Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL
Diajukan sebagai pemenuhan tugas matakuliah Kepemimpinan Islam
Dosen Pengampu:
Dr. Ririn Tri Ratnasari, SE., M.Si.
Dr. Ari Prasetyo, SE., M.Si.
Prof. Dr. H. Muslich Anshori, SE., M.Si.
Dr. Gancar, CP

Oleh:
Laila Masruro Pimada
Irfan Jauhari
Rani Puspitaningrum

091514553007
091514553008
091514553016

MAGISTER SAINS EKONOMI ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGGA
SURABAYA
2015

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya untuk Allah Azza Wa Jalla, yang telah memberikan
segala karunia, limpahan rahmat dan hidayah-Nya, serta kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya,
yang akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas matakuliah kepemimpinan
Islam ini.
Dalam penyelesaian tugas pembuatan makalah mengenai kepemimpinan
transaksional ini tentunya penulis memerlukan bimbingan dan arahan dari dosendosen pengampu, sehingga penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada
Dr. Ririn Tri Ratnasari, SE., M.Si., Dr. Ari Prasetyo, SE., M.Si., Prof. Dr. H.
Muslich Anshori, SE., M.Si., Dr. Gancar, CP. selaku dosen pengampu matakuliah
kepemimpinan Islam ini. Tak lupa kepada teman-teman magister sains ekonomi
Islam Unair angkatan 2015 yang senantiasa mendukung satu sama lain.
Selanjutnya, tentu saja makalah ini masih memiliki beberapa kekurangan
sehingga penulis mengharapkan kritikan dan saran demi mendapatkan hasil
makalah yang lebih baik dan maksimal yang bisa bermanfaat bagi para
pembacanya.

Surabaya, 25 September 2015

Penulis

Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................................. ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan .....................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN
A. Definisi Kepemimpinan Transaksional .......................................................3
B. Karakteristik Kepemimpinan Transaksional ...............................................5
C. Karakteristik Pemimpin Transaksional .......................................................6
D. Kelebihan dan Kekurangan Kepemimpinan Transaksional ........................8
E. Ayat-ayat Al-Qur'an & Hadist Mengenai Kepemimpinan Transaksional .. 8
F. Mind Mapping Makalah Kepemimpinan Transaksional ...........................13
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................................14
Daftar Pustaka ........................................................................................................15
Lampiran Pertanyaan .............................................................................................16

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia secara individual maupun komunal merupakan sosok yang
diciptakan (makhluk) untuk mengabdi kepada Tuhan sebagai hamba/ karyawan/
anggota bersama makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Namun diantara seluruh
makhluk yang ada di bumi ini manusia telah mendapatkan perintah untuk
menjadi khalifah/pengelola/pemimpin. Sehingga baik secara individual maupun
komunal manusia mempunyai potensi ganda yaitu menjadi pemimpin sekaligus
rakyat, ketua-anggota, manejer-karyawan, khalifah-abdun/ hamba.
Tata cara pengabdian manusia kepada Tuhannya (hablum minallah)
melalui manusia yang lain (hablum minannas) tentunya melalui banyak hal
termasuk proses kepemimpinan. Kepemimpinan yang merupakan salah satu
elemen penting dalam suatu kehidupan sosial muncul karena adanya berbagai
perbedaan dalam kehidupan manusia yang heterogen yang selanjutnya butuh
untuk diselaraskan dan diarahkan agar perbedaan yang ada tidak menimbulkan
konflik.
Selanjutnya, kepemimpinan yang dipimpin oleh seorang manusia yang
memiliki perbedaan antara satu sama lain tentulah menimbulkan perbedaan gaya
kepemimpinan dan hal ini merupakan hal yang wajar. Namun pada dasarnya
setiap pemimpin yang baik memiliki tujuan dasar yang sama yakni mencapai
maslahah bagi dirinya dan bagi apa-apa yang dipimpinnya. Oleh karena itu,
bukanlah hal yang aneh ketika muncul berbagai macam jenis dan tipe
kepemimpinan yang selanjutnya dilakukan pengelompokan oleh para ahli terkait
keanekaragaman cara memimpin seseorang agar lebih mudah dipelajari.
Di antara jenis kepemimpinan yang ada, jenis kepemimpinan transaksional
merupakan kepemimpinan yang pertama kali diungkapkan oleh Burn di tahun
1978 dalam konteks politik yang selanjutnya dikembangkan oleh Bass (1985) dan
membawanya dalam konteks organisasional yang akan di bahas oleh penulis pada
bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
Melalui latar belakang yang telah dibahas di atas maka berikut ini rumusan
masalah yang perlu dijawab pada bab selanjutnya:
1. Apa definisi kepemimpinan transaksional?
2. Apa saja karakteristik dari kepemimpinan transaksional?
3. Apa saja karakter dari pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
transaksional?
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari gaya kepemimpinan transaksional?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan
dalam makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui definisi kepemimpinan transaksional
2. Untuk mengetahui karakteristik kepemimpinan transaksional
3. Untuk mengetahui karakter pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
transaksional
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari gaya kepemimpinan
transaksional.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kepemimpinan Transaksional


Gagasan

awal

mengenai

gaya

kepemimpinan

transaksional

ini

dikembangkan oleh James Mac Gregor Burns yang menerapkannya dalam


konteks politik. Burns (1978) mendefinisikan kepemimpinan transaksional
sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tersebut. Jadi,
kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang
bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai
dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama. Gagasan ini selanjutnya
disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam kontes organisasional oleh Bernard
Bass.
Bernard Bass berpendapat bahwa teori kepemimpinan transaksional berdiri
berdasarkan pada gagasan bahwa hubungan pemimpin-pengikut didasarkan pada
serangkaian pertukaran atau tawar-menawar implisit antara pemimpin dan
pengikut. sehingga Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan transaksional
sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran yang
menyebabkan bawahan mendapat imbalan serta membantu bawahannya
mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk memenuhi hasil yang
diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih baik, penjualan atau pelayanan
yang lebih dari karyawan, serta mengurangi biaya produksi.
Sejalan dengan Burn dan Bass, Bycio, dkk. (1995) mengartikan
kepemimpinan transaksional sebagai gaya kepemimpinan yang memfokuskan
perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang
melibatkan

hubungan

pertukaran.

Pertukaran

tersebut

didasarkan

pada

kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan


penghargaan. Ketiga definisi tersebut juga disetujui oleh Robbins (2007) dengan
mendefinisikan gaya kepemimpinan traksaksional sebagai gaya kepemimpinan
dimana pemimpin yang memimpin menggunakan pertukaran sosial sebagai
transaksi.

Adapun

Yukl

(2010:

291)

menjelaskan

bahwa

kepemimpinan

transaksional dapat melibatkan nilai-nilai, tetapi nilai tersebut relevan dengan


proses pertukaran seperti kejujuran, tanggung jawab, dan timbal balik. Pemimpin
transaksional membantu para pengikut mengidentifikasi apa yang harus
dilakukan, dalam identifikasi tersebut pemimpin harus mempertimbangkan kosep
diri dan self esteem dari bawahan (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2006:
213). Berikut ini peraga yang menggambarkan kepemimpinan transaksional yang
dikutip melalui Bass (1985):
L : Mengetahui apa yang
harus dilakukan F untuk
mencapai hasil yang
diinginkan

L : Mengetahui apa yang


dibutuhkan F

L : Mengklarifikasi peran F

L : Mengklarifikasi bagaimana
kebutuhan F akan dipenuhi
sebagai ganti dari
keterlibatan dlm peran yg
dibutuhkan untuk mencapai
hasil yang diinginkan

F : Merasa yakin dalam


memenuhi kebutuhan dari
peran tersebut
(kemungkinan
kesuksesan subjektif)

F : menyadari nilai dari hasil


yang diinginkan (nilai
pemenuhan kebutuhan
bagi dirinya/F)

F : mengembangkan motivasi
untuk mencapai hasil yang
diinginkan (usaha yang
diharapkan)
Keterangan:
L = Leader
F = Follower
Gambar 1. Kepemimpinan Transaksional Menurut Bass (1985)

Melalui berbagai macam penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan


bahwa kepemimpinan transaksional merupakan kepemimpinan yang melibatkan
atau menekankan pada imbalan untuk memotivasi bawahan, artinya gaya
kepemimpinan transaksional ini memiliki karakteristik perilaku memotivasi
bawahan dengan cara memberi penghargaan yang sesuai (contingent reward) dan
manajemen dengan pengecualian (management by exception).
B. Karakteristik Kepemimpinan Transaksional
Terdapat beberapa karakteristik yang dapat mengakibatkan suatu
kepemimpinan dikatakan bersifat transaksional. Weber dalam Pasolong (2008:
127-128) menerangkan beberapa karakteristik terkait kepemimpinan yang bersifat
transaksional yaitu:
1.

Berdasarkan

transaksi:

kepemimpinan

birokrasi

transaksional

bertindak atas dasar transaksi atau pertukaran antara jabatan dan


kinerja, gaji dan pekerjaan, kerja keras dan bonus, dll.
2.

Kejelasan aturan: pedoman dan aturan pelaksanaan tugas dan


pekerjaan disusun jelas dan ditetapkan untuk ditaati oleh setiap
pegawai.

3.

Orientasi pada pengawasan yang ketat: mengawasi dan memantau


tugas dan pekerjaan secara ketat dalam rangka mencapai tujuan jangka
pendek.

4.

Anti perubahan: menolak setiap perubahan yang berasal dari luar


sistem organisasi karena khawatir akan merusak tatanan kelembagaan
yang telah ditetapkan.

5.

Orientasi pada jabatan dan kekuasaan: mengembangkan budaya


kekuasaan, loyalitas pada atasan, hierarki hubungan antara atasan
bawahan dan komunikasi bottom-up.

6.

Fokus pada pekerjaan: mengarahkan pegawai untuk fokus pada


penyelesaian tugas dan pekerjaan sehingga mereka tidak memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri.

7.

Kewenangan atasan mutlak: tidak ada pemberdayaan pegawai karena


kewenangannya untuk mengambil keputusan mutlak pada pimpinan
5

8.

Pemasungan kreativitas pegawai: pegawai diatur dalam pelaksanaan


tugas dan pekerjaan, sehingga mereka tidak dapat mengembangkan
kreativitas dan inovasi.

9.

Individualitas kerja: kerjasama antar pegawai tidak dianjurkan


sehingga muncul persaingan tidak sehat dan saling mencurigai di
antara mereka.

10. Diharmonisasi organisasi: hierarki kekuasaan, formalitas hubungan,


komunikasi bottom-up dan tidak adanya kerjasama antara pegawai
mengakibatkan tidak kondusifnya organisasi.
C. Karakteristik Pemimpin Transaksional
Adapun

karakteristik

seorang

pemimpin

dalam

kepemimpinan

transaksional di terangkan oleh Bass (1990) melalui empat hal yaitu: 1) contingent
reward; 2) management by exception (active); 3) management by exception
(passive); dan 4) Laissez-Faire. Adapun penjelasan mengenai empat hal tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Contingent reward (Imbalan kontingen)
Contingent reward dimaksudkan bahwa bawahan memperoleh
pengarahan dari pemimpin mengenai prosedur pelaksanaan tugas dan
target-target yang harus dicapai. Bawahan akan menerima imbalan dari
pemimpin sesuai dengan kemampuannya dalam mematuhi prosedur tugas
dan keberhasilannya mencapai target-target yang telah ditentukan. Bass
(1998) menjelaskan bahwa contingent reward cukup efektif untuk
mencapai tingkat yang lebih tinggi dari pembangunan kinerja. Dengan
metode ini, pemimpin menugaskan atau mendapatkan kesepakatan tentang
apa yang perlu dilakukan dan menjanjikan imbalan yang memuaskan
dalam penyertaan pelaksanaan tugas.
2. Active management by exception (manajemen eksepsi aktif)
Maksudnya dari manajemen eksepsi aktif ialah pemimpin selalu
melakukan pengawasan secara langsung terhadap bawahannya. Hal ini
bertujuan untuk mengantisipasi dan meminimalkan tingkat kesalahan yang
timbul selama proses kerja berlangsung. Seorang pemimpin transaksional

tidak segan mengoreksi dan mengevaluasi langsung kinerja bawahan


meskipun proses kerja belum selesai. Tindakan tersebut dimaksud agar
bawahan mampu bekeja sesuai dengan standar dan prosedur kerja yang
telah ditetapkan.
3. Passive management by exception (manajemen eksepsi pasif)
Adapun manajemen eksepsi pasif ialah pemimpin hanya turun
tangan ketika terdapat standar yang tidak terpenuhi atau pemimpin akan
memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila terjadi
kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan yang bersangkutan.
Namun apabila proses kerja yang dilaksanakan masih berjalan sesuai
standar dan prosedur serta belum mendapatkan laporan adanya kesalahan
maka pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada
bawahan.
4. Laissez Faire
Merupakan bentuk kepemimpinan yang memungkinan kebebasan
dalam memilih tujuan dan perilaku peserta organisasi. Ini bukan gaya
kepemimpinan yang sebenarnya, karena pemimpin cendrung menghindari
tanggung jawab atas pengambilan keputusan dan karena itu dia sering
menciptakan hubungan organisasi

yang tidak efisien dan tidak

menguntungkan.
Selanjutnya, Bass (1990) juga mengemukakan bahwa hubungan pemimpin
transaksional dengan karyawan dapat tercermin dari tiga hal berikut ini:
a. Pemimpin

mengetahui

apa

yang

diinginkan

karyawan

dan

menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai


dengan harapan.
b. Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan
dengan imbalan.
c. Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah
dilakukan karyawan.

D. Kelebihan dan Kekurangan Kepemimpinan Transaksional


Dari pembahasan pada poin-poin di atas dapat disimpulkan bahwa tipe
kepemimpinan transaksional memiliki kelebihan sekaligus kekurangan yang ada
di dalamnya, adapun kelebihan tersebut ialah:
1. Terdapat kejelasan mengenai standar kerja, pembagian kerja dan tugas
yang telah diarahkan.
2. Kedua pihak baik atasan maupun bawahan sama-sama mendapatkan
apa yang dibutuhkan melalui kontrak perjanjian.
3. Cocok untuk kepemimpinan yang bersifat short-term.
Sedangkan

kelemahan

atau

kekurangan

dari

tipe

kepemimpinan

transaksional ini adalah:


1. Pegawai bekerja tanpa kepercayaan secara emosional dan hanya
berdasarkan kontrak saja.
2. Kreativitas pegawai terbatasi.
3. Kepemimpinan bersifat tetap dan tidak menerima perubahan terlebih
lagi yang berasal dari luar organisasi.
4. Tidak bisa digunakan sebagai landasan kepemimpinan yang bersifat
long-term.
5. Adanya individualitas yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidak
harmonisan dalam sebuah organisasi dengan tipe kepemimpinan ini.
E. Ayat-ayat

Al-Qur'an

dan

Hadist

Mengenai

Kepemimpinan

Transaksional
Dalam Islam kepemimpinan merupakan sunnatullah atau tradisi Allah
dalam menjalankan ketetapan-Nya. Selanjutnya, kepemimpinan dalam Islam
melibatkan proses penginspirasian dan pendekatan kepada para pengikut secara
sukarela dalam upaya untuk memenuhi visi bersama yang jelas (Altalib 1993,
Chowdhury, 2002). Lebih jauh lagi, seorang pemimpin Islam tidak bebas untuk
bertindak sebagaimana yang ia inginkan, juga tidak tunduk pada keinginan
kelompok manapun, dia hanya harus bertindak untuk menerapkan hukum-hukum
Allah di muka bumi. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang diciptakan
sempurna karena akalnya telah memiliki tanggung jawab yang besar untuk

menjadi seorang khalifah di bumi Allah ini yang mana sejalan hal ini dengan
firman Allah dalam Q.S. Al Baqarah ayat 30 berikut ini:




Terjemahan: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui."
Al Shabuni (1999: 48) menjelaskan bahwa ayat ini merupakan perintah
Allah kepada Nabi Muhammad saw. untuk menyampaikan dan mengingatkan
kembali umatnya tentang tugas yang pernah dibebankan kepada manusia pada
awal penciptaannya. Nabi Muhammad saw. dan umatnya disuruh untuk
mengingat suatu peristiwa ketika Allah SWT berfirman kepada para Malaikat
terkait rencananya menciptakan dan mengangkat seorang khalifah di muka bumi.
Khalifah itu, dalam rencana Allah SWT, dimaksudkan untuk menggantikan peran
Allah SWT dalam melaksanakan hukum-hukum-Nya. Khalifah itu adalah Nabi
Adam as. dan juga kaum-kaum sesudahnya yang sebagian menggantikan sebagian
lainnya di kurun waktu dan generasi yang berbeda. Sehingga menjadi wajar ketika
Rasulullah saw bersabda sebagai berikut:



) (

Terjemahan: Ibn umar r.a berkata: saya telah mendengar Rasulullah
saw bersabda: ketahuilah setiap orang adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang
kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat
yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga
yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga
suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya.
Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas
memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal
yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya
(diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya.
(HR. Bukhari Muslim)
Melalui ayat dan hadis di atas jelaslah bahwa kepemimpinan dalam Islam
telah dikehendaki oleh Allah dan Nabi Muhammad saw. telah menjelaskan etika
kepemimpinan dalam Islam yakni harus bertanggung jawab karenanya seorang
pemimpin sudah seharusnya dapat bertangguung jawab sekurang-kurangnya
terhadap dirinya sendiri. Namun, tanggung jawab di sini bukan semata-mata
bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan
dampak bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung
jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pihak yang dipimpinnya.
Selanjutnya, kayo (2006) menerangkan gaya yang harus dimilki seorang
pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya:
1.

Selalu ramah dan gembira

2.

Menghargai orang lain

3.

Mempelajari tindakan perwira yang suses dan menjadi ahli dalam


hubungan antar manusia

4.

Mempelajari bentuk kepribadian yang lain untuk mendapatkan


pengetahuan dalam sifat dan kebiasaan manusia

5.

Mengembangkan kebiasaan bekerjasama, baik moral maupun spiritual

6.

Memelihara sikap toleransi (tenggang rasa)

10

7.

Memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan

8.

Mengetahui bilamana harus terlihat secara resmi sebagai pemimpin


dan

bilaman

sebagai

masyarakat,

agar

kehadirannya

tidak

mengganggu orang lain dan dirinya sendiri


Dalam Islam, memberikan imbalan atas pekerjaan seseorang merupakan
kewajiban yang haris disegerakan.Dari Abdullah bin Umar, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,




Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya
kering. (HR. Ibnu Majah, shahih).
Maksud hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah
selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan
pemberian gaji setiap bulan. Al Munawi berkata, Diharamkan menunda
pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud
memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk
menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai
ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah
kering. Menunda penurunan gaji pada pegawai padahal mampu termasuk
kezholiman. Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:



Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk
kezholiman (HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564)
Bahkan orang seperti ini halal kehormatannya dan layak mendapatkan
hukuman, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

11



Orang yang menunda kewajiban, halal kehormatan dan pantas
mendapatkan hukuman (HR. Abu Daud no. 3628, An Nasa-i no.
4689, Ibnu Majah no. 2427, hasan).
Maksud halal kehormatannya, boleh saja kita katakan pada orang lain
bahwa majikan ini biasa menunda kewajiban menunaikan gaji dan zholim. Pantas
mendapatkan hukuman adalah ia bisa saja ditahan karena kejahatannya tersebut.
Allah Taala berfirman,





Terjemahan: Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan
(yang dahsyat) (1), Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban
berat (yang dikandung)nya (2), Dan manusia bertanya: "Mengapa
bumi (menjadi begini)?" (3), Pada hari itu bumi menceritakan
beritanya (4), Karena Sesungguhnya Tuhanmu telah
memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya (5). Pada hari itu
manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam,
supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka
(6), Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya (7). Dan Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan
melihat (balasan)nya pula (8). [Q.S. Al Zalzalah: 1-8]



Terjemahan:Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai:tumbuh
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
12

Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha


Mengetahui. (QS. Al Baqarah 261)
Berdasarkan ayat-ayat dan hadist-hadist di atas dijelaskan bahwa seorang
pemimpin yang mempekerjakan orang lain haruslah orang yang bertanggung
jawab dan segera memberikan hak-hak bawahannya ketika kewajiban telah di
tunaikan.
F. Mind Mapping Makalah Kepemimpinan Transaksional
Dalam poin ini akan digambarkan alur pembahasan mengenai kepemimpinan
transaksional. Berikut ini mind mapping terkait pembahasan yang telah dilakukan:

13

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berikut ini kesimpulan yang dapat diambil melalui pembahasan yang telah
dibahas pada bab sebelumnya:
1. Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang melibatkan atau
menekankan pada imbalan untuk memotivasi bawahan, artinya gaya
kepemimpinan

transaksional

ini

memiliki

karakteristik

perilaku

memotivasi bawahan dengan cara memberi penghargaan yang sesuai


(contingent reward) dan manajemen dengan pengecualian (management
by exception).
2. Terdapat

10 karakteristik kepemimpinan transaksional

yakni:

a)

berdasarkan transaksi; b) kejelasan aturan; c) orientasi pada pengawasan


yang ketat; d) anti perubahan; e) orientasi pada jabatan dan kekuasaan; f)
fokus pada pekerjaan; g) kewenangan atasan mutlak; h) pemasungan
kreativitas pegawai; i) individualitas kerja; dan j) diharmonisasi
organisasi.
3. Adapun karakteritis pemimpin transaksional ialah 1) contingent reward; 2)
management by exception (active); 3) management by exception (passive);
dan 4) Laissez-Faire.
4. Kelebihan kepemimpinan transaksional: 1) pembagian tugas dan kerja
diatur dengan jelas; 2) terpenuhinya kebutuhan sesuai kontrak; 3) cocok
untuk kepemimpinan short term. Adapun kekurangannya ialah: 1)
kurangnya kepercayaan antara atasan dan bawahan; 2) kreativitas pegawai
terbatas; 3) kepemimpinan monoton (tetap); 4) tidak cocok digunakan
dalam kepemimpinan long-term; 5) dapat menyebabkan disharmonisasi
organisasi.

14

Daftar Pustaka
Al-Sarhi, N.Z., L. M. Salleh, Mohamed Z.A., & Amini, A.A. 2014. The West and
Islam Perspective of Leadership. International Affrais dan Global
Strategy, 18, 42-56.
Al-Shabuni, M.A. 1999. Shafwa al Tafasir: Tafsir lil Qur'an al Karim. Jilid 1.
Jakarta: Dar Al Kutub Al Islamiyyah.
Altalib, H. 1993. Training guide for Islamic workers : International Islamic
Federation of Student Organizations.
Bass, B. M. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectations. New York:
Free Pass.
1990. From Transactional to Transformational Leadership: Learning
to Share the Vision. Organizational Dynamics, 18, January: 19-33.
Burns, J.M. 1978. Leadership. New York: Harper & Row.
Bycio, P., Hackett, R.D., & Allen, J.S. 1995. Further Assessment of Basss (1985)
Conceptualization of Transactional and Transformational Leadership.
Journal of Applied Psychology, 80 (4), 468-478
Chowdhury, N. 2002. Leadership strategies and global unity for the 21st century:
An Islamic perspective. Leadership & Unity in Islam , 23.
Ivancevich, Konopaske, Matteson. 2006. Perilaku Dan Manajemen Organisasi.
Edisi 7 Jilid 2. Alih bahasa: Dharma Yuwono. Jakarta: Erlangga.
Kayo, R.B.K.P. 2006. Kepemimpinan Islam & Dakwah. Jakarta: CV. Amzah.
Pasolong, Harbani. 2008. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.
Robbins, S. P., Judge, T. A. &Sanghi, S. 2007. Organizational Behavior. (12th
ed.). N.J.: Pearson: Prentice Hall.
Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi Lima. Terjemahan.
Jakarta: PT. Indeks

15

LAMPIRAN PERTANYAAN DAN JAWABAN


1.

Contoh pengimplementasian kepemimpinan transaksional! (Riana Afliha091514553002)


Jawaban: Kepemimpinan transaksional baik digunakan pada perusahaanperusahaan besar, perusahaan berskala multinasional dimana tidak semua
pegawai berbicara dengan bahasa yang sama. Ketiak struktur dan syaratsyarat kerja telah dipelajari, maka akan sangat mudah bagi para pegawai
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Model kepemimpinan ini juga banyak
digunakan pada institusi-institusi kemiliteran dan kepolisian dan juga sangat
mudah digunakan pada saat situasi krisis, dimana setiap orang dalam suatu
organisasi harus tahu dengan pasti apa yang dibutuhkan dan bagaimana
tugas dapat terselesaikan dalam kondisi yang menekan. Contoh perusahaan
yang mengadopsi model kepemimpinan ini antara lain: Microsoft Corp.
(owner: Bill Gates) dan Starbucks Cofee Tea and Spice Company (owner:
Howard Schultz). Sedangkan contoh pemimin dengan model kepemimpinan
transaksional antara lain Eugene McCarthy (mantan senator Amerika
Serikat) dan Politisi Perancis Charles deGaulle, yang keduanya memiliki
latar belakang dibidang kemiliteran.
Tanggapan: (Riana)
Dalam makalah disebutkan bahwa model kepemimpinan transaksional
berlaku untuk jangka pendek (short-term), sementara kita tahu dari contoh
institusi maupun perusahaan yang disebutkan diatas merupakan institusi atau
perusahaan yang bertahan dalam jangka waktu yang lama
Jawaban: Mengacu pada penyebutan jangka pendek (short-term), yang
menjadi permasalahan bukanlah pada rentang waktu kepemimpinan
transaksional tersebut mampu bertahan, melainkan lebih menitikberatkan
bahwa model kepemimpinan transaksional ini lebih sesuai diimplementasikan
pada pencapaian tujuan jangka pendek dalam suatu organisasi (short-term
goals)

16

2.

Penjelasan mengenai skema kepemimpinan transaksional menurut Bass, 1985


(M Ivansyah-091514553001)
Jawaban: Dalam diagram peraga yang digambarkan Bass mengenai
kepemimpinan transaksional dapat dilihat dengan jelas pemimpin atau
atasan mengetahui apa yang harus dilakukan pengikut atau bawahan untuk
mencapai suatu tujuan organisasi dengan melakukan analisa kebutuhan
pengikut. Kemudian langkah selanjutnya sebagai pemimpin, mengklarifikasi
peran dan bagaimana kebutuhan pengikut akan dipenuhi sebagai ganti dari
keterlibatan dalam perannya. Sementara itu, pengikut atau bawahan
haruslah merasa yakin akan memenuhi harapan dari pemimpin akan
perannya dan mengembangkan motivasi dalam pencapaian suatu tujuan
organisasi.

3.

Disebutkan dalam sebuah konsep kepemimpinan, seorang pemimpin harus


tahu secara menyeluruh karakteristik maupun permasalahan daerah yang
dipimpinnya. Sementara kita dapat meliha contoh dari gubernur DKI Jakarta
Ahok, beliau bukanlah berasal dari wilayah DKI Jakarta, bagaimana menurut
tanggapan kelompok anda! (Ahmad Munir-091514553014)
Jawaban: Kelompok kami setuju dengan pernyataan anda bahwa beliau
memang bukanlah berasal dari wilayah DKI Jakarta, akan tetapi hal ini tidak
menjadikan beliau tidak tahu menahu mengenai karakteristik maupun
permasalahan kota tersebut. Sebagaimana suatu pemimpin dipilih untuk
memimpin suatu wilayah karena kapabilitas atau kemampuannya maka
kelompok kami pun berpendapat bahwa beliau pun memahami dengan pasti
seperti apa wilayah yang dipimpinnya.

4.

Pada poin B karakteristik kepemimpinan transaksional disebutkan adanya


disharmonisasi

organisasi:

hierarki

kekuasaan,

formalitas

hubungan,

komunikasi bottom-up dan tidak adanya kerjasama antara pegawai


mengakibatkan tidak kondusifnya organisasi. Apakah disharmonisasi ini
terjadi antara atasan-bawahan atau antar sesama bawahan? (Reza Fetrian091514553006)

17

Jawaban: Disharmonisasi dimungkinkan terjadi antara pimpinan dan


bawahan maupun antar bawahan. Disharmonisasi antara pimpinan dan
bawahan dikarenakan kurangnya kedekatan emosional sebagai implikasi
dari bentuk kepemimpinan yang mengedepankan transaksi sebagai pertukaan
(reward and punishment) sebgai ganti dari sebuah kerja keras atau
kesalahan. Sedangkan disharmonisasi antar bawahan lebih diakibatkan
karena implikasi reward and punishment sehingga persaingan sangat
mungkin terjadi. Terlebih jika masing-masing individu pegawai mempunyai
motivasi dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Tanggapan: (Reza dan Ivan)
Menyanggah bahwa jika terjadi disharmonisasi dalam suatu organisasi maka
pencapaian visi, misi dan tujuan tidak mungkin bisa tercapai (kaitannya
dengan poin-komunikasi bottom up halaman 6 poin 10)
Jawaban: Yang dimaksud dengan disharmonisasi dikarenakan komunikasi
bottom

up

(bawahan

kepada

atasa)

adalah

dalam

karakteristik

kepemimpinan transaksional cenderung kurang adanya bahkan meniadakan


komunikasi karena sudah terklasifikasinya tugas dan tanggung jawab
masing-masing pegawai sementara atasan hanya melakukan monitoring
maupun tindakan koreksi jika segala sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya (MBE-active dan MBE-passive) kondisi ini mengakibatkan
keterikatan emosional kurang. Sebagai contoh kasusnya:
Perusahaan yang merekrut pekerja borongan (musiman) pada suatu
kesempatan ketika memenangkan sebuah tender, maka perusahaan tersebut
membuthkan banyak pegawai dengan cepat dan manajer selaku pimpinan
memberi tahu kesepakatan kerja yang meliputi deskripsi kerja, waktu
penyelesaikan tugas, reward dan punishmentnya. Dikarenakan hal ini hanya
berlaku secara jangka pendek saja maka kedekatan hubungan manajer dan
pekerja borongan tidak tercapai dengan baik. Mengenai tidak adanya
kerjasama bukanlah dalam arti keseluruhan struktural dalam suatu

18

organisasi (seperti yang disampaikan oleh penanya) akan tetapi lebih kepada
tidak adanya kerjasama antara pegawai atau pekerja yang memiliki job
description yang berbeda atau diluar lini kepemimpinan manajer pekerja
borongan tersebut. Ketika semua persyaratan kerja yang sudah disepakati
dimuka telah disampaikan maka tidak ada alasan pekerja borongan tersebut
meminta bantuan atau kerjasama dari staff kantor bagian marketing,
finansial, dan sebagainya.
5.

Laissez Faire pada kegiatan ekonomi diartikan sebagai bebas sebebasbebasnya dalam pengambilan keputusan ekonomi, bagaimana penerapan
konsep tersebut dalam kepemimpinan transaksional? (Fauzie Senoaji091514553004)
Jawaban: Konsep Laissez Faire mengacu pada karakteristik pemimpinnya
dimana ia bebas menentukan tujuan dan perilaku peserta organisasi.
Sehingga hal tersebut membatasi ide-ide, kreatifitas dan inovasi pegawai
yang mana prinsip Laissez Faire ini tidak berlaku pada pegawai yang
dipimpin dalam model kepemimpinan transaksional ini.
Tanggapan: (Fauzie)
Apakah reward yang diberikan hanya berbentuk uang atau gaji?
Jawaban: Sejauh dari literatur yang kelompok kami kaji sebagai referensi
dari makalah, iya benar. Reward atas kerja dan pencapaian tujuan yang
dilakukan pegawai umumnya dalam bentuk uang, gaji, bonus dan bendabenda materiil lainnya.

19

Anda mungkin juga menyukai