan ophtalmoskop.
Komplikasi makrovaskular terjad akibat aterosklerosis. Komplikasi makrovaskular
ikut berperan dan menyebabkan gangguan aliran darah, pada diabetes kerusakan pada lapisan
endotel arteri dan dapat disebabkan secara langsung oleh tingginya kadar glukosa darah,
metabolitglukosa, atau tingginya kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada
pasien diabetes. Akibat kerusakan tersebut, permeabilitas sel endotel meningkat sehingga
molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri. Selain itu kerusakan endotel akan
menimbulkan reaksi imun dan inflamasi sehingga akibatnya terjadi pengendapat trombosit,
makrofag, dan jaringan fibrosis. Efek vascular dari diabetes kronis adalah penyakit arteri
koroner, stroke, dan penyakit vascular perifer.
8. Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik
Gejala klinik khas yang mengarahkan pada DM antara lain, adanya keluhan-keluhan

seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah, kesemutan, gatal, penglihatan kabur,
disfungsi ereksi pada laki-laki dan pruritus vulvae pada wanita.

Penunjang (Laboratorium/Diagnostik)
Pemeriksaan glukosa darah untuk menyatakan seseorang dengan DM atau normal
adalah sebagai berikut:
a. Glukosa Plasma Vena Sewaktu: Penderita DM sering datang dengan gejala klasik
DM. Sewaktu diartikan sebagai kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan.
Dengan sudah adanya gejala klasik DM, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah
dapat menegakkan diagnosis DM. Apabila kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
(plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut diabetes melitus. Dengan
kata lain kadar glukosa plasma 200 mg/dl sudah memenuhi kriteria diabetes melitus.
Pada mereka ini tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa.
b. Glukosa Plasma Vena Puasa: Glukosa plasma dalam keadaan puasa dibagi atas tiga
nilai, yaitu: 1) < 110 mg/dl; 2) antara 110 mg/dl - < 126 mg/dl; dan 3) >126 mg/dl.
Kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, 126 mg/dl adalah
diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa
terganggu (GDPT). Dengan demikian pada mereka dengan kadar glukosa plasma vena

setelah berpuasa sedikitnya 8 jam 126 mg/dl sudah cukup untuk membuat diagnosis
diabetes melitus. Bahkan untuk penelitian epidemiologis di lapangan dianjurkan untuk
menggunakan pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa bukan tes toleransi glukosa
oral.
c. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP): Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM.
Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan
menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukan
DM bila kadar glukosa darah 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya 140. Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.1,9
d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO): Apabila pada
pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar glukosa plasma tidak normal, yaitu antara
140-200 mg/dl, maka pada mereka ini harus dilakukan pemeriksaan tes toleransi
glukosa oral untuk meyakinkan apakah diabetes mellitus atau bukan. Sesuai dengan
kesepakatan WHO tahun 2006 maka tes toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan
memberikan 75 gram glukosa (rata-rata pada orang dewasa) atau 1,75 gr per kilogram
berat badan pada anak-anak. Serbuk glukosa ini dilarutkan dalam 250-300 ml air
kemudian dihabiskan dalam waktu 5 menit. TTGO dilakukan setelah pasien berpuasa
minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut; 1) Toleransi glukosa normal apabila
140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl
tetapi < 200 mg/dl; dan 3) Toleransi glukosa 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
Terdapat tiga cara pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk memastikan DM
(PERKENI, 2006).
Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokam Penyaringan diagnosa DM.

Plasma vena

< 100

Belum pasti
DM
100-199

Darah Kapiler

<90

90-199

200

Plasma vena

<100

100-125

126

Darah Kapiler

<90

90-99

110

Bukan DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
(mg/dL)
Kadar glukosa
darah
puasa
(mg/dL)
Pemeriksaan lainnya:

DM
200

o Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


o Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
o Elektrolit : Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun. Kalium : normal
atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor :
lebih sering menurun.

o Hb Glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.
o Gas Darah Arteri : PH rendah dan penurunan HCO3 (Asidosis Metabolik dengan
kompensasi Alkalosis Respiratorik).
o Trombosit Darah : Ht mungkin meningkat (Dehidrasi ; leukositosis, hemokonsentrasi,
merupakan respon terhadap stress/infeksi.
o Ureum/Kreatinin : mungkin meningkat atau normal (Dehidrasi/penurunan fungsi
ginjal).
o Insulin Darah : mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (Pada tipe I) atau normal
sampai tinggi (Pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan
dalam pengguanaannya (Endogen/Eksonogen).
o Urine : gula dan aseton positif ; berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
o Kultur dan Sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
8. Penatalaksanaan
1. Terapi: perencanaan diet/konsultasikan dengan ahli gizi, olahraga, pendidikan
kesehatan, pengontrolan kadar gula darah dengan pemantauan glukosa darah dan
pemberian insulin.
2. Terapi insulin
Pada DM tipe I tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin. Pada DM
tipe ini, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemik berhasil
mengntrolnya. Terdapat 3 jenis terapi insulin berdasarkan cara kerjanya, yaitu:
Jenis Insulin
1. Short-acting
Insulin (R)

2. Intermedietacting Insulin (L)

3. Long-Acting

Mekanisme kerja
- Insulin reguler awitan kerja human insulin reguler adalah hingga 1 jam
- Puncaknya 2 hingga 3 jam, durasi kerjanya 4 hingga 6 jam.
- Nama lain untuk insulin reguler adalah Crystalline zinc insulin (CZI). Insulin
reguler terlihat jernih dan biasanya diberikan 20-30 menit sebelum makan.
Insulin reguler dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan
insulin yang kerjanya lebih lama.
- NPH insulin (neutral protamine Hagedorn) dan Lante insulin (L).

- Awitan kerja human insulin intermediet-acting insulin adalah 3 hingga 4 jam,


puncaknya 4 hingga 12 jam, durasi kerjanya 16-20 jam.
- Kedua insulin intermediet-acting tersebut memiliki kesamaan dalam perjalanan
waktu kerjanya dan tampak berwarna putih serta menyerupai susu. Jika NPH
atau insulin lente digunakan secara tunggal, maka pemberian preparat ini
setengah jam sebelum makan bikanlah faktor yang menentukan. Meskipun
demikian pasien yang menggunakan NPH dan Insulin lante harus makan di
sekitar waktu awitan dan puncak kerja preparat insulin ini.
- Ultralente Insulin (UL), Insulin ini kadang disebut juga sebagai insulin tanpa

Insulin (UL)

puncak kerja karena preparat ini cenderung memiliki kerja yang panjang,
perlahan dan bertahan.
- Awitan kerja long-acting insulin adalah 6-8 jam , puncaknya 12-16jam, durasinya
20-30 jam.

10. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1)

Aktivitas/ istirahat
Takikardia

2)

dan

lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, gangguan tidur/istirahat,


takipnea

pada

keadaan

istirahat

atau

dengan

aktivitas,

letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.


Sirkulasi : riwayat hipertensi, kebas, dan kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Takikardi, perubahan tekanan darah postural/hipertensi,
nadi yang menurun, disritmia, krekers, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata

3)

cekung.
Integritas ego: Stress, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. ansietas,

peka rangasang.
4) Eliminasi: Peubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri atau terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi) diare. Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguri/anuri jika terjadi hipokalemia berat), urine berkabut, bau
busuk (infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Makanan/cairan: Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikitu diet
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badan, haus. Kulit
kering/bersisik, turgor kulit jelek, distensi abdomen, muntah, bau holitosis,/manis, bau
buah (nafas aseton).
6) Neurosensori: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan. Disorientasi, mengantuk, letargi, strupor/koma,
7)

gangguan memori, kacau mental, aktivitas kejang.


Nyeri/kenyamanan: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Wajah meringis

8)

dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.


Pernafasan: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan /tanpa sputum, purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak). Kebutuhan udara berlebih, batuk dengan atau tanpa

sputum, purulen, frekuensi pernapasan.


9) Keamanan: kulit keing, gatal, ulkus kulit. Demam, diaforesis, kulit rusak,
lesi/ulserasi,menuunnya kekuatan umum/rentang gerak, parastesi/paralisis otot
termasuk otot-otot pernapasan.

10) Seksualitas

: Rabas vagina, masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada

wanita.
B. . Analisa Data dan Masalah Keperawatan
Data
DS: Klien mengatakan haus dan lemah

Masalah Keperawatan
Kekurangan volume cairan

DO:

Pe- haluaran urin


Urine encer
Kelemahan
Haus
Penurunan BB
Tiba-tiba
Kulit/membran mukosa kering
Turgor kulit buruk
Hipotensi
Takikardi
Pelambatan pengisian kapiler
DS: Klien mengatakan haus dan lemah

Nyeri akut

DO:

Pe- haluaran urin


Urine encer
Kelemahan
Haus
Penurunan BB
Tiba-tiba
Kulit/membran mukosa kering
Turgor kulit buruk
Hipotensi
Takikardi
Pelambatan pengisian kapiler
DS : nyeri, menunjukkan bagian yang nyeri,
kualitas, frekuensi, durasi, karakter dan kondisi yang
menyebabkan nyeri
DO: klien terlihat mengkerutkan dahi,
melindungi bagian yang sakit, fokus menyempit,
denyut jantung meningkat,

11. Diagnosa Keperawatan

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari


kebutuhan

Rencana Intervensi
Rencana Asuhan Keperawatan

NO

Nama Klien

:Nama Mahasiswa : Puput Wulandari S.Kep.

Ruang : .

NPM

No. M.R :

Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan:
diuresis osmotic (dari
hiperglikemia)
Kehilangan gastric
berlebihan
Diare, muntah
Masukan dibatasi
mual, kacau mental.

Tujuan
Setelah intervensi selama
x/24 jam klien
menunjukkan:
Hidrasi adekuat Tanda vital
stabil, nadi perifer dapat
diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik,
haluaran uring tepat secara
individu, kadar elektrolit
dalam batas normal

Intervensi
Kaji adanya muntah dan poliuri

Rasional
Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total.

Pantau tanda-tanda vital, catat ada


perubahan TD ortostatik

Hipovolemi dapat dimanifestasikan oleh


hipertensi dan takikardi.

Pantau pola nafas seperti adanya


pernafasan kusmaul atau pernafasan yang
berbau keton

Paru-paru mengeluarkan asam karbonat


melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratorik terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang
berbau aseton berhubungan pemecahan asam
aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis
harus terkoreksi.

Ditandai dengan :
DS: Klien mengatakan
haus dan lemah
DO:

Pe- haluaran urin


Urine encer
Kelemahan
Haus
Penurunan BB

: 0906511063

Frekuensi dan kualitas pernafasan,


penggunaan otot Bantu pernafasan dan
adanya periode apnea dan munculnya
sianosis

Suhu, warna kulit, atau kelembabannya

Koreksi hiperglikemi dan asidosis akan


menyebabkan pola dan frekuensi pernafasn
mendekati normal tetapi peningkatan kerja
pernafasan mungkin merupakan indikasi dari
kelelahan pernafasan atau kehilangan
kemampuannya melakukan kompensasi pada
asidosis.

Tiba-tiba
Kulit/membran
mukosa kering
Turgor kulit buruk
Hipotensi
Takikardi
Pelambatan
pengisian kapiler

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor


kulit dan membran mukosa

Demam dengan kulit yang kemerahan, kering


mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.

Pantau masukan dan pengeluaran,

Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi


atau volume sirkulasi yang adekuat.

catat BJ urine

Memberikan perkiraan kebutuhan akan caira


pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari
therapy yang diberikan.

Ukur BB setiap hari

Memberikan hasil pengkajian yang terbaik


dari status cairan.
Mempertahankan hidrasi/volume cairan.

Pertahankan utk memberikan cairan


paling sedikit 2500 ml/hr dlm batas yg
dapat ditoleransi jantung jika pemasukan
melalui oral sdh dpt diberikan.
Berikan terapi cairan sesuai indikasi, mis:
Normal salin atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dektrosa.
Pantau pmeriksaan lab, spt: Hemotokrit
(Ht)

2.

Gangguan nutrisi: kurang dari


kebutuhan tubuh
berhubungan dengan:

Setelah intervensi selama


x/24 jam klien
menunjukkan:

Defisiensi insulin

Klien makan sesuai dengan

Tipe dan jenis cairan tergantung pada derajat


kekurangan cairan dan respon pasien secara
individual.

Mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali


meningkat akibat hemopkonsentrasi yang
terjadi setelah diuresis osmotik.

Timbang BB setiap hari atau sesuai


indikasi

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

Tentukan program diet dan pola makan


pasien dan bandingkan dengan makanan

Mengidentifikasi kekurangan dan


penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.

(penurunan pengambilan
dan penggunaan glukosa
oleh jaringan yang
berakibat pada
peningkatan metabolisme
protein dan lemak)
penurunan pemasukan oral
perubahan kesadaran
Status hipermetabolik
pelepasan hormon-hormon
(epineprin, kortisol,
hormon pertumbuhan)
proses infeksi.

Ditandai dengan:
DS : Klien mengatakan
Tidak nafsu makan
Klien mengatakan
Lemah dan lelah
DO: Kelemahan,
kelelahan
Penurunan BB
Tonus otot buruk
Diare

kebutuhan kalori dan


gizinya
Klien menunjukkan tingkat
energi yang biasanya
sebelum sakit

BB stabil/ bertambah
kearah BB normal
Tonus otot baik

yang dapat dihabiskan pasien


Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri
abdomen/ perut kembung, mual, muntah,
pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi
Berikan makanan cair yang mengandung
zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui pemberian cairan
mll oral
Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik dan kultuer
Libatkan keluarga pada perencanaan
makan ini sesuai indikasi
Observasi tanda-tanda hipoglikemi, spt:
perubahan tingkat kesadaran, kulit dingin,
nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas,
sakit kepala, pusing, sempoyongan
Lakukan pemeriksaan gula darah dengan
finger stick

Pantau pemeriksaan lab, spt: Gula darah

Hiperglikemi dan gangguan keseimbangan


cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/ fungsi lambung yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik
jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal
baik.

Jika makanan yang disukai pasien dapat


dimasukkan dalam perencanaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang.
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi
informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien.
Karena metabolisme KH mulai terjadi dan
sementara tetap diberikan insulin maka
hipoglikemi dapat terjadi

Analisadi TT lebih akurat (gula darah) dari


pada memantau gula darah dalam urine, yang
tidak cukup akurat untuk mendeteksi

Berikan pengobatan insulin scr tratur

fluktuasi kadar gula darah

Lakukan konsultasi dengan ahli diet

Gula darah akan menurun perlahan dengan


pergantian cairan dan terapi insulin
terkontrol.
Insulin reguler mempunyai awitan cepat dan
karenanya dengan cepat pula dapat
membantu pemindahan glukosa kedalam sel
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien.

Resiko Infeksi berhubungan


dengan
Tingginya kadar gula darah
penurunan fungsi lekosit
perubahan dalam sirkulasi
adanya infeksi saluran
pernafasan atau
perkemihan yang ada
sebelumnya

Setelah intervensi selama


x/24 jam klien
menunjukkan:
Mengidentifikasi intervensi
untuk mencegah atau
menurunkan risiko infeksi
Perubahan gaya hidup
untuk mencegah terjadinya
infeksi

Observasi tanda-tanda infeksi dan


peradangan, spt: demam, kemerahan,
adanya pus pada luka
Tingkatkan upaya pencegahan dengan
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri
Berikan perawatan kulit dengan teratur,
massage daerah tulang yang tertkan, juga
kulit tetap kering, linen kering, tetap
kencang
Pertahankan tekhnik aseptic pada prosedur
invasive

Pasien mungkin dengan infeksi yang


biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nasokomial.
Mencegah timbulnya infeksi silang.

Sirkulasi perifer bisa terganggu yang


menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi
kulit dan infeksi.
Kadar glukosa tinggi dalam darah akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan

Auskultasi bunyi nafas

kuman.

Posisi pasien semi fowler

Ronkhi mengidentifikasi adanya akumulasi


secret yang mungkin berhubungan dengan
pneumonia

Lakukan perubahan posisi dan anjurkan


pasien untuk batuk efektif/nafas dalam
jika pasien sadar dan kooperatif.

Memberikan kemudahan bagi paru untuk


berkembang, menurunkan resiko terjadinya
aspirasi

Berikan tisu atau tempat sputum pada


tempat yang mudah dijangkau untuk
menampung sputum

Membantu dalam memventilasikan semua


daerah paru dan memobilisasi secret

Bantu klien untuk melakukan oral hygiene

Mengurangi penyebaran infeksi

Anjurkan untuk makan dan minum


adekuat
Lakukan pemeriksaan kultur sensitivitas
sesuai indikasi
Berikan obat antibiotik yang sesuai

Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut


dan gusi
Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi,
meningkatkan aliran urine agar tidak statis
dan mempertahankan PH urine.
Untuk mengidentifikasi organisme sehingga
dapat memiliki terapi antibiotik yang terbaik
Penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis

NO
1

Diagnosa Keperawatan
Gangguan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan:

Tujuan
Setelah intervensi selama
x/24 jam klien
menunjukkan:

Defisiensi insulin
Klien makan sesuai
dengan kebutuhan kalori
(penurunan pengambilan
dan gizinya
dan penggunaan glukosa
Klien menunjukkan
oleh jaringan yang
tingkat energi yang
berakibat pada
biasanya sebelum sakit
peningkatan metabolisme
BB stabil/ bertambah
protein dan lemak)
kearah BB normal
penurunan pemasukan oral

Tonus otot baik


perubahan kesadaran
Status hipermetabolik
pelepasan hormon-hormon
(epineprin, kortisol,
hormon pertumbuhan)
proses infeksi.
Ditandai dengan:

Intervensi
Timbang BB setiap hari atau sesuai
indikasi

Rasional
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

Tentukan program diet dan pola makan


pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien

Mengidentifikasi kekurangan dan


penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.

Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri


abdomen/ perut kembung, mual, muntah,
pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi
Berikan makanan cair yang mengandung
zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui pemberian cairan
mll oral
Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik dan kultuer

DS : Klien mengatakan
Tidak nafsu makan
Klien mengatakan
Lemah dan lelah

Libatkan keluarga pada perencanaan


makan ini sesuai indikasi

DO: Kelemahan,
kelelahan
Penurunan BB

Observasi tanda-tanda hipoglikemi, spt:


perubahan tingkat kesadaran, kulit dingin,
nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas,
sakit kepala, pusing, sempoyongan

Hiperglikemi dan gangguan keseimbangan


cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/ fungsi lambung yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik
jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal
baik.

Jika makanan yang disukai pasien dapat


dimasukkan dalam perencanaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang.
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi
informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien.
Karena metabolisme KH mulai terjadi dan

Tonus otot buruk

Lakukan pemeriksaan gula darah dengan


finger stick

Diare

sementara tetap diberikan insulin maka


hipoglikemi dapat terjadi

Berikan pengobatan insulin scr tratur

Analisadi TT lebih akurat (gula darah) dari


pada memantau gula darah dalam urine, yang
tidak cukup akurat untuk mendeteksi
fluktuasi kadar gula darah

Lakukan konsultasi dengan ahli diet

Gula darah akan menurun perlahan dengan


pergantian cairan dan terapi insulin
terkontrol.

Pantau pemeriksaan lab, spt: Gula darah

Insulin reguler mempunyai awitan cepat dan


karenanya dengan cepat pula dapat
membantu pemindahan glukosa kedalam sel
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien.
2

Resiko Infeksi berhubungan


dengan
Tingginya kadar gula darah
penurunan fungsi lekosit
perubahan dalam sirkulasi
adanya infeksi saluran
pernafasan atau
perkemihan yang ada
sebelumnya

Setelah intervensi selama


x/24 jam klien
menunjukkan:
Mengidentifikasi intervensi
untuk mencegah atau
menurunkan risiko infeksi
Perubahan gaya hidup
untuk mencegah terjadinya
infeksi

Observasi tanda-tanda infeksi dan


peradangan, spt: demam, kemerahan,
adanya pus pada luka

Tingkatkan upaya pencegahan


dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri

Pasien mungkin dengan infeksi yang


biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nasokomial.
Mencegah timbulnya infeksi silang.

Berikan perawatan kulit dengan


teratur, massage daerah tulang yang
tertkan, juga kulit tetap kering, linen
kering, tetap kencang
Pertahankan tekhnik aseptic pada
prosedur invasive

Sirkulasi perifer bisa terganggu yang


menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi
kulit dan infeksi.
Kadar glukosa tinggi dalam darah akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman.

Auskultasi bunyi nafas

Posisi pasien semi fowler

Lakukan perubahan posisi dan


anjurkan pasien untuk batuk
efektif/nafas dalam jika pasien sadar
dan kooperatif.

Berikan tisu atau tempat sputum


pada tempat yang mudah dijangkau
untuk menampung sputum

Bantu klien untuk melakukan oral


hygiene

Anjurkan untuk makan dan minum


adekuat

Ronkhi mengidentifikasi adanya akumulasi


secret yang mungkin berhubungan dengan
pneumonia
Memberikan kemudahan bagi paru untuk
berkembang, menurunkan resiko terjadinya
aspirasi
Membantu dalam memventilasikan semua
daerah paru dan memobilisasi secret

Mengurangi penyebaran infeksi

Menurunkan resiko terjadinya penyakit


mulut dan gusi
Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi,

Lakukan pemeriksaan kultur


sensitivitas sesuai indikasi

Berikan obat antibiotik yang sesuai

meningkatkan aliran urine agar tidak statis


dan mempertahankan PH urine.
Untuk mengidentifikasi organisme sehingga
dapat memiliki terapi antibiotik yang terbaik
Penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis

gg. pola eliiminasi: konstipasi


b.d. kurang asupan cairan,
keterbatasan mobilisasi

Klien melaporkan tanda


tanda BAB lancar

Asukultasi ibising usus, catat lokasi


dan karakteristik

Hilangnya bising usus menandakan adanya


paralitik ileus

Observasi adanya distensi abdomen


jika bising usus tidak ada atau
berkurang

Hilangnya peristaltik melumpuhkan usus,


membuat distensi ileus dan usus

Kenali tanda-tanda/ periksa adanya


sumbatan, seperti tidak adanya feses
yang terbentuk selama beeberapa
hari, feses semi cair, kegelisahan,
perasaan penuh di perut/abdomen

Intervensi dini perlu untuk mengatasi


konstipasi secara efektif/feses yang tertahan
dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi

Anjurkan pasien untuk minum


banyak, minimal 2 liter per hari

Kolaborasi:
Masukkan selang rektal jika
diperlukan

Berikan obat sesuai indikasi: lactulac


2 x 1 sdm bila perlu

Hidrasi yang cukup penting untuk


melunakkan feses
Mengurangi distensi usus yang
meningkatkan respon autonom
Menstimulasi peristaltik dan pengeluaran
feses secara rutin

4.

Nyeri akut b.d. gangguan


pada kulit, jarignan dan
integritas otot, luka post
operasi

Klien mengatakan nyeri


berkurang/ hilang, klien
tampak santai, dapat tidur,
TTV dalam batas nirmal

Evaluasi rasa sakit secara regular,


catat karakteristik, likasi dan
intensitas

Menentukan efektifitas pengobatan

Kaji tanda-tanda vital, perhatikan


takikardi, hepertensi dan
peningkatan pernapasan, bahkan jika
pasien menyangkal adanya rasa sakit

Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan


ketidaknyamanan

Kaji penyebeb ketidaknyamanan lain

Dorong pengggunaan teknik


relaksasi misalnya latihan napas
dalam, bimbingan imajiansi,
visualisasi

Berikan obat analgesik ketorolac 3 x


30 mg

Ketidaknyamanan mungkin disebabkan/


diperburuk dengan keadaan lain
Lepaskan tegangan emosional dan otot,
tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin
dapat meningkatkan kemampuan koping
Analgesik IV akan dengan segera mencapai
pusat rasa sakit

Defisit
pengetahuan
terkait
penyakit

Resiko tinggi
infeksi (perluasan
infeksi)

Gangguan
citra tubuh

Nyeri akut
post
pembedahan

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. (2008). Handbook of pathophysiology, 3rd ed. Lippincot Wilkins&Williams: USA.
Doenges, M., et al. (2002). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth.
Alih Bahasa : Agung Waluyo (et al). Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC
Sudoyo, dkk. (2009). Buku ajar: ilmu penyakit dalam, edisi 5, jilid 3. Interna Publishing:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai