Anda di halaman 1dari 48

BAB I

STATUS PASIEN
I.

ANAMNESIS
A.

Identitas Pasien
Nama

: Ny.S

Umur

: 54 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Karang Plumbungan RT 17/RW 5 Sragen

Pekerjaan

: Petani

Status Perkawinan : Menikah

B.

Tanggal Periksa

: 14 Mei 2014

No CM

: 90914624

Keluhan Utama
Nyeri punggung bagian bawah

C.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang tanggal 14 Mei 2014 dengan keluhan nyeri pada
punggung bawah. Nyeri dirasakan kira-kira sudah sejak beberapa
bulan yang lalu tetapi memberat akhir-akhir ini. Nyeri bertambah
ketika mengangkat benda berat. Nyeri sedikit berkurang dengan
menggunakan korset. Pasien memiliki riwayat kecelakaan mobil 4
bulan yang lalu. Gangguan BAB dan BAK (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), serta pusing (-).

D.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat tensi tinggi

: (+)

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal


1

Riwayat asma

: (+)

Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat trauma

: (+) kecelakaan mobil 4 bulan yang lalu

Riwayat mondok

:(+) tanggal 5 s.d. 11 Mei 2014

mengeluhkan sulit bicara dan berjalan, serta nyeri menjalar. Di


diagnosis SNH (Infark lacunar) dan spondylolisthesis L4-L5.
Kemudian dikonsulkan ke bagian rehabilitasi medik tanggal 6 Mei
2014 dan dilakukan program fisioterapi (G ROM, latihan mobilisasi
bertahap), OP ( LSO rigid), serta terapi wicara.
E.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat tensi tinggi

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal


Riwayat asma
F.

: (+)

Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat merokok

: disangkal

Riwayat minum alkohol

: disangkal

Riwayat olahraga

: jarang

Riwayat olahraga

: pasien makan tiga kali sehari dengan

nasi lauk pauk berupa tempe, tahu, sayur, ikan dan daging secara
bergantian seadanya.
G.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang perempuan usia 54 tahun yang bekerja sebagai
petani. Pasien berobat dengan menggunakan fasilitas BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A.

Status Generalis
1. Kesan Umum : kompos mentis, gizi kesan cukup
2. Status Gizi
BB

: 54 kg

TB

: 157 cm

IMT

: 21,5 (normoweight)

3. Tanda Vital
Tensi

: 140/100 mmHg

Nadi

: 85x/menit

RR

: 20x/menit

Suhu

: 36,5C

4. Kepala

: bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut, jejas

(-).
5. Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek

cahaya (+/+), isokor 3mm/3mm, sekret (-/-).


6. Telinga

: pendengaran berkurang (-/-), sekret/darah (-/-)

7. Hidung

: nafas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-)

8. Mulut

: gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-), lidah kotor

(-), papil lidah atrofi (-), lidah tremor (-),nyeri tekan (-), floating
maxilla (-).
9. Leher

: simetris, JVP tidak meningkat, limfonodi dan kelenjar

tiroid tidak membesar.


10. Thorax : retraksi (-), jejas (-)
11. Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-).

12. Paru
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri


3

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi

: SDV (+ / +), suara tambahan (-/-)

13. Abdomen
Inspeksi

: Dinding perut//dinding dada

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

14. Trunk
Inspeksi

: kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), deformitas

(-)
Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (-), oedem(-)

Perkusi

: Nyeri ketok kostovertebra (-)

15. Ekstremitas

: oedem (-), akral dingin (-), pucat (-), CRT

normal
B.

Status Psikiatri
1.

Deskripsi Umum
a) Penampilan : wanita, tampak sesuai umur, perawatan diri
baik
b) Kesadaran

: kuantitatif : compos mentis


kualitatif : tidak berubah

c) Perilaku dan aktifitas motorik : normoaktif


d) Pembicaraan : koheren
e) Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif, kontak mata cukup
2.

Afek dan Mood


a) Afek

: normoafek

b) Mood

: eutimik

c) Keserasian

: serasi

3. Gangguan persepsi
a) Halusinasi (-)

b) Ilusi (-)
4.

Proses Pikir
a) Bentuk

: realistik

b) Isi

: waham (-)

c) Arus

: koheren

5.

Sensorium dan kognitif


a) Daya konsentrasi

: baik

b) Orientasi

: baik

c) Daya ingat

: Jangka pendek

: baik

Jangka panjang : baik


6.

Daya Nilai

: daya nilai realitas dan

sosial baik
7.

Insight

8.

Taraf Dapat Dipercaya

C.

: baik
: dapat dipercaya

Status Neurologis
1. Kesadaran
2. Fungsi Luhur

: GCS E4V5M6
: dalam batas normal

3. Fungsi Vegetatif : 4. Fungsi Sensorik :


Lengan

Tungkai

Rasa Eksteroseptik
-

Suhu

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Nyeri

(+ / +)

(+ / +)

Raba

(+ / +)

(+ / +)

Rasa Propioseptik
-

Rasa Getar

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Rasa Posisi

(+ / +)

(+ / +)

Rasa Nyeri Tekan

(+ / +)

(+ / +)

Rasa Nyeri Tusukan

(+ / +)

(+ / +)

Rasa Kortikal
-

Stereognosis

tidak dilakukan

Barognosis

tidak dilakukan

5. Fungsi Motorik dan Reflek

a. Lengan
- Pertumbuhan
- Tonus
- Kekuatan

Atas

Tengah

Bawah

Ka/Ki

Ka/Ki

Ka/Ki

(n/n)
(n/n)
(5/5)

(n/n)
(n/n)
(5/5)

(n/n)
(n/n)
(5/5)

- Reflek Fisiologis
Reflek Biseps

(+2/+2)

Reflek Triceps
- Reflek Patologis

(+2/+2)

Reflek Hoffman

(-/-)

Reflek Trommer
b. Tungkai
- Pertumbuhan
- Tonus
- Kekuatan

(-/-)
(n/n)
(n/n)
(5/5)

(n/n)
(n/n)
(5/5)

(n/n)
(n/n)
(5/5)

- Klonus
Lutut

(-/-)

Kaki
- Reflek Fisiologis
Reflek Patella
Reflek Achilles
-

(-/-)
(+2/+2)
(+2/+2)

Reflek Patologis
Reflek Chaddock

(-/-)

Reflek Babinski

(-/-)

ReflekOppenheim

(-/-)

Reflek Gordon

(-/-)

Reflek Scaeffer

(-/-)

Reflek Rosolimo

(-/-)

6.

Nervus Cranialis
N. VII

: dalam batas normal

N. XII

: dalam batas normal

7.

Pemeriksaan lainnya

D.

Tanda Lasegue

: (-/-)

Tanda Patrick

: (-/-)

Tanda Kontra-Patrick

: (-/-)

Range of Motion

NECK
Fleksi
Ekstensi
Lateral bending kanan
Lateral bending kiri
Rotasi kanan
Rotasi kiri
Ektremitas Superior

Shoulder

Elbow

Wrist
Finger

Fleksi
Ektensi
Abduksi
Adduksi
Eksternal Rotasi
Internal Rotasi
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Fleksi
Ekstensi
Ulnar Deviasi
Radius deviasi
MCP I Fleksi
MCP II-IV fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I Ekstensi

ROM Pasif
0 - 70
0 - 40
0 - 60
0 - 60
0 - 90
0 - 90
ROM Pasif
Dekstra Sinistra
0-180
0-180
0-30
0-30
0-150
0-150
0-75
0-75
0-90
0-90
0-90
0-90
0-150
0-150
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-70
0-70
0-30
0-30
0-20
0-20
0-50
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90

ROM Aktif
0 - 70
0 - 40
0 - 60
0 - 60
0 - 90
0 - 90
ROM Aktif
Dekstra Sinistra
0-180
0-180
0-30
0-30
0-150
0-150
0-75
0-75
0-90
0-90
0-90
0-90
0-150
0-150
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-70
0-70
0-30
0-30
0-20
0-20
0-50
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
0-90
7

TRUNK
Fleksi

ROM Pasif
0-90

ROM Aktif
0-90

Ekstensi

0-30

0-30

Rotasi

0-35

0-35

Ektremitas Inferior

Hip

Knee
Ankle

E.

Fleksi
Ektensi
Abduksi
Adduksi
Eksorotasi
Endorotasi
Fleksi
Ekstensi
Dorsofleksi
Plantarfleksi
Eversi
Inversi

ROM Pasif
Dekstra Sinistra
0-120
0-120
0-30
0-30
0-45
0-45
0-45
0-45
0-30
0-30
0-30
0-30
0-120
0-120
0
0
0-30
0-30
0-30
0-30
0-50
0-50
0-40
0-40

ROM Aktif
Dekstra Sinistra
0-120
0-120
0-30
0-30
0-45
0-45
0-45
0-45
0-30
0-30
0-30
0-30
0-120
0-120
0
0
0-30
0-30
0-30
0-30
0-50
0-50
0-40
0-40

Manual Muscle Testing (MMT)

NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideum
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum

Fleksor
Ektensor
Rotator
Pelvic Elevation
Ektremitas Superior
Shoulder
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor

TRUNK
M. Rectus Abdominis
Thoracic group
Lumbal group
M. Obliquus Eksternus Abdominis
M. Quadratus Lumbaris

M. Deltoideus anterior
M. Bisepss anterior
M. Deltoideu
M. Teres Mayor
M. Deltoideus
M. Biseps
M. Latissimus dorsi

5
5

5
5
5
5
5
Dekstra
5
5
5
5
5
5
5

Sinistra
5
5
5
5
5
5
5

Internal Rotasi
Eksternal Rotasi
Fleksor
Elbow

Wrist
Finger

Eksternsor
Supinator
Pronator
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Fleksor
Ekstensor

M. Pectoralis mayor
M. Latissimus dorsi
M. Pectoralis mayor
M. Teres mayor
M. Infra supinatus
M. Biseps
M. Brachilais
M. Triseps
M. Supinatus
M. Pronator teres
M. Fleksor carpi radialis
M. Ekstensor digitorum
M. Ekstensor carpi radialis
M. Ekstensor carpi ulnaris
M. Fleksor digitorum
M. Ekstensor digitorum

Ektremitas Inferior
Hip

Knee
Ankle

Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Fleksor
Ekstensor
Fleksor
Ekstensor

M. Psoas mayor
M. Gluteus maksimus
M. Gluteus medius
M. Adduktor longus
Hamstring muscle
Quadriceps femoris
M. Tibialis
M. Soleus

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Dekst

Sinist

ra
5
5
5
5
5
5
5
5

ra
5
5
5
5
5
5
5
5

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah
Hb
Hct
AE
AL
AT
Gol. Darah
GDS
GDP
GD2pp

29/01/10
13,3
38
5,2
163
O

Rujukan
12,3-15,3
33-45
3,80-5,80
4,4-13,3
150-450

Satuan
g/dl
%
106/ul
10/ul
10/ul

80-140
60-100
80-140

mg/dl
mg/dl
mg/dl

Ur
Cr
As.urat
Na
K
Cl
Ca ion
SGOT
SGPT
Prot. total
Albumin
Globulin
Kol.total
HDL kol
LDL kol
Trigliserid
Bil.total
Bil.direct
B.indirect
PT
APTT
INR
HBs Ag

216
33
146
162

<48
0,6-1,1
2,4-6,1
136-146
3,5-5,1
98-106
1,00-1,20
0-35
0-45
6,00-8,00
3,5-5,2
50-200
34-87
79-186
<150
<1
0-0,30
0-0,70
10,0-15,0
20,0-40,0

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mmol/l
mmol/l
mmol/l
mmol/l
U/l
U/l
g/dl
g/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
detik
detik

Non reaktif

B. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto lumbal AP, lateral, dan Oblique

10

Gambar 1. Foto lumbal AP, lateral, dan oblique


Kesan :
Tampak listhesis V L4 terhadap V L5 ke anterior

sebesar <10 derajat


Trabekulasi tulang normal
Superior dan inferior endplate tak tampak kelainan
Tampak lipping di V L 1, 2, 3, 4, 5, pedicle dan spatium

intervertebralis tampak normal


Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling
Line of weight bearing jatuh di depan bidang
promontorium

2. MRI Vertebra Thoracolumbal

11

Gambar 2. Foto MRI vertebra thoracolumbal

Gambar 3. Foto MRI vertebra thoracolumbal


Kesan :
Listhesis corpus L 4 terhadap L 5 grade I, tak tampak
kompresi fraktur corpus maupun dislokasi inter facetal.
12

Dural space baik, tak tampak medullary hemorrhage


Tear annulus dengan Protrusio central para central
diskus L 4-5 dan osifikasi ligamentum flavum
mengakibatkan parsial stenosis spinal canal dan neural

IV.

V.

foramen suspect iritasi radix L 5.


Facet joint efusi L 3-4 , L 4-5

ASSESMENT
Low Back Pain e.c. spondylolisthesis L 4 terhadap L 5
DAFTAR MASALAH
Problem medis : Low Back Pain
Problem Rehabilitasi Medik :

Fisioterapi : Pasien sulit beraktivitas karena nyeri pada punggung


bawah

Okupasi terapi

:-

Terapi wicara

:-

Sosio-medik

:-

Orthesa-prothesa

: pro korset untuk mengurangi nyeri dan

stabilisasi

Psikologi

: beban pikiran karena aktivitas sehari-hari

menjadi terganggu.
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Medis
Vitamin B1 tab

2x1

Vitamin B12

2x1

Na diklofenak tab

2x1

Aspilet tab

1x1

Amitriptilin cap

3x1

Diazepam tab

2x2

Simvastatin tab

1x1

Terapi Rehabilitasi Medik

Fisioterapi

: Infrared, TENS
13

Speech terapi
Occupational terapi
Sosiomedik

:::-

Orthesa-Prothesa

: Diberikan lumbosacral korset

Psikologi

Memberikan

support

mental

dan

psikoterapi pada pasien. Keluarga juga diharapkan memberi


dorongan pada pasien agar mau terapi dan berobat secara teratur
VII.

IMPAIRMENT, DISABILITAS, DAN HANDICAP


Impairment

: Low Back Pain

Disabilitas

: Nyeri pada punggung bawah

Handicap

: Keterbatasan aktivitas sehari-hari

VIII. GOAL

Mengurangi rasa nyeri

Mengoptimalkan fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari


Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap

pada pasien

Mencegah

terjadinya

komplikasi

yang

dapat

memperburuk keadaan pasien


IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: baik

Ad sanam

: baik

Ad fungsionam

: baik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

14

I. LOW BACK PAIN


A. Definisi
Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa
nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah.
Nyeri pinggang bawah bukanlah diagnosis tapi hanya gejala akibat
dari penyebab yang sangat beragam.
Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang
waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa
minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back
pain dapat disebabkan karena luka traumatic seperti kecelakaan
mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.
Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat
melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih
serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih
sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri
pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri
yang berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya
memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang
lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,
rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis
dan tumor. Disamping hal tersebut diatas terdapat juga klasifikasi

15

patologi yang klasik yang juga dapat dikaitkan LBP. Klasifikasi


tersebut adalah :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Neoplasma
d. Degenerasi
e. Kongenital

B. Epidemiologi
Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting pada semua negara. Besarnya masalah yang diakibatkan oleh
nyeri pinggang dapat dilihat dari ilustrasi data berikut. Pada usia
kurang dari 45 tahun, nyeri pinggang menjadi penyebab kemangkiran
yang paling sering, penyebab tersering kedua kunjungan ke dokter,
urutan kelima masuk rumah sakit dan masuk 3 besar tindakan
pembedahan. Pada usia antara 19-45 tahun, yaitu periode usia yang
paling produktif, nyeri pinggang menjadi penyebab disabilitas yang
paling tinggi.
Di Indonesia, LBP dijumpai pada golongan usia 40 tahun.
Secara keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak
dijumpai (49 %). Pada negara maju prevalensi orang terkena LBP
adalah sekitar 70-80 %. Pada buruh di Amerika, kelelahan LBP
meningkat sebanyak 68 % antara thn 1971-1981.
Sekitar 80-90% pasien LBP menyatakan bahwa mereka tidak
melakukan usaha apapun untuk mengobati penyakitnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa LBP meskipun mempunyai prevalensi yang
tinggi namun penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya.

16

C. Anatomi
Struktur utama dari tulang punggung adalah vertebrae, discus
invertebralis, ligamen antara spina, spinal cord, saraf, otot punggung,
organ-organ dalam di sekitar pelvis, abdomen dan kulit yang
menutupi daerah punggung.
Columna vertebralis (tulang punggung) terdiri atas :

Vertebrae cervicales

buah

Vertebrae thoracalis

12 buah

Vertebrae lumbales

buah

Vertebrae sacrales

buah

Vertebrae coccygeus

4-5 buah

Vertebra cervicales, thoracalis, dan lumbalis termasuk golongan


true vertebrae.
Pada vertebrae juga terdapat otot-otot yang terdiri atas :

Musculus trapezius

Muskulus latissimus dorsi

Muskulus rhomboideus mayor

Muskulus rhomboideus minor

Muskulus levator scapulae

17

Muskulus serratus posterior superior

Muskulus serratus posterior inferior

Muskulus sacrospinalis

Muskulus erector spinae

Muskulus transversospinalis

Muskulus interspinalis
Otot-otot tersebut yang menghubungkan bagian punggung ke

arah ekstrremitas maupun yang terdapat pada bagian punggung itu


sendiri. Otot pada punggung memiliki fungsi sebagai pelindung dari
columna spinalis, pelvis dan ekstremitas. Otot punggung yang
mengalami luka mungkin dapat menyebabkan terjadinya low back
pain.

18

Gambar 4. Lumbar spine

19

Gambar 5. Vertebra cervical, thorak, lumbal, sacrum

20

Gambar 6. Vertebra Lumbosacral

Gambar 7. Vertebra lumbal

D. Penyebab
Penyebab nyeri pinggang bawah bermacam-macam dan
multifaktor. Di antaranya dapat disebut :
1. Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri
pinggang bawah yang penting. Kelainan kongenital yang dapat
menyebabkan nyeri pinggang bawah adalah :

21

a. Spondilolisis dan spondilolistesis


Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan
korpus vertebrae itu
bertemu

dengan

( in utero ) arkus vertebrae tidak

korpus

vertebraenya

sendiri.

Pada

spondilolistesis korpus vertebrae itu sendiri ( biasanya L5 )


tergeser ke depan.
Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi itu masih
berada dalam kandungan, namun ( oleh karena timbulnya
kelinan-kelainan degeneratif ) sesudah berumur 35 tahun,
barulah timbul keluhan nyeri pinggang. Nyeri pinggang ini
berkurang / hilang bila penderita duduk atau tidur. Dan akan
bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan.
Spondilolitesis dapat mengakibatkan tertekuknya radiks LV
sehingga timbul nyeri radikuler.
b. Spina Bifida
Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil
yang ditutupi oleh kulit yang berbulu, maka hendaknya kita
waspada bahwa didaerah itu ada tersembunyi suatu spina
bifida okulta.
Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiat
pada arkus spinosus di daerah lumbal atau sakral. Karena
adanya defek tersebut maka pada tempat itu tidak terbentuk
suatu ligamentum interspinosum.
Keadaan ini akan menimbulkan suatu lumbo-sakral
sarain yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri
pinggang.
c. Stenosis kanalis vertebralis
22

Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis.


Walaupun penyakit telah ada sejak lahir, namun gejalagejalanya baru tampak setelah penderita berumur 35 tahun.
Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri radikuler
bila si penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri hilang
begitu penderita berhenti jalan atau bila ia duduk. Untuk
menghilangkan rasa nyerinya maka penderita lantas jalan
sambil membungkuk.
d. Spondylosis lumbal
Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra
lumbal dan discus intervertebralis, yang menyebabkan nyeri
dan kekakuan.
e. Spondylitis.
Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang
belakang . ini merupakan penyakit sistemik yang etiologinya
tidak diketahui, terutama mengenai orang muda dan
menyebabkan rasa nyeri dan kekakuan sebagai akibat
peradangan sendi-sendi dengan osifikasi dan ankilosing
sendi tulang belakang.
2. Trauma dan Gangguan Mekanis
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab
utama nyeri pinggang bawah. Pada orang-orang yang tidak biasa
melakukan pekerjaan otot atau sudah lama tidak melakukan
kegiatan ini dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut.
Cara bekerja di pabrik atau di kantor dengan sikap yang salah
lama-lama nenyebabkan nyeri pinggang bawah yang kronis.

23

Patah tulang, pada orang yang umurnya sudah agak lanjut


sering oleh karena trauma kecil saja dapat menimbulkan fractur
compresi pada korpus vertebra. Hal ini banyak ditemukan pada
kaum wanita terutama yang sudah sering melahirkan. Dalam hal
ini tidak jarang osteoporosis menjadi sebab dasar daripada fractur
compresi. Fraktur pada salah satu prosesus transversus terutama
ditemukan pada orang-orang lebih muda yang melakukan
kegiatan olahraga yang terlalu dipaksakan.
Pada penderita dengan obesitas mungkin perut yang besar
dapat menggangu keseimbangan statik dan kinetik dari tulang
belakang sehingga timbul nyeri pinggang.
Ketegangan mental terutama ketegangan dalam bidang
seksual atau frustasi seksual dapat ditransfer kepada daerah
lumbal sehingga timbul kontraksi otot-otot paraspinal secara
terus menerus sehingga timbul rasa nyeri pinggang. Analog
dengan tension headache maka nyeri pinggang semacam ini
dapat dinamakan tension backache.
Tidak jarang seorang pemuda mengeluh tentang nyeri
pinggang, yang timbul karena adanya anggapan yang salah yaitu
bahwa karena seringnya melakukan onani di waktu yang lampau
lantas kini sumsum balakangnya telah menjadi kering dan nyeri.
3. Radang ( Inflamasi )
Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial
pada vertebra. Artritis rematoid merupakan suatu proses yang
melibatkan jaringan ikat mesenkimal.
Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama
spondilitis ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria

24

dan teruta mengenai kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka.


Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar di
daerah pnggang disertai kekakuan ( stiffness ) dan kelainan ini
bersifat progresif.
4. Tumor ( Neoplasma )
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas.
Tumor jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh
gejala yang sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya
nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor
ganas daripada tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah
osteoma osteoid, yang menyebabkan nyeri pinggang terutama
waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji kacang, dapat
dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah
contoh tumor benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan
nyeri pinggang bawah. Meningioma adalah tumor intradural dan
ekstramedular yang jinak, namun bila ia tumbuh membesar dapat
mengakibatkan gejala yang besar seperti kelumpuhan.
5. Gangguan Metabolik
Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan
penyebab banyak keluhan nyeri pada pinggang dapat disebabkan
oleh kekurangan protein atau oleh gangguan hormonal
(menopause,penyakit cushing). Sering oleh karena trauma ringan
timbul fractur compresi atau seluruh panjang kolum vertebra
berkurang karena kolaps korpus vertebra. penderita

menjadi

bongkok dan pendek dengan nyeri difus di daerah pinggang.


6. Psikis

25

Banyak gangguan psikis yang dapat memberikan gejala


nyeri pinggang bawah. Misalnya anksietas dapat menyebabkan
tegang otot yang mengakibatkan rasa nyeri, misalnya di kuduk
atau di pinggang; rasa nyeri ini dapat pula kemudian menambah
meningkatnya keadaan anksietas dan diikuti oleh meningkatnya
tegang otot dan rasa nyeri. Kelainan histeria kadang-kadang juga
mempunyai gejala nyeri pinggang bawah.

E. Faktor Resiko
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat
badan, etnis, merokok sigaret, pekerjaan, paparan getaran, angkat
beban yang berat yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama,
geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial. Pada laki-laki
resiko nyeri pinggang meningkat sampai usia 50 tahun kemudian
menurun, tetapi pada wanita tetap terus meningkat. Peningkatan
insiden pada wanita lebih 50 tahun kemungkinan berkaitan dengan
osteoporosis.

F. Lokasi
Lokasi untuk nyeri pinggang bawah adalah daerah lumbal
bawah, biasanya disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain
sakroiliaka, koksigeus, bokong, kebawah lateral atau posterior paha,
tungkai, dan kaki.

26

G. Diagnosa
1. Anamnesis
Beberapa

pertanyaan

yang

dapat

diajukan

dalam

menganamnesa pasien dengan kemungkinan diagnosa Low Back


Pain.
a. Apakah terasa nyeri ?
b. Dimana terasa nyeri ?
c. Sudah berapa lama merasakan nyeri ?
d. Bagaimana kuantitas nyerinya? (berat atau ringan)
e. Apa yang membuat nyeri terasa lebih berat atau terasa lebih
ringan?
f. Adakah keluhan lain?
g. Apakah dulu anda ada menderita penyakit tertentu?
h. Bagaimana keadaan kehidupan pribadi anda?
i. Bagaimana keadaan kehidupan sosial anda?
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan
nyeri

pinggang

meliputi

evaluasi

sistem

neurologi

dan

muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi


tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.
a. Motorik.

27

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

Berjalan dengan menggunakan tumit.

Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.

Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong


tembok )

b. Sensorik.

c.

Nyeri dalam otot.

Rasa gerak.

Refleks.
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah
Achilles dan Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada
saraf spinal.

d. Test-Test

Test Lassegue
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien ( dalam posisi
0 ) didorong ke arah muka kemudian setelah itu

28

tungkai pasien diangkat sejauh 40 dan sejauh 90.

Gambar 8. Tes Lassegue

Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di
pinggang dan pada sendi sakro iliaka. Tindakan yang
dilakukan adalah fleksi, abduksi, eksorotasi dan
ekstensi.

29

Gambar 9. Tes Patrick

Test Kebalikan Patrick


Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi,
endorotasi, dan ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka.
Test Kebalikan Patrick positif menunjukkan kepada
sumber nyeri di sakroiliaka.

3. Pemeriksaan Penunjang :
a. X-ray
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi
tulang, sendi, dan luka degeneratif pada spinal.Gambaran Xray sekarang sudah jarang dilakukan, sebab sudah banyak
peralatan lain yang dapat meminimalisir waktu penyinaran
sehingga efek radiasi dapat dikurangi. X-ray merupakan tes
yang sederhana, dan sangat membantu untuk menunjukan
keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan
penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri
punggung, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan tes
penunjang lain seperti MRI atau CT scan. Foto X-ray
dilakukan pada posisi anteroposterior (AP), lateral, dan bila
perlu oblique kanan dan kiri.

30

Gambar 10. X-ray thoracolumbal


b. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord
dan canalis spinal. Myelografi merupakan tindakan infasif,
yaitu cairan yang berwarna medium disuntikan ke kanalis
spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat
pada layar fluoroskopi dan gambar X-ray. Myelogram
digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang berhubungan
dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk
abses spinal.

31

Gambar 11. Myelografi lumbal


c. Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat
digunakan untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen,
pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar CT-scan seperti
gambaran X-ray 3 dimensi.
MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang
yang lebih jelas daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi
pilihan karena tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat
menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai
dengan yang dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan
diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya pada
punggung.

32

Gambar 12. MRI vertebra lumbalis


d. Electro Miography ( EMG ) / Nerve Conduction Study
( NCS )
EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif
yang digunakan untuk pemeriksaan saraf pada lengan dan
kaki.
EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :

Adanya kerusakan pada saraf

Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )

Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis


atau distal )

Tingkat keparahan dari kerusakan saraf

Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf

33

Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk


mengevaluasi kondisi fisik pasien dimana mungkin perlu
dilakukan tindakan selanjutnya yaitu pambedahan.

H. Penatalaksanaan
1. Obat-obat analgesik
Obat-obat analgesik umumya dibagi menjadi dua golongan besar,
antara lain :
a. Analgetik narkotik
Obat-obat golongan ini terutama bekerja pada susunan saraf
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang berasal dari
organ viseral. Obat golongan ini hampir tidak digunakan
untuk pengobatan LBP karena bahaya terjadinya adiksi pada
penggunaan jangka panjang. Contohnya : Morfin, heroin,
dll.
b. Analgetik antipiretik
Sangat

bermanfat

untuk

menghilangkan

rasa

nyeri

mempunyai khasiat anti piretik, dan beberapa diantaranya


juga berkhasiat antiinflamasi. Kelompok obat-obat ini dibagi
menjadi 4 golongan :
1) Golongan salisilat
Merupakan analgesik yang paling tua, selain khasiat
analgesik

juga

mempunyai

khasiat

antipiretik,

antiinflamasi, dan antitrombotik. Contohnya : Aspirin

34

Dosis Aspirin

: Sebagai analgesik 600 900

mg, diberikan 4 x sehari. Sebagai antiinflamasi 750


1500 mg, diberikan 4 x sehari.
Kontraindikasi: penderita tukak lambung, resiko
terjadinya

pendarahan,

gangguan

faal

ginjal,

hipersensitivitas.
Efek samping

: Gangguan saluran cerna, anemia

defisiensi besi, serangan asma bronkial


2) Golongan Paraaminofenol
Paracetamol dianggap sebagai analgesik-antipiretik
yang paling aman untuk menghilangkan rasa nyeri
tanpa disertai inflamasi.
Dosis terapi : 600 900 mg, diberikan 4 x sehari.
3) Golongan pirazolon
Dipiron mempunyai aceptabilitas yang sangat baik
oleh penderita, lebih kuat dari pada paracetamol, dan
efek sampingnya sangat jarang.
Dosis terapi : 0,5 1 gram, diberikan 3 x sehari.
4) Golongan asam organik yang lain

Derivat asam fenamat


Yang termasuk golongan ini misalnya asam
mefenamt, asam flufenamat, dan Na-meclofenamat.
Golongan obat ini sering menimbulkan efek
samping terutama diare. Dosis asam mefenamat
35

sehari yaitu 4500 mg, sedangkan dosis Nameclofenamat sehari adalah 3-4 x 100 mg.

Derivat asam propionat


Golongan obat ini merupakan obat anti inflamasi
non steroid (AINS) yang relatif baru, yang juga
mempunyai khasiat anal getik dam antipiretik.
Contoh obat golongan ini misalnya ibuprofen,
naproksen, ketoprofen, indoprofen dll.

Derivat asam asetat


Sebagai contoh golongan obat ini ialah Na
Diklofenak. Selain mempunyai efek anti inflamasi
yang kuat, juga mempunyai efek analgesik dan
antipiretik. Dosis terapinya 100-150 mg 1 kali
sehari.

Derivat Oksikam
Salah satu contohnya adalah Piroxicam, dosis terapi
20 mg 1 kali sehari.

2. Fisioterapi
a. Terapi panas superfisial dan dalam
b. Traksi panggul

36

Gambar 13. Alat traksi


c. TENS
d. Latihan penguatan dan peregangan otot
Latihan Low Back Pain dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Lying supine hamstring stretch

d. Sitting leg stretch

e. Hip and quadriceps stretch


b. Knee to chest stretch

c. Pelvic Tilt

37

3. Alat bantu
a. Back corsets.
Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk
mengatasi Low Back Pain yang dapat membungkus punggung
dan perut.

Gambar 14. Corset lumbal


b. Tongkat Jalan
4. Operasi
Tipe operasi yang dilakukan oleh dokter bedah tergantung pada
tulang belakang/punggung pasien. Biasanya prosedurnya menyangkut
pada laminectomy yang mana menghendaki bagian yang diangkat dari
vertebral arch untuk memperoleh kepastian apa penyebab dari LBP
pasien. Jika disc menonjol atau bermasalah, para ahli bedah akan
melakukan bagian laminectomy untuk mencari tahu vertebral kanal,
mengidentisir ruptered disc ( disc yang buruk ), dan mengambil atau
memindahkan bagian yang baik dari disc yang bergenerasi,
khususnya kepingan atau potongan yang menindih saraf.
Ahli bedah mungkin mempertimbangkan prosedur kedua yaitu
spinal fusion, jika si pasien merasa membutuhkan keseimbangan di
bagian

spinenya.

Spinal

fusion

merupakan

operasi

dengan

menggabungkan vertebral dengan bone grafts. Kadang graft tersebut


dikombinasikan dengan metal plate atau dengan alat yang lain.
Ada juga sebagian herniated disc ( disc yang menonjol ) yang
dapat diobati dengan teknik percutaneous discectomy, yang mana
discnya diperbaiki menembus atau melewati kulit tanpa membedah
dengan menggunakan X-ray sebagai pemandu. Ada juga cara lain
yaitu chemoneuclolysis, cara ini menggunakan penyuntikan enzimenzim ke dalam disc. Cara ini sudah jarang digunakan.

II. SPONDYLOLISTHESIS
A. Definisi
Kata spondylolisthesis

berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata

spondylo yang berarti tulang belakang (vertebra), dan listhesis yang berarti
bergeser. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran
(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.
B. Etiopatofisiologi
Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral yang
kecil, sendi facet tidak kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut
sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena
patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang dari kegiatan
olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang
menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic.
Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem
klasifikasi Wiltse:
1. Displatik

Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan.

Lengkungan neural biasanya masih utuh.

2. Isthmic

Lesi dari pars.

Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur pars
akut.

3. Degeratif
Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan tulang,
jaringan,

otot-otot,

dan

ligamen

tulang

belakang

disebut

sebagai

spondilolisthesis degeneratif.
4. Trauma
Tipe ini terjadinya bersifat skunder terhadap suatu proses trauma pada vertebrata
yang menyebabkan fraktur pada sebagian pars interartikularis. Tipe ini terjadi
sesudah periode satu minggu atau lebih dari trauma. Acute pars fracture tidak
termasuk tipe ini.
5. Patologis
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut
spondilolisthesis patologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena kerusakan
pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang menyebar ke bagian
lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau penyakit tulang metabolik. Jenis
ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang (dinamai Sir
James Paget, seorang ahli bedah Inggris yang menggambarkan gangguan kronis
yang biasanya menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis
(penyakit menular mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat
menyebar ke bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.
Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori Spondilolisthesis
adalah penting untuk memahami serta keparahan dari pergeseran yang terbagi
menjadi 5 kelas sebelum pengobatan yang tepat untuk kondisi tersebut dapat
disarankan.
C. Epidemiologi
Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi
otopsi. Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara
umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Spondillistesis degeneratif
biasanya dialami oleh lanjut usia dan jarang mengenai usia dibawah 40 tahun.
Kelainan ini biasanya mengenai perempuan 5 kali lebih banyak dibandingkan
laki-laki. Paling sering melibatkan level L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1%
wanita memiliki spondilolisthesis tipe ini.

D. Gejala Klinis
Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis
pergeseran dan usia pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi
klinis dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada
panggul dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi
dengan tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan
segmental. Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan
melibatkan motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk
pelampiasan akar saraf (biasanya S1).

Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah:

Nyeri punggung bawah.

Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi
tulang belakang lumbal.

Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, atau


kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf
dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung
kemih.

Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari


punggung bawah.

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang


dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi
dari gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan
kurang umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus
lateral dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau disk herniasi. Akar saraf L5
dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis
longus. Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau
mungkin tidak ada.
Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa
sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk

atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum


flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran
foramen tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan,
dengan demikian, mengurangi rasa sakit.
E. Diagnosis
Diagnosis yang tepat dari spondilolistesis meliputi anamnesis dan
pemeriksaan yang sesuai dengan gejala spondilolistesis. Namun, pasien dengan
spondilolistesis kadang sulit dinilai berdasarkan pemeriksaan fisik saja.
Pergeseran ini dapat bersifat asimtomatik atau dapat mennyebabkan nyeri
punggung bawah, rasa tegang pada otot paha bawah, cidera pada akar saraf
(seringnya pada L5), simtomatik stenosis spinal, dan juga dapat menyebabkan
Cauda Equina Syndrome (CES) pada kasus berat. Rasa tegang juga dapat
dirasakan pada daerah segmen yang bergeser. Jika parah, dapat juga
menyebabkan tubuh menjadi lebih pendek.
Spondylolistesis dapat didiagnosa cukup dengan menggunakan foto polos
dengan sinar X. Posisi terbaik yang bisa dilakukan adalah dari posisi lateral.
Foto yang dilakukan dari posisi samping atau lateral akan dapat menunjukkan
sebuah ruas tulang belakang yang bergerser ke depan dibandingkan dengan ruas
tulang rusuk yang berdekatan. Berdasarkan persentase pergeseran ruas dengan
ruas tulang belakang yang berdekatan, spondylolistesis dapat dibagi menjadi 5
derajat:
1. Derajat I dengan pergeseran <26%,
2. Derajat II dengan pergeseran 26%-50%,
3. Derajat III dengan pergeseran 51%-75%,
4. Derajat IV dengan pergeseran 76%-100%,
5. Derajat V dengan vertebra telah tergeser sepenuhnya dari vertebra lainnya
atau spondyloptosis.

Gambar 15. Gambar menunjukkan cara menilai derajat spondilolistesis. Kedua


anak panah menunjukkan jarak pergeseran dan rasio yang dapat dihitung untuk
menunjukkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran.
Jika pasien masih memiliki keluhan nyeri, kebas, atau lemah tungkai,
pemeriksaan tambahan CT scan atau MRI dapat dilakukan. Keluhan ini dapat
disebabkan oleh stenosis atau penyempitan dari celah untuk saraf ke kaki. CT
scan dan MRI adalah pilihan terbaik untuk mendeteksi stenosis yang menyertai
spondilolistesis sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kompresi
saraf akibat spondilolistesis.

Gambar 16. Spondilolistesis, gambaran radiologis menunjukkan sebuah


spondilolistesis derajat 1 pada anak anak.

Gambar 17 . Proyeksi oblik menunjukkan adanya defek pars bilateral, tanda panah
menunjukkan gambaran Scottie Dog with Collar.

Gambar 18. Gambar menunjukkan tampilan proyeksi oblik dengan komponennya


yang menyebabkan terjadinya penampilan Scottie Dog.

Gambar 19. Gambaran spondilolistesis traumatic derajat 4.


PET scan juga dapat digunakan untuk melihat keaktifan tulang di dekat
lokasi defek. Ini terutama untuk membantu dalam tatalaksana spondilolistesis
ini sendiri.
F. Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus spondilolistesis dapat diatasi dengan menggunakan
terapi konservatif. Namun pada pasien pasien tertentu seperti pada pasien
dengan nyeri radikuler, klaudikasi neurogenik, dan pada pasien yang tetap
dijumpai abnormalitas postur atau cara berjalan setelah terapi non operatif,
makan proses pembedahan menjadi indikasi. Tujuan dari terapi pembedahan
adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan jika diperlukan dilakukan
dekompresi elemen neural.
Prinsip tatalaksana adalah untuk meredakan gejala dan meliputi:

Modifikasi kegiatan sehari hari, seperti tirah baring selama eksaserbasi


akut,

Analgetik (NSAID),

Pemakaian korset (brace),

Fisioterapi.
Hasil terapi non operatif umumnya memberikan hasil yang memuaskan,

terutama pada pasien yang berusia muda. Indikasi operasi (fusi) yaitu:

Tanda tanda neurologis seperti nyeri radikuler (tidak dapat ditangani dengan
terapi konservatif), myelopati, klaudikasi neurogenik,

Pergeseran derajat tinggi >50%,

Pergeseran tipe 1 dan 2, dengan bukti instabilitas, progresif listhesis, atau


respon tidak baik terhadap perbaikan konservatif,

Spondilolistesis traumatik,

Spondilolistesis iatrogenic,

Listesis tipe 3 (degeneratif) dengan nyeri yang berat,

Deformitas postural dan abnormalitas langkah jalan.

G. Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun
penarikan (traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada
pasien

yang

membutuhkan

penanganan

dengan

pembedahan

untuk

menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury


(<1%), kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi
(5%-25%), infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada
pasien yang perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat
melakukan fusi ialah (>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang
lebih progresif. Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6
bulan untuk mengetahui perkembangan pasien ini.
H. Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien
dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan
mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya
spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan
pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran
vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan
menyebabkan penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini
akan membutuhkan pembedahan dekompresi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym (2009). Nyeri pinggang (Low Back Pain). http://www.blogdokter.net/


Syaanin, Syaiful. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr. M. Djamil/FKUNAND Padang.
Word press (2011). Spondylolisthesis. Diunduh dari http://www.spondylolisthesis.org/
[Diakses tanggal 17 Mei 2014].
Japardi, I (2002). Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. Fakultas Kedokteran, Bagian
Bedah, Universitas Sumatera Utara.
Medical Disability Guidelines (2009). Spondylolisthesis. Didapat dari :
http://www.mdguidelines.com/spondylolisthesis/definition [Diakses tanggal 17 Mei
2014]

Anda mungkin juga menyukai