Edema Serebri
Edema Serebri
Edema Serebri
DISUSUN OLEH:
Elsya Aprilia
1102010088
PEMBIMBING :
dr. H. Nasir Okbah, Sp. S
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi
cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi
peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun
ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial.
Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume air dalam
jaringannya (Miller, 1976).
1. ETIOLOGI
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan non neurologis:
a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala,
tumor otak, dan infeksi otak.
b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi
maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil
tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE).
2. KLASIFIKASI
Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :
a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba
2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea
b. Berdasarkan patofisiologi
1). Edema serebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier
(sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan
komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga
cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa serotonin memegang peranan
penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian
lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor otak,
hipertensi maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang merusak
pembuluh darah otak
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan
gejala berupa:
a. Nyeri kepala hebat.
b. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
c. Penglihatan kabur.
d. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor
medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak
tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi
pembuluh darah kapiler serebral oleh edema.
e. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal
secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial (TIK) yang menyebabkan
herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan
menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi
yang ireguler, apnea, dan kematian.
f. Gambaran papil edema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas,
serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat etiologi dan
luas edema serebri.
Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan radiodensitas
pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift dan desakan serta distorsi
ventrikular.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis
harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan menggunakan
perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati
dan dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan
elevasi kepala 30.
b. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan
kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena
itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang
menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK.
5
Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,
benzodiazepin, dan propofol.
c. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena
merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah
otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan pernicabilitas
kapilcr yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi
atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk.
d. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan
edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan
pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (balans 200 ml).
e. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh
penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara
dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat
tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap
terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma otak.
f. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, demam, dan hiperglikemi
merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga harus dicegah atau
diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik
seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah
kapiler harus tetap diukur.
g. Terapi Osmotik
Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik.
Efek Ostnotik
Efek Hemodinamik
Efek Oxygen Free Radical Scavenging
a. Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,250,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek maksimum terjadi setelah 20 menit
pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas
serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal
ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami vollyrfg
depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.
6
b. Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih
sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.
b. Steroid
a. Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai
tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan.
Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat
buruk pada pasien iskemi otak.
b. Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang
sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4
mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol
normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun
pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi,
hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah
penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus diturunkan secara bertahap
(tapering off) untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul,
yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita
meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6
jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis
pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik
(lihat bab meningitis bakterialis).
c. Hiperventilasi
Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan
vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
d. Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera
kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya digunakan pada
kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan
pembedahan.
e. Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah terbukti
8
11
Daftar Pustaka
Swelling.
http://www.webmd.com/brain/brain-swelling-brain-edema-intracranial-
12