Perencanaan Jalan Tambang PDF
Perencanaan Jalan Tambang PDF
bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan pembabatan, perintisan
badan jalan, potong-timbun, perataan dll;
alat garu (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan meng-atasi batuan yang agak
keras;
alat angkut untuk mengangkut hasil galian tanah yang tidak diperlukan dan membuangnya di
lokasi penimbunan;
Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus dilengkapi
penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran harus mampu menampung air
hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan harus mampu pula mengatasi luncuran partikelpartikel kerikil atau tanah pelapis permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat jembatan yang konstruksinya
mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit
yang dilalui jalan tambang mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert),
kemudian dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang dikehendaki.
2. GEOMETRI JALAN ANGKUT
Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran operasi
penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat
disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk
meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel)
atau jembatan, maka cara pembuatan dan konstruksinya harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil
yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan alat
angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian. Pada kedua pintu
terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur kendaraan masuk secara bergiliran,
terutama bila terowongan cukup panjang.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada umumnya,
yaitu: (1) lebar jalan angkut, (2) jari-jari tikungan dan super- elevasi, (3) kemiringan jalan, dan (4)
cross slope. Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar, panjang dan
lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan
harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat
bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman.
2.1. LEBAR JALAN ANGKUT
Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas pengangkutan lancar dan
aman. Namun, karena keterbatasan dan kesulitan yang muncul di lapangan, maka lebar jalan
minimum harus diperhitungan dengan cermat. Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan belok
(tikungan) berbeda, karena pada posisi membelok kendaraan akan membutuhkan ruang gerak
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka
Unisba, 12 22 Juli 2004
yang lebih lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan melebar. Di
samping itu, perhitungan lebar jalan pun harus mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu lajur tunggal
untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah.
Lebar jalan angkut pada jalan lurus
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut Aasho Manual
Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi
kiri dan kanan jalan (lihat Gambar 1). Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana
untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka
perkiraan seperti terlihat pada Tabel 1, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama
dengan lebar lajur.
Tabel 1
Lebar Jalan Angkut Minimum
JUMLAH LAJUR
TRUCK
1
2
3
4
PERHITUNGAN
1 + (2 x
2 + (3 x
3 + (4 x
4 + (5 x
)
)
)
)
LEBAR JALAN
ANGKUT MIN.
2,00
3,50
5,00
6,50
Dari kolom perhitungan pada Tabel 1 dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut minimum
pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan masingmasing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai
berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (.Wt).(1)
di mana : L min
n
Wt
Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca spion kiri-kanan 5,076
m, maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda adalah sebagai berikut:
L min
= n.Wt + (n + 1) (.Wt)
= 2 (5,076) + (3) ( x 5,076)
= 17,77 m 18 m
CATERPILLAR
Tanggul
778
778
Parit
1/2 Wt
Wt
1/2 Wt
Wt
1/2 Wt
L min
di mana :
Wmin=
U =
Fa =
Fb =
Z =
C =
Misalnya akan dihitung lebar jalan membelok untuk dua lajur truck 773D-Caterpillar. Lebar
sebuah ban pada kondisi bermuatan dan bergerak pada jalan lurus adalah 0,70 m. Jarak
antara dua pusat ban 3,30 m. Pada saat membelok meninggalkan jejak di atas jalan selebar
0,80 m untuk ban depan dan 1,65 m untuk ban belakang. Bila jarak antar truck sekitar 4,50 m,
maka lebar jalan membelok adalah sebagai berikut:
Fa
Z
U
Fb
Fa
Fb
U
W
Z
di mana : R
W
C
Gambar 3. Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan
VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emak dan fmak terlihat pada Gambar
4, dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%, 8% dan 10%. Untuk
pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%. Dengan menggunakan rumus (5) dapat
dihitung jari-jari tikungan minimal (Rmin) untuk variasi VR dengan konstanta
emax = 10%
serta harga fmax sesuai kurva pada Gambar 4. Hasil perhitungan terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Jari-Jari Tikungan Minimum Untuk emak = 10%
VR, km/jam
120
100
90
80
60
50
40
30
20
Rmin, m
600
370
280
210
113
77
48
27
13
0,20
0,18
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
PI
L
TS
ST
R
O
Gambar 5. Komponen-komponen Tikungan FC
T = R tan .(8)
E = T tan ..(9)
L = 0,01744 R(10)
Batasan yang dipakai di Indonesia dengan menggunakan tikungan bentuk lingkaran (FC)
adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Batas Tikungan Bentuk FC
VR , km/jam
120
100
80
60
50
40
30
20
Rmin, m
2500
400
300
130
60
di mana : Ls
VR
R
C
e
=
=
=
=
=
Dari Gambar 6 terlihat bahwa TS-SC atau CS-ST adalah panjang lengkung spiral atau
peralihan (Ls), sedangkan SC-CS adalah lengkung lingkaran dengan jari-jari Rc (Lc). Dengan
demikian panjang tikungan adalah:
Ltot = 2 Ls + Lc(13)
Parameter-parameter lain yang terdapat pada Gambar 6 dapat diterangkan sebagai berikut:
Ts
Es
Ys
Xs
{
Rc
Rc
CS
{SC
s
TS
{ST
Xs
Ys
Ts
TS
SC
Es
s
Rc
p
k
= absis titik SC pada garis singgung jarak dari titik TS ke SC (jarak l lurus dari garis
lengkung peralihan).
= ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis singgung (jarak tegak l lurus ke titik
SC pada garis lengkung peralihan).
= panjang garis singgung dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST.
= titik antara garis lurus (singgung) dan spiral.
= titik antara spiral dan lingkaran.
= jarak dari PI ke busur lingkaran.
= sudut lengkung spiral.
= jari-jari lingkaran.
= pergeseran garis singgung terhadap spiral.
= absis dari p pada garis singgung spiral.
Superelevasi
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat belokan yang disebut
superelevasi. Superelevasi berhubungan erat dengan jari-jari belokan, kecepatan kendaraan
dan perubahan kecepatan (0,40 m/det) seperti terlihat pada persamaan (12). Superelevasi
dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke
kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian jalan yang lengkung (Gambar 7).
Pada tikungan tipe S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear dari bentuk normal
sampai titik TS kemudian awal lengkung peralihan sepanjang Ls dan akhirnya sampai pada
superelevasi penuh sepanjang Lc. Sedangkan pada tikungan tipe FC, pencapaian
superelevasi dilakukan secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 LS sampai
dengan bagian lingkaran penuh 1/3 Ls. Metoda untuk mencapai superelevasi yaitu dengan
membuat diagram superelevasi, baik untuk tikungan tipe FC maupun S-C-S seperti terlihat
pada Gambar 7.a dan Gambar 7.b.
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi perkerasan luar
dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai relatif. Harga landai relatif
disesuaikan dengan kecepatan rencana (VR) dan jumlah lajur yang tersedia. Persamaan (22)
dipakai untuk menghitung landai relatif dan Tabel 4 merupakan hasil perhitungan landai relatif
dengan variasi kecepatan.
di mana :
1/m
e
en
B
Ls
=
=
=
=
=
landai relatif, %
superelevasi, m/m
kemiringan melintang normal, m/m
lebar lajur, m
panjang lengkung peralihan, m (gunakan rumus 12)
Tabel 4
Landai Relatif Maksimum (untuk 2/2TB)
VR , km/jam
Kemiringan
Maksimum
20
30
40
50
60
80
1/50
1/75
1/100
1/115
1/125
1/150
10
BAGIAN
LURUS
BAGIAN
LURUS
TC
1/3 Ls
2/3 Ls
CT
Lc
sisi luar tikungan
e mak
e = 0%
enormal
en
en
en
e = 0%
en
e = 0%
en
en
en
en
emak
emak
a. Tikungan tipe FC
BAGIAN
LURUS
BAGIAN
LENGKUNG
PERALIHAN
BAGIAN
LENGKUNG
PERALIHAN
Ls
Lc
Ls
TS
SC
BAGIAN
LURUS
CS
e mak
e = 0%
enormal
en
en
e = 0%
en
en
en
en
en
en
emak
emak
11
Tabel 5
Kemiringan Maksimum Vs Kecepatan (data dari Bina Marga 1)
VR , km/jam
Kemiringan
Maks, %
120
110
100
80
60
50
40
< 40
10
10
Pada jalan mendaki juga diperlukan adanya panjang kemiringan (kelandaian) kritis, yaitu suatu
jarak maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh VR. Lama
perjalanan pada jarak kritis tidak lebih dari 1 menit.
Tabel 6
Jarak Miring Kritis (meter), data dari Bina Marga 2)
Kemiringan, %
10
80 km/ jam
60 km/ jam
630
320
460
210
360
160
270
120
230
110
230
90
200
80
12
KETERANGAN :
1 Permukaan jalan angkut
2 Bidang horizontal
Cross slope
a Jarak horizontal
b Tinggi vertikal pada poros memanjang jalan
kadar air,
kepadatan (compaction),
perubahan kadar air selama usia pelayanan,
variabilitas tanah dasar,
ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang ada di
bawah lapisan tanah dasar.
Adapun cara pengukuran daya dukung lapisan sub-grade dapat dilakukan dengan pengujian
California Bearing Ratio (CBR), Parameter Elastis dan Modulus Reaksi Tanah Dasar (k). Ketiga
pengujian tersebut umumnya dilaksanakan di laboratorium mekanika tanah dengan mengikuti
prodesur standardisasi yang ditetapkan oleh ASTM, AASHTO, SNI dan lain-lain.
13
Yang sering digunakan dalam perkerasan jalan tambang adalah pengujian CBR yang
dikembangkan oleh California State High-way Department. Hasil pengujian CBR di laboratorium
mekanika tanah diplot ke dalam kurva CBR seperti terlihat pada Gambar 9. Hasil yang diharapkan
dari kurva CBR adalah ketebalan lapisan-lapisan perkerasan di atas sub-grade sesuai dengan
jenis-jenis tanah atau material yang digunakan untuk perkerasan jalan tersebut. Contoh
penggunaan kurva CBR diberikan sebagai berikut:
Suatu konstruksi jalan tambang akan dibuat di atas lapisan sub-grade berjenis lempung-lanauan dengan plastisitas
sedang (silty clay of medium plasticity) dengan harga CBR 5. Truck atau wheel loader yang melewati jalan tersebut
mempunyai berat maksimum 40.000 lbs. Disekitar jalan terdapat banyak pasir yang agak bersih dengan harga
CBR 15 yang dapat digunakan untuk lapisan diatasnya (sub-base). Diatas sub-base adalah lapisan permukaan
(road surface) yang dilapisi krakal yang baik (good gravel) dengan harga CBR 80. Berapa tebal lapisan sub-base
dan road surface agar daya dukung lapisan sub-grade stabil.
Jawaban:
Step A:
Step B:
Step C:
Dari titik harga CBR lapisan sub-grade = 5 ditarik garis vertikal ke bawah hingga memotong kurva
lengkung berat kendaraan 40.000 lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke arah ordinat
ketebalan sub-base dan diperoleh angka tebal 28 inci. Artinya, bahwa ketebalan permukaan jalan akhir
paling tidak harus 28 inci di atas sub-grade.
Kemudian pasir bersih dengan CBR 15 dipotongkan dengan kurva lengkung berat kendaraan 40.000 lbs.
Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke arah ordinat ketebalan sub-base dan diperoleh
angka tebal 14 inci. Artinya, bahwa ketebalan material pasir bersih harus tetap 14 inci di bawah permukaan
jalan.
Perpotongan antara harga CBR krakal yang baik 80 dengan berat kendaraan 40.000 lbs menghasilkan
ketebalan lapisan 6 inci dari ordinat ketebalan sub-base. Krakal yang merupakan material dipermukaan
akhir jalan harus disebar-kan tetap 6 inci.
Dari contoh soal di atas diperoleh manfaat bahwa: (a) harga CBR sub-grade menentukan
ketebalan total lapisan perkerasan, (b) jumlah lapisan perkeras-an jalan paling tidak ada dua lapis
di atas sub-grade, dan (c) berat kendaraan berpengaruh terhadap penentuan ketebalan
perkerasan. Tabel 6 memperlihatkan daya dukung beberapa material.
3.2. MATERIAL PERKERASAN
Material perkerasan yaitu material yang digunakan untuk melapisi permukaan sub-grade.
Berdasarkan atas sifat dasarnya, material perkerasan diklasifikasikan menjadi empat kategori,
yaitu:
(1) material berbutir lepas;
(2) material pengikat;
(3) aspal
(4) beton semen
14
6 7 8 9 10
15
20
25 30
40
50 60 70 80
100
GVW
< 100,000 lbs
4000
0
700
0
00
12
20
00
C : Clay
F : Fines (material less than 0.1 mm)
G : Gravel
H : High compressibility
L : Low to medium compressibility
M : Mo very fine sand, silt, rock flour
O : Organic
P : Poorly graded
Pt : Peat
S : Sand
W : Well graded
50
10
00
00
70
40
40
00
0
GVW
100,000 - 400,000 lbs
30
0
00
25
60
12
00
00
GVW
> 400,000 lbs
10
70
GP
GRAVEL
GW
GC
Artificial soil
classification
GF
SF
SAND
SC
SP
OH
SW
CL
CH
ML
OL
MH
Flexible
pavement
Very poor
2
Poor
4
Fair
6 7 8 9 10
Good
15
20
25 30
Excellent
40
50 60 70 80
100
Gambar 11. Kurva Perkerasan Lentur Untuk Menentukan Tebal Perkerasan Semua
dengan Harga CBR Material
Tabel 6
Daya Dukung Material
Material
Hard Sound Rock
Medium Hard Rock
Hard Pan Overlaying Rock
Compact Gravel and Boulder-Gravel Formations; Very Compact Sandy Gravel
Soft Rock
Loose Gravel and Sandy Gravel; Compact Sand and Gravelly Sand; Very Compact Sand-Inorganic Silt Soils
Hard Dry Consolidated Clay
Loose Coarse to Medium Sand; Medium Compact Fine Sand
Compact Sand-Clay Soils
Loose Fine Sand; Medium Compact Sand-Inorganic Silt Soils
Firm or Stiff Clay
Loose Saturated Sand Clay Soils, Medium Soft Clay
Capacity in
1,000 lb/sqft
120
80
24
20
16
12
10
8
6
4
3
2
15
Pada jalan tambang jarang sekali digunakan material aspal atau beton semen karena
pemanfaatan jalannya tidak terlalu lama atau selalu berpindah-pindah dalam tempo yang relatif
singkat mengikuti area penambangan. Namun, di lokasi perkantoran, fasilitas kesehatan atau
perumahan karyawan tetap digunakan material perkerasan dari aspal atau beton semen. Tabel 7
memperlihatkan karakteristik keempat jenis material perkerasan.
Material berbutir
Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin pemecah batu
(crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti standar baku, baik ASTM,
AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat
dipadatkan. Dalam proses perkerasannya dapat pula ditambahkan aditif untuk menambah
kestabilan tanpa menambah kekakuan.
Material terikat
Material terikat adalah material perkerasan yang dihasilkan dengan menambahkan semen,
kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang terikat.
Ikatan antar butir akan menghasilkan kuat tarik yang besar, sehingga diharapkan lapisan
perkerasan dapat menahan beban kendaraan dengan baik dan berumur pakai lama.
Aspal
Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan
dalam kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk lapisan perkerasan. Kekuatan
aspal diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat, viskositas bitumen pada saat pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa bitumen, dan adhesi antara bitumen dengan agregat.
Adapun kegagalan perkerasan aspal yang umum terjadi adalah akibat stabilitas yang kurang
sehingga terjadi deformasi permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakan-retakan.
Beton semen
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah. Lapisan beton
semen dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku dan
sebagai lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku.
Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja di atas lapisan subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen harus memiliki kuat tekan
minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan campuran abubatu (flyash) dan jika tanpa
abubatu kuat tekan minimumnya 7 MPa.
Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai lapisan atau
landasan fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton didasarkan atas kuat
lentur rencana 90 hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat lentur fondasi cukup stabil pada
ketebalan perkerasan yang telah diperhitungkan.
16
KARAKTERISTIK
Jenis Material
Sifat dasar
Model
keruntuhan
Masukan
parameter
untuk
perenca-naan
Kriteria
penampil-an
Tabel 7
Karekteristik dan Kategori Material Perkerasan
KATEGORI MATERIAL PERKERASAN
BUTIRAN LEPAS
TERIKAT
ASPAL
Batu pecah
Material yang dista-bilisasi
Baton aspal
dengan kapur
Krikil/krakal
Aspal
Agregat tanah
Material yang dista-bilisasi
dengan semen
Material yang distabilisasi secara
mekanis
Material yang dista-bilisasi
dengan kapur/flyash
Material yang dista-bilisasi dengan
bitumen
Material yang dista-bilisasi
dengan abubatu
Material yang dista-bilisasi secara
kimiawi
Material yang dimodifikasi: semen,
kapur, abubatu dan flyash
Pembentukan kuat geser melalui
Pembentukan kuat geser
Pembentukan
gaya interlock antar partikel
melalui gaya interlock dan
kuat geser
ikatan kimiawi
melalui gaya
Tidak ada gaya tarik yang berarti
Terjadi gaya tarik yang berarti interlock antar
partikel dan
kohesi
Terjadi gaya
tarik yang
berarti
Peka
terhadap suku
Deformasi terjadi akibat geser dan
Pembentukan retak melalui
Retak
kepadatan
penyusutan, kelelahan dan
terbentuk
kelebihan beban
akibat
Disintegrasi terjadi melalui
kelelahan dan
perpecahan
Terjadi erosi dan pemuaian
kelebihan
akibat ada air
beban
Deformasi
tetap
Modulus elastisitas
Modulus elastisitas
Modulus
elastisitas
Nisbah Poisson
Nisbah Poisson
Derajat anisotropi
Nisbah
Poisson
Hubungannya dengan
kelelahan
Hubungannya
dengan
kelelahan
BETON SEMEN
Beton semen
Pembentukan
Kuat lentur 90
atau 28 hari
Hubungannya
dengan kelelahan
dan kuat beton
17
a. Lapis permukaan
a Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi untuk
menahan roda selama masa pelayanan
a Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak meresap kedalamnya
dan tidak pula melemahkan lapisan tersebut.
a Sebagai lapis aus (wearing course), artinya lapisan yang langsung menderita gesekan
akibat rem kendaraan, sehingga mengakibatkan keausan ban.
a Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh
lapisan lain yang mempunyai daya dukung lebih jelek.
b. Lapis fondasi atas
a
a
a
Merupakan bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari beban roda dan
menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.
Sebagai lapis peresapan untuk lapisan dibawahnya.
Sebagai bantalan bagi lapis permukaan.
Untuk memperoleh kualitas jalan yang memadai agar sesuai dengan karakteristik di atas, maka
jenis material dan tebal lapisan masing-masing susunan lapisan harus diperhatikan. Tabel 8
memperlihatkan batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dan bahan yang digunakannya.
18
Tabel 8
Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan dan Bahan yang Digunakan
TEBAL
MINIMUM, cm
BAHAN
1. LAPIS PERMUKAAN
5
5
7,5
7,5
10
Batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila fondasi bawahnya menggunakan material berbutir kasar.
Kekuatan lapisan tanah dasar atau harga CBR atau angka Modulus Reaksi Tanah Dasar
(k);
Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan;
Prediksi volume dan komposisi lalulintas selama usia rencana;
Ketebalan dan kondisi lapisan fondasi bawah (sub-base) yang diperlukan untuk menopang
konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah dasar
serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar beton.
Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu (1) perkerasan beton semen dan (2)
perkerasan dengan permukaan aspal. Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai
perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC); sedangkan
perkerasan dengan permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit. Adapun tipikal
susunan lapisan perkerasan kaku secara umum seperti terlihat pada Gambar 13.
19
Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi (operator) untuk
melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika pengemudi melihat suatu penghalang
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut
dengan aman. Jarak pandang minimum sama dengan sama dengan jarak berhenti. Jarak pandang
terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang Mendahului (Jd).
Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Ketinggian
mata pengemudi berkisar antara 4,00 4,90 m, sedangkan tinggi penghalang yang dapat
menimbulkan kecelakaan berkisar antara 0,15 0,20 m diukur dari permukaan jalan. Jarak
Pandang Henti berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan, waktu
tanggap dan gravitasi dan dapat diformulasikan sebagai berikut:
Persamaan (23) untuk jalan datar dan (24) untuk jalan dengan kemiringan tertentu,
di mana: VR = kecepatan rencana, km/jam
T
= waktu tanggap, ditetapkan 2,50 detik
fp
= koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan jalan,
menurut AASHTO = 0,28 0,45; menurut Bina Marga = 0,35 0,55
L
= kemiringan jalan, %
Tabel 8 memperlihatkan panjang Jh minimum yang dihitung berdasarkan rumus (23) dengan
pembulatan-pembulatan.
Tabel 8
Jarak Pandang Henti (Jh ) Minimum
VR, km/jam
120
100
80
60
50
40
30
20
Jh min, m
250
175
120
75
55
40
27
16
20
di mana : R
R
Jh
Lt
= jari-jari tikungan, m
= jari-jari sumbu lajur dalam, m
= jarak pandang henti, m
= panjang tikungan, m
21
Tinggi mata
(h1), m
Tinggi objek
(h2), m
henti (Jh)
1,05
0,15
mendahului (Jd)
1,05
1,05
Dengan menggunakan Gambar 16a dan 16b dapat ditentukan panjang lengkung parabola
pada lengkung vertikal cembung sebagai berikut:
(1) Jika Jh < L :
22
b.
Untuk memperhitungkan jarak berhenti dari kendaraan yang sedang bergerak dan secara
tiba-tiba dihentikan dapat digunakan grafik pada Gambar 18.
40
40
=1
5%
O
SL
20
PE
15
0%
=2
PE
SLO
%
= 25
10
O
SL
25
20
=
PE
5%
%
10
OP
SL
E=
OP
SL
15
15%
E=
20%
PE =
SLO
10
25%
30
1%
E
OP
SL
OP
SL
PE
SL
O
PE
25
E
OP
SL
O
SL
35
KECEPATAN, MILE/JAM
O
PE
1%
30
5%
0%
=1
SL
KECEPATAN, MILE/JAM
35
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
JARAK BERHENTI, FT
500
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
JARAK BERHENTI, FT
23
24
5. PENUTUP
Ketentuan-ketentuan yang sudah dipaparkan pada bab-bab terdahulu merupakan bahan
pertimbangan di dalam merancang jalan tambang. Ada kemungkinan pada pelaksanaan
pembuatan jalan tambang harus dirancang suatu perhitungan di luar ketentuan tersebut. Misalnya
dalam menentukan jari-jari tikungan minimum, di mana lebar truck tambang bisa mencapai 2 3
kali lipat lebar truck tronton sementara kecepatan rata-ratanya hanya berkisar 30 km/jam, maka
kemungkinan terjadi penyimpangan dari yang telah ditentukan oleh Bina Marga. Artinya adalah
perhitungan rancangan jalan tambang menjadi lebih sederhana, yaitu mengutamakan jari-jari
tikungan yang lebar dan aman untuk dua lajur tanpa harus mempertimbangkan secara serius
kecepatan trucknya. Berbeda dengan rancangan jalan angkut yang menghubungkan daerah di
luar konsesi tambang atau jalan yang dilalui oleh kendaraan umum menuju lokasi penambangan.
Untuk kondisi tersebut perhitungan yang telah diuraikan sebelumnya patut dilaksanakan.
Dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya dalam merancang jalan angkut tambang ekuivalen
dengan jalan umum dari Bina Marga. Pengalaman menunjukkan bahwa penyimpangan di dalam
merancang jalan di lokasi tambang umumnya terpaksa harus dilakukan karena:
kecepatan rendah;
areal panambangan atau pit terbatas, sementara lalulintas alat angkut padat;
jalan tambang hanya dipadatkan oleh buldozer dengan perkerasan seadanya dan tanpa
lapisan permukaan permanen, sehingga perawatan menjadi sangat intensif;
akibat jalan yang selalu berubah, maka drainase jalan dibuat seperlunya.
Walaupun demikian, perhitungan untuk merancang jalan tambang tetap memperhatikan aspek
keselamatan kerja pengangkutan, yaitu dengan memasang rambu-rambu dan jalur pengelak.
Rambu-rambu lalulintas di jalan umum sebagian dapat diterapkan di sepanjang jalan tambang,
namun ada pula rambu-rambu yang bersifat khas lokasi tambang, misalnya Dahulukan Alat-alat
Berat , Keep Right (Jalan disebelah kanan), Gunakan Retarder, atau rambu lain yang
disesuaikan dengan situasi tambang setempat.
REFERENSI
1. Anon., 1992, Caterpillar Performance Handbook, Caterpillar Inc, Peoria, Illinois.
2. Hays R. M, 1989, Dozer, Surface Mining 2nd Edition, B.A.Kennedy (Ed), Society for Mining,
Metallurgy, and Exploration, Inc., Colorado, pp.716723.
3. Hays R. M., 1989, Truck, Surface Mining 2nd Edition, B.A.Kennedy (Ed), Society for Mining,
Metallurgy, and Exploration, Inc., Colorado, pp.672 686.
4. Shirley L.H., 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya (Penuntun Praktis), Politeknik Negeri
Bandung-Jurusan Teknik Sipil, Bandung, 377 p.
5. Sunggono, K.H., 1995, Buku Teknik Sipil, Penerbit Nova, Bandung, pp 363 386.
25