MAIN APPLICATIONS
REFERENCES
Terzaghi, 1946
Lauffer,1958
Rabcewicz,
Muller and
Pacher, 1958-64
Patching and
Coates, 1968
Deere at al,
1969
Deere at al,
1967
Franklin, 1975
Wickham et al,
1972
Bieniawski,
1973
Barton et al,
1974
Matula and
Holzer, 1978
Williamson,
1980
ISRM, 1981
Hoek, 1994
Palmstorm,
1995
RQD Jr
Jw
Jn
Ja SRF
dimana,
RQD : Rock Quality Designation
Jn
Jr
Ja
Jw
SRF
permukaan
bidang diskontinu
yang
mengalami
parameter total stress yang dipengaruhi oleh letak dari lubang bukaan
yang dapat mereduksi kekuatan massa batuan. Secara empiris Jw/SRF
mewakili active stress yang dialami batuan.
Menurut Barton, dkk parameter Jn, Jr dan Ja memiliki peranan yang lebih
penting dibandingkan pengaruh orientasi bidang diskontinu. Oleh karena itu
dalam Q-system tidak terdapat parameter adjustment terhadap orientasi bidang
diskontinu.
Nilai Q yang didapat dihubungkan dengan kebutuhan penyanggan
terowongan dengan menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari
galian. Dimensi ekivalen merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian,
didapat dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga
yang disebut Excavation Support Ratio (ESR).
Span atau tinggi (m)
Dimensi Ekivalen =
ESR
Tabel 1.2
Nilai ESR Untuk Berbagai Lubang Bukaan
Excavation Category
ESR
openings,
35
water tunnels
for
hydropower
1.6
1.3
0.8
Gambar 1.1
Grafik Hubungan Antara Nilai Q, Maksimum Span, Dan Nilai ESR
Barton et al. (1980) memberikan informasi tambahan terhadap panjang rockbolt,
span maksimum, dan tekanan penyangga atap untuk melengkapi rekomendasi
penyangga pada publikasi yang diterbitkan tahun 1974.
Panjang L dari rockbolt ditentukan dari lebar penggalian (B) dan dari nilai
ESR melalui persamaan:
2 + 0,15B
L=
ESR
0,4
Grimstad dan Barton (1993) memberikan hubungan antara nilai Q dengan tekanan
penyangga atap permanen Proof melalui persamaan:
2(Jn)Q
Proof =
3 Jr
-1/3
Gambar 1.2
Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan Q-System
(After Grimstad & Barton, 1993)
Kelebihan dan kelemahan dari metode Q-System diberikan pada tabel 1.3
Tabel 1.3
Kelebihan Dan Kelemahan Metode Q-System (Swart, A. H., 2004)
Kelebihan
Telah dikenal dan digunakan secara luas.
Kelemahan
Kelebihan
Kelemahan
Tabel 1.4
Korelasi antara Geomechanics Classification (RMR) dengan
Q Classification System (Choquet and Hadjigeorgiou,1993)
CORRELATION
AUTHOR, YEAR
ORIGIN
COMMENTS
New Zealand
Tunnels
RMR = 9 ln Q + 44
Bieniawski, 1976
Diverse origin
Tunnels
Spain
Tunnels
RMR = 5 ln Q + 60.8
Cameron, 1981
S. Africa
Tunnels
RMR = 5.9 ln Q + 43
1978
RMR = 43.89 - 9.19 ln Q
Spain
Abad, 1984
Spain
Canada
Moreno, 1980
RMR = 8.7 ln Q + 38
Canada
Tunnels, sedimentary
rock
RMR = 10 ln Q + 39
Canada
Gambar 1.3
Grafik hubungan klasifikasi RMR dan Q system (Bienawski, 1993)
Shaft
Shaft adalah lubang bukaan utama miring atau vertikal didalam batuan
yang bertujuan untuk menyediakan jalan masuk ke berbagai level didalam
tambang bawah tanah. Shaft dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1. Kegunaannya : Produksi, pelayanan, ventilasi, eksplorasi, jalan ke luar,
dan kombinasi dari semuanya.
2. Bentuk dan ukurannya : Kecil, medium, dan besar.
3. Penyanggannya : Penyangga sementara dan penyangga tetap.
4. Metode Penggaliannya : Metode konvensional dan metoda kontinyu.
Shaft berdasarkan kegunaannya
Kegunaan shaft bermacam-macam, antara lain :
1. Produksi
2. Pelayanan
3. Ventilasi
4. Eksplorasi
5. Jalan ke luar
: Keselamatan kerja
Gambar 1.4
Macam-macam Shaft
Jenis Penyangga
Jenis penyangga dapat dikelompokkan sebagai penyangga sementara dan
penyangga
tetap.
Penyangga
sementara
diaplikasikan
untuk
menjamin
Gambar 1.5
Split set (Hoek and Brown, 1980)
Perlengkapan Penunjang
Beberapa komponen penunjang yang digunakan bersama dengan baut
batuan adalah:
b. Face plate
Sebuah face plate dirancang untuk mendistribusikan beban pada
kepala baut secara merata di sekitar batuan sekelilingnya. Jenis dan
bentuk face plate dapat dilihat pada gambar 1.5.
c. Mes kawat (wire mesh)
Dua jenis wire mesh yang umum digunakan adalah chailink mesh dan
weld mesh. Chailink mesh kuat dan fleksibel, umunya digunakan pada
permukaan. Weld mesh terdiri atas kabel baja yang diatur dengan pola
segiempat atau bujur sangkar dan dipatri pada ttitik perpotongannya.
Weld mesh digunakan untuk memperkuat beton tembak dan lebih kaku
dari chailink mesh.
Gambar 1.6
Face plate (Schach, 1971)
Beton Tembak (Shotcrete)
Beton tembak adalah salah satu jenis penyangga yang bersifat pasif. Beton
tembak dihasilkan dari dua jenis proses yaitu: beton tembak campuran kering
dimana campuran semennya kering dan air ditambahkan pada penyemprot (nozzle)
dan beton tembak campuran basah yang pada dasarnya memiliki komponen yang
sama dengan campuran kering, tetapi airnya telah dicampurkan dalam tempat
pengaduk.
Beton tembak campuran kering lebih sering digunakan karena peralatan
yang digunakan lebih ringan dan ekonomis. Namun, beton tembak campuran
basah memiliki keuntungan karena tingkat debu yang dihasilkan yang lebih
rendah, tidak membutuhkan keahlian khusus, dan peralatan yang dibutuhkan lebih
sedikit pada saat mengaplikasikan.
Campuran beton tembak harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Shotability, yaitu kemampuan untuk melekat di atas permukaan batuan
dengan kemungkinan lepas sangat kecil.
2. Kekuatan awal (early strength) harus cukup kuat untuk menyediakan
penyanggaan dalam waktu kurang dari 24 jam.
3. Harus
pemercepat
kekuatan awal.
4. Durability, yaitu ketahanan terhadap pengaruh cuaca.
5. Ekonomis, yaitu biaya material yang rendah dan biaya minimum
akibat material yang lepas.
Karena beton tembak dipergunakan beberapa saat setelah penggalian,
maka diperlukan kekuatan awal sehingga mampu memberikan penyangga dengan
segera. Untuk itu pada campuran bahan untuk semen ditambahkan pemercepat
yang mengandung garam-garam larut dalam air (water soluble salts) yang
berfungsi mempercepat pengerasan.
Tipe persentase pencampuran komponen kering dengan berat:
Semen
15 20 %
Aggregate kasar
30 40 %
Aggregate halus/pasir
40 50 %
Accelerator
25 %